Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search
Journal : JURNAL PANGAN

Potensi dan Prospek Pengembangan Hanjeli (Coix lacryma jobi L ) sebagai Pangan Bergizi Kaya Lemak untuk Mendukung Diversifikasi Pangan Menuju Ketahanan Pangan Mandiri Tati Nurmala
JURNAL PANGAN Vol. 20 No. 1 (2011): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v20i1.10

Abstract

Salah satu serealia yang potensial dan memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan adalah jali atau hanjeli, jeten (Coix lacryma-Jobi, L.). Di Indonesia, tanaman ini menyebar di berbagai ekosistem lahan pertanian yang beragam di daerah iklim kering ataupun iklim basah, lahan kering dan lahan basah seperti ditemukan di Sumatra, Sulawesi, Kalimantan. Di Jawa Barat , tanaman tersebut diusahakan oleh petani masih secara konvensional sebagai tanaman langka, secara sporadis ditemukan di Kabupaten Bandung di Punclut, Cipongkor, Gunung Halu, Kiarapayung, Tanjungsari Kabupaten Sumedang, Sukabumi, Garut, Ciamis dan Indramayu.Bagian yang menarik adalah bijinya yang mengandung gizi setara dengan beras, yakni dalam 100 gr bahan terdapat karbohidrat (76,4 persen), protein (14,1 persen) bahkan kaya dengan kandungan lemak nabati (7,9 persen) dan kalsium yang tinggi (54,0 mgr) bila dibandingkan dengan kadar lemak pada jagung sekitar 3,5-4,7 persen. Masyarakat setempat sudah biasa menikmatinya sebagai bubur hanjeli, tape, dodol dsb. Selain sebagai sumber pangan pokok, hanjeli sangat potensial sebagai pangan fungsional dan tanaman obat.This paper discusses one of the most important cereals, hanjeli or jeten (Coix lacryma-Jobi L.), that have good prospect to be developed. In Indonesia, the crop spreads across a diverse ecosystem of agricultural lands not only in arid climate or in dry lands, but also in wet climate or wetlands found in Sumatra, Sulawesi, and Kalimantan. In West Java this crop which is sporadically found in Bandung Regency, Punclut, Cipongkor, Gunung Halu, Kiarapayung, Tanjungsari of Sumedang district, Sukabumi, Garut, Ciamis and Indramayu, is still conventionally cultivated as a crop of rare by farmers. The interesting part of the crop is that the grain contains nutrition which is comparable to that of rice. 100 grams of the grain contains carbohydrate (76.4%) and protein (14.1%). Moreover, it even contains vegetable fat (7.9%) and high calcium (54.0 mgr). The fat content is greater than that of corn which only consists of about 3.5 to 4.7 percent. Local people have enjoyed the grain in forms of hanjeli porridge, sweet fermented hanjeli, and hanjeli dodol, etc. In addition to being the source of staple food, the crop has a great 
Keragaan Komponen Pertumbuhan dan Hasil Tiga Aksesi Tanaman Jawawut (Setaria Italica l. Beauv) melalui Pemberian Empat Dosis Pemupukan Fosfor Component Performance of Growth and Results of Three Accession Plants of Foxtail Millet (Setaria Italica l . Beauv) through Four Doses of Phosphorus Fertilization Miswati Miswati; Tati Nurmala; Anas Anas; Dedi Sugandi
JURNAL PANGAN Vol. 24 No. 3 (2015): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v24i3.16

