cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
AL-HUKAMA´
ISSN : 20897480     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Al-Hukama': Jurnal Hukum Keluarga Islam di Indonesia diterbitkan oleh Prodi Hukum Keluarga Islam (ahwal As-Syakhsiyyah) Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya. Jurnal ini memuat tentang kajian yang berkaitan dengan seluruh aspek Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Jurnal ini terbit dua kali setahun: bulan Juni dan Desember. p-ISSN: 2089-7480 , e-ISSN: 2548-8147
Arjuna Subject : -
Articles 343 Documents
STUDI ANALISIS TERHADAP PENDAPAT KH. MA. SAHAL MAHFUD TENTANG WALI MUJBIR Muttaqin, . Imamul
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 2 No 1 (2012): Juni 2012
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (541.017 KB)

Abstract

Penelitian dengan judul “Studi Analisis Terhadap Pendapat KH. MA. Sahal Mahfudh Tentang Wali Mujbir” ini merupakan hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyaan bagaimanapemikiran KH. MA. Sahal Mahfudh tentang wali mujbir? bagaimanametode istinbat hukum KH. MA. Sahal Mahfudh? serta bagaimana analisis terhadap pendapat KH. MA. Sahal Mahfudh tentang walimujbir?. Dalam penelitian kepustakaan ini penulis menggunakan teknik dokumenter dengan memakai metode deskriptif dan pola pikir deduktif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Menurut KH. MA. Sahal Mahfudh terkait dengan wali mujbir ini, bahwa anak berhak menolak dikawinkan dengan laki-laki yang bukan setara tanpa persetujuannya serta orang tua juga berhak menolak keinginan anak gadisnya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak setara. Sedangkan metode istinbat KH. MA. Sahal Mahfudh adalah dengan menggunakan metode tekstual (maz|hab qauly) dan kedua adalah  metode   kontekstual/metodologis (manhajy) sekaligus. Di samping itu, nilai maslahah juga dijadikan istinbat KH. Sahal dalam menggali sebuah hukum. Sementara itu, analisis terhadap pendapat KH. MA. Sahal Mahfudh tentang wali mujbir menyimpulkan bahwa pendapat KH. MA. Sahal Mahfudh tentang hak ijbar oleh orang tua lebih mengedepankan maslahah (kemaslahatan). Menurutnya, meminta persetujuan si anak, selain dianggap baik dari sisi nilai ajaran yang disampaikan Rasulullah SAW, juga didukung kaidah fikih al-khuruj min al-khilaf mustahab, keluar dari perbedaan dengan mengompromikan pendapat yang berbeda beda adalah lebih disukai. Mengingat perkawinan ini merupakan suatu ibadah, maka hendaknya dalam melaksanakan perkawinan tidak hanya memperhatikan kepentingan sepihak semata, namun juga mesti memperhatikan kepentingan semua pihak yang bersangkutan. Dan hal lain yang perlu diperhatikan, manusia tidak terdiri atas jisim semata. Dia juga memiliki jiwa dan perasaan sehingga kebahagiaannya pun hanya akan sempurna jika kebutuhan keduanya terpenuhi dengan seimbang. Maka dalam setiap mengambil keputusan  apapun jenisnya harus dipertimbangkan, tidak terkecuali dalam masalah memilih pasangan hidup yang pada akhirnya bisa tercapai kebahagiaan lahir batin, pernikahan yang penuh mawaddah, mahabbah, wa rahmah.
PENANGANAN TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN Warjiyati, Sri
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 4 No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.17 KB)

