Claim Missing Document
Check
Articles

Laporan Kasus: Penanganan Toksokariosis dan Skabiosis pada Kucing Domestik Betina Berumur Enam Bulan Calista, Ruli Mauludina Djaya Putri; Erawan, I Gusti Made Krisna; Widyastuti, Sri Kayati
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (5) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (411.19 KB)

Abstract

Toksokariosis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing nematoda, dari genus toxocara. Toksokariosis pada kucing disebabkan oleh Toxocara cati. Hewan kasus adalah kucing domestik berjenis kelamin betina, berumur enam bulan dengan berat satu kilogram. Kucing mengalami diare selama satu minggu. Berdasarkan pemeriksaan klinis ditemukan perbesaran abdomen dan kelainan pada kulit. Pemeriksaan kulit dengan skin scrapping yang dilakukan pada kulit bagian telinga yang mengalami hiperkeratosis menunjukkan hasil positif terhadap agen Notoedres cati. Pemeriksaan feses yang dilakukan dengan metode natif ditemukan telur cacing Toxocara cati. Berdasarkan hasil pemeriksaan kulit dan feses maka kucing kasus didiagnosis menderita toksokariosis dan skabiosis. Pengobatan toksokariosis dilakukan dengan pemberian obat pyrantel pamoat 1 ml (25 mg/kg BB) per oral. Pengobatan skabiosis pada kucing diberikan injeksi ivermectine sebanyak 0,02 ml (0,2 mg/kg BB) secara subkutan dan diulang dua minggu sekali. Kucing juga diberikan pengobatan suportif berupa vitamin B kompleks (S3dd ½ tab PO). Hasil pengobatan selama satu minggu menunjukkan perkembangan yang sangat baik, abdomen terlihat mengecil dan hiperkeratosis pada telinga berkurang.
Prevalensi dan Intensitas Infeksi Ancylostoma Spp. pada Anjing di Jawa Erawan, I Gusti Made Krisna; Widyastuti, Sri Kayati; Suartha, I Nyoman
Indonesia Medicus Veterinus Vol 5 (2) 2016
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.18 KB)

Abstract

Ancylostoma spp. dilaporkan menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang dan masyarakat miskin. Tingginya prevalensi infeksi Ancylostoma spp. pada anjing memainkan peran penting dalam memberikan kontribusi terhadap kejadian cutaneous larva migrans pada populasi manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan intensitas infeksi cacing Ancylostoma spp. pada anjing di Pulau Jawa. Pada penelitian ini diperiksa 13 sampel tinja anjing berasal dari Yogyakarta, 88 sampel tinja anjing dari Jawa Tengah, dan 40 sampel tinja anjing dari Jawa Barat. Pemeriksaan tinja dilakukan dengan metode apung dan Mc.Master. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi infeksi Ancylostoma spp. pada anjing yang berasal dari Yogyakarta adalah 92,31%, Jawa Tengah adalah 88,64%, dan Jawa Barat adalah 92,5%. Disimpulkan bahwa angka prevalensi infeksi Ancylostoma spp. pada anjing di Pulau Jawa sangat tinggi dengan intensitas infeksi dari ringan sampai berat.
Kemanjuran Fluralaner untuk Pengobatan Demodekosis pada Anjing Persilangan Erawan, I Gusti Made Krisna; Puspaeni, Ni Ketut Juni; Anthara, Made Suma
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (5) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (457.473 KB)