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan dosis fosfor terhadap pertumbuhan serta hasil jawawut yang terseleksi. Penelitian diawali dengan karakterisasi aksesi jawawut di wilayah Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Papua. Terhadap aksesi yang terseleksi tersebut dilakukanpemupukan fosfor dengan menggunakan rancangan Split Plot Design. Sebagai petak utama adalah aksesi yang terdiri dari tiga tingkat (a1 = asal Papua, a2 = asal Jawa Barat, a3 = asal Bengkulu) dan sebagai faktor anak petak adalah dosis pupuk yang terdiri dari 4 tingkat (0 kg P2O5 /ha, 18 kg P2O5 /ha, 36 kg P2O5 /ha, 54 kg P2O5 /ha). Peubah respon pada pengujian pemupukan fosfor dilakukan terhadap komponen pertumbuhan, komponen hasil dan hasil produksi yang meliputi: tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, Indek Luas Daun (ILD), Laju Asimilasi Bersih (LAB), Laju Tumbuh Relatif (LTR), panjang malai,bobot malai per tanaman, bobot hasil produksi biji per petak, bobot hasil produksi biji per tanaman, bobot 1000 butir, dan Indeks Panen (IP). Uji F dilakukan untuk menguji variasi nilai rata-rata perlakuan. Jika uji F menghasilkan keragaman yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test pada taraf α = 5 persen. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan penampilan karakter dari aksesidan pemberian fosfor tidak memberikan pengaruh terhadap komponen hasil dan hasil tanaman jawawut. The objective of the research is to understand the effect of phosphate fertilizer on the growth and yield of selected foxtail millet. The research is started by the characterization of foxtail millet accessions from Bengkulu, South Sumatera, West Java and Papua. The Selected accessions are then tested with phosphate fertilizer using split plot design and as the main plot is accession consisting of 3 levels (a1 = originated from Papua, a2 = originated from West Java, a3 = originated from Bengkulu) and as the sub-plot is fertilizer dosages consisting of 4 levels (0 kg P2O5 /ha, 18 kg P2O5 /ha, 36 kg P2O5 /ha, 54 kg P2O5 /ha).The variables observed are the growth and yield components and grain productivity including: plant height, number of tillers, leaf area index, net assimilation rate, relative growth rate, panicle length, panicle weightper plant, weight of grain per plot, weight of grain per plant, weight of 1000 grains, and harvest index. F-test is carried out to test variation of average treatment. If the F-test shows significant difference, then the test is continued by Duncan Multiple Range Test with α = 5 percent. The results show that there are differences in visual characters of the three accessions and that the application of phosphate fertilizer does not give significant effect on the yield components and the grain productivity of foxtail millet. 
Karakterisasi dan Kekerabatan 42 Aksesi Tanaman Jawawut (Setaria italica L. Beauv) Characterization and Relationship 42 Accessions of Foxtail Millet Plant (Setaria italica L Beauv) Miswarti Miswarti; Tati Nurmala; Anas Anas
JURNAL PANGAN Vol. 23 No. 2 (2014): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v23i2.61

