Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

The Influence of Gratitude toward Psychological Resilience of Adolescence Living in Youth Social Care Institution Listiyandini, Ratih Arruum
Journal of Educational, Health and Community Psychology Vol 7 No 3 December 2018
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (99.779 KB) | DOI: 10.12928/jehcp.v7i3.10894

Abstract

 This study aims to determine the role of gratitude towards psychological resilience of adolescents who live in youth social care institutions (orphanages). The study was conducted using a quantitative approach and cross-sectional design. The population of the study was adolescents who lived at youth social care institutions in Jakarta and Bekasi. Two hundred samples were obtained by convenience sampling. The researcher used the Indonesian version of the gratitude scale and the adaptation of resilience scale as measurement tools. Regression analysis found that gratitude explains 13.1 percent variance of adolescences’ psychological resilience. The role of gratitude toward psychological resilience is positive, which is higher gratitude will also be followed by higher resilience. Therefore, gratitude needs to be considered in the development of resilience program for adolescents living in youth social care institutions. 
MENGUKUR RASA SYUKUR: PENGEMBANGAN MODEL AWAL SKALA BERSYUKUR VERSI INDONESIA Listiyandini, Ratih Arruum; Nathania, Andhita; Syahniar, Dessy; Sonia, Lidwina; Nadya, Rima
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology Vol 2, No 2 (2015): Jurnal Psikologi Ulayat
Publisher : Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara (KPIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.079 KB) | DOI: 10.24854/jpu22015-41

Abstract

Abstract — Feeling grateful has emotional and interpersonal advantages. When looking at suffering as something positive, person will be able to increase the ability of new coping. Development of gratitude measurement scale expected to help research, assessment, or interventions related gratitude in Indonesia population. Using non-probability accidental sampling, subjects in this research was 264 Indonesia people composed of 90 men (34%) and 174 women (66%), with age range of 20 to 75 years. Based on psychometric testing which is done through internal consistency and construct validity test, Indonesia gratitude scale seems has good reliability and validity. The scale can measure the construct consistently, can distinguish individuals with high and low gratitude, and valid to measure the gratitude construct through three factors, namely the sense of appreciation, positive feelings, and expression of gratitude. Having good psychometric standards, Indonesia gratitude scale version presented in this study can already be used to measure the gratitude in the context of research and clinical interventions in Indonesia population. Abstrak — Bersyukur memiliki keuntungan secara emosi dan interpersonal. Dengan melihat dan merasakan penderitaan sebagai sesuatu yang positif, maka seseorang akan bisa meningkatkan kemampuan coping barunya baik secara sadar maupun tidak. Pembuatan alat ukur bersyukur diharapkan dapat membantu penelitian, pemeriksaan, atau intervensi terkait rasa syukur pada populasi di Indonesia. Subjek penelitian berjumlah 264 orang terdiri dari 90 orang pria (34%) dan 174 orang wanita (66%). Rentang umur responden dari 20 sampai 75 tahun. Berdasarkan uji psikometri yang dilakukan melalui konsistensi internal dan uji validitas konstruk, skala bersyukur versi Indonesia memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Skala ini dapat mengukur satu kontruk yang sama secara konsisten, dapat membedakan individu dengan rasa syukur tinggi dan rendah, dan valid untuk mengukur konstruk bersyukur melalui tiga faktor, yaitu sense of appreciation, perasaan positif, dan ekspresi rasa syukur. Dengan standar psikometri yang sudah baik, maka skala bersyukur versi Indonesia yang dipaparkan dalam penelitian ini sudah dapat digunakan untuk mengukur rasa syukur dalam konteks penelitian maupun intervensi klinis pada populasi di Indonesia.
Resiliensi Psikologis dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Hidup terkait Kesehatan pada Remaja di Panti Asuhan Rachmawati, Bellatrix Dwi; Listiyandini, Ratih Arruum; Rahmatika, Rina
ANALITIKA Vol 11, No 1 (2019): ANALITIKA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (942.844 KB) | DOI: 10.31289/analitika.v11i1.2314