Abstract

Demodekosis adalah penyakit dermatologis yang diakibatkan oleh infeksi Demodex sp. Tungau Demodex canis dalam jumlah kecil pada kulit tidak menimbulkan gejala klinis pada anjing yang sehat dan jumlahnya tetap rendah karena sistem imun anjing. Namun, bila kondisi imun anjing menurun maka Demodex sp. akan berkembang menjadi lebih banyak dan menimbulkan penyakit kulit. Telah dilakukan pemeriksaan anjing betina ras persilangan bernama Putih berumur dua tahun, bobot badan 7 kg dengan keluhan rambut rontok, kegatalan, dan kemerahan pada kulit. Pemeriksaan klinis ditemukan adanya kebotakan, kemerahan, hiperkeratosis, dan kegatalan pada kulit di leher, dada, abdomen, kaki depan dan kaki belakang, dan pada daerah punggung ditemukan scale. Pemeriksaan kerokan kulit secara mikroskopik ditemukan adanya tungau D. canis dan hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukkan anjing kasus mengalami anemia normositik normokromik. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium, anjing kasus didiagnosis menderita demodekosis. Pengobatan kausatif dilakukan dengan pemberian fluralaner tablet kunyah 250 mg secara oral sekali pemberian. Anjing kasus juga diterapi dengan chlorfeniramin maleat (0,5 mg/kg BB; q12h; selama lima hari), fish oil, dan vitamin B-kompleks sebagai pengobatan suportif sekali sehari selama 10 hari. Anjing juga dimandikan dengan sampo antiparasit dua kali seminggu. Setelah ditangani selama 10 hari, frekuensi menggaruk dan kemerahan pada kulit berkurang, dan rambut mulai tumbuh. Pada minggu kelima sudah tidak ditemukan lesi pada kulit dan rambut tumbuh dengan baik sehingga rambut tampak sehat dan bertambah lebat. Dapat disimpulkan bahwa pengobatan demodekosis pada anjing dengan menggunakan fluralaner memberikan hasil yang baik.
Laporan Kasus: Anaplasmosis pada Anjing Pomeranian Erawan, I Gusti Made Krisna; Duarsa, Bima Satya Agung; Suartha, I Nyoman
Indonesia Medicus Veterinus Vol 7 (6) 2018
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.969 KB)

Abstract

Seekor anjing ras Pomeranian, berjenis kelamin jantan, bernama Dodo, berumur tiga tahun dengan bobot badan 8,5 kg mengalami epistaksis pada kedua lubang hidung sejak seminggu sebelum dilakukan pemeriksaan. Anjing kasus tampak lemas dan pada bagian punggung ditemukan caplak Rhipichepalus. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan anjing kasus mengalami anemia, eosinofilia, dan trombositopenia. Pada pemeriksaan ulas darah tipis tidak teramati agen asing secara jelas. Untuk membantu menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan dengan rapid test kit yang dapat mendeteksi antobodi E. canis dan Anaplasma sp. Hasil rapid test kit menunjukan pada darah anjing kasus terdeteksi antibodi Anaplasma sp. Berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan hasil pemeriksaan laboratorium, anjing kasus didiagnosis menderita anaplasmosis dengan prognosis fausta. Setelah diberikan pengobatan selama 10 hari dengan antibiotik doxycicline, asam traneksamat, dan Livron B-pleks anjing kasus secara klinis tampak sehat.
Laporan Kasus: Ehrlichiosis Pada Anjing Kintamani Bali Erawan, I Gusti Made Krisna; Sumardika, I Wayan; Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra; Ardana, Ida Bagus Komang
Indonesia Medicus Veterinus Vol 6 (1) 2017
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (116.08 KB)

Abstract

Ehrlichiosis merupakan penyakit penting pada anjing yang disebabkan oleh bakteri intraselular gram negatif dari genus Ehrlichia yang termasuk dalam famili Anaplasmataceae. Seekor anjing kintamani bali diperiksa di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan; lemas, mimisan, nafsu makan dan minum menurun. Hasil pemeriksaan fisik; dari lubang hidung keluar darah encer dan membran mukosa mulut pucat. Pada kulit ditemukan infestasi capak Rhipicephalus. Pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan terjadi anemia mikrositik normokromik, trombositopenia, leukositosis, dan limfositosis. Pemeriksaan darah dengan test kit menunjukkan positif E. canis. Sehingga anjing kasus didiagnosis menderita ehrichiosis. Pengobatan dengan menggunakan doksisiklin memberikan hasil yang memuaskan.
Hemogram Anjing Penderita Dermatitis Kompleks Widyanti, Agnes Indah; Suartha, I Nyoman; Erawan, I Gusti Made Krisna; Anggreni, Luh Dewi; Sudimartini, Luh Made
Indonesia Medicus Veterinus Vol 7 (5) 2018
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (552.38 KB) | DOI: 10.19087/imv.2018.7.5.576