Abstract

Pangan alternatif menghasilkan karbohidrat dapat bersumber dari pangan lokal yang secara alamiah sudah beradaptasi dengan lingkungan setempat. Pengembangan jawawut sebagai sumber pangan perlu identifikasi untuk mengetahui karakternya. Informasi jarak genetik dan hubungan kekerabatan sangat diperlukan dalam merakit varietas unggul. Semakin jauh jarak genetik antar tetua maka peluang dihasilkannya kultivar baru dengan keragaman genetik akan menjadi besar dan sebaliknya. Penelitian dilaksanakan pada Februari sampai dengan Juli 2013 bertujuan mengidentifikasi, mengkarakterisasi tanaman jawawut berdasarkan karakter morfologi dan agronomi. Analisis keragaman genetik dilakukan berdasarkan karakter morfologi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif, selanjutnya data tersebut diubah menjadi data biner dengan skoring data berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan pada setiap peubah. Data biner morfologi dilakukan analisis menggunakan UPGMA (Unweigjted Pair Group Method with Aritmathic Means) dengan fungsi Simqual melalui program NTSYSpc 2,1. Karakter yang diamati adalah bentuk daun, warna daun, antosianin pada dudukan daun, bentuk tumbuh, diameter batang, tinggi tanaman, jumlah ruas, umur berbunga, warna bunga, panjang tangkai malai, panjang malai, bentuk malai, arah malai, panjang bulu malai, bobot malai, bobot 1000 butir. Hasil penelitian terhadap 42 aksesi jawawut menunjukkan bahwa kekerabatan membentuk dua kelompok berbeda dengan nilai koefisien ketidakmiripan 57 persen. Sumbangan ketidakmiripan jarak genetik terbesar terjadi karena umur berbunga, antosianin dan umur panen.Alternative food with carbohydrates can be sourced from local food that has naturally adapted to local environment. Development of foxtail millet as a food source needs to be identified to determine the characters. Information genetic distance and phylogenetic relationship are indispensable in assembling high-yielding varieties. The farther genetic distance between the parental cultivars, the greater they generate new opportunities with genetic diversity, and vice versa. The research which was conducted from February to July 2013 aims to identify and characterize foxtail millet plant based on morphological and agronomic characters. Analysis of genetic diversity based on morphological characters is done qualitatively and quantitatively, in which the data is converted into binary data with scoring data based on criteria that have been set on each variable. Morphological analysis of binary data is conducted by using UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Aritmathic Means) with function Simqual through NTSYSpc 2,1. Characters are observed through leaf shape, leaf color, leaf anthocyanin on the holder, growing form, stem diameter, plant height, number of segments, flowering, flower color, stem length panicle, panicle length, panicle shape, panicle direction, fur panicle length, panicle weight, and 1000 grain weight. The study of 42 millet accessions shows that the kinship forms two groups with different dissimilarity of 57 percent. The largest causes of genetic distance dissimilarities are due to different forms of growth, flowering, and age of harvesting.
Penampilan Fenotipik dan Keragaman Karakter Kualitatif dan Kuantitatif Tiga Populasi Generasi F2 Hasil Persilangan Tanaman Hanjeli (Coix lacryma-jobi) (Phenotypic Appearance and Diversity of Qualitative and Quantitative Characters of Three Population of F2 Resulted from Crosses of Job’s Tear Plant (Coix lacryma-Jobi) Warid Ali Qosim; Rama Adi Pratama; Tati Nurmala
JURNAL PANGAN Vol. 24 No. 2 (2015): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v24i2.64

Abstract

Hanjeli (Coix lacryma-jobi) merupakan tanaman yang dapat dikembangkan sebagai pangan alternatif dan sumber karbohidrat. Tujuan penelitian ini untuk menggali informasi penampilan fenotipik serta keragaman pada hasil persilangan tanaman hanjeli generasi F2 yang dijadikan bahan untuk melakukan seleksi terhadap karakter kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Petanian UNPAD Jatinangor (720 m diatas permukaan lautl), Sumedang. Waktu percobaan dilaksanakan sejak Februari sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen dari tiga populasi hasil persilangan yaitu #38 x #37, #28 x #26 dan #28 x #9. Hasil penelitian menunjukkan penampilan fenotipik karakter kualitatif terlihat beragam karena pada generasi F2 masih terjadi segregasi. Sedangkan karakter kuantitatif hasil uji rata-rata menunjukan populasi #28 x #26 memiliki nilai yang lebih tinggi pada karakter tinggi tanaman, jumlah buku, dan bobot 100 biji. Populasi #38 x #37 memiliki nilai yang lebih tinggi pada karakter diameter batang, jumlah anakan, jumlah daun, serta bobot biji per tanaman. karakter bobot biji per tanaman yang lebih tinggi dengan nilai 64,63 persen. Sedangkan populasi #28 x #9 menunjukkan nilai koefisien variasi terendah pada karakter tinggi dengan nilai 21,53 persen Job’s tear (Coix lacryma-jobi) is a plant that can be developed as an alternative food and sources of carbohydrates. The purpose of this study is to explore the diversity of phenotypic appearance as well as information on the results of crossing hanjeli generation F2 that can be used to perform the selection of qualitative and quantitative characters. This research is carried out at the Experimental Field of Faculty of Agriculture UNPAD Jatinangor (720 m above sea level), Sumedang. The experiment, which is implemented from February until August 2014, is carried out using experimental method of three populations of the cross, i.e. #38 x #37,# 28 x #26 and #28 x #9. The results show that the qualitative character of the phenotypic appearance happen to be varied because segregation still occurs in the generation F2. In the other hand, the quantitative character from t-test results show that population of #28 x #26 has a higher value on plant height, number of nodes, and 100 grain weight. #38 x #37 populations have a higher value on stem diameter, number of but, number of leaf and graind weight per plant. The coeffecient of variation shouw di of versity values. The coefficient of variation 0f #38 x #37 population have the lowest variation coeffesion at plant height character with the value of 21,53 percent 
Pengaruh Pupuk NPK dan Pupuk Hayati BPF Terhadap Karakter Pertumbuhan dan Hasil Empat Genotip Hanjeli (Coix lacryma jobi L.) (The Effect of NPK Fertilizer and Biofertilizer BPF on Growth Character and Yield of Four Genotypes Cereal Grains (Coix Lacryma jobi L.)) Warid Ali Qosim; Tati Nurmala; Aep Wawan Irwan; Martha C. Damanik
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 2 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i2.83

