Hera Meganova Lyra
Fakultas IlmU Budaya Universitas Padjadjaran

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Konseptualisasi Sosiokultural Masyarakat Sunda dalam Metafora Konseptual Bagian Tubuh Hera Meganova Lyra
Metahumaniora Vol 8, No 1 (2018): METAHUMANIORA, APRIL 2018
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v8i1.18874

Abstract

AbstrakDalam tulisan ini dideskripsikan konseptualisasi sosiokultural masyarakat Sundayang terkandung dalam metafora konseptual bagian tubuh. Digunakan metode deskriptifdan kajian distribusional konseptual semantik kognitif Lakoff dan Johnson (1980) yangdipertegas oleh Konwles & Rosamund (2006), Kovecses (2010), Saeed (2009) dalammendeskripsikan dan menganalisis data yang bersumber dari data lisan dan tulisan.Dihasilkan konsep sosiokultural masyarakat Sunda yang terkandung di dalamnya metaforabagian tubuh, yaitu: (1) konsep keadaan (bentuk, tekstur, pancaindera, zat cair, dan suasana);(2) konsep bagian; (3)konsep posisi; (4) konsep wilayah; dan (5) konsep imitasi bentuk.Kata kunci: metafora konseptual, bagian tubuh, sosiokultural, dan bahasa SundaAbstractThis article describes the sociocultural conceptualization produced by the Sundanesesociety as the creators and users of conceptual metaphor of body parts. The descriptive methodand distributional study of cognitive-semantics conceptual by Lakoff and Johnson (1980) wereused supported by Konwles and Rosamund (2006), Kovecses (2010), and Saeed (2009) indescribing and analyzing the data collected from both oral and written data sources. The resultshows the sociocultural concept of Sundanese society contained in body parts metaphor, namely:(1) concept of state (form, texture, five senses, liquid substances, and situation); (2) concept ofpart; (3) concept of position; (4) concept of territory; and (5) concept of form imitation.Keywords: conceptual metaphor, body parts, sociocultural, and Sundanese language
Mengenal Penggunaan Partikel His ‘His’ sebagai Pengungkap Emosi dalam Cerita Rekaan Berbahasa Sunda Wahya Wahya; Hera Meganova Lyra; Raden (R.) Yudi Permadi
Metahumaniora Vol 9, No 2 (2019): METAHUMANIORA, SEPTEMBER 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v9i2.23292

Abstract

ABSTRAK               Bahasa di mana pun di dunia ini secara universal memiliki kelas kata yang disebut partikel. Secara praktis keberadaan partikel ini penting karena memiliki fungsi tertentu dalam bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi bagi para penuturnya. Namun demikian, sebagai ciri keunikan setiap bahasa, tentu bentuk, jumlah, dan fungsi partikel ini berbeda-beda. Bahasa Sunda sebagai bahasa alamiah yang merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia kaya dengan pertikel ini. Salah satu partikel yang terdapat dalam bahasa Sunda adalah his ’his’. Artikel ini akan mencoba membahas partikel his ini dari ssi sebagai pengungkap emosi dalam percakapan para tokoh cerita rekaan berbahasa Sunda. Untuk membahas partikel his ini digunakan metode deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak, yakni menyimak penggunaan partikel his oleh para tokoh dalam cerita rekaan berbahasa Sunda dengan teknik pengumpulan data berupa teknik catat. Adapun metode analisis menggunkan metode padan pragmatik dan referensial dengan pendekatan semantik gramatikal. Sumber data yang digunakan berupa enam buah cerita rekaan berbahasa Sunda dengan pertimbangan pada keenam buku tersebut terdapat data yang diperlukan dan sebagai sampel sumber data. Dari hasil pengamatan terhadap enam belas data ditemukan enam emosi yang diungkapkan partikel his, meyakinkan, kesal, melarang, kecewa, tidak setuju, danangkuh.Kata kunci: partikel, fatis, emosi, semantik gramatikal ABSTRACT               Languages everywhere in the world universally have a class of words called particles. Practically the existence of this particle is important because it has a certain function in language as a means to communicate for its speakers. However, as a feature of the uniqueness of each language, the shape, number, and function of these particles differ. Sundanese as a natural language which is one of the regional languages in Indonesia is rich in this particles. One of the particles contained in Sundanese is his. This article will try to discuss his particle from an expression of emotion in the conversation of the fictional characters in Sundanese. To discuss this particle, a qualitative descriptive method is used. Data were collected using the method of listening, which is listening to the use of his particle by the characters in a fictional story in Sundanese language with data collection techniques in the form of note taking techniques. The analytical method uses the pragmatic and referential equivalent method with a grammatical semantic approach. The data source used in the form of six Sundanese fiction stories with consideration in the six books contained the necessary data and as a sample data source. From the observation of the sixteen data found six emotions expressed his particle, convincing, annoyed, forbidding, disappointed, disagreeing, and arrogant.Keywords: particle, phatic, emotion, grammatical semantics
TIPE KEBERDERETAN FATIS BAHASA SUNDA DALAM CARITA BUDAK MINGGAT KARYA SAMSOEDI Wahya Wahya; Hera Meganova Lyra; R. Yudi Permadi
Metahumaniora Vol 11, No 1 (2021): METAHUMANIORA, APRIL 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v11i1.32301