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hemogram anjing penderita dermatitis kompleks. Sampel penelitian ini adalah darah anjing yang mengalami dermatitis kompleks yang didapatkan dari daerah sekitar Denpasar. Dermatitis kompleks adalah radang kulit yang disebabkan oleh komplikasi berbagai agen penyebab seperti parasit, bakteri dan jamur. Komplikasi dari berbagai agen itu menyebabkan kerusakan pada kulit dan terganggunya proses vaskularisasi ke kulit, hal ini menyebabkan terjadi pembusukan pada kulit sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap, kerontokan rambut, dan luka borok. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 15 ekor anjing. Pemeriksaan darah untuk mendapatkan nilai hemogram digunakan mesin Animal Blood Counter iCell-800Vet, China. Setelah penghitungan diferensiasi leukosit dari preparat ulas darah dengan pengamatan mikroskop, data dianalisis secara deskriptif. Hasil hemogram anjing penderita dermatitis kompleks adalah anemia, neutropenia, dan basofilia. Neutropenia yang terjadi pada anjing penderita dermatitis kompleks disertai peningkatan neutrofil stab/neutrofil muda, hal tersebut mengindikasikan adanya peradangan yang bersifat akut. Temuan hemogram yang paling umum pada anjing penderita dermatitis kompleks adalah anemia, neutropenia dan basofilia. Neutropenia yang terjadi disertai dengan peningkatan neutrofil muda (stab/band).
BASAL CELL EPITHELIOMA PADA ANJING PERSILANGAN Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra; Dewi, I Dewa Ayu Dian Sasmita; Erawan, I Gusti Made Krisna
Indonesia Medicus Veterinus Vol 7 (4) 2018
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (552.463 KB) | DOI: 10.19087/imv.2018.7.4.451

Abstract

Basal cell epithelioma adalah tumor jinak pada membrana basalis sel epitel kulit, yang belum diketahui penyebabnya secara pasti. Tumor ini bisa menyerang pada semua ras anjing baik jantan maupun betina dan umumnya ditemukan pada anjing yang berumur tua. Seekor anjing persilangan berumur tiga tahun, bobot badan 6,8 kg dan berjenis kelamin bertina diperiksa di Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan adanya benjolan disertai tukak pada bagian bawah leher. Secara fisik anjing teramati seakan-akan sehat dengan napsu makan dan minum baik, defikasi dan urinasi normal. Hasil pemeriksaan histopatologis jaringan yang dilakukan di Balai Besar Veteriner Denpasar, terdapat bentukan seperti pita (garland) pada jaringan tumor tersebut, sehingga anjing didiagnosis menderita basal cell epithelioma dengan prognosis fausta. Anjing ditangani dengan melakukan pembedahan (eksisi) untuk mengangkat masa tumor pada bagian leher dan pemberian antibiotika cepotaxim dengan analgesik asam mefenamat. Satu minggu pascaoperasi anjing dinyatakan sembuh dengan luka operasi yang sudah kering dan menyatu.
Laporan Kasus: Pemberian Terapi Ivermectin dan Sulfur terhadap Kasus Scabiosis pada Kucing Ras Persia Amir, Kiki Lestari; Erawan, I Gusti Made Krisna; Arjentinia, I Putu Gede Yudhi
Indonesia Medicus Veterinus Vol 9 (1) 2020
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.509 KB) | DOI: 10.19087/imv.2020.9.1.89