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana resiliensi psikologis dan peranannya terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pada remaja panti asuhan. Sampel dalam penelitian ini adalah 200 remaja panti asuhan yang dipilih dengan teknik convenience sampling dari 12 panti asuhan di Jakarta dan Bekasi. Penelitian yang dilakukan menggunakan adaptasi alat ukur resiliensi dan kualitas hidup terkait kesehatan. Hasil uji regresi menemukan bahwa resiliensi psikologis memiliki peran terhadap seluruh dimensi kualitas hidup terkait kesehatan. Resiliensi psikologis berperan sebesar 16,3% pada dimensi kesejahteraan fisik, 8,2% pada dimensi kesejahteraan psikologis, 8,1% pada dimensi hubungan orang tua dan otonomi, 5,0% pada dimensi dukungan sosial dan teman sebaya dan 5,5% pada dimensi lingkungan sekolah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk pembuatan program-program yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan pada remaja panti asuhan.
Kecerdasan emosi sebagai prediktor resiliensi psikologis pada remaja di panti asuhan Apriani, Fitri; Listiyandini, Ratih Arruum
Persona:Jurnal Psikologi Indonesia Vol 8 No 2 (2019): Desember
Publisher : Faculty of Psychology Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/persona.v8i2.2248

Abstract

AbstractYoung people living in social institutions are more vulnerable to have mental health problems. Thus, they need to have psychological resilience, which is the ability to thrive in the face of adversity. The aim of the study is to investigate how much emotional intelligence can predict the psychological resilience of adolescents living at social institutions (orphanage).  Research used quantitative approach and correlational design. In this study, by using purposive sampling technique, 145 adolescents aged 11 - 18 years living at orphanage around Jakarta were participated. Adaptation of resilience scale from Connor & Davidson was used to measure the psychological resilience and the scale of emotional intelligence was an adapted scale from theory of Salovey and Mayer. Both adapted scale shown good reliability index indicated that they can use to measure the variables consistently. The statistical analysis using linear regression test indicate that emotional intelligence can predict psychological resilience significantly and positively. It is implied that emotional intelligence is being an important factor for resilience development among orphanage youth. Thus, it is imperative to cultivate emotional intelligence aspects in resilience building program for young people living in social shelters. Keywords : Adolescents; Emotional intelligence; Orphanage; Resilience AbstrakRemaja di panti asuhan rentan mengalami berbagai masalah kesehatan mental. Oleh karena itu, mereka membutuhkan resiliensi psikologis, yaitu kemampuan untuk bisa bangkit dari masalah yang dihadapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sejauh mana kecerdasan emosional dapat menjadi prediktor dari resiliensi psikologis pada remaja yang tinggal di panti asuhan. Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain korelasional. Menggunakan teknik sampling purposive, sebanyak 145 orang remaja berusia 11 – 18 tahun yang tinggal di panti asuhan yang ada wilayah sekitar Jakarta dilibatkan dalam penelitian ini. Adaptasi skala resiliensi dari Connor dan Davidson dan skala kecerdasan emosional berdasarkan teori Salovey dan Mayer untuk mengukur kecerdasan emosional digunakan di dalam penelitian ini. Kedua skala yang diadaptasi menunjukkan reliabilitas yang baik sehingga layak digunakan. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji regresi sederhana menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan emosional menjadi prediktor yang signifikan terhadap resiliensi psikologis secara signifikan dan positif Hasil ini mengindikasikan bahwa kecerdasan emosional menjadi faktor yang penting dalam peningkatan resiliensi psikologis remaja panti asuhan. Oleh karena itu, perlu untuk menumbuhkan aspek-aspek yang menyusun kecerdasan emosional di dalam program pengembangan resiliensi psikologis pada remaja yang tinggal di panti asuhan.Kata kunci : Kecerdasan emosi; Panti asuhan; Remaja; Resiliensi
HUBUNGAN ANTARA RESILIENSI DENGAN KESEPIAN (LONELINESS) PADA DEWASA MUDA LAJANG Sari, Indah Putri; Listiyandini, Ratih Arruum
Prosiding PESAT Vol 6 (2015)
