cover
Contact Name
Argyo Demartoto
Contact Email
jas@mail.uns.ac.id
Phone
+62271637277
Journal Mail Official
jas@mail.uns.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.uns.ac.id/jas/about/editorialTeam
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Analisa Sosiologi
ISSN : 23387572     EISSN : 26150778     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Analisa Sosiologi (JAS) diterbitkan per semester pada bulan April dan Oktober oleh Program Studi Magister Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan ISSN : 2338 - 7572 (Print) dan ISSN: 2615-0778 (Online). JAS berdasarkan kutipan dan keputusan Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor: 21/E/KPT/2018, tanggal 9 Juli 2018 tentang hasil akreditasi jurnal ilmiah periode 1 tahun 2018, telah terakreditasi Peringkat 4 yang berlaku 5 Tahun, yaitu Volume 5 Nomor 1 tahun 2016 sampai Volume 9 Nomor 2 Tahun 2020. JAS memfokuskan diri pada hasil penelitian terkait isu-isu sosial-kontemporer di Indonesia, khususnya yang berkenaan dengan perkembangan masyarakat dari berbagai aspek. Selain itu, JAS juga menerima artikel yang bersumber pada telaah pustaka terkait dengan upaya pengembangan teori-teori sosiologi. Informasi mengenai JAS juga bisa diperoleh melalui media sosial.
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 11, No 3 (2022)" : 10 Documents clear
PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI DAN PLURIACTIVITY MASYARAKAT DESA MENTARAMAN Nur Wahyu May Alfian; Anik Susanti
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v11i3.60958

Abstract

Rural areas are characterized by the livelihoods of their residents which are dominated by farmers and farm laborers and extensive agricultural land. This study aims to describe how the factors and processes of socio-economic change and the impact of socio-economic that occur in the Mentaraman Society of Pagelaran Sub-Distric. This study uses a qualitative method with a case study approach. Sources of data used in this study are primary data and secondary data. The results showed that the social stratification of the Mentaraman Village community contained six class categorizations, namely: 4 people as a full-time labourers (19.04%), 4 people as poor farmers (19.04%), 1 person as a lower-middle farmer (4.8%), 1 person as an upper-middle farmer (4.8 %), 8 people as rich farmers (38.1%), 3 people as landlords (14.3%). Work and income earned outside the village partly determine the class position of people in the village. In addition to the social differentiation, there is also a change in the younger generation who chooses to do mobility (population mobility) to obtain job opportunities outside their area and the involvement of the role of home pluriactivity as a family resilience strategy.   Keywords: Social Change, Rural Development, Social Differentiation, Population Mobility, Pluriactivity AbstrakPerdesaan dicirikan oleh mata pencaharian penduduknya yang didominasi sebagai petani dan buruh tani serta lahan pertanian yang luas. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana faktor dan proses perubahan sosial-ekonomi serta dampak dari perubahan sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat Mentaraman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelapisan sosial masyarakat Dusun Mentaraman terdapat enam kategorisasi kelas yaitu: 4 orang sebagai buruh penuh waktu (19,04%), 4 orang sebagai petani miskin (19,04%), 1 orang di sebagai petani menengah bawah (4,8%), 1 orang di sebagai petani menengah atas (4,8%), 8 orang sebagai petani kaya (38,1%), 3 orang sebagai tuan tanah (14,3%). Kerja dan penghasilan yang diperoleh di luar desa sebagian ikut menentukan posisi kelas orang di dalam dusun dan/ atau desa. Selain diferensiasi sosial, terjadi pula perubahan pada generasi muda yang memilih untuk yang melakukan mobilitas (population mobility) untuk memperoleh kesempatan kerja di luar daerahnya dan keterlibatan peran pluriactivity rumah sebagai strategi ketahanan keluarga. Kata Kunci: Perubahan sosial, Pembangunan Pedesaan, Diferensiasi Sosial, Mobilitas Penduduk, Pluriactivity
HEALTH-SEEKING BEHAVIOR (A PHENOMENOLOGICAL STUDY ON HEALTH-SEEKING BEHAVIOR AMONG THE PARENTS WITH UNDER-FIVE AGE CHILDREN IN SUMPIUH SUB DISTRICT) Agung Kurniawan
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v11i3.61329