Abstract

Setiap bahasa di dunia sebagai sarana ekspresi secara universal memiliki unsur bahasa sebagai penegas bagian tertentu dalam kalimat dan juga unsur pengungkap emosi. Unsur bahasa ini dikenal dengan istilah fatis, yang dapat berbentuk partikel, kata, atau frasa. Dalam kalimat secara linier dapat muncul satu atau beberapa fatis dengan distribusi pada awal, tengah, atau akhir kalimat. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, dalam bahasa Sunda, fatis ini ada dua kelompok, yakni kelompok fatis yang berfungsi sebagai penegas dan kelompok fatis sebagai pengungkap emosi dalam kalimat. Fatis pada setiap kelompok ini dapat hadir tersendiri, dapat pula hadir bersamaan secara berderet. Penelitian ini membahas bagaimana keberderetan fatis berdasarkan kelompok tersebut yang terletak pada awal kalimat dan bagaimana pola kalimat yang mengikuti fatis berderet tersebut dalam bahasa Sunda. Penyediaan data penelitian ini menggunakan metode simak dengan teknik catat. Penganalisisan data menggunakan metode agih dengan pendekatan sintaksis. Sumber data berupa cerita rekaan yang berjudul Carita Budak Minggat karya Samsoedi (2018). Dari hasil penelitian diperoleh 21 data kalimat yang memuat fatis berderet pada awal kalimat. Dari 21 data, ditemukan empat tipe keberderetan fatis berikut: tipe 1, yaitu fatis emosi + fatis penegas (14 data), tipe 2, yaitu fatis penegas+fatis emosi (1 data), tipe 3, yaitu fatis penegas + fatis penegas (5 data), dan tipe 4, yaitu fatis penegas + fatis penegas + fatis penegas (1 data).
PENYIMPANGAN UNSUR KEAMBIGUAN DALAM TEKA-TEKI SUNDA Hera Meganova Lyra
ETNOLINGUAL Vol. 2 No. 1 (2018): ETNOLINGUAL
Publisher : Department of Master of Linguistic, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (484.647 KB) | DOI: 10.20473/etno.v2i1.8446

Abstract

This research describes the deviation of ambiguity element in Sundanese riddles. The research focuses on the linguistic matter regarding the deviation, characteristics, and functions of riddles in Sundanese society. The method used was descriptive method by using riddles structure theory of Young Ho (2002) and Ullmann (2012) and the folklore theory by Tarigan (1980). Through the theory of riddle structure, it is concluded that the deviation of ambiguity element in Sundanese riddles occurs in the levels of Phonology, Morphology, Syntax, and Semantics. From the folklore theory, it is determined that the characteristic of riddles in Sundanese society is the comparison of entertainment with the function of practicing cleverness.
FATIS LAILAHA ILALLAH, ASTAGFIRULLAHALAZHIM, DAN INSYAALLAH DALAM CERITA REKAAN BERBAHASA SUNDA (PHATIC FORM OF LAILAHA ILALLAH, ASTAGHFIRULLAHALAZIM, AND INSHAALLAH IN SUNDANESE FICTIONS) NFN Wahya; Hera Meganova Lyra; Yudi Permadi; Abdul Kosim
Metalingua: Jurnal Penelitian Bahasa Vol 16, No 2 (2018): Metalingua Edisi Desember 2018
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.953 KB) | DOI: 10.26499/metalingua.v16i2.255

