cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
MEDIA MATRASAIN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Engineering,
Arjuna Subject : -
Articles 220 Documents
RESPON TERHADAP BAKU KEBISINGAN BUNYI DENGAN PENEKANAN PADA SOUNDSCAPES DI PUSAT KOTA. STUDI KASUS KAWASAN TKB DI KOTA MANADO (RESPONSE TO THE STANDARD NOISE WITH EMPHASIS ON SOUNDSCAPES IN THE CENTER TOWN. A CASE STUDY OF THE AREA OF TKB IN MANADO) Suriandjo, Hendrik S.; Tondobala, Linda
MEDIA MATRASAIN Vol 10, No 1 (2013)
Publisher : Jurusan Arsitektur, FT - UNSRAT Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Standard noise in Indonesia is about the noise level in the living environment and based on the Decree of the Minister of Environment No. Kep-48/Menlh/11/1996. Acoustics soundscapes is part of the living environment that put emphasis on the quality of the sound perception by people. The purpose of this study to determine the amount of the value of sound-level for the comfort of the public open space in urban areas. It will be then be proposed as new standard of sound comfort in RTNH (Non Green Open Space) in the city center. The study has aim also to discover the benefits of soundscapes as a tool of analysis in the design of the city. The experiment was conducted in center-town of Manado (TKB area). The study apply mix methods, measurements with a sound level, and descriptive analysis by using qualitative and quantitative approaches. Calculations also realized by applying formula LAeq (10 minutes) and Leq (afternoon), to get the standard limit noise of the area. The results showed that the response of people feel comfortably in the range of 55 to 60 dBA. These values may reach of 20% higher than as mentioned in the standard noise level in Indonesia (Kep-48/Menlh/11/1996). Moreover, it can be justified that soundscapes can be used as tool in the analysis of urban design, especially in the search for the meaning of places.Key Word : standard outdoor noise, response, soundscapes, public open space
EKISTICS DALAM PERMUKIMAN NELAYAN PESISIR PANTAI SINDULANG SATU Dariwu, Claudia T.; Waani, Judy O.; Warouw, Fela
MEDIA MATRASAIN Vol 13, No 2 (2016)
Publisher : Department of Architecture, Engineering Faculty - Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kawasan pesisir merupakan suatu ekosistem yang khas yang dapat di lihat dari berbagai sudut pandang. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Visi Kota Manado adalah Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia dan mengangkat potensi kawasan-kawasan pesisirnya untuk menjadi potensi unggulan wisata khususnya kawasan pesisir pantai yang memiliki keunikan khusus, salah satunya kawasan permukiman nelayan pesisir pantai Sindulang Satu. Penelitian ini mengkaji mengenai keberlanjutan masyarakat nelayan dengan mengetahui bagaimana kondisi permukiman nelayan pesisir pantai Sindulang Satu menurut prinsip teori Ekistics (man, society, nature, network, shells). Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan mengunakan pendekatan penelitian terapan (Applied Research). Hasil Penelitian ini, menyimpulkan bahwa penilaian mengenai Kondisi Permukiman Nelayan Pesisir Pantai Sindulang Satu menurut prinsip Ekistics (man, shells, society, network, nature) diperoleh elemen yang memberi kontribusi yang paling besar terhadap kesejahteraan di permukiman nelayan pesisir pantai Sindulang satu ada pada elemen society. Kemudian secara berurutan diikuti oleh shells dan nature memiliki porsi seimbang. Terakhir elemen network dan man, elemen ini memberi kontribusi paling kecil. Kata kunci : Ekistics, Permukiman Nelayan, Kawasan Pesisir
NEW METAPHOR IN ARCHITECTURE (METAFORA BARU/TERKINI DALAM ARSITEKTUR) Sinadia, Stendri; Erdiono, Deddy
MEDIA MATRASAIN Vol 8, No 3 (2011)
