Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Abdi Seni

DEVELOPMENT OF GENDING GENDER WAYANG BANASPATI TENGANAN PEGRINGSINGAN KARANGASEM STYLE IN BANJAR LUMINTANG, DAUH PURI KAJA VILLAGE, DENPASAR UTARA DISTRICT, KODYA. DENPASAR I Gusti Putu Sudarta; I Bagus Wijna Bratanatyam; Ni Putu Hartini
Abdi Seni Vol 12, No 2 (2021)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/abdiseni.v12i2.3912

Abstract

AbstrakPenelitian ini mengenai pembinaan atau pelatihan gending Banaspati dari Desa Tenganan Pegringsingan. Komposisi gending Banaspati ini merupakan gending gender terpanjang setelah gending Bimaniu yang terdiri dari 11 palet (bagian). Saat sekarang ini Gending Banaspati di Desa Tenganan Pegringsingan tidak lagi ada yang mempelajarinya karena generasi muda di sana tidak ada yang tertarik dan berminat untuk belajar menabuh gender wayang. Metode pelaksanaan dalam pembinaan ini yaitu metode demonstrasi dengan cara menceritakan dan memperagakan bagian-bagian dari Gending Banaspati. Tujuan penelitian ini adalah menyelamatkan atau merekontruksi gending Banaspati sehingga tidak mengalami kepunahan. Hasil dari pembinaan ini menunjukkan Gending Banaspati dapat dikuasai dengan baik oleh peserta pelatihan di Sanggar Seni Pasraman Prabha Budaya Denpasar. Keberhasilan penguasaan gending yang tergolong panjang ini karena diterapkannya metode pelaksanaan penuangan gending yang tepat dan efektif, seperti membagi gending yang panjang menjadi phrase-phrase dan pattern-pattern. Phrase-phrase dan pattern-pattern yang menjadi vokabuler pembelajaran untuk menguasai keseluruhan lagu dan secara otomatis juga meningkatkan kemampuan teknik permainan menabuh gender wayang. Kata Kunci: Pembinaan, Gending Banaspati, Gender Wayang AbstractThis research is about the couching or training of song or gending Banaspati from Tenganan Pegringsingan Village. Gending Banaspati's composition is the longest gending gender wayang after Bimaniu consisting of 11 pallets (parts). Currently Gending Banaspati in Tenganan Pegringsingan Village is almost gone since the interest in learning of gender wayang decreasing especially for the younger generation. The method of implementation in this training is a method of demonstration by demonstrating parts of Gending Banaspati. The purpose of this study was to preserve or reconstruct gending Banaspati so that it would not be extinct.. The results of this training has shown Gending Banaspati could be mastered well by trainees in Sanggar Seni Pasraman Prabha Budaya Denpasar. The successful in mastering of this relatively long gending or song because of the appropriate application and effective methods of presenting gending, such as dividing long gending into phrases and patterns. Phrases and patterns that became learning vocabuler to master the entire gending and automatically also improved the ability of playing techniques in gender wayang . Keywords: Construction, Gending Banaspati, Gender Wayang 
Pembinaan Pupuh Macepat “Surki” pada Sekaa Pasantian Swasti Marga Brata di Desa Selisihan Klungkung I Kadek Widnyana; Ni Komang Sekar Marhaeni; Ni Putu Hartini
Abdi Seni Vol 13, No 2 (2022)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/abdiseni.v13i2.4503

Abstract

“Surki” is an acronym for the word sasur siki. Sasur (pasasur) means thirty-five, and asiki means one. Therefore, in this context, pasasur asiki is 36 pupuh (traditional poem) verses/stanzas containing the implementation of 36 items of Pancasila (Five Principles of Indonesia). It is summarized into seven types of pupuh/macapat songs by an art maestro, I Made Sija, namely pupuh Sinom, Pucung, Ginada, Durma, Maskumambang, Pangkur, and Dandang. What makes it unique is that the lyrics contain Pancasila’s noble values, namely divinity, humanity, unity, democracy, and justice, applied in thirty-six pupuh verses that adopt 36 Pancasila values. During Suharto’s New Order in Indonesia, this activity belongs to the Program of Guidelines for the Appreciation and Practice of Pancasila (P4). Then in PKM, the development of the Macapat songs focused on identifying the importance of fostering the Pupuh Macepat “surki” as a medium for guiding Pancasila values for the people of Selisihan Klungkung village. In addition, there has never been a pupuh containing 36 points of Pancasila values and the preservation of the “surki” pupuh by the Pasantian group of people in Selisihan Klungkung village.