Abstract

UNICEF for Indonesia reported that one child dies before their fifth birthday every three minutes anywhere in Indonesia. The factor causing the high child mortality rate is not only non-evenly distributed health facility but also parents’ health behavior. The objective of research was to analyze the health-seeking behavior among the parents with under-five age children by considering resources, thought and feeling, culture, and personal references dimensions in affecting the health-seeking behavior. This study was a qualitative research with phenomenological approach. Techniques of collecting data used were observation, in-depth interview, and documentation. The respondents were taken using maximum variation sampling technique by considering the accurate representation of total population. To validate the data, triangulation was used, and an interactive model was used in data processing. This research built on Social Behavior paradigm, Talcott Parsons’ social action, stating that every actor has an objective to be achieved in which he/ she has an alternative way to use, but they are limited by situation, condition, value, norm, and other idea affecting their decision making. The result of research and discussion showed that there were two health-seeking behaviors taken by parents in seeking treatment for their children encountering the health problem without being limited by their economic status and education level. Firstly, parents would treat their children themselves, using both traditional medicines and drugs they bought from store or pharmacy. Secondly, parents looked for treatment directly from medical officers (either Midwife or Puskesmas) when their children suffered from either mild or severe health disease.    Keywords: Health-seeking Behavior, Parents, Under-Five Age AbstrakUNICEF untuk Indonesia melaporkan bahwa satu anak meninggal sebelum ulang tahun kelima mereka setiap tiga menit di mana pun di Indonesia. Faktor penyebab tingginya angka kematian anak tidak hanya fasilitas kesehatan yang tidak merata tetapi juga perilaku kesehatan orang tua. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis perilaku mencari kesehatan di antara orang tua dengan anak-anak di bawah lima tahun dengan mempertimbangkan sumber daya, pemikiran dan perasaan, budaya, dan dimensi referensi pribadi dalam mempengaruhi perilaku mencari kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Responden diambil dengan menggunakan teknik maximum variation sampling dengan mempertimbangkan representasi akurat dari total populasi. Untuk memvalidasi data, triangulasi digunakan, dan model interaktif digunakan dalam pemrosesan data. Penelitian ini dibangun di atas paradigma Perilaku Sosial, Tindakan sosial Talcott Parsons, menyatakan bahwa setiap aktor memiliki tujuan yang ingin dicapai di mana dia memiliki cara alternatif untuk digunakan, tetapi mereka dibatasi oleh situasi, kondisi, nilai, norma, dan ide lain yang mempengaruhi pengambilan keputusan mereka. Hasil penelitian dan diskusi menunjukkan bahwa ada dua perilaku mencari kesehatan yang dilakukan oleh orang tua dalam mencari pengobatan untuk anak-anak mereka yang menghadapi masalah kesehatan tanpa dibatasi oleh status ekonomi dan tingkat pendidikan mereka. Pertama, orang tua akan merawat anak-anak mereka sendiri, menggunakan obat-obatan tradisional dan obat-obatan yang mereka beli dari toko atau. Kedua, orang tua mencari perawatan langsung dari petugas medis (baik Bidan atau Puskesmas) ketika anak-anak mereka menderita penyakit kesehatan ringan atau berat. Kata Kunci: Perilaku Mencari Kesehatan, Orang Tua, Usia Balita
“THE NEW OASIS”: IMPLEMENTASI PERMENDIKBUD TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL DI PERGURUAN TINGGI Elizabeth Grace Simanjuntak; M Falikul Isbah
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v11i3.59736