Publisher : Department of Architecture, Engineering Faculty - Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK“New Metaphor”(Metafora Baru/Terkini) dalam arsitektur sebagai strategi pendekatan perancangan yang Baru/Terkini dengan maksud dapat menghasilkan sebuah desain rancangan Arsitektur yang representatif dan tereksplorasi dengan baik, suatu rancangan yang ditinjau dari segi bentuk maupun fungsinya serta mempunyai ciri khas tertentu sebagai suatu rancangan arsitektur yang bergaya “New Metaphor”(Metafora Baru/Terkini) itu sendiri, sehingga dapat juga menjadi salah satu identitas yang menarik ketika “New Metaphor”(Metafora Baru/Terkini) menyampaikan pesan lewat karyanya, Kiasan dari Metafora Baru/Terkini yang diambil ini adalah sebuah karya rancangan baru yang dikembangkan setelah metafora, rancangan yang mengambil bentuk-bentuk/hubungan antara alam dan manusia, yang lebih fungsional, yang secara filosofis memiliki titik temu dengan objek perancangan arsitektur, rancangan yang berdasarkan atau memakai elemen alam secara keseluruhan, dimana ini akan menjadikan suatu strategi desain yang saling mendukung.Kata kunci : “New Metaphor”(metafora baru/ terkini), alam, manusia dalam arsitektur
KONSERVASI BIODIVERSITAS DI WILAYAH PERKOTAAN: EVALUASI LANSEKAP KORIDOR HIJAU DI KOTA MANADO Wuisang, Cynthia E.V.
MEDIA MATRASAIN Vol 12, No 2 (2015)
Publisher : Jurusan Arsitektur, FT - UNSRAT Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengidentifikasi sistim koridor hijau di Kota Manado, pada beberapa ruas pedestrian koridor hijau sungai dan pantai termasuk kawasan hijau yang berpotensi sebagai sabuk hijau (green belt)  dan hutan kota (urban forestry) dengan mengambil studi kasus di Kecamatan Malalayang. Tulisan ini merupakan hasil penelitian tentang koridor hijau di wilayah perkotaan yang dilakukan selama 6 bulan (Mei hingga Oktober 2009). Metode analisis yang digunakan adalah menggunakan Scoring Assessment Method dengan Variabel Penilaian fungsi ekologis dan konservasi ditentukan dengan pengklasifikasian berdasar kondisi dan struktur koridor hijau yang ada. Indikator  yang diukur adalah komposisi vegetasi, luas dan besaran koridor hijau serta kondisi fisik koridor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan klasifikasi kondisi sistim koridor hijau dan kondisinya, fungsi ekologis dan konservasi terpenuhi pada kawasan hijau hutan kota, kawasan koridor hijau sungai dan sebagian kawasan pantai Malalayang. Fungsi ekologis terbaik berada pada koridor sungai dan kawasan dengan struktur vegetasi terwakili pada kawasan hinterland Malalayang yang bersinggungan dengan lingkar luar wilayah kota Manado. Berdasarkan fungsi-fungsi ekologis dan konservasi tersebut, secara umum di wilayah Kecamatan Malalayang, kota Manado, sistim koridor hijau sungai dan pantai dapat dibangun sistim jaringan infrastruktur hijau yang dapat bersinergi dengan baik, yang memperhatikan fungsi secara terpadu dan berkelanjutan. Beberapa ruas pedestrian dan badan sungai dan pantai Malalayang masih perlu direstorasi dan disesuaikan dengan kondisi fisik kawasan. Kata kunci : Koridor hijau, fungsi ekologis, konservasi, biodiversitas, Malalayang, Manado
ARSITEKTUR TANPA TEKUKAN (UNFOLDING ARCHITECTURE) Rogi, Octavianus Hendrik Alexander; Sinuraya, Elda Siska
MEDIA MATRASAIN Vol 8, No 1 (2011)
Publisher : Jurusan Arsitektur, FT - UNSRAT Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakPada tahun 1988, Gilles Deleuze seorang filsuf Prancis, mengeluarkan sebuah karya yang pada awal perkembangannya kurang popular di dunia arsitrektur, yaitu konsep The Fold atau dikenal dengan Deleuzian. Dalam bukunya, The Fold: Leibniz and the Baroque (Le Pli: Leibniz et le Baroque), Deleuze menggambarkan fold dan unfold sebagai sebuah ?object-even.? Ia berpendapat dalam studinya bahwa objek tidak hanya dapat dijelaskan dengan bentuk, tetapi dapat dikaitkan dengan waktu. Konsep Deleuzian yang pada saat itu mengalami kegagalan dalam menarik minat publik, diangkat kembali oleh Peter Eisenman ke dalam dunia arsitektural dengan pendekatan yang berbeda dalam versinya sendiri pada tahun 1991. Dalam perkembangannya proses desain Eisenman dalam fold dan unfold lebih mengarah ke digitalisasi. Pasca Eisenman mengkaji konsep Deluzian, semakin banyak arsitek yang mencoba untuk mengkaji konsepDeluzian dalam suatu strategi perancangan arsitektural.Kata kunci : Object-even, fold dan unfold, digitalisasi.