Abstract

Every language has elements that serve as pragmatic function to emphasize or afirm the purpose of speech and those of to express emotions. Sundanese is a language that is rich in such elements that is called phatic form. Such forms in Sundanese language have the origins of Sundanese and also loan words, for example from Arabic. The use of Arabic loan words is in line with the practice of Islamic religion by the Sundanese people and has become a part of Sundanese culture so that the writing and pronunciation has been adapted to the Sundanese language system. This paper discusses three phatic forms derived from Arabic with its variations. The problem to discuss is what kind of intentions that is emphasized or afirmed by phatic forms in sentences and what kind of emotions that is expressed by phatic forms in sentences? Therefore, this paper’s objectives is to discuss the intentions emphasized or afirmed by phatic forms in sentences and the kind of emotions expressed by phatic forms in sentences. The irst problem involves all three phatic forms, while the second problem only involves the irst two phatic forms. Data were collected by observation method with the recording technique. Data were analyzed using distributional and referential method. Data source were ten Sundanese ictions. The results shows that the three phatic forms emphasize or afirm the intentions of surprise, astonishment, regret, shock, and willingness. The irst two phatic forms express emotions of surprise, astonishment, regret, and dumbfounded.  AbstrakBahasa alamiah di seluruh di dunia memiliki ciri keuniversalan dan keunikan. Setiap bahasa memiliki unsur bahasa  yang secara pragmatik memiliki fungsi untuk menekankan atau menegaskan maksud tuturan. Di samping itu, setiap bahasa memiliki unsur bahasa yang berfungsi mengekspresikan emosi. Akan tetapi, wujud dan jumlah unsur-unsur bahasa tersebut berbeda-beda sesuai dengan keunikan bahasa masing-masing. Bahasa Sunda merupakan salah satu bahasa yang kaya dengan unsur bahasa seperti dikatakan di atas. Unsur bahasa yang memiliki fungsi seperti itu di samping ada yang berasal dari bahasa Sunda sendiri, ada pula yang berasal dari bahasa lain, yakni unsur serapan dari bahasa Arab. Penggunaan unsur serapan dari bahasa Arab ini sejalan dengan pengamalan ajaran Islam oleh masyarakat Sunda. Penggunaan unsur bahasa di atas sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Sunda sehingga penulisan dan pelafalannya pun sudah diadaptasi mengikuti sistem bahasa Sunda. Unsur bahasa ini disebut fatis. Makalah ini akan membahas tiga fatis yang berasal dari bahasa Arab, yaitu lailaha illallah, astagfirullahalazhim, dan insya Allah dengan variasinya. Masalah yang akan dibahas adalah menekankan atau menegaskan maksud apa saja fatis tersebut dalam kalimat dan mengungkapkan emosi apa saja dalam kalimat? Untuk masalah pertama melibatkan seluruh tiga fatis terrsebut, sedangkan untuk masalah kedua hanya melibatkan dua fatis pertama. Data dikunpulkan dengan metode simak dengan teknik catat. Data dianalisis menggunakan metode agih (distribusional) dan padan. Sumber data berupa sepuluh buku cerita rekaan berbahasa Sunda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga fatis menekankan atau menegaskan maksud keterkejutan, ketercengangan, penyesalan, keterperanjatan, dan kesediaan; kemudian  dua fatis pertama mengekspresikan emosi terkejut, tercengang, menyesal, dan terperanjat. 
HUMOR PORNOGRAFI DALAM TATARUCINGAN ‘TEKA-TEKI SUNDA’ (PORNOGRAPHIC HUMOUR IN TATARUCINGAN ‘SUNDANESE RIDDLES’) Hera Meganova Lyra; Wahya Wahya; R Yudi Permadi
Metalingua: Jurnal Penelitian Bahasa Vol 18, No 1 (2020): METALINGUA EDISI JUNI 2020
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.127 KB) | DOI: 10.26499/metalingua.v18i1.509