Abstract

Sexual violence in the world of higher education needs a special attention. The protection of every citizen from sexual violence is part of the obligation of state in protecting human rights. The Decree of the Minister of Education and Culture Number 30/2021 on the Prevention and Handling of Sexual Violence in Higher Education (Permendikbud 30/2021) which has been released is providing a new hope for the citizens to gain appropriate protection. This study aims to examine to what extent has Permendikbud 30/2021 been implemented so far. The study is expected to provide recommendations on necessary things to be done by Indonesian universities to implement the decree. It employed a desk study scrutinizing relevant academic literature and any data or information from official sources in several universities. We found that the government has taken some efforts to guarantee the protection of the citizens against sexual violence in the world of higher education by releasing the decree. However, not all higher educational institutions have implemented. Therefore, the government is required to push this direction and all universities are required to increase their awareness as to put the regulation at work.    Keywords: Sexual Violence, Higher Education, The Decree Of The Ministry Of Education And Culture No. 30/2021, The Protection Of Human Rights AbstrakKekerasan seksual di perguruan tinggi perlu mendapat perhatian khusus. Perlindungan setiap warga negara terhadap kasus kekerasan seksual merupakan kewajiban negara dalam pemenuhan aspek hak asasi manusia. Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi yang telah disahkan seolah memberi harapan baru bagi anak bangsa untuk mendapat perlindungan yang selayaknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana implementasi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 di perguruan tinggi di Indonesia. Penelitian ini akan memberi saran atau rekomendasi mengenai hal apa saja yang perlu dilakukan oleh setiap perguruan tinggi di Indonesia untuk mengimplementasikan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Metode yang digunakan yaitu desk study dengan menelaah literatur akademik yang relevan dan berbagai data atau informasi dari sumber resmi di beberapa perguruan tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah telah berusaha menjamin perlindungan hak warga negara terhadap kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi dengan mengesahkan peraturan tersebut, namun belum semua perguruan tinggi mengimplementasikannya sehingga diperlukan dorongan dari pemerintah dan kesadaran setiap perguruan tinggi yang ada di Indonesia untuk segera mewujudnyatakannya. Kata Kunci: Kekerasan Seksual, Perguruan Tinggi, Permendikbud No. 30/2021, Perlindungan HAM
POTENSI KONFLIK NON-REALISTIS DALAM KONFLIK ANTAR KELOMPOK ORGANISASI DAERAH (ORGANDA) MAHASISWA DI KOTA MAKASSAR Thania Novita Damayanti Hutagaol; Bambang Wahyudi; Djayeng Tirto
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v11i3.60268