TIPOLOGI BALAI PERTEMUAN “BARUGA” DI KABUPATEN POSO Rogi, Octavianus H.A.; Pabeta, Kristian; Waani, Judy O.
MEDIA MATRASAIN Vol 11, No 2 (2014)
Publisher : Jurusan Arsitektur, FT - UNSRAT Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam ilmu arsitektur mengenal adanya istilah tipologi yang menjelaskan tentang asal usul hadirnya suatu objek arsitektur. Tipologi secara etimologi berasal dari kata ?typos? yang artinya akar dari (the roof of) dan kata ?logos? yang arti sederhananya adalah pengetahuan atau ilmu. Mempelajari tipologi berarti mempelajari objek arsitektur dengan peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya bentukan tersebut atau menelusuri sampai ke akar budayanya. Oleh sebab itu studi tentang tipologi penting untuk dijadikan tolak ukur dari perkembangan arsitektur suatu objek. Tulisan ini membahas tipologi balai pertemuan baruga suku pamona di kabupaten poso. Baruga adalah bangunan tradisional dari suku pamona yang telah hadir seiring perkembangan suku tersebut di kabupaten poso. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif rasionalistik dan penelusuran tipologi dibagi dalam 4 periode perkembangan suku pamona yaitu periode agama suku, periode kedatangan belanda/ penginjilan, periode kemerdekaan R.I dan periode perkembangan akhir/ era 2000-an. Data ? data yang diperoleh dari lapangan berbentuk dua model, yaitu data primer (observasi langsung dan wawancara) serta data sekunder yang berasal dari literatur atau sumber tertulis. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan mengenai tipologi kultural historis, fungsi dan geometri objek yang berkembang di setiap periode perkembangan baruga. Dengan adanya penelitian ini diharapkan memberi kontribusi bagi ilmu pengetahuan arsitektur nusantara yakni sebagai upaya pengkayaan terhadap konsep arsitektur, khususnya menyangkut baruga sebagai hasil kebudayaan suku pamona dan sebagai masukan bagi penentu kebijakan dalam pelestarian bangunan warisan budaya dalam konteks perancangan di wilayah objek berada. Kata kunci : Kabupaten poso, suku pamona, baruga, tipologi arsitektur
DESAIN GEDUNG SEKRETARIAT FKUB SULAWESI UTARA MELALUI PENDEKATAN ICONIC DAN SEMIOTIK ANALOGI Suryono, -
MEDIA MATRASAIN Vol 9, No 1 (2012)
Publisher : Jurusan Arsitektur, FT - UNSRAT Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebelum dibentuknya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Sulawesi Utara sudah ada organisasi serupa, Badan Kerja Sama Antarumat Beragama (BKSAUA), sejak tahun 1967, hingga saat ini masih eksis, terbukti cukup efektif untuk ikut menjaga tri kerukunan umat beragama. Oleh karena itu, ada ide untuk tetap mempertahankan BKSAUA sebagai icon kearifan lokal namun juga dibentuk FKUB sebagai icon kearifan nasional, bahkan rencana membangun gedung sekretariat bersama. Permasalahan yang timbul adalah, bagaimana dapat medesain skretariat yang dapat mencerminkan tri kerukunan umat beragama, di Sulawesi Utara dan bisa diterima oleh masyarakatnya yang majemuk: baik dari sudut pandang suku, agama maupun ras. Penulis mencoba medesain gedung tersebut dengan pendekatan Iconic dan semiotik analogi dimaksudkan untuk mempertahankan identitas masing-masing agama sebagai wujud keterwakilan bentuk sebagai identitas yang telah dikenal selama ini baik pada bangunan tempat ibadah maupun bangunan keagamaan lainnya. Agar bangunan mencerminkan kerukunan sebagai pencerminan kearifan lokal  maupun kearifan nasional. Kata kunci: Rukun,icon kearifan Lokal dan Nasional