Abstract

Abstract: Violence against women in Indonesia has been recognized as a serious problem. Violence against women can be found everywhere such as in family, workplace, community and state, in the form of physic, psychology, sexual and economy. Perpetrators of violence against women can occur in various ways, ranging from individual, groups in society, and in a state institution with the main target toward women; children, adults, and including women with disabilities. It can be due to lack of knowledge and understanding of women to Undang-Undang No. 23 tahun 2004. Consequently, those who become the victim of violence are still trying to survive because of their fear to husband’s retaliation, the lack of shelter, their fear to the people’s negative assumption, their low self-confidence, and the reason of the children’s interest. In these difficult conditions, most wives still love their husband and defend their marriage. The awareness enhancement of law for women which is continually made might reduce the violence against women as mandated by Undang-Undang No. 23 tahun 2004.Abstrak: Kekerasan terhadap perempuan di Indonesia telah diakui sebagai permasalahan yang serius. Kekerasan terhadap perempuan ini dapat ditemukan di mana-mana, baik di lingkungan keluarga, tempat kerja, masyarakat dan negara, dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi. Pelaku  kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi secara beragam, mulai dari perorangan, kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, maupun institusi-institusi negara dengan sasaran perempuan, baik anak, dewasa maupun usia lanjut, termasuk kaum perempuan penyandang cacat. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman perempuan terhadap UU No. 23 tahun 2004, sehingga mengakibatkan perempuan menjadi korban kekerasan tetap berusaha mencoba bertahan. Hal ini karena adanya rasa takut pembalasan suami, tidak adanya tempat berlindung, takut dicerca masyarakat, rasa percaya diri yang rendah, alasan kepentingan anak, dan sebagian isteri tetap mencintai suami mereka serta mempertahankan perkawinan. Peningkatan kesadaran hukum bagi perempuan yang terus menerus dilakukan diharapkan angka kekerasan terhadap perempuan dapat ditekan sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 23 tahun 2004.
‎‘IDDAH DAN IHDAD BAGI WANITA KARIR susilo, edi
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 6 No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.794 KB)

Abstract

Abstract: The concept of ‘iddah and ihdad in Islamic jurisprudence that has been running so far requires women to shy away from the social interaction and the avoidance of activities that may attract the attention of men, such as preening, ornate, and so on. They are regarded to mediate the appearance of the prohibited wedding on the waiting period (‘iddah). It is very collide with the present fact about the career women which demand them to work hard, always look attractive, and keep the interaction with the opposite sex. These factors encourage them to have an outdoor activity to support their financial result and career. The clash between the concept of fiqh and the current condition of the career women becomes the object of the discussion. Consideration that can change the legal status of ‘iddah and ihdad when collides with the issue of career women is a consideration hajah and darurah. In addition, the legal settlement of the career women can be said to be more applicable, effective, and humane. This paper will examine about ‘iddah and ihdad for the career women through the lens of maqasid al-shari’ah so the concept of Islamic jurisprudence can still be applied in contemporary era without negating the rights of the individual and social. Abstrak: Konsep ‘iddah dan ihdad dalam fiqh yang telah dijalankan selama ini, mengharuskan wanita untuk menghindar dari interaksi sosial serta menghindar dari aktifitas yang dapat menarik perhatian laki-laki, semisal bersolek, berhias, dan sebagainya karena dianggap dapat menjadi perantara munculnya pernikahan pada masa ‘iddah yang hukumnya dilarang. Hal ini sangat berbenturan dengan fakta kekinian tentang wanita karir yang menuntut wanita bekerja ekstra untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mengharuskan wanita ini untuk selalu berpenampilan menarik serta menjaga interaksi dengan siapapun termasuk lawan jenis sehingga tertuntut untuk selalu beraktifitas keluar rumah, hal ini ditujukan untuk menunjang hasil finansial dan karirnya. Dua fakta mengenai benturan konsep fiqh dengan kondisi kekinian yang dalam hal ini adalah wanita karir, menjadi objek pembahasan yang menarik untuk kemudian dicarikan solusinya. Pertimbangan yang dapat merubah hukum ‘iddah dan ihdad ketika berbenturan dengan masalah wanita karir adalah pertimbangan hajat dan d}arurat mengingat efektifitas hajat dan d}arurat sehingga penyelesaian hukum ‘iddah dan ihdad bagi wanita karir dapat dikatakan lebih aplikatif, efektif  dan humanis untuk era kekinian dengan pertimbangan hajat dan darurat.  Tulisan ini akan mengkaji tentang ‘Iddah dan Ihdad  Bagi Wanita Karir melalui kacamata maqasid ash-Shari’ah sehingga konsep fiqh masih dapat diaplikasikan di era kekinian tanpa meniadakan hak-hak individu dan sosial.Kata Kunci: ‘Iddah, Ihdad, Wanita Karir 
BATAS KEISTIMEWAAN SUAMI DALAM HUKUM PERKAWINAN ISLAM Fatwa, Ach. Fajruddin
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 1 No 1 (2011): Juni 2011
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.512 KB)