Abstract

This research aims to describe the possibility of the recurrence of conflicts between regional student organizations, especially the Luwu and Bone Regional Student Organizations (IPMIL and KEPMI) in 2021, and the potential for conflict refers to non-realistic conflicts that pose a threat of violence not only for each group, but society as a whole. By understanding the potential for conflict, conflict can be anticipated and managed properly in order to achieve national peace and security, in particular avoiding opportunities for regional conflict to arise in Makassar City. The research method used is qualitative with a descriptive approach and data collection techniques for analysis of documentation studies.The results of this research indicate that conflict starts from individual conflict of group members which develops into conflict between groups. This conflict is more aimed at revenge efforts that prioritize the desire to injure and destroy the opposing party. Factors that influence the potential for non-realistic conflicts to become larger are strong group identities, irrational high solidarity, failure to handle conflicts, and protracted conflicts. In addition, there are several things that can be done to prevent potential non-realistic conflicts such as setting clear organizational goals, handling conflicts that promote positive peace, and safety valves.Keywords: Non-realistic Conflict, Regional Organization, Intergroup Conflict, Conflict. AbstrakPenelitian ini bertujuan menjabarkan kemungkinan kembali terulangnya konflik antar mahasiswa organisasi daerah khususnya Organisasi Daerah Mahasiswa Luwu dan Bone (IPMIL dan KEPMI) tahun 2021 dan potensi konflik tersebut mengacu pada konflik non realistis yang menjadi ancaman kekerasan tidak hanya bagi masing-masing kelompok, tapi masyarakat secara keseluruhan. Dengan mengetahui potensi konflik, konflik dapat diantisipasi dan dikelola dengan baik agar tercapai perdamaian dan keamanan nasional, khususnya menghindari peluang timbul konflik yang bersifat kedaerahan di Kota Makassar. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan teknik pengumpulan data analisis studi dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konflik dimulai dari konflik individu anggota kelompok yang berkembang menjadi konflik antar kelompok. Konflik ini lebih bertujuan pada upaya balas dendam yang mengedepankan keinginan melukai dan menghancurkan pihak lawan. Faktor yang mempengaruhi potensi konflik non realistis menjadi lebih besar adalah identitas kelompok yang kuat, solidaritas tinggi yang tidak rasional, kegagalan penanganan konflik, dan konflik yang berlarut-larut. Selain itu, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah potensi konflik non realistis seperti penetapan tujuan organisasi yang jelas, penanganan konflik yang mengedepankan perdamaian positif, dan katup penyelamat. Kata Kunci: Konflik Non-realistis, Organisasi Daerah (organda), Konflik Antar Kelompok, Konflik.
MUSISI MUDA, REFLEKSIVITAS DIRI DAN KARIER DIY DI ERA MODERNITAS LANJUT Oki Rahadianto Sutopo
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v11i3.59166

Abstract

This article examines the practice of self-reflexivity among young Indonesian musicians in the era of late modernity. In particular, young musicians’ musical practice from amateur phase into Do It Yourself (DIY) career become an important temporal and spatial dimensions of the analysis. This article applies self-reflexivity theory from Anthony Giddens as a tool of analysis. In addition, I also synthesis Giddens’ theory with youth culture and youth transition perspectives. This article makes use of qualitative method specifically life biographies as a tool to capture wider narrative of young musicians throughout their life course. This research finds that young Indonesian musicians are able to reflexively adaptive during transition from amateur into DIY carrier. Narratives of young musicians also reveal the empowering effect during their process of formulation and re-formulation of reflexive self. Young musicians are able to achieve self-actualization based on their individual’s aspiration. Thus, the self-reflexive characteristic as shown by young Indonesian musicians in this article can be a positive example for young people to maintain their transition in the era of late modernity. Keywords: Young Musicians, Self-Reflexivity, Youth Culture, DIY Career AbstrakArtikel ini membahas mengenai refleksivitas diri musisi muda Indonesia dalam era modernitas lanjut. Secara spesifik, praktik bermusik dalam perjalanan dari fase amatir menjadi karier Do It Yourself (DIY) menjadi dimensi temporal dan spasial yang penting. Teori refleksivitas diri dari Anthony Giddens digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan analisis. Selain itu, teori tersebut juga disintesiskan dengan perspektif budaya kaum muda dan transisi. Secara metodologis, artikel ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan life biographies untuk melihat narasi yang lebih luas dalam daur hidup kaum muda. Berdasarkan temuan penelitian ditunjukkan bahwa musisi muda secara refleksif mampu adaptif baik pada fase amatir maupun pada fase karier DIY. Disisi lain, narasi musisi muda menunjukkan bahwa pembentukan dan penataan ulang diri secara refleksif justru bersifat memberdayakan dikarenakan baik dalam fase amatir maupun karier DIY mereka mampu melakukan aktualisasi diri sebagaimana yang diinginkannya. Karakteristik refleksivitas diri dari musisi muda dalam artikel ini dapat menjadi contoh positif dalam menjalani transisi kepemudaan di era modernitas lanjut.Kata Kunci: Musisi Muda, Refleksivitas Diri, Budaya Kaum Muda, Karier DIY
AKULTURASI BUDAYA DAN IDENTITAS SOSIAL DALAM GENDING JAWA KONTEMPORER KREASI SENIMAN KARAWITAN DI SURAKARTA Novel Adryan Purnomo; Argyo Demartoto
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v11i3.60576