Abstract

This writing describes pornographic humour conveyed in tatarucingan ‘Sundanese riddles’. I focuses on pornographic connotation and types of pornographic humour existing in tatarucingan. The method used was descriptive one with theoretical analysis by Sukatman (2009) combined with Danandjaja (1984), Rahmanadji (2007), Yuniawan (2007), and Mulia (2014). The result shows that the pornographic connotation in tatarucingan conveyed in the questions or answers of the tatarucingan ‘riddles’. I means that the pornographic connotation may be conveyed in the questionsand may also be in the answers of the riddles. The types of pornographic connotation include rational-answer humour, logic games humour, pseudo-incoherence humour, sound games humour and metaphorical humour. AbstrakPenelitian ini mendeskripsikan humor pornografi yang terdapat dalam tatarucingan ‘teka-teki Sunda’. Masalah yang dikaji meliputi konotasi pornografi dan jenis humor pornografi yang terdapat dalam tatarucingan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan kajian menggunakan analisis teori Sukatman (2009) yang diekletikkan dengan teori Danandjaja (1984), Rahmanadji (2007), Yuniawan (2007), dan Mulia (2014). Hasil penelitian menunjukkan konotasi pornografi yang terdapat dalam tatarucingan muncul pada pertanyaan atau jawaban tatarucingan. Dalam arti, konotasi pornografi ada yang muncul dalam pertanyaan,ada pula yang muncul dalam jawaban tatarucingan. Humor pornografi jika dilihat dari jenisnya meliputi humor rasionalitas jawaban, humor permainan logika, humor ketidaklogisan semu, humor permainan bunyi, dan humor bermetafora.
CITRA HATÉ 'HATI' DALAM METAFORA ORIENTASIONAL DALAM BAHASA SUNDA Hera Meganova Lyra; Cece Sobarna; Fatimah Djajasudarma; Gugun Gunardi
Metalingua: Jurnal Penelitian Bahasa Vol 14, No 2 (2016): METALINGUA, EDISI DESEMBER 2016
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (127.103 KB) | DOI: 10.26499/metalingua.v14i2.193

Abstract

THIS paper describes image schemas produced by orientational metaphors of apart of body, heart (haté), in Sundanese language. A cognitive semanticconceptual study of Lakoff and Johnson (1980) supported by Cruse & Croft(2004) and Saeed (2003) is used to describe and analyze the data. This studyused descriptive method in which the data source were got from oral and writtendata. The result shows that there are eight types of image schemas of orientationalmetaphor of heart, a body part, namely: a) space image schema; b) power imageschema; c) fire image schema; d) colors image schema; e) journey image schema;f) form image schema; g) size image schema; and h) wound image schema. AbstrakDALAM tulisan ini dideskripsikan skema citra yang dihasilkan oleh metafora orientasionalbagian tubuh haté ‘hati’ dalam bahasa Sunda. Metode deskriptif dan kajian konseptualsemantik kognitif Lakoff dan Johnson (2003); Cruse & Croft (2004); dan Saeed (2003)digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis data yang bersumber dari datalisan dan tulisan. Hasil analisis data ditemukan delapan jenis skema citra metaforaorientasional bagian tubuh haté ’hati’, yaitu (1) skema citra ruang; (2) skema citrakekuatan; (3) skema citra api; (4) skema citra warna; (5) skema citra perjalanan; (6)skema citra bentuk; (7) skema citra ukuran; dan (8) skema citra luka.
Konsep Ruang dalam Metafora Bagian Tubuh Bahasa Sunda : Kajian Semantik Kognitif Hera Meganova Lyra
Metahumaniora Vol 8, No 3 (2018): METAHUMANIORA, DESEMBER 2018
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v8i3.20720