Abstract

Hubungan suami istri, atau yang lazim disebut dengan perkawinan, merupakan titik strategis dalam pembangunan masyarakat. Beragam ayat yang terdapat dalam al-Quran menunjukkan betapa kuatnya perhatian Islam terhadap permasalahan ini. Kitab suci yang biasanya diklaim oleh banyak kalangan berisi ayat yang global dan masih mengandung beragam makna yang multi tafsir, membahas hubungan keluarga  dengan bahasa yang jelas, tegas dan ringkas. Problem dualisme makna hampir tidak kita temukan dalam pembahasan ayat keluarga. Walaupun kejelasan makna ayat dapat ditemukan secara langsung dalam al-Qur’an, tidak demikian dengan perkembangan pemikiran yang ada dalam masyarakat. Pelan tapi pasti, dimensi misoginis nampak dalam sikap dan perilaku masyarakat. Seorang suami, dengan menggunakan ayat-ayat tertentu dianggap memiliki keistimewaan mutlak terhadap istrinya. Oleh sebab itu, seorang istri wajib taat, tunduk dan patuh kepada suaminya dengan alasan bahwa tiga sikap itu adalah perintah agama. Penelitian ini dengan menggunakan analisis tafsir ahkam akan berusaha mengkaji ulang doktrin dengan menganalisis ayat yang selama ini digunakan sebagai klaim keistimewaan mutlak seorang suami.
UPACARA SIKLUS KELAHIRAN ANAK MENURUT MASYARAKAT NAHDHATUL ULAMA WARU SIDOARJO JAWA TIMUR Syafaq, Hammis
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 4 No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: There are series of ritual commencing the birth of a baby in Traditional Muslim Community of Waru Sidoarjo who are affiliated to Nahdlatul Ulama (NU) organization. The rituals are tingkeban in seventh month of pregnancy, babaran and brokohan after the child labor, pasaran in the fifth day of child, aqiqah for cutting the hair of the child and khitanan when the child is circumcised. In interpreting the meaning of these ritual cycles, the community is divided into three variants: the first those who believe that the ritual is part of bid’ah or innovation which is forbidden in Islam. This group is termed as reformed NU. They would attend the ritual when they were invited. The second are those who considers the ritual as part of religious practiced which are founded on the interpretation on the Qurán. Hadith and Athar, and opinions of Muslim jurists. They acknowledge the rituals as innovation, but it is a good one and therefore applicable. The group is called as traditionalists-normative NU. The third are those who state that the rituals as tradition of the ancestors which do not have to be religiously interpreted or founded. the group is dubbed as traditional-syncretic NU. Abstrak: Di antara upacara siklus kelahiran yang dilaksanakan oleh masyarakat NU di Waru adalah tingkeban, upacara yang diadakan pada bulan ketujuh dari masa kehamilan, babaran atau brokoan, yaitu upacara pada saat kelahiran bayi, pasaran, upacara pada hari kelima sesudah kelahiran, ‘aqīqah, upacara penyembelihan kambing dan pemotongan rambut si bayi dan khitān. Dalam memaknai upacara siklus siklus kelahiran anak, masyarakat NU di Waru terbagi menjadi tiga varian: Pertama, NU-reformis, mereka yang memaknai upacara siklus kelahiran anak karena termasuk dalam kategori bid‘ah, sementara semua bid‘ah itu dilarang oleh agama dan tidak ada kategorisasi bid‘ah hasanah dan sayyi’ah. Meskipun menolak, mereka tetap hadir dan mengikuti prosesi upacara siklus kelahiran anak jika mendapat undangan dari tetangga. Kedua, NU-tradisionalis normatif, mereka yang memaknai upacara siklus kelahiran anak sebagai praktik keagamaan yang memiliki landasan normatif dari al-Qur’ān, hadis, āthār, dan pendapat ulama. Jika dikategorikan sebagai bagian dari bid‘ah karena Nabi tidak pernah melakukannya, maka upacara ini sebagai bagian dari bentuk bid‘ah yang positif (bid‘ah hasanah). Ketiga, NU-tradisionalis sinkretis, mereka yang memaknai upacara siklus kelahiran anak sebagai tradisi nenek moyang, sehingga dalam melaksanakan upacara ini, mereka tidak merujuk pada landasan normatif yang dianut oleh ulama NU. 
HAK DAN KEWAJIBAN ANAK TUNGGU ‎TUBANG DALAM SISTEM ADAT SEMENDE LAMPUNG Kurnaesih, Kurnaesih
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 6 No 1 (2016): Juni 2016
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (525.205 KB)