Abstract

Javanese karawitan music is a part of Javanese community cultural. Globalization, and time and technology development lead to cultural acculturation between Javanese and out-of-Javanese cultural values in Javanese gending (musical composition for gamelan) or song as the representation of Javanese karawitan artists’ behavior that is also affected because Javanese values like good behavior, good manner and etiquette are manifested into pakem. Contemporary Javanese Gending Karawitan  divides social identity of artists into classical and contemporary gending artists. This research studies the phenomenon using Tajfel & Turner’s and Hogg & Abrams’s theory. The research was conducted on karawitan artists of Surakarta City using qualitative method with phenomenological approach. Technique of collecting data used was interview with contemporary-style karawitan composers and Abdi Dalem Niyaga of Surakarta Kasunanan Palace as the classical-style karawitan artists to obtain primary data. Data validation was carried out using source triangulation and data analysis using taxonomy technique. The result of research showed the categorization of social identity for Javanese karawitan artist into classical and contemporary ones, followed with emotionality in each of groups. At social categorization stage, artists divide the category by classical and contemporary gendings, and thereby the two groups are separated into in-group and out-group. Therefore, the perfection of social identity should be made at social categorization stage by growing their awareness of identity as the artists of Javanese karawitan. The perfection of social identity can compare their social identity inside group with the one outside Javanese karawitan art.    Keywords: Social Identity, Cultural Acculturation, Javanese Gending Karawitan, Artists. AbstrakKesenian musik karawitan Jawa merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Jawa. Globalisasi, perkembangan zaman dan teknologi menyebabkan adanya akulturasi budaya antara nilai-nilai budaya Jawa dan luar Jawa dalam gending atau lagu Jawa sebagai representasi perilaku seniman karawitan Jawa ikut terpengaruh karena nilai-nilai masyarakat Jawa seperti ajaran berperilaku baik, sopan santun dan unggah-ungguh dituangkan dalam pakem. Gending karawitan Jawa kontemporer yang membagi identitas sosial seniman menjadi seniman gending klasik dan kontemporer. Penelitian ini mengkaji fenomena tersebut dengan teori identitas sosial Tajfel & Turner serta Hogg & Abrams. Penelitian dilakukan terhadap seniman karawitan Kota Surakarta menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara terhadap komposer karawitan gaya kontemporer dan Abdi Dalem Niyaga Kraton Kasunanan Surakarta selaku seniman karawitan gaya klasik sebagai data primer. Validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber dan analisis data menggunakan teknik taksonomi. Hasil penelitian menunjukkan terjadi pembagian identitas sosial seniman karawitan Jawa menjadi gaya klasik dan kontemporer yang diikuti rasa emosional pada masing-masing kelompok. Pada tahap social categorization, seniman membagi kategori berdasar gending klasik maupun kontemporer, sehingga kedua kelompok terpilah menjadi in-group dan out-group. Oleh karena itu perlu dilakukan penyempurnaan identitas sosial pada tahap social categorization dengan menumbuhkan kesadaran identitas mereka sebagai seniman karawitan Jawa. Penyempurnaan identitas sosial dapat membentuk komparasi sosial identitas mereka tidak lagi di dalam kelompok melainkan terhadap kelompok di luar kesenian karawitan Jawa. Kata Kunci: Identitas Sosial, Akulturasi Budaya, Gending Karawitan Jawa, Seniman
RELASI PEMERINTAH-GERAKAN SOSIAL: STUDI PADA GERAKAN LINGKUNGAN JELANTAH4CHANGE Muhammad Wahyudi
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v11i3.59217