Abstract

Tanaman hanjeli (Coix lacryma jobi L.) merupakan salah satu tanaman serealia potensial sebagai bahan pangan (karbohidrat) berbasis tepung. Untuk menunjang ekspresi genetik plasma nutfah hanjeli berdaya hasil dan kandungan lemak tinggi diperlukan kondisi lingkungan yang optimal. Salah satunyaadalah ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Tujuan penelitian adalah menghasilkan genotip hanjeli yang berdaya hasil tinggi dan informasi jenis dan dosis pupuk yang optimal dalam mendukung potensi genetik hanjeli berdaya hasil tinggi. Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Novembar 2012 di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Unpad Kampus Jatinangor, Sumedang dengan ketinggian 799 m dpl. Percobaan ditata dalam Rancangan Acak Kelompok dengan dua ulangan. Perlakuan adalah kombinasi genotip hanjeli dan pupuk. Genotip hanjeli, yaitu: #Acc 26 (G1); #Acc 28 (G2); #Acc 37 (G3); #Acc 38 (G4), sedangkan kombinasi pupuk hayati BPF (Bakteri Pelarut Fosfat) dan pupuk NPK, yaitu: pupuk NPK dosis 0 kg/ha (Po); pupuk NPK dosis 300 kg/ha (P1); pupuk NPK dosis 300 kg/ha + BPF (P2); pupuk NPK dosis 200 kg/ha + BPF (P3); pupuk NPK dosis 150 kg/ha + BPF(P4). Data diolah menggunakan uji-F pada taraf 5 persen. Untuk mengetahui tingkat perbedaan karakter yang diamati dilaksanakan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotip #Acc 26, #Acc 28, #Acc 37, #Acc 38 memiliki penampilan yang bervariatif akibat dari perlakuan jenis dan dosis pupuk untuk karakter jumlah buku, jumlah dan bobot biji per tanaman, bobot 100 biji dan untuk karakter jumlah biji, bobot biji per tanaman dan bobot biji per plot. Pengaruh perlakuan dosis pupuk NPK 300 kg/ha + BPF dan NPK 200 kg/ha + BPF memberikan perlakuan lebih baik pada genotip #Acc 37 dan #Acc 38 terutama untuk karakter jumlah biji per tanaman dan bobot biji per plot.Job’s tear (Coix lacryma jobi L.) is one of potential cereal crops as flour-based food carbohydrate source. To support the expression of genetic germplasm of Job’s tear with high yielding and fat contents requires optimal environmental conditions, such as availability of nutrient in the soil. The objective of this study was to determine the optimum effect of various NPK and biofertilizer PSB (Phosphate-solubilizing bacteria) doses in supporting the growth and characters of job’s tears with high yielding. The experiment was carried out from March to November 2012 at experimental station of Faculty of Agriculture UNPAD Jatinangor Campus (799 m asl). The experiment was arranged in completly randomized block design with two replications, and with the combination of genotypes and various of NPK doses and biofertilizer PSB. Genotypes of job’s tears were. #Acc 26 (G1); #Acc 28 (G2); #Acc 37 (G3); #Acc 38 (G4), while various NPK doses and biofertilizer PSB were 0 kg/ha (Po); NPK doses of 300 kg/ha (P1); NPK doses of 300 kg/ha + PSB (P2); NPK doses of 200 kg/ha + PSB(P3); NPK doses of 150 kg/ha + PSB (P4). The data were the analyzed using F-test at 5 percent level and Duncan Multiple Range Test (DMRT) at 5 percent level. The results showed that these treatments affected the growth and yield characters of four Job’s tears. Genotypes of #Acc 26, #Acc 28, #Acc 37, #Acc 38 gave the best effect on the number of nodes, number and weight of grain per plant and plot. Application of NPK 300 kg/ha + PSB 2 and NPK 200 kg/ha+ PSB gave the best effect on genotypes #Acc 37 and #Acc 38, especially on the characters of number of grain per plant and weight grain per plot.  
Eksplorasi, Identifikasi dan Analisis Keragaman Plasma Nutfah Tanaman Hanjeli (Coix lacryma jobi L.) sebagai Sumber Bahan Pangan Berlemak di Jawa Barat Warid Ali Qosim; Tati Nurmala
JURNAL PANGAN Vol. 20 No. 4 (2011): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v20i4.181

Abstract

Hanjeli merupakan tanaman pangan yang memiliki kandungan karbohidrat danlemak tinggi digunakan sebagai sumber bahan pangan alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan plasma nutfah tanaman hanjeli (Coix lacryma-job L.) yang tersebar di daerah Jawa Barat. Metode penelitian dilakukan dalam bentuk survey di Kabupaten Indramayu, Purwakarta, Sumedang, Ciancur dan Bandung. Koleksi plasma nutfah hanjeli diseleksi berdasarkan karakter morfologi, kandungan lemak dan produk olahan tepung hanjeli. Dari hasil penelitian di 5 (lima) kabupaten tersebut telah diperoleh 41 plasma nutfah hanjeli yang ditemukan secara liar dan telah dibudidayakan oleh masyarakat. Keragaman genetik 41 plasma nutfah hanjeli 0,39 (39 persen) berdasarkan karakter morfologi in situ dan dikelompokan menjadi dua kelompok utama. Penampilan fenotipik karakter kualitatif dan kuantitatif plasma nutfah hanjeli in situ yang lebih baik adalah Acc 1, Acc 2, Acc 4, Acc 5, Acc 6, Acc 6, Acc 11, Acc 13, Acc 21, Acc 22, Acc 23, Acc 28, Acc 34, Acc 35. Berdasarkan analisis kandungan lemak yang baik adalah Acc 11, Acc 23, Acc 24, Acc 27, Acc 28, Acc 29, Acc 30, Acc 31, Acc 31 dan Acc 37. Hasil olahan yang berupa bubur hanjeli lebih disukai adalah Acc 1 dan Acc 4 dibandingkan Acc 10 dan Acc 28.Job’s tears is an alternative food source that has high contents of carbohydrate and fat. The research aims to obtain germ plasmas of Job’s tears plant (Coix lacryma-jobiL.) spread in the areas of West Java. The method of experiment is in form of survey in districts of Indramayu, Purwakarta, Sumedang, Ciancur and Bandung. Job’s tears germ plasms collection is selected based on morphological characters, the content of fat and processed flour products of job’s tears. The results showed that there are 41 job’s tears germ plasms found in wild life and cultivated by farmers. The genetic diversity of germ plasms of job’s tears is 0.39 (39 percent) based on morphological characters. The germ plasms of job’s tears are divided into two main groups. Phenotypic performance of the characters of qualitative and quantitative in-situ germ plasms of job’s tears are Acc1, Acc2, Acc4, Acc5, Acc6, Acc6, Acc11, Acc13, Acc21, Acc22, Acc23, Acc28, Acc34, Acc35. Based on the analysis of fat content, there are Acc11, Acc23, Acc24, Acc27, Acc28, Acc29, Acc30, Acc31, Acc31 and Acc37. In the form of processed porridge of job’s tears, Acc1 and Acc4 are preferred compared to Acc10 and Acc28. 
Pengembangan Terigu (Triticum aestivum) Lokal Tati Nurmala
JURNAL PANGAN Vol. 18 No. 3 (2009): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v18i3.235

Abstract

Selera makan masyarakat Indonesia telah terkondisikan mengarah ke pangan hasil olahan yang praktis, hygienis, dan cepat saji yang sebagian besar diperoleh dari bahan baku tepung terigu. Keistimewaan tepung terigu dibandingkan tepung-tepung serealia lain adalah proteinnya tinggi dan mengandung gluten yang dapat memberi daya kembang pada adonan sehingga menjadi tepung yang serbaguna (allpurpose). Namun demikian, gluten kurang bagus untuk penderita autis. Gluten hampir tidak ditemukan di tepung-tepung yang lain, sehingga peranannya di tepung terigu tidak mudah tergantikan. Di sisi lain, Indonesia merupakan lima negara terbesar pengimpor terigu. Padahal, gandum dapat tumbuh di dataran tinggi Indonesia (zona frost) dengan produktivitas yang semakin prospektif tergantung waktu tanam yang tepat dan kesungguhan petani dan fasilitas dari penguasa daerahnya, misalnya di daerah Malang dan Pasuruan (Jawa Timur), Salatiga (Jawa Tengah), Arjasari dan Cikancung (Jawa Barat). Dengan kondisi input produksi yang tidak optimal ("ceb lur") hasil panen telah dapat mencapai 2,5 ton/ha, karena gandum memiliki keunggulan anatomi serta fisiologi yaitu umurnya pendek dan memiliki ekor lemna yang memanjang yang berfungsi untuk menyerap kadar uap air di atmosfir, sehingga kebutuhan air setelah fase reproduktif dipenuhi dari kabut dan kelembaban udara yang tinggi, sehingga dikatakan tahan kekeringan dibandingkan tanaman dataran tinggi lainnya. Pengembangan tanaman terigu di daerah zona frost dapat memberi tambahan kegiatan usaha pada musim tanam ke 3 dimana produktivitas tanaman lain lebih rendah karena kekeringan dan lebih lama umurnya, tentunya dengan memperhatikan konservasi tanah untuk keberlanjutan usaha tani.
Perbedaan Komponen Hasil Dan Hasil 4 Genotip Ubi Jalar Di Lahan Basah Dan Lahan Kering Dengan Pemberian Kombinasi Pupuk Kalium Dan Bokashi Jerami (The Difference of Storage Root Yield Component and Yield of 4 Genotype of Sweet Potato in Wet Land and Dry Land with Aplication of Fertilizers Combination of KCl and Straw Bokashi) Hanny Hidayati Nafi’ah; Tati Nurmala; Agung Karuniawan
JURNAL PANGAN Vol. 25 No. 1 (2016): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v25i1.302

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui komponen hasil dan hasil beberapa genotip ubi jalar yang ditanam di lahan basah dan lahan kering dengan pemberian kombinasi pupuk KCl dan bokashi jerami. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan UNPAD Ciparanje Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dari bulan Februari hingga Juli 2015. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial, yaitu faktor genotip yang terdiri dari 4 genotip dan 1 check, dan faktor kedua kombinasi bokashi jerami dan KCl terdiri dari 6 kombinasi dan 1 kontrol. Masing-masing satuan percobaan diulang 2 kali, sehingga secara keseluruhan terdapat 70 satuan percobaan di tiap lahan. Penelitian menunjukkan komponen hasil dan hasil ubi jalar lebih baik di lahan basah daripada di lahan kering. Genotip 95 [265 (653)] lebih dominan di lahan basah sedangkan genotip Rancing lebih dominan di lahan kering. Kombinasi pupuk 50 kg/ha KCl + 20 t/ha bokashi jerami dapat meningkatkan komponen hasil dan hasil ubi ubi jalar di lahan sawah, sedangkan kombinasi pupuk  50 kg/ha KCl + 15 t/ha bokashi jerami dan 100 kg/ha KCl + 15 t/ha bokashi jerami dapat meningkatkan komponen hasil dan hasil ubi ubi jalar di lahan kering.The  aims of this study were to see the difference characters of genotype in two agro ecosystems, wet and dry lands fertilized with KCL and straw Bokashi.  The research was conducted at the Experimental Field of Faculty of Agricultural UNPAD Ciparanje Jatinangor from February to July 2015. The research was carried out using Randomized Block Design (RBD) two factorials. The first factor was genotype, consisted of 4 genotypes and 1 control, second factor was combination of KCl and straw bokashi that consisted of 6 combinations and 1 control. The study was repeated twice so there were 70 treatments. Storage root yield component and storage root yield growth were better in wet land than dry land. Genotype 95 [265 (653)] was dominant in wet land and Rancing was dominant in dry land. Combination of fertilizers 50 kg/ha KCl + 20 t/ha straw bokashi could increase storage root yield component and storage root yield in wet land, while in dry land combination of fertilizers 50 kg/ha KCl + 15 t/ha straw bokashi and 100 kg/ha KCl + 15 t/ha straw bokashi could increase storage root yield component and storage root yield.
Karakterisasi dan Kekerabatan 23 Genotip Jawawut (Setaria italica L. Beauv) yang Ditanam Tumpangsari dengan Ubi Jalar Berdasarkan Karakter (Agromorfologi Characterization and Relationship of 23 Foxtail Millet (Setaria italica L. Beauv) Genotypes Intercropped With Sweet Potato Based on Agromorphological Traits) Warid Ali Qosim; Alan Randall; Yuyun Yuwariah; Anne Nuraini; Tati Nurmala; Aep Wawan Irwan
JURNAL PANGAN Vol. 25 No. 1 (2016): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v25i1.303

Abstract

Diversifikasi pangan lokal merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi krisis pangan akibat pertambahan jumlah penduduk di Indonesia setiap tahun. Produksi dan pengembangan jawawut di Indonesia masih tergolong rendah karena terbatas oleh ketersediaan lahan. Tumpangsari merupakan praktek pertanian berkelanjutan dan alternatif dalam pengembangan jawawut di Indonesia. Namun, sistem tanam tumpangsari dapat menyebabkan kompetisi antar tanaman. Strategi untuk mengurangi tingkat kompetisi antar tanaman dapat dilakukan dengan penanaman dua jenis tanaman yang mempunyai morfologi, perakaran dan umur panen yang berbeda. Budidaya jawawut dan ubi jalar tidak membutuhkan irigasi. Berdasarkan informasi tersebut, jawawut dan ubi jalar dapat dibudidayakan secara tumpangsari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter agromorfologi yang memberikan kontribusi yang nyata terhadap keragaman 23 genotip jawawut yang ditanam secara tumpangsari dengan ubi jalar. Hasil penelitian menunjukkan koefisien ketidakmiripan yang terbentuk di antara 23 genotip jawawut yang diamati karakter agromorfologinya yaitu berkisar antara 0,24 - 2,34, dan membagi dua klaster utama, yaitu klaster A dan B. Karakter tinggi tanaman 14 hst, 28 hst, 42 hst dan 56 hst, jumlah daun 14 hst dan 42 hst, indeks luas daun 49 hst dan umur panen merupakan karakter yang memberikan kontribusi terhadap keragaman paling tinggi yaitu sebesar 46,82 persen.Local food diversification is one of attempt to anticipate food crisis due to population growth in Indonesia every year. Production and development of millet in Indonesia is still relatively low because it is limited by the availability of land. Intercropping is sustainable and alternative farming practices in the development of millet in Indonesia. However, intercropping system may be occur competition between plants. Strategies to reduce the level of competition between plants by planting two types of plants which have different morphology, root and harvesting time. Cultivation of millet and sweet potatoes do not require irrigation. Based on the information millet and sweet potatoes can be cultivated intercropped. The purpose of this study was to determine the agromorplogical traits which make a significant contribution to the diversity of 23 genotypes of millet were planted with sweet potatoes. Result showed that dissimilarity coefficient between 23 genotypes of millet were 0,24 to 2,34, and split two main clusters, cluster A and B. Plant height at 14 DAP, 28 DAP, 42 and 56 DAP, leaf number at 14 DAP and 42 DAP, leaf area index at 49 DAP and harvesting time were the highest character which contributes to the diversity, 46,82 percent. 
Pengembangan Produk Pangan Baru ‘Pasayu’ Bernutrisi, Berbasis Kearifan Lokal sebagai Bahan Baku (Development of New Food Product of Nutritious Pasayu, Based on Local Wisdom as Raw Materials) Marleen Sunyoto; Tati Nurmala; Roni Kastaman; Deddy Muchtadi
JURNAL PANGAN Vol. 25 No. 1 (2016): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v25i1.305

Abstract

‘Pasayu’ adalah produk pangan baru pasta fettuccine yang menggunakan  tepung komposit yang terdiri dari tepung limbah ubi kayu, tepung jagung dan tepung kacang hijau. Tujuan dari penelitian adalah untuk memperoleh formula yang tepat, antara tepung limbah ubi kayu, tepung jagung dan tepung kacang hijau untuk meningkatkan kandungan protein dan serat. Metode eksperimen terdiri dari analisis cluster pada data yang diperoleh dari metode survei, menghasilkan varietas Karikil dengan 0,023 persen kandungan HCN, 11,9 persen pati, serat 7,2 persen serat dan rendemen 16,6 persen, dan Metoda Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 pengulangan. Hasilnya memperlihatkan bahwa Perlakuan B (20 : 80) pada ‘Pasayu’ jagung adalah perlakuan terbaik dengan karakteristik sebagai berikut : 9,2 persen protein, 9,5 persen kandungan uap air, 3,57 persen serat, 62,39 persen pati, 6,84 persen kandungan lemak, 72,8 persen karbonhidrat, 1,6 persen kandungan abu, kekerasan 208,7429 gF dan daya rehidrasi 73,385 gF. Perlakuan terbaik pada ‘Pasayu’ kacang hijau adalah 70 : 30 dengan karakteristik: kandungan protein 12,23 persen, kandungan uap air 8,97 persen, serat 5,23 persen, pati 33,2 persen, lemak 5,03 persen, karbohidrat 69,32 persen dan  kandungan abu 4,45 persen, kekerasan 1543.524 dan daya rehidrasi 149.23 gF.High nutrient’s Pasayu is a new fettucine-type pasta food product with composite flour as the basic material that consisting of cassava waste flour, mixed with corn flour and mungbean flour. The study was aimed to obtain the proper formulation of the ratio of cassava waste flour to corn flour and cassava waste flour to mungbean flour, to increase protein content and Pasayu fiber that exceed commercial pasta products. Experiment method consisted of cluster analysis on the data previously obtained from survey method, giving a Karikil variety with 0.023persen HCN content, 11,9 percent starch, 7,2 percent fiber and 16,6 percent rendemen and a Randomized Block Design (RBD) with 6 treatments and 4 repetitions. Results show that B treatment (20 : 80) of corn Pasayu is the best treatment with the characteristics of: 9,2 percent protein, 9.5 percent water content, 3,57 percent, fiber,  62,39 percent starch, 6,84 percent fat content, 72.8 percent carbohydrates, 1,6 percent ash content, hardness  208,7429 gF and 73,385 of rehydration power. The best treatment of mungbean Pasayu is 70 : 30 with the characteristic: 12.23 percent protein content, 8,97 percent water content, 5,23 percent fiber content, 33,2 percent starch content, 5,03 percent fat, 69,32 percent carbohydrates  and 4,45 percent ash content, hardness is 1543.524 149,23 gF and rehydration power.