Abstract

This study discusses the right and obligation of tunggu tubang child in customary system in migrants Semende Lampung. Two issues of this research are: first, how is the concept of tunggu tubang child in the customary system in migrants Semende Lampung? And, second, how is the right and obligation of tunggu tubang child in the customary system in migrants Semende Lampung? Data are gained by using documentation and interview with some migrants who adhere to Semende tribe in Lampung. The collected data are then analyzed by using descriptive-deductive mindset. The research concludes that, the right and obligation of tunggu tubang child in the customary system in migrants Semende Lampung is not in conflict with Islamic law. The eldest daughter authorized the treasure by her parents after marriage not to burden her brothers. The commensurate right of her obligation of taking care of parents is to honor her who has taking care when the boy wanders about. In addition the eldest daughter is also considered to be more diligent and more patient in such obligation.Penelitian ini membahas tentang hak dan kewajiban anak tunggu  tubang dalam sistem Adat Semende Masyarakat Transmigran Semende Lampung. Dua persoalan yang menjadi fokus penelitian adalah: Pertama, bagaimana konsep anak Tunggu  tubang dalam sistem adat Semende Masyarakat Transmigran Semende Lampung. Kedua, bagaimana analisis hukum Islam terhadap hak dan kewajiban anak Tunggu  tubang dalam sistem adat Semende Masyarakat Transmigran Semende Lampung. Data penelitian dikumpulkan menggunakan teknik dokumenter dan wawancara dengan masyarakat transmigran yang menganut Suku Semende di Propinsi Lampung. Setelah data terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan kesimpulannya menggunakan pola pikir deduktif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, hak dan kewajiban anak Tunggu  tubangdalam sistem adat suku Semende Masyarakat Transmigran Semende Lampung tidak bertentangan dengan hukum Islam. Anak perempuan tertua (Tunggu  tubang) yang diberi hak harta oleh orang tua setelah menikah tidak memberatkan saudara-saudaranya yang lain. hak yang didapatkan tersebut setimpal dengan kewajiban mengurus orang tua, kakek dan nenek serta saudara-saudaran yang belum menikah. Pemberian hak harta kepada anak perempuan tertua adalah memuliakan anak perempuan yang sudah menjaga orang tua dan hartanya saat anak lelaki merantau. Anak perempuan tertua juga dianggap lebih tekun, rajin dan penyabar dalam kewajiban tersebut.Kata kunci: anak tunggu  tubang, adat Semende Lampung
PERBANDINGAN HUKUM ANTARA HUKUM BARAT DAN HUKUM ISLAM Makmun, Moh.
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 3 No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (453.188 KB)