Abstract

Scabiosis pada kucing merupakan penyakit yang menular disebabkan oleh tungau Notoedres cati dari genus Sarcoptes. Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui diagnosa pada penyakit Scabiosisdengan metode skin scraping dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan hematologi rutin. Seekor kucing persiadiperiksa di Laboratorium Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan anamnesis sering menggaruk dan nafsu makan menurun. Hasil pemeriksaan klinis terdapat hiperkeratosis pada telinga, alopesia pada regio leher dan pada kedua ekstremitas cranial dan caudal disertai eritema. Kucing menunjukkan gejala pruritus dengan menggaruk-garuk daerah telinga dan tengkuk. Pemeriksaan skin scraping dibawah mikroskop ditemukan tungau Notoedres cati. Hasil dari pemeriksaan hematologi rutin diperoleh white blood cell (WBC) meningkat yang mengindikasikan adanya infeksi. Kucing kasus didiagnosis mengalami Scabiosis. Pengobatan menggunakan ivermektin dengan dosis yang diberikan ialah 0,3 mg/kg BB dengan jumlah yang diberikan sebanyak 0,07 ml dengan dua kali pemberian pada interval 14 hari dan sabun sulfur yang diberikan secara topikal sebagai terapi kausatif. Terapi simptomatik diberikan dyphenhydramine HCl (dosis 1 mg/kg BB, jumlah yang diberikan 0,3 ml satu kali pemberian selama dua hari), dan terapi supportif diberikan fish oil satu kapsul sehari selama 30 hari). Hasil dari penggunaan terapi tersebut menunjukkan hasil yang baikdengan ditandai perubahan pada area lesi yang menunjukkan kesembuhan pada hari ke 8 pasca pemberian terapi.
Kadar Protein Total Serum Sapi Bali Betina di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Badung Senja, Naomi Orima; Widyastuti, Sri Kayati; Erawan, I Gusti Made Krisna
Indonesia Medicus Veterinus Vol 9 (4) 2020
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2020.9.4.502

Abstract

Protein total merupakan semua jenis protein yang terdapat di dalam darah, komponennya tersusun atas albumin, globulin, dan beberapa protein lain dalam jumlah yang lebih sedikit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar protein total sapi bali betina dewasa yang tidak bunting, agar dapat dijadikan evaluasi pemeriksaan berbagai kondisi fisik dan subklinis. Sampel darah diperoleh dari 11 ekor sapi bali betina dewasa, berusia 2 tahun dengan kondisi sehat secara klinis dan tidak bunting. Sampel diuji menggunakan metode otomatis dengan prinsip refraktometer menggunakan gelombang cahaya dengan panjang gelombang 564 nm. Protein total yang diperoleh dari sampel yang telah diperiksa adalah dengan kadar protein terendah 6,34 g/dL dan hasil tertinggi 7,55 g/dL dengan rata-rata 7,22 g/dL. Hasil tersebut terhitung lebih rendah daripada sapi ras lain seperti Friesian Holstein (FH), Peranakan Ongole (PO), dan Brahman. Dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya kadar total protein, diantaranya pakan dan ras sapi, sehingga evaluasi pada sistem peternakan dapat dilakukan.
Laporan Kasus: Rhinitis Unilateral pada Kucing Lokal yang Mengalami Langit-langit Mulut Bercelah (Cleft Palate) Takariyanti, Dzikri Nurma'rifah; Batan, I Wayan; Erawan, I Gusti Made Krisna
Indonesia Medicus Veterinus Vol 9 (6) 2020
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2020.9.6.1036