Abstract

Most recent studies on social movement assume that collective action carried out outside established institutions takes a position to challenge political authority or government. Within this framework, the conflict between social movement and government is inevitable. Nevertheless, it is possible for social movement to carry out their missions without having to conflict with political authorities. In other words, social movement can collaborate with the government, for instance around the issue of environmental protection. In this regard, this study aims to analyze and to describe the relationship between the government and environmental protection movements around the campaign of Jelantah4Change. This research employed a descriptive qualitative approach with the methods of observation, interviews, and document studies. The study was analyzed based on the social movement perspective of Giugni and Passy (1998). The result demonstrates that the interaction occurs between the government and Jelantah4Change is still in a form of consensus. In the future, the interaction between the two parties needs to be carried out in the form of collaborative action. Keywords: Government, Social Movement, Environment, Jelantah4Change AbstrakKebanyakan studi mengenai gerakan sosial mendasarkan asumsinya bahwa aksi kolektif yang dilakukan di luar institusi-institusi mapan mengambil posisi menantang otoritas politik atau pemerintah. Dalam kerangka ini, konflik antara gerakan sosial dan pemerintah menjadi tak terhindarkan. Namun, harus diketahui juga, bahwa ada gerakan sosial yang menjalankan misinya tanpa harus berkonflik dengan otoritas politik. Dengan kata lain, gerakan sosial bisa berkolaborasi dengan pemerintah. Penyelamatan lingkungan menjadi salah satu area dimana gerakan sosial bisa bekerja sama dengan pemerintah. Terkait itu, studi ini bertujuan untuk menganalisa dan mendeskripsikan relasi yang terjadi antara pemerintah dan gerakan sosial yang fokus pada perlindungan lingkungan. Studi dilakukan terhadap gerakan Jelantah4Change. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode observasi, wawancara, dan studi dokumen. Penelitian dianalisis berdasarkan perspektif gerakan sosial dari Giugni & Passy (1998). Hasilnya adalah interaksi yang terjadi antara pemerintah dan Jelantah4Change masih bersifat konsensus. Ke depan, interaksi antara keduanya perlu diwujudkan dalam bentuk tindakan kolaboratif.Kata Kunci: Pemerintah, Gerakan Sosial, Lingkungan, Jelantah4Change
PERLAWANAN PEREMPUAN MENGHADAPI PELECEHAN VERBAL Sinta Dwi Rahayu; Martinus Legowo
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v11i3.59176

Abstract

Gender inequality is a problem that can be found in countries that adhere to a patriarchal culture. Women become the cornered party in self-defense. The crime of verbal harassment is a threat faced by women. Verbal harassment is not a joke, but a real action that imprints and causes trauma to the victim. Verbal harassment can be said as a disguised crime that attacks the victim's psyche and is not realized by the community for the existence of the impact it causes. This study focuses on the efforts made by women in dealing with verbal abuse. This study uses a qualitative method with a phenomenological theory approach initiated by Hussrl. Data collection techniques used in-depth interviews and literature review to obtain rich and relevant data. Research Results Women are blamed by the community and perpetrators when they fight back during verbal harassment. Women were accused of the clothes they used, in addition, women were accused of not being able to respond to jokes in a relaxed manner. Verbal abuse that occurs in women leaves deep scars, causing a sense of trauma and distrust of others.    Keywords: Verbal Harassment, Resistance, Female AbstrakKetimpangan gender menjadi permasalahan yang dapat dijumpai di negara penganut budaya patriarki. Perempuan menjadi pihak yang disudutkan dalam melakukan pembelaan diri. Kejahatan pelecehan verbal menjadi ancaman yang dihadapi perempempuan. Pelecehan verbal bukan merupakan bahan lelulocon, melainkan tindakan nyata yang membekas dan menimbukan traumatis pada korban. Pelecehan verbal dapat dikatakan sebagai kejahatan tersamar yang menyerang psikis korban dan tidak disadari oleh masyarakat atas eksistensi dampak yang ditimbulkan. Penelitian ini berfokus pada upaya yang dilakukan oleh perempuan dalam menghadapi pelecehan verbal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan teori fenomenologi yang digagas oleh Hussrl. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalan dan kajian literatur untuk memperoleh data yang kaya dan relevan. Hasil Penelitian Pihak perempuan disalahkan masyarakat dan pelaku ketika melakukan perlawan saat pelecehan verbal. Perempuan dituduh atas pakaian yang mereka gunakan, selain itu perempuan mendapat tuduhan bahwa tidak mampu menanggapi bahan candaan dengan santai. Pelecehan verbal yang terjadi pada prempuan memberikan bekas luka yang mendalam, sehingga menimbulkan rasa traumatis dan ketidakpercayaan pada orang lain. Kata Kunci: Pelecehan verbal, Perlawanan, Perempuan
MAKNA PEMBELIAN ALBUM FISIK BAGI PENGGEMAR BUDAYA POP KOREA Hesty Kartikasari; Arief Sudrajat
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v11i3.59242