Abstract

Abstract : This paper is a study of two laws in society, the Islamic law and the Western law. The study of both is conducted by comparing the terms of the definition, characteristic, objective, and source of law. This study aims to look at the difference of both to find the possibility of co-existing and complement. The main sources of law in Islam are the Qur‟an and Sunnah in addition to the other sources such as ijma‟ (consensus), qiyas(analogical reasoning), istihsan(juridical preference), and maslahah mursalah(unrestricted interest). In addition to Islamic law, the common law, with the characteristics of the prohibition or command that must be obeyed, is also applied in the community. While, the characteristics of Islamic law include: source of Islam, intimately connected and integral to faith and moral of Islam, having two key terms namely the shari‟ah law and jurisprudence, consisting of two main areas namely worship and mu‟amalah in the broad sense, layered structure, consisting of the text of the Qur‟an and the Sunnah. Broadly speaking, the law aims to ensure legal certainty in the community. The law should also consist of justice namely the principles of justice of the community. Due to the dynamic nature of law, the judge as a law enforcement just look codification as a guideline to a legal certainty, whereas in delivering the verdict they must also consider the feeling of justice in society.Kata Kunci: Sumber, tujuan, Hukum Barat, hukum Islam, 
MENGUAK KEBENARAN AYAT RADA’AH BERDASAR FAKTA EMPIRIS Suwito, Suwito
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 5 No 2 (2015): Desember 2015
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: This article discusses about the relationship between the development of modern science and technology and so many recent studies on the content of the nutrients found in breast milk. Based on the experiment carried out in Canada, there is a number of artificial milk as sold in stores today. But scientists assert that the artificial milk is quite impossible to replace breast milk, because the two kinds of milk have a different content. Another experiment is on one hundred and fifty infants. They were divided into three groups: one group were breastfed for less than two years, the second group of breast-fed for two years, and the last group were breastfed for more than two years. The research proves that the ideal time for mothers to breastfeed their infant is two years. The children who got breast milk in less than two years they will biologically get some troubles. While, those who got breast milk in more than two years, there is accumulation of partial material or substance in the body cells that cannot be thrown out. If the above results are communicated to the verses of al-Qur’an, it can be concluded that al-Qur’an, which was revealed since fourteen centuries ago, is still in line with the modern science and technology.Abstrak: Artikel ini membahas tentang hubungan antara perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dan begitu banyak studi terbaru pada isi nutrisi yang ditemukan dalam ASI. Berdasarkan percobaan yang dilakukan di Kanada, ada sejumlah susu buatan sebagai dijual di toko-toko. Tetapi para ilmuwan menegaskan bahwa susu buatan sangat mustahil untuk menggantikan ASI, karena kedua jenis susu memiliki kandungan yang berbeda. Percobaan lain adalah pada seratus lima puluh bayi. Mereka dibagi menjadi tiga kelompok: satu kelompok disusui selama kurang dari dua tahun, kelompok kedua diberi ASI selama dua tahun, dan kelompok terakhir disusui selama lebih dari dua tahun. Hasil penelitian membuktikan bahwa waktu yang ideal bagi ibu untuk menyusui bayi mereka adalah dua tahun. Anak-anak yang mendapat ASI dalam waktu kurang dari dua tahun secara biologis akan mendapatkan beberapa masalah. Sementara, mereka yang mendapat ASI dalam lebih dari dua tahun, terjadi penumpukan bahan parsial atau zat dalam sel-sel tubuh yang tidak dapat dibuang. Jika hasil di atas dikomunikasikan kepada ayat-ayat al-Quran, maka dapat disimpulkan bahwa al-Quran, yang telah diturunkan sejak empat belas abad yang lalu, masih sejalan dengan ilmu pengetahuan modern dan teknologi.
KHURŪJ SEBAGAI SYARAT PERNIKAHAN JAMĀ’AH TABLĪGH PAKAPURAN AMUNTAI KALIMANTAN SELATAN Hidayat, Muhammad Rifqi