Abstract

AbstrakTulisan ini mendeskripsikan konseptualisasi ruang yang dihasilkan oleh metafora bagian tubuh dalam bahasa Sunda. Penulis menggunakan kajian konseptual semantik kognitif Lakoff dan Johnson (1980) yang diperjelas oleh Cruse & Croft (2004) dan Saeed (2009) dalam mendekripsikan dan menganalisis data. Dihasilkan konsep ruang yang mengacu pada wadah (container)dan tempat (space). Ruang wadah (container)meliputi: (1) konsep dalam-luar (in-out), (2) konsep penuh-kosong (full-empety), dan (3) konsep isi (content). Ruang tempat meliputi: (1) konsep atas-bawah (up-down), (2) konsep pusat-pinggir (center-periphery), dan dan konsep citra kiri-kanan (left-right).AbstractThis paper describes the conceptualization of space produced by the metaphor of body parts in Sundanese language. The author uses conceptual semantic cognitive studies Lakoff and Johnson (1980) which are clarified by Cruse & Croft (2004) and Saeed (2009) in describing and analyzing data. The resulting concept of space refers to the container and space. Container space includes: (1) in-out concepts, (2) full-blank concepts, and (3) content concepts. Spaces include: (1) up-down concept, (2) center-periphery concept, and left-right image concept.
Kata “Anjing” dalam Perspektif Linguistik Sunda Hera Meganova Lyra
Metahumaniora Vol 7, No 2 (2017): METAHUMANIORA, SEPTEMBER 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v7i2.18834

Abstract

ABSTRAKTulisan ini mendeskripsikan pergeseran kata anjing dalam bahasa Sunda. Penulismenggunakan kajian morfologi, wangun dan warna kecap, Wirakusumah, dkk (1984) yangdiperjelas teori bentuk dan kelas kata Djajasudarma, dkk. (1994) dalam mendeskripsikan danmenganalisis data kalimat berkata anjing. Dihasilkan lima jenis pergeseran kata anjing dalamkalimat bahasa Sunda, yaitu: anjing menjadi kata sapaan; anjing menjadi kata lalandihan; anjingmenjadi kata interjeksi; anjing menjadi kata makian; dan anjing menjadi kata pementing.Kata kunci: anjing, morfologi, bentuk kata, kelas kata, bahasa SundaABSTRACTThis paper describes the shift of the word anjing in Sundanese. The authors usemorphological studies, wangun and warna kecap, Wirakusumah, et al (1984) which clarifiedthe theories of form and class of words Djajasudarma, et al. (1994) in describing andanalyzing sentence data using anjing. Generated five types of anjing word shifts in Sundanesesentences, namely: anjing becomes a greeting; anjing becomes the word lalandihan; anjingbecomes the word interjection; anjing become insult; and anjing for important word-makers.Keywords: anjing, insult, morphology, word form, word class, Sundanese
THE EQUALITY OF AQUATIC ANIMAL BEHAVIOR METAPHORS AND HUMAN BEHAVIOR METAPHORS: A COGNITIVE SEMANTIC ANALYSIS: KESAMAAN METAFORA PERILAKU HEWAN DAN METAFORA PERILAKU MANUSIA: KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF Fadhila Afiya; Elvi Citraresmana; Hera Meganova Lyra
Jurnal Kata Vol. 7 No. 1 (2023): Jurnal Kata : Penelitian tentang Ilmu Bahasa dan Sastra
Publisher : LLDIKTI Wilayah X

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (531.394 KB) | DOI: 10.22216/kata.v7i1.2237

Abstract

This study intends to analyze the equality of aquatic animal metaphors and human behavior found in sekiman ‘Lampung proverbs’ as well as to relate it to the mindset of the people associated with the sekiman. The method used in this research is the descriptive qualitative. Then, the data on sekiman ‘Lampung proverbs’ containing aquatic animals were obtained from Sasikun Kicik Lampung: Pribahasa Orang Lampung (1996) book. After that, data triangulation was done through interviews. The data collected focused on proverbs that contain elements of aquatic animals and amphibians. Based on the analysis, researchers found structural metaphors with conceptual meanings of wandering, ability, gossip, thoroughness, service, help, imposing will, stupidity, disrespect, vanity, gluttony, carelessness, and stubbornness. Through those conceptual meanings, researchers reveal identity image schemes of bad manners, identity image scheme to the contribution, and identity image scheme to uselessness. Furthermore, the researchers identify the image schemes scale subtheme of path, ability, prudence, and force. Finally, positive cognitive image metaphors and negative cognitive image metaphors are also identified.