Publisher : Prosiding PESAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masa dewasa muda merupakan proses untuk membentuk suatu keluarga, mendapatkan pekerjaan dan memilih teman. Tahap perkembangan yang akan dilalui dewasa muda yaitu intimacy vs isolation. Apabila individu belum dapat menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, maka ia akan mengalami perasaan terisolasi. Oleh karena itu, dewasa muda lajang yang belum memiliki pasangan dianggap sudah memasuki usia kritis dan memiliki resiko mengalami depresi dan kesepian. Kesepian merupakan emosi negatif yang muncul karena adanya kesenjangan hubungan sosial antara yang diharapkan dengan kenyataan yang ada. Oleh karena itu, individu membutuhkan peran resiliensi. Resiliensi merupakan kualitas pribadi yang memungkinkan seseorang bangkit ketika menghadapi kesulitan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dengan kesepian (loneliness) pada dewasa muda lajang serta tinjauannya dalam Islam. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi terkait mengatasi kesepian pada dewasa muda lajang. Subjek penelitian berjumlah 200 orang di Jakarta dengan rentang usia 22-33 tahun. Pengukuran menggunakan adaptasi alat ukur CD-RISC dan UCLA Loneliness Scale. Berdasarkan uji korelasi ditemukan hasil r = -0,324 dan p = 0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan dan bersifat negatif. Artinya apabila resiliensi pada individu dewasa muda lajang rendah maka kesepian (loneliness) yang dirasakan individu dewasa muda lajang tinggi dan sebaliknya apabila resiliensi tinggi maka kesepian (loneliness) rendah.Resiliensi memiliki kontribusi dalam menurunkan kesepian sebesar 10,5%. Dengan demikian, untuk mengatasi kesepian individu membutuhkan kemampuan resiliensi seperti percaya pada diri sendiri dan membangun interaksi sosial yang baik.
PERANAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MEMPREDIKSI RESILIENSI MAHASISWA TAHUN PERTAMA YANG MERANTAU DI JAKARTA Permata, Devita Cahya; Listiyandini, Ratih Arruum
Prosiding PESAT Vol 6 (2015)
Publisher : Prosiding PESAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena mahasiswa perantau umumnya bertujuan untuk meraih kesuksesan melalui kualitas pendidikan yang lebih baik pada bidang yang diinginkan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa masalah unik yang dialami mahasiswa perantau adalah masalah intrapersonal dan interpersonal yang disebabkan oleh proses penyesuaian diri. Untuk mengatasi berbagai tantangan atau permasalahan yang ada maka diperlukan peran orang tua dari setiap mahasiswa, supaya menjadi pribadi resilien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan pola asuh orang tua terhadap pembentukkan resiliensi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 150 orang mahasiswa tahun pertama yang merantau di Jakarta. Penelitian ini menggunakan skala PAQ untuk mengukur pola asuh orang tua dan skala CD-RISC untuk mengukur resiliensi. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa terdapat peranan pola asuh orang tua terhadap resiliensi mahasiswa tahun pertama yang merantau di Jakarta. Pola asuh yang paling berperan terhadap resiliensi adalah pola asuh ibu otoritatif, sedangkan pola asuh yang tidak berperan terhadap resiliensi adalah pola asuh ayah permisif. Kombinasi pola asuh orang tua yang paling berperan paling besar terhadap resiliensi adalah kombinasi pola asuh ibu otoritatif dan pola asuh ayah otoritatif, sedangkan kombinasi pola asuh orang tua yang berperan paling kecil terhadap resiliensi adalah kombinasi pola asuh ayah otoritarian dan pola asuh ibu permisif.
PERAN RESILIENSI DALAM MEMPREDIKSI KUALITAS HIDUP IBU YANG TINGGAL DI BANTARAN SUNGAI CILIWUNG Aisyah, Putri; Listiyandini, Ratih Arruum
Prosiding PESAT Vol 6 (2015)
Publisher : Prosiding PESAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bantaran sungai Ciliwung merupakan salah satu daerah DKI Jakarta yang merupakan permukiman kumuh dan sering terjadi banjir. Kondisi kemiskinan yang mereka alami membuat mereka rentan mengalami stres dan tantangan yang lebih besar dibandingkan orang lain sehingga mempengaruhi kualitas hidup. Salah satu faktor yang membedakan tingkat kualitas hidup seseorang pada situasi yang sama adalah cara mengatasi atau coping ketika mengalami kesulitan atau adversity yang telah diidentifikasi sebagai fokus dari konsep resiliensi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran resiliensi terhadap kualitas hidup pada ibu yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung. Subjek dalam penelitian ini adalah 100 orang ibu yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung dengan rentang usia 20-40 tahun. Penelitian ini menggunakan alat ukur CD-RISC dan WHOQOL-BREF yang sudah diadaptasi oleh peneliti. Hasil Uji Statistik menunjukkan bahwa resiliensi berperan secara signifikan sebesar 37,46% pada kualitas hidup dimensi fisik, 31,3% pada kualitas hidup dimensi kesejahteraan psikologis, 44% pada kualitas hidup dimensi hubungan sosial, dan 39.0% pada kualitas hidup dimensi lingkungan.
Gambaran Tingkat Kesejahteraan Psikologis Penyandang Tunanetra Dewasa Muda Brebahama, Alebanyo; Listyandini, Ratih Arruum
Mediapsi Vol 2, No 1 (2016): JUNE
Publisher : MEDIAPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.286 KB) | DOI: 10.21776/ub.mps.2016.002.01.1