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 4 No 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: This article discusses the term of khuruj as a requirement of applying marriage for Jamaah Tabligh of Pakapuran Amuntai, South Kalimantan. This requirement is due to their belief that khuruj is a powerful tool to increase faith, while faith itself is the most important provision for the life of the world and in the hereafter, including marriage. In addition, the reservation stems from their fear about the inability of their young people in doing khuruj in a long time due to a variety of busy after marriage, as well as a manifestation of the Prophet Muhammad’s suggestion to fill youth with obedience to God. Khurūj, as a condition of marriage in the case of the Jamaah Tabligh’s members, is basically not regulated in Islamic law. Islamic law only requires the prospective groom to pays dowry to bride or do covenant of marriage. Within the perspective of the marriage covenant, it appears that the elements contained in such cases are in line with what is required in the legal basis and the terms of the marriage covenant. Therefore khurūj is not prohibited in Islamic law.Abstrak: Artikel ini membahas tentang Khurūj sebagai Syarat Pernikahan Jamā’ah Tablīgh Pakapuran Amuntai Kalimantan Selatan. Disyaratkannya khurūj dalam pernikahan Jamā’ah Tablīgh Pakapuran Amuntai Kalimantan Selatan dikarenakan keyakinan mereka bahwa khurūj merupakan salah satu sarana yang ampuh untuk meningkatkan iman, sedangkan iman itu sendiri adalah bekal yang paling utama untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat, termasuk pernikahan. Selain itu pensyaratan tersebut berpangkal dari kekhawatiran mereka akan ketidaksanggupan para pemudanya untuk melakukan khurūj dalam waktu yang lama akibat berbagai kesibukannya pasca pernikahan, sekaligus sebagai manifestasi dari anjuran Nabi Muhammad untuk mengisi masa muda dengan ketaatan kepada Allah. Khurūj sebagai syarat nikah dalam kasus pernikahan anggota Jamā’ah Tablīgh ini pada dasarnya tidak diatur dalam hukum Islam. Hukum Islam hanya mewajibkan calon mempelai laki-laki membayarkan mahar kepada calon mempelai wanita atau mengadakan perjanjian pernikahan. Namun ketika ditilik dari perspektif perjanjian pernikahan, terlihat bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam kasus tersebut selaras dengan apa yang dikehendaki dalam dasar hukum serta syarat perjanjian pernikahan. Oleh karena itu pensyaratan khurūj tersebut tidak dilarang secara hukum.Kata Kunci: Khurūj, syarat pernikahan, Jamā’ah Tablīgh.
KONSEP KELUARGA DALAM FIKIH Muhtarom, Ali
The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol 5 No 1 (2015): Juni 2015
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: Family is the smallest part of the social structure whose existence is so important, so that the role of the family in shaping a social construction cannot be denied. In relation to this case, Islam recommends holding a family based on its regulations though Islam does not clearly explain about the desired actual concept of family. On the other hands, Jurisprudence (fiqh) is the product of the Muslim scholars. It is, therefore, still debatable either an extended family or nuclear family. Actually, jurisprudence does not clearly define the concept of the family. This is because jurisprudence is more likely a personal and local photograph. Jurisprudence which uses an atomistic approach is not thoroughly. But we know that the term of family in fiqh is referred to a group of people as a result of a marital contract between man and woman who pledged themselves as husband and wife.Abstrak: Keluarga merupakan bagian terkecil dari struktur sosial yang keberadaannya sangat penting, sehingga peran keluarga dalam membentuk konstruksi sosial tidak bisa dipungkiri. Sehubungan dengan hal ini, Islam menganjurkan agar pembentukan keluarga berdasarkan peraturan yang jelas meskipun Islam tidak menerangkan secara jelas tentang konsep yang sebenarnya yang diinginkan tentang keluarga. Di sisi lain, Fikih (fiqh) adalah produk dari para ulama. Oleh karena itu, masih bisa diperdebatkan mengenai konsep baik keluarga besar atau keluarga inti. Sebenarnya, fiqh tidak secara jelas mendefinisikan konsep keluarga. Hal ini karena fiqh lebih membahas pada pengalaman pribadi dan bersifat lokalistik. Fiqh yang menggunakan pendekatan atomistik tidaklah menyeluruh. Akan tetapi kita tahu bahwa istilah keluarga di fiqh disebut sebagai sekelompok orang sebagai akibat dari kontrak perkawinan antara pria dan wanita yang berjanji sebagai suami dan istri.

Page 4 of 35 | Total Record : 343