Abstract

The rapid flow of globalization that develops in society makes it easier for various foreign cultures to enter a country. One of the foreign cultures that is currently globalizing is Korean pop culture.. In Indonesia itself, there are many fans of Pop culture, especially K-pop fans. One of the consumption activities carried out by K-pop fans is buying physical albums. Physical albums have become a distinctive feature of K-pop even though in this modern era there have been digital albums. The K-pop industry has made physical album sales experience a very rapid increase in recent times. Usually, physical K-Pop albums don't only contain CDs, there are photobooks, photocards, and merchandise that are attractive to fans. This study aims to examine the meaning of buying physical albums for fans and identify the motives of fans choosing to buy physical albums over digital albums. The method used in this research is descriptive qualitative. Data was collected by means of interviews. Research is assisted by the foundation of cultural sociology theories. The results of the study show that the meaning of a physical album for fans is a self-reward and happiness in itself when having a physical album. The purchase of physical albums is also intended as a form of appreciation for the idol's music and songs that have had a positive effect on their lives. Purchase of physical albums is also influenced by cultural hegemony. The power of hegemony makes fans think that Korean pop culture is a part of their daily life. Keywords: K-Pop, Fans, Physical Album, Pop Culture AbstrakDerasnya arus globalisasi yang berkembang di masyarakat memudahkan berbagai budaya asing masuk ke suatu negara. Salah satu budaya asing yang tengah mendunia saat ini, yaitu budaya pop Korea. Di Indonesia sendiri, penggemar budaya Pop sangatlah banyak khususnya penggemar K-pop. Salah satu kegiatan konsumsi yang dilakukan oleh penggemar K-pop adalah membeli album fisik. Album fisik telah menjadi ciri khas tersendiri dari K-pop meskipun sudah di era modern ini telah ada album berbentu digital. Industri K-pop telah membuat penjualan album fisik mengalami peningkatan yang sangat pesat dalam waktu terakhir. Bisanya, album fisik K-Pop tidak hanya memuat kaset saja, terdapat photobook, photocard, dan merchandise yang menarik bagi para penggemar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkai makna pembelian album fisik bagi penggemar dan mengidentifikasi motif penggemar memilih membeli album fisik daripada album digital. Metode yang diterapkan pada penelitian ini, yakni kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara. Penelitian dibantu dengan landasan teori-teori sosiologi budaya. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa makna album fisik bagi penggemar merupakan suatu self reward dan kebahagiaan tersendiri ketika memiliki wujud fisik album. Pembelian album fisik juga ditujukan sebagai bentuk apresiasi kepada musik dan lagu sang idola yang telah memberikan efek positif bagi kehidupan mereka. Pembelian album fisik juga dipengaruhi adanya hegemoni budaya. Kekuatan hegemoni membuat penggemar menganggap bahwa budaya pop Korea menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya. Kata Kunci: K-Pop, Penggemar, Album Fisik, Budaya Pop
RENCANA PERJALANAN MASYARAKAT DKI JAKARTA KE LUAR KOTA SELAMA PERIODE LIBUR NATAL 2021 DAN TAHUN BARU 2022 Budi Aji Purwoko; Chotib Chotib; Lin Yola
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 11, No 3 (2022)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v11i3.60021

Abstract

The government implements the PPKM Level 3 policy for all parts of Indonesia during the Christmas 2021 and New Year 2022 holidays. The policy was carried out to tighten the movement of people and prevent a surge in Covid-19 cases after the Nataru holiday. This study aims to analyze the correlation between Urban Community Travel Patterns, the potential to contract Covid-19, PPKM Level 3 Policy, Leave Prohibition, and Income Reduction during the Covid-19 pandemic. The analysis uses a statisticalquantitative approach to find out and analyze how big the relationship between variables is. This result is also in accordance with skinner’s t eori who mentioned that the relationship of stimulus and response that occurs can give rise to a change in behavior. The Community Activity Restriction Regulation Policy (PPKM) proved to have a negative and significant effect on travel patterns with the results of a correlation test of 0.023. The results showed the results of 0.844 determination tests of 71.3%, while the remaining 13.1% were other factors that were not studied. The results showed that the social restriction policy (PPKM) has not only affected the transmission of Covid-19 but has also changed the behavior of some urban people to re-plan travel patterns during Christmas and New Year 2021/2022 holidays. This is also directly proportional to the Indonesian Government's policy in controlling the growth rate of Covid-19, where they become more cautious in traveling during the Christmas and New Year holidays 2021/2022 which are considered riskier due to mobility and direct interaction with many people. Keywords: Covid-19, Social Restricriskiervel Restrictions, Leave Ban, Decrease in IncomeAbstrakPemerintah menerapkan kebijakan PPKM Level 3 untuk seluruh wilayah Indonesia selama masa libur Hari Raya Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Kebijakan tersebut dilakukan untuk memperketat pergerakan orang dan mencegah lonjakan kasus Covid-19 pasca libur Nataru. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi Pola Perjalanan Masyarakat Perkotaan, potensi tertular Covid-19, Kebijakan PPKM Level 3, Larangan Cuti dan Penurunan Pendapatan selama masa pandemi Covid-19. Analisis menggunakan pendekatan statistik-kuantitatif untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar hubungan antar variable. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Kebijakan Pengaturan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) terbukti berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pola perjalanan dengan hasil uji korelasi sebesar 0.023. Hasil uji korelasi secara keseluruhan menunjukan hasil 0.844 uji determinasi sebesar 71.3%, sedangkan sisanya 13.1% merupakan faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh kebijakan pemerintah dalam membatasi pergerakan masyarakat selama periode libur Nataru dapat mempengaruhi masyarakat kota dalam merencanakan perjalanan ke luar kota. Hasil ini juga sesuai dengan teori Skinner yang menyebutkan bahwa hubungan stimulus dan respon yang terjadi dapat menimbulkan adanya perubahan perilaku. Selain itu, hasil penelitian ini menunjukan bahwa kebijakan pembatasan sosial (PPKM) tidak hanya telah berpengaruh terhadap penularan Covid-19, melainkan juga telah merubah perilaku sebagian masyarakat perkotaan untuk merencanakan kembali pola perjalanan pada masa libur Natal dan Tahun Baru 2021/2022. Hal ini juga berbanding lurus dengan Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam mengendalikan laju pertumbuhan Covid-19, di mana mereka menjadi lebih berhati-hati dalam melakukan perjalanan pada masa libur Natal dan Tahun Baru 2021/2022 yang dipandang lebih berisiko karena adanya mobilitas dan interaksi langsung dengan banyak orang.Kata Kunci: Covid-19, Pembatasan Sosial, Pembatasan Perjalanan, Larangan Cuti, Penurunan Pendapatan

Page 1 of 1 | Total Record : 10