cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
BULETIN OSEANOGRAFI MARINA
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 20893507     EISSN : 25500015     DOI : -
Core Subject : Science,
Buletin Oseanografi Marina (BULOMA) adalah jurnal yang menginformasikan hasil penelitian dan telaah pustaka tentang aspek Oseanografi, Ilmu Kelautan, Biologi Laut, Geologi Laut, Dinamika Laut dan Samudera, Estuari, Kajian Enerji Alternatif, Mitigasi Bencana, Sumberdaya Alam Pesisir, Laut dan Samudera.
Arjuna Subject : -
Articles 284 Documents
Distribusi Material Padatan Tersuspensi di Muara Sungai Sambas, Kalimantan Barat Petrus Subardjo; Agus Anugroho Dwi Suryo; Ibnu Pratikno; Gentur Handoyo; Karlina Putri Diani
Buletin Oseanografi Marina Vol 7, No 1 (2018): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.931 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v7i1.19035

Abstract

Muara Sungai Sambas merupakan gerbang bagi kapal-kapal yang akan melakukan aktivitas bongkar muat hasil tangkapan ikan di PPN Pemangkat. Besarnya konsentrasi material padatan tersuspensi berkaitan dengan tingkat sedimentasi di muara Sungai Sambas yang dapat menyebabkan pendangkalan sehingga aliran sungai ke laut terhambat dan alur pelayaran terganggu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi dan pola sebaran material padatan tersuspensi di muara Sungai Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Analisis material padatan tersuspensi menggunakan metode Gravimetri. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data material padatan tersuspensi, arus,  dan pasang surut serta data pendukung berupa peta batimetri, dan peta RBI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi material padatan tersuspensi terbesar berada di muara sungai dan semakin mengecil kearah laut lepas dengan konsentrasi material padatan tersuspensi saat pasang berkisar antara 67-600 mg/l serta konsentrasi material padatan tersuspensi saat surut berkisar antara 11-321 mg/l. Jenis arus yang mendominasi di muara Sungai Sambas adalah arus pasang surut. Tipe pasang surut yaitu campuran condong ke harian ganda. Kurangnya informasi mengenai arah pergerakan dan besaran konsentrasi material padatan tersuspensi di muara Sungai Sambas menjadikan penelitian untuk mengetahui konsentrasi dan pola sebaran material padatan tersuspensi di perairan tersebut diperlukan. Sambas Estuaries is the entrance for every fisherman boats which will do loading and unloading activity for their fishing at PPN Pemangkat. The amount of total suspended matter concentration is related to the sedimentation at the Sambas estuaries which can cause sedimentation so the river flow hampered and the shipping line disrupted. The purpose of this research is to know the concentration and the distribution of total suspended solid at Sambas Estuaries, West Kalimantan. The method which is used in this research is case study method. Data processing is using gravimetric analysis. The main data used in this research are data of total suspended solid, current, tidal and supporting data such as bathymetri map, RBI map. Based on data processing, known that the highest value of total suspended solid was at estuary and decreased toward the sea with the conscentration at tides ranged between 67-600 mg/l whereas concentration at low tide ranged between 11-321 mg/l. The type tidal which is belong mixed dominant semidiurnal type. Lack of information on the direction of movement and the concentration of total suspended solid at Sambas Estuaries makes research to find out the concentration and distribution of total suspended solid is held at the waters. 
Kejut Lingkungan Sebagai Upaya Percepatan Pelepasan Spora Rumput Laut Gracilaria gigas Chrisna Adhi Suryono
Buletin Oseanografi Marina Vol 1, No 5 (2012): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.45 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v1i5.6910

Abstract

Pelepasan spora dari Gracilaria dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu dan salinitas.  Perubahan suhu dan salinitas dapat merangsang membukanya dinding karpospora sehingga spora dapat lepas.  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui suhu dan salinitas yang tepat untuk pelepasan spora.  Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan perlakuan kejut suhu (25oC, 27oC, 29oC, 25oC, 31oC, dan 33oC).  Sedangkan untuk perlakuan kejut salinitas (28 ppt, 30 ppt, 32 ppt, 34 ppt dan 36 ppt). Spora yang banyak terlepas selama penelitian terlihat pada kejut suhu 31oC sedangkan yang terendah pada kejut suhu 25oC (kontrol).  Sedangkan untuk kejