I Putu Gede Yudhi Arjentinia
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jalan PB Sudirman, Denpasar-Bali

Published : 21 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Fungi-fungi Penginfeksi pada Kulit Ular Peliharaan di Bali Prabawa, I Made Agus; Negara, I Nyoman Wisnu; Putriningsih, Putu Ayu Sisyawati; Arjentinia, I Putu Gede Yudhi
Indonesia Medicus Veterinus Vol 7 (4) 2018
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.955 KB) | DOI: 10.19087/imv.2018.7.4.442

Abstract

Ular termasuk hewan eksotik yang sering dijadikan hewan peliharaan. Permasalahan yang sering dijumpai dalam pemeliharaan ular adalah masalah kesehatan seperti infeksi fungi pada kulit ular. Infeksi fungi pada kulit ular dapat menyebabkan berbagai kerugian bahkan kematian pada ular. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis fungi yang dapat ditemukan pada kulit ular peliharaan. Penelitian ini dilakukan dengan mengoleksi sampel usapan kulit pada ular peliharaan. Sampel usapan kulit diambil dari 10 ekor ular peliharaan oleh pecinta reptil di Denpasar dan selanjutnya sampel usapan kulit dibiakkan pada media Sarbouraud Dextrose Agar (SDA) pada suhu 20-30ºC. Fungi yang telah tumbuh kemudian diidntifikasi secara makroskopis dan mikroskopis. Didapatkan hasil fungi dari genus Aspergillus, Candida, Curvularia, Mucor, dan Penicillium dari kesepuluh sampel. Simpulan dari penelitian ini adalah ditemukannya lima genus fungi pada kulit ular peliharaan di Bali.
Kadar Kolesterol Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) Obesitas di Pura Uluwatu Bali Sari, I Gusti Ayu Ratna Wulan; Arjentinia, I Putu Gede Yudhi; Rompis, Aida Louise Tenden
Indonesia Medicus Veterinus Vol 5 (4) 2016
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.201 KB)

Abstract

Penelitian deskriptif-observasional dengan pendekatan cross-sectional telah dilakukan untuk mengetahui kadar kolesterol total monyet ekor panjang obesitas yang hidup liar di Pura Luhur Uluwatu, Bali. Sebanyak enam belas monyet ekor panjang berhasil ditangkap bius menggunakan ketamin dosis 10 mg/kg berat badan dicampur dengan premedikasi xylazin dosis 1-2 mg/kg berat badan, kemudian dilakukan pemeriksaan kesehatan, pengukuran morfometri dan pengambilan sampel darah. Penentuan kadar kolesterol menggunakan mesin automatic chemistry analyzer by Indiko- Thermo Scientific. Dari 16 ekor monyet, 12 ekor tergolong obesitas berdasarkan Indeks Masa Tubuh dan Berat Badan (IMT ?32,81±1,1 kg/m2 menurut Putra et al. (2006); BB ?8 kg. Hasil penelitian menunjukkan rataan kadar kolesterol total monyet obesitas adalah 107,75 ml/dL. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar kolesterol monyet ekor panjang obesitas di Pura Uluwatu, Bali masih normal.
Studi Kasus: Pneumonia Karena Migrasi Larva Toxocara Sp. pada Anjing Basset Hound Widiastuti, Wayan Arni; Soma, I Gede; Arjentinia, I Putu Gede Yudhi
Indonesia Medicus Veterinus Vol 7 (6) 2018
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.712 KB)

Abstract

Seekor anjing basset hound bernama Roxy berumur 3 bulan, mengalami masalah pernapasan yaitu batuk dan hidung mengeluarkan eksudat serous. Selain itu anjing kurus dan perut membesar. Pada pemeriksaan fisik saat faring dipalpasi muncul refleks batuk dan hendak mengeluarkan sesuatu dari tenggorokannya serta pada pemeriksaan feses ditemukan telur cacing Toxocara sp. Pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan hewan mengalami anemia mikrositik normokromik, leukositosis, limfositosis, dan eosinofilia. Anjing kasus didiagnosis mengalami pneumonia karena migrasi larva cacing Toxocara sp. Pengobatan dengan pemberian Pyrantel pamoat (Combantrin®) 25 mg/ml dengan dosis 5 ml per oral 1 bulan sekali, pengulangan tergantung derajat keparahan, antibiotik Amoxicillin 500 mg dan Chlorpeniramine maleat 4 mg dengan dosis masing-masing 50 mg dan 2 mg,diberikan secara oral 2 kali sehari selama 5 hari. Evaluasi pada hari ke-7 (tujuh) kondisi hewan menunjukkan adanya perbaikan.
Kejadian Karang Gigi Pada Anjing Yang Diberi Dog Food Sembiring, Stefani; Yudhi Arjentinia, Putu Gede; Widiastuti, Sri Kayati
Indonesia Medicus Veterinus Vol 5 (1) 2016
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (261.421 KB)

Abstract

Permasalahan gigi pada anjing yang sering ditemukan adalah keberadaan karang gigi. Karang gigi terbentuk biasanya disebabkan oleh pengaruh makanan. Anjing yang diberikan pakan berupa dog food mungkin saja dapat berpengaruh pada keberadaan karang gigi pada anjing tersebut. Dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan wawancara dengan pemilik anjing untuk mengetahui riwayat medis dari anjing, yaitu umur, ras, dan juga memastikan bahwa sejak lahir memang diberi pakan berupa dog food kering. Pengamatan dilakukan pada 30 anjing yang terdiri dari 16 ekor anjing jantan dan 14 ekor anjing betina yang diberikan pakan dog food kering selama 1-2 tahun. Dari hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa dari 30 ekor anjing yang diamati, 24 ekor anjing positif menunjukan adanya karang gigi, enam ekor anjing tidak menunjukkan adanya karang gigi. Dari 24 ekor anjing yang menunjukkan positif memiliki karang gigi, delapan ekor anjing memiliki tingkat karang gigi yang parah dan 16 ekor anjing memiliki tingkat karang gigi yang ringan. Predileksi karang gigi anjing paling banyak ditemukan secara berurutan pada caninus, premolar 4, molar 1 dan molar 2 terutama pada bagian maksila. Presentase kejadian karang gigi pada anjing yang diberi dog food kering adalah sebanyak 80%.
Fungi­-fungi Penginfeksi Kulit Ular Liar di Bali Negara, I Nyoman Wisnu; Putriningsih, Putu Ayu Sisyawati; Arjentinia, I Putu Gede Yudhi; Prabawa, I Made Agus
Indonesia Medicus Veterinus Vol 7 (5) 2018
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.08 KB) | DOI: 10.19087/imv.2018.7.5.489

Abstract

Fungi merupakan salah satu agen penyakit infeksius yang memiliki beragam jenis. Beberapa jenis di antaranya dapat ditemukan pada kulit ular liar. Fungi yang ditemukan pada kulit ular liar tersebut mampu menginfeksi kulit, bahkan dapat menyebabkan kematian. Bali dalam hal ini belum memiliki data yang memadai mengenai jenis fungi yang dapat ditemukan pada kulit ular liar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi fungi yang dapat ditemukan pada kulit ular liar. Penelitian dilakukan dengan mengkoleksi sampel berupa swab dari kulit ular liar yang dibiakkan pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dengan suhu 20ºC-30ºC. Koloni yang tumbuh pada SDA diidentifikasi secara makroskopis dengan mengamati karakteristik koloni secara kasat mata dan dilanjutkan dengan identifikasi secara mikroskopis dengan bantuan mikroskop dan pewarnaan menggunakan Methylene Blue. Hasil penelitian yang diperoleh ialah Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Penicillium sp, Curvularia lunata, Candida sp., Mucor sp., dan Acremonium sp. Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat tujuh jenis fungi yang ditemukan pada kulit ular liar di Bali. Beberapa di antara fungi tersebut dapat menjadi ancaman bagi kesehatan hewan maupun manusia.
Studi Kasus: Demodekosis pada Anjing Jantan Muda Ras Pug Umur Satu Tahun Wahyudi, Gregorius; Anthara, Made Suma; Arjentinia, I Putu Gede Yudhi
Indonesia Medicus Veterinus Vol 9 (1) 2020
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.692 KB) | DOI: 10.19087/imv.2020.9.1.45

Abstract

Demodekosis pada anjing merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi tungau Demodex sp dalam lapisan kulit dermis atau pada folikel rambut. Hewan kasus adalah anjing ras pug berjenis kelamin jantan, berumur ±1 tahun dan memiliki bobot badan 4,1 kg. Berdasarkan hasil anamnesis anjing mengalami gatal-gatal dan kemerahan selama kurang lebih satu bulan. Pada saat itu rambut anjing sudah mulai rontok dan teramati adanya ketombe. Anjing sering menggaruk pada bagian telinga, leher, punggung, dan wajah hingga merah. Pemeriksaan kerokan kulit secara mikroskopik ditemukan tungau yaitu Demodex sp., sedangkan hasil pemeriksaan darah rutin menunjukkan anjing kasus mengalami anemia mikrositik hipokromik. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium, dapat disimpulkan bahwa anjing ini didiagnosis menderita demodekosis. Pengobatan secara kausatif untuk anjing kasus diberikan ivermektin dengan dosis anjuran 0,2-0,4 ml/kg berat badan dan diinjeksikan sebanyak 0,16 ml secara subkutan dengan interval pengulangan sekali seminggu. Chlorfeniramin meleat sebagai antihistamin dengan dosis anjuran 2-4 mg/kg berat badan pada kasus ini diberikan dua kali sehari secara oral dan fish oil sekali sehari. Hewan dimandikan dengan amitras sekali seminggu dengan dosis pemberian 1ml : 100 ml. Setelah lima hari paska terapi, hewan kasus menunjukkan berkurangnya frekuensi menggaruk dan kemerahan pada kulit.
Laporan Kasus: Pemberian Terapi Ivermectin dan Sulfur terhadap Kasus Scabiosis pada Kucing Ras Persia Amir, Kiki Lestari; Erawan, I Gusti Made Krisna; Arjentinia, I Putu Gede Yudhi
Indonesia Medicus Veterinus Vol 9 (1) 2020
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.509 KB) | DOI: 10.19087/imv.2020.9.1.89

Abstract

Scabiosis pada kucing merupakan penyakit yang menular disebabkan oleh tungau Notoedres cati dari genus Sarcoptes. Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui diagnosa pada penyakit Scabiosisdengan metode skin scraping dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan hematologi rutin. Seekor kucing persiadiperiksa di Laboratorium Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan anamnesis sering menggaruk dan nafsu makan menurun. Hasil pemeriksaan klinis terdapat hiperkeratosis pada telinga, alopesia pada regio leher dan pada kedua ekstremitas cranial dan caudal disertai eritema. Kucing menunjukkan gejala pruritus dengan menggaruk-garuk daerah telinga dan tengkuk. Pemeriksaan skin scraping dibawah mikroskop ditemukan tungau Notoedres cati. Hasil dari pemeriksaan hematologi rutin diperoleh white blood cell (WBC) meningkat yang mengindikasikan adanya infeksi. Kucing kasus didiagnosis mengalami Scabiosis. Pengobatan menggunakan ivermektin dengan dosis yang diberikan ialah 0,3 mg/kg BB dengan jumlah yang diberikan sebanyak 0,07 ml dengan dua kali pemberian pada interval 14 hari dan sabun sulfur yang diberikan secara topikal sebagai terapi kausatif. Terapi simptomatik diberikan dyphenhydramine HCl (dosis 1 mg/kg BB, jumlah yang diberikan 0,3 ml satu kali pemberian selama dua hari), dan terapi supportif diberikan fish oil satu kapsul sehari selama 30 hari). Hasil dari penggunaan terapi tersebut menunjukkan hasil yang baikdengan ditandai perubahan pada area lesi yang menunjukkan kesembuhan pada hari ke 8 pasca pemberian terapi.
Elektrokardiogram Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Teranestesi Kombinasi Ketamin-Silasin Deny Rahmadani; Putu Gede Yudhi Arjentinia; I Gede Soma
Veterinary Science and Medicine Journal Vol 3 No 1 (2015)
Publisher : Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.106 KB)

Abstract

Electrocardiograph principally is an electrical activity of heart muscle, which initiated and started by thesinoatrial node in right atrium, from which it spreads out through the all of the heart muscle. Centralnervous system influenced the strength and frequency of electrical impulse. In the anesthetized animal,heart contraction does not influenced by central nervous system. The study aimed to observe theelectrocardiogram (ECG) pattern of the wild Macaca fascicularis anesthetized by ketamine and xylazinecombination. The ECG pattern were recorded on 10 wild Macaca fascicularis during anesthetic period. Thedata were analyzed using descriptive method. The result showed that the average of the P wave was 0.04second with amplitude up to 0.10 mV; QRS complex 0.08 second and 0.36 mV; PR interval 0.13 second;QT interval 0.27 second; RR interval 14.2 mm; PR segment 0.04 second; ST segment 0.07 second;amplitude of T wave  up to 0.19 mV. All of the monkeys have sinus rhythmic with average heart rate is 106beats per minute.
DINAMIKA POPULASI MONYET EKOR PANJANG (MACACA FASCICULARIS) DI HUTAN WISATA ALAS KEDATON TABANAN I Gede Soma; I Nengah Wandia; I Ketut Suatha; Sri Karyati Widyastuti; Aida LT Rompis; Gede Yudhi Arjentinia
Buletin Veteriner Udayana Vol. 1 No. 2 Agustus 2009
Publisher : The Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (100.866 KB)

Abstract

Overall population dynamic were observed in identified individuals between August andOctober 2008, in large group of long failed macaques in the AlasKedaton, Bali. Totalpopulation was 364 monkeys consisted of 54 (14,8%) adult males, 104 (28,6%) adultfemales, 164 (45,1%) juvenile and 42 (11,5%) infant. They were divided into 4 differentsmall social groups i.e., Parking area group, North area group, Centre area group and Southarea group. Ratio of adult male and adult female was 1: 2.Population densitiesof Macaca fascicularisin Alas Kedaton were 30 monkeys / Ha andpopulation natalities were 11, 5%.
Gambaran Sel Darah Putih Sapi Bali yang Terinfeksi Jamur Dermatofita Secara Alami Nirae Nirae Nurani; Putu Ayu Sisyawati Putriningsih; I Putu Gede Yudhi Arjentinia
Buletin Veteriner Udayana Vol. 9 No. 1 Pebruari 2017
Publisher : The Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.663 KB)

Abstract

Dermatophytosis is kind of disease which caused by dermatophyta fungus. White blood cell (leukocyte) will responds every strange things which entering the body as a defend cell. In Indonesia, only few information of the white blood cell (leukocyte) in the Dermatophytosis cases towards balinese cattle can be found. The purpose of the research in finding the comparasion between lukocyte of normal balinese cattle which is not infected and balinese cattle which infected by dematophyta fungus. The research are using 12 samples of blood, is abaout 6 blood’s sampel from normal balinese cattle and 6 blood’s sample of balinese cattle which is infected by dermatophyta fungus. The first attempt is checking the skin scratching and the hair with 10% of KOH liquid. Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA) is used for isolate and identified dermatophyta fungus. Calculation and checking the total of leukocyte are using hemasitometer, while Giemsa liquid are using for differential leukocyte. T-Test shows the real differences between them which in to balinese cattle which infected by dermatophytosis. The analyzes result bye the statistic data using Mann-Whitney Test is showing there is real difference to balinese cattle’s monocyte which infected by dermatofitosis. There is a normal difference between balinese cattle which is normal and infected. Balinese cattle which infected dermatophyta fungus have a total of leukocyte and monocyte are higher than normal balinese cattle.