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tingkat kesejahteraan psikologis pada tunanetra yang berada pada usia dewasa muda, dengan melibatkan 36 orang tunanetra yang berusia antara 20–40 tahun serta berdomisili di DKI Jakarta. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur hasil adaptasi dari Psychological Well-being Scale yang dikembangkan oleh Ryff. Setelah dilakukan uji validitas konstruk dan reliabilitas melalui konsistensi internal diperoleh 31 item dengan α=0,93. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 69% responden memiliki skor kesejahteraan psikologis yang tergolong tinggi, sedangkan 31% lainnya memiliki skor kesejahteraan psikologis yang tergolong rendah. Dimensi kesejahteraan psikologis yang paling tinggi adalah pada aspek personal growth, sedangkan yang paling rendah adalah pada aspek autonomy.
Mengukur rasa syukur: Pengembangan model awal Skala Bersyukur versi Indonesia Listiyandini, Ratih Arruum; Nathania, Andhita; Syahniar, Dessy; Sonia, Lidwina; Nadya, Rima
Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology Vol 2 No 2 (2015)
Publisher : Konsorsium Psikologi Ilmiah Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24854/jpu39

Abstract

Feeling grateful has emotional and interpersonal advantages. When looking at suffering as something positive, person will be able to increase the ability of new coping. Development of gratitude measurement scale expected to help research, assessment, or interventions related gratitude in Indonesia population. Using non-probability accidental sampling, subjects in this research was 264 Indonesia people composed of 90 men (34%) and 174 women (66%), with age range of 20 to 75 years. Based on psychometric testing which is done through internal consistency and construct validity test, Indonesia gratitude scale seems has good reliability and validity. The scale can measure the construct consistently, can distinguish individuals with high and low gratitude, and valid to measure the gratitude construct through three factors, namely the sense of appreciation, positive feelings, and expression of gratitude. Having good psychometric standards, Indonesia gratitude scale version presented in this study can already be used to measure the gratitude in the context of research and clinical interventions in Indonesia population.
PELATIHAN KEBERSYUKURAN UNTUK MENINGKATKAN EMOSI POSITIF Satria, Johan; Listiyandini, Ratih Arruum; Rahmatika, Rina; Kinanthi, Melok Roro
Jurnal ABDI: Media Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/ja.v4n2.p59-65

Abstract

Training of gratitude is expected to grow these factors. Being grateful can lead to positive emotions that may create acceptance the conditions of self and positive social relationships. This training program was conducted for a full day, including induction and release of negative emotions, lesson about gratitude, mutual influence, contemplation, and pouring a sense of gratitude in writing. Training is given to 37 students of class X at SMKN 31 Jakarta. Pre and post test was conducted before and after training, using VAS (Visual Analog Scale) and PANAS (Positive affect-negative affect schedule). The effect of the training was analyzed by counting the change of mean from pre to post test score for each scale. The result showed that there are an increased of positive emotion score means after the training, from 6.92 to 7.41 for VAS and from 3.53 to 3.81 for PANAS score. Then it may concluded that the gratitude training program improve the positive emotion of the students.