Abstract

Rhinitis adalah peradangan pada selaput lendir hidung. Masalah ini umum dan sering terjadi pada kucing. Penyakit ini dapat timbul dari sejumlah gangguan intranasal atau sistemik. Seekor kucing lokal betina berumur satu tahun dengan bobot badan 2,2 kg diperiksa dengan keluhan adanya leleran pada hidung sebelah kiri dan sering bersin disertai dengan dahak dan bercak darah. Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya pembengkakan limfonodus mandibularis sebelah kiri, ditemukan lubang pada langit-langit mulut (cleft palate). Auskultasi paru-paru normal terdengar bunyi vesikular. Pemeriksaan hematologi menunjukkan adanya trombositosis yang menunjukkan adanya peradangan. Hewan didiagnosis rhinitis dan ditangani dengan pemberian antibiotik cefadroxin monohidrat dua kali sehari dan bromhexine sebagai terapi simptomatis satu kali sehari secara per oral. Hari ketujuh setelah pengobatan kucing kasus sudah tidak bersin dan tidak ada leleran yang keluar dari hidung.
Co-Authors Achoiro Wati Rasid Aditya Pratanto Aida Lousie Tenden Rompis Amir, Kiki Lestari Anak Agung Ayu Mirah Adi Anak Agung Sagung Istri Pradnyantari Anak Agung Sagung Kendran Anggung Praing, Umbu Yabu Bambang Sumiarto Calista, Ruli Mauludina Djaya Putri Denny Widaya Lukman Deva Mutiara Giri Putri Dewi, I Dewa Ayu Dian Sasmita Diana Mustikawati Duarsa, Bima Satya Agung Dumayanti, Jeanni DWI SURYANTO Ekklesia Prasetya Emy Sapta Budiari Erika Erika Evi Marieti Hutagalung Gede Herdian Permana Putra Hasanah, Putri Nur I Gede Soma I Gusti Agung Ayu Suartini I Gusti Agung Gede Putra Pemayun I Gusti Ngurah Kade Mahardika I Gusti Ngurah Sudisma I Ketut Suada I Made Kardena I Made Kerta Pratama I Made Sukada I MADE SUMA ANTARA I NYOMAN MANTIK ASTAWA I Nyoman Suarsana I Nyoman Suartha I Putu Cahyadi Putra, I Putu Cahyadi I Putu Gede Yudhi Arjentinia I Wayan Batan I Wayan Puspa Ari Laxmi I Wayan Suardana I Wayan Suardana I.H. Utama I.W. Batan Ida Ayu Pasti Apsari Ida Bagus Komang Ardana Ida Bagus Ngurah Swacita Ida Bagus Oka Winaya Ida Tjahajati Iwan Harjono Utama Iwan Haryono Utama Jamhari Jamhari Kadek Karang Agustina Ketut Berata Komang Andika Purnama Kurniawati, Ni Made Ayu Lopes, Yoseph Adedoni Tola Luh Dewi Anggreni Luh Made Sudimartini M.D. Rudyanto Madania, Reydanisa Noor Made Suma Anthara Ni Luh Eka Setiasih Nirhayu, Nirhayu Pradnyani, Gusti Ayu Putu Indira Pratiwi, Rizki Purwaka Putra, Putu Adi Guna Purwitasari, Made Santi Puspaeni, Ni Ketut Juni Putu Ayu Sisyawati Putriningsih Putu Ayu Sisyawati Putriningsih Puveanthan Nagappan Govendan Raden Wisnu Nurcahyo Rukisti, Eniza Sembiring, Messy Saputri Senja, Naomi Orima Sibang, I Nengah Anom Adi Nugraha Sibarani, Oktryna Hodesi Slamet Raharjo Sri Kayati Widiastuti, Sri Kayati Sri Kayati Widyastuti Sri Wahyuningsih Steven Dwi Purbantoro Sugiyarto - T. Sari Nindia Takariyanti, Dzikri Nurma'rifah Tyas Pandieka Yoga Widya Asmara Widyanti, Agnes Indah Wisnu Nurcahyo Yedija Putra Kusuma Wardana Rumbay Yoshihiro Hayashi Zefanya Christiani