ANALISIS KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN EKS HUTAN GUNUNG TUMPA DALAM KONTEKS KEBIJAKAN REDISTRIBUSI LAHAN Sangkertadi, .; Tondobala, Linda; Lalujan, Tirza Gloria
MEDIA MATRASAIN Vol 15, No 2 (2018)
Publisher : Jurusan Arsitektur, FT - UNSRAT Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lahan eks Hutan Gunung Tumpa adalah lahan yang dilepas dari TAHURA Gunung Tumpa dan termasuk dalam Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). TORA adalah kawasan hutan negara atau tanah negara yang terlantar dan salah satu pendekatan dalam Redistribusi Lahan. Redistribusi Lahan adalah suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agrarian. Oleh karena itu, diperlukan analisis kemampuan dan kesesuaian lahan Eks Hutan Gunung Tumpa dalam konteks kebijakan redistribusi lahan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kemampuan lahan, kesesuaian lahan dan merekomendasi peruntukan lahan yang sesuai. Penilitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan melakukan analisis spasial. Sesuai dengan analisis tersebut, maka dalam menganalisis kemampuan dan kesesuaian lahan menggunakan metode pembobotan berdasarkan PERMEN PU No.20 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknik Analisis Fisik Dan Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang. Berdasarkan hasil studi, didapati bahwa hampir sebagian wilayah Lahan Eks Hutan Gunung Tumpa memiliki kemampuan pengembangangan sangat tinggi dan kesesuaian lahannya sesuai. Sehingga rekomendasi arahan peruntukan lahan yang sesuai untuk redistribusi lahan adalah hutan lindung, kawasan rawan bencana alam, sungai, kawasan hutan produksi, kawasan permukiman dan kawasan perdagangan jasa. Kata Kunci : Kemampuan Lahan, Kesesuaian Lahan, Redistribusi Lahan
TINJAUAN OTORITAS ARSITEK DALAM TEORI PROSES DESAIN (BAGIAN KEDUA DARI ESSAY : ARSITEKTUR FUTUROVERNAKULARIS – SUATU KONSEKUENSI PROBABILISTIK DEGRADASI OTORITAS ARSITEK) Rogi, Octavianus Hendrik Alexander
MEDIA MATRASAIN Vol 11, No 3 (2014)
Publisher : Jurusan Arsitektur, FT - UNSRAT Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Otoritas, bagi kalangan arsitek adalah suatu prakondisi yang mendasari eksistensi profesionalnya. Pemahaman yang jernih tentang situasi otoritatif profesi arsitek akan memampukan kita untuk mengantisipasi probabilitas memudarnya otoritas arsitek di masa depan yang titik nadirnya adalah situasi profesi tanpa peran yang sama-sama tidak kita inginkan.Tulisan ini merupakan bagian yang kedua dari essay penulis yang berjudul ?Arsitektur Futurovernakularis ? Sebuah Konsekuensi Probabilistik Degradasi Otoritas Arsitek?. Pemikiran utama dalam essay ini adalah tentang probabilitas tergerusnya otoritas profesional arsitek seiring waktu yang ditandai dengan kehadiran karya arsitektur yang dilabel penulis dengan istilah futurovernakularis. Sebutan ini berasosiasi dengan karya arsitektural masa nanti (futuro) yang tercirikan sebagai karya yang hadir tanpa campur tangan arsitek profesional (vernakularis), sebagaimana salah satu premis dasar definisi politetis arsitektur vernakular. Dalam essay yang lengkap, argumentasi hipotesis di atas dielaborasi melalui sejumlah pendekatan. Dalam tulisan ini secara khusus, akan dipaparkan argumentasi yang dielaborasi berdasarkan pemahaman terhadap kondisi otoritas arsitek berdasarkan teori proses desain. Secara garis besar akan dikemukakan pemahaman umum tentang teori proses desain dari masa ke masa yang berasosiasi dengan perubahan karakteristik otoritas arsitek yang terefleksi lewat perbedaan peran sang arsitek dalam berbagai model proses desain secara teoritis.Melalui pemaparan dalam tulisan ini dapat disimpulkan bahwa tendensi degradasi otoritas arsitek dalam aktivitas rancang bangun juga terkonfirmasi melalui perubahan peran seorang arsitek dalam pelaksanaan suatu proses perancangan yang terindikasikan dalam teori model proses desain. Dalam model proses desain yang terkini, yang dilabel dengan istilah model proses desain yang argumentatif, peran arsitek, khususnya terkait dengan otoritas pengambilan keputusan, cenderung melemah jika dibandingkan dengan perannya pada model-model proses desain terdahulu yang berciri intuitif dan rasionalistik. Dalam model argumentatif, seorang arsitek tidak lagi berposisi sebagai pengambil keputusan, tapi lebih berperan sebagai penyedia informasi. Bersama-sama dengan kesimpulan pada tulisan bagian pertama, kesimpulan dalam tulisan ini makin mendukung hipotesis tentang probabilitas degradasi otoritas arsitek di masa yang akan datang. Pada tulisan berikut akan dielaborasi juga tentang dampak aplikasi teknologi komputer dalam kegiatan rancang bangun yang berpotensi ?menggantikan? posisi arsitek dalam simbiosis klasik arsitek-klien, yang dapat dilihat sebagai premis pendukung yang lain dari hipotesis di atas.Kata kunci : otoritas arsitek, arsitektur futurovernakularis, teori model proses desain
KEBUTUHAN PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN ARSITEK DARI SUDUT LEGAL FORMAL Poedjowibowo, Djajeng
MEDIA MATRASAIN Vol 10, No 2 (2013)
Publisher : Jurusan Arsitektur, FT - UNSRAT Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendidikan tinggi Arsitektur diharapkan melahirkan arsitek yang dapat berkarya ditengah masyarakat sesuai dengan kaidah ilmu yang dimiliki dan norma peraturan yang berlaku, khususnya di Indonesia. Pengetahuan akan peraturan yang berlaku merupakan hal yang penting karena hasil karya arsitektur akan berkaitan dengan ijin dan persetujuan dari instansi terkait yang tentu saja acuannya adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku.Tulisan ini diambil dari peraturan perundang-undangan yang memuat pengaturan tentang bangunan dan lingkungannya dan menguraikan persyaratan yang harus dipenuhi dari suatu bangunan dan lingkungannya. Persyaratan dan pengetahuan ini diperlukan oleh para arsitek dalam merancang suatu bangunan dan lingkungannya. Pada dasarnya materi yang dipersyaratkan tersebut secara umum sudah pernah didapatkan dibangku kuliah, tetapi bila tidak mengetahui apa yang wajib dibuat/disajikan dan merupakan persyaratan tidak mustahil akan terbuka peluang menghasilkan rancangan yang kurang optimal.Kebutuhan pengetahuan dan pemahaman yang diperlukan untuk suatu perancangan, yaitu:1. Pengetahuan Tentang Tata Bangunan,2. Pemahaman Arsitektur Bangunan Gedung,3. Pengendalian Dampak Lingkungan, dan4. Keandalan Bangunan Gedung.Kata Kunci: peraturan, arsitek, praktek perancangan.

Page 1 of 22 | Total Record : 220