Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Hukum Pidana Bagi Anak di Bawah Umur Perspektif Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012: Criminal Law for Minors Perspective of Law Number 11 of 2012 Christina Bagenda; Ana Maria Gadi Djou; Maria Alberta Liza Quintarti; Yohanes Don Bosco Watu; Heri Budianto
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 5: MEI 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v4i8.1940

Abstract

Pergaulan bagi anak akan berdampak positif karena membawa nilai-nilai kebaikan jika berada dalam koridor yang benar. Namun, pergaulan juga sering menyeret para remaja ke dalam perbuatan melanggar hukum, melakukan perbuatan asusila, amoral, bahkan tindakan kejahatan. apabila anak dibawah umur melakukan Tindakan pidana semisal pembunuhan, diatur dalam Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Bentuk sanksi terhadap anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan tidak diatur secara eksplisit, namun dalam UU No. 11 Tahun 2012 diatur mulai dari Pasal 69 s/d Pasal 83 yang pada intinya mengutamakan upaya diversi dan pidana penjara ½ dari maksimum pidana orang dewasa yang dikenakan sebagai upaya terakhir, tergantung dari unsur-unsur tindak pidananya dan juga melihat apakah akibat dari perbuatan tersebut mengakibatkan korban meninggal ataukah masih hidup.
Analisis Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Bagi Jurnalis: Analysis of Law Number 40 of 1999 on Violent Crimes for Journalists Bambang Sasmita Adi Putra; Dian Ratu Ayu Uswatun Khasanah; Yeni Santi; Achmad Fathoni; Heri Budianto
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 3: MARET 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i3.5161

Abstract

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 merupakan lexs spesialis yang mengatur tentang kebebasan dan perlindungan hukum bagi Pers atau jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Perlindungan hukum yang diberikan kepada jurnalis ke dalam bentuk yang bersifat preventif atau tindakan yang mengurangi kejadian di masa depan maupun yang bersifat represif atau pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadi suatu permasalahan. Perlindungan hukum jurnalis sesuatu yang terdiri dari hukum itu sendiri, konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Tindak pidana kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan baik oleh individu tau kelompok ataupun korporasi, itu dikenakan pasal berlapis, disamping Undang-undang Pers juga dapat dikenakan KUHP dan juga pelaku dinilai melanggar Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Mengimplementasi Hak Asasi Manusia.
Pengakuan Terdakwa dalam Proses Persidangan sebagai Alat Bukti: Confession of the Defendant in the Trial Process as Evidence Rospita Adelina Siregar; Muslimah; Hadibah Z. Wadjo; Hotlarisda Girsang; Heri Budianto
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 4: APRIL 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i4.5178

Abstract

Menurut sejarah, pengakuan bersalah pada sistem peradilan pidana sudah dikenal sejak zaman kuno. Bahkan, pengakuan bersalah dapat dijadikan dasar yang kuat bagi hakim untuk memutus suatu perkara. Pengakuan terdakwa di dalam proses persidangan bisa berupa pengakuan secara lisan ataupun secara tulisan. Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan kewajiban penuntut umum membuktikan kesalahan terdakwa, yang mensyaratkan bahwa pemeriksaan dan pembuktian lebih lanjut perlu untuk dilakukan. Dalam pasal 189 ayat (4) KUHAP yang berbunyi “keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai alat bukti yang lain”. Bahkan Majelis Hakim dalam proses persidangan untuk menjatuhkan putusan minimal ada dua alat bukti sah yang dijadikan sebagai pijakan, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga menjelaskan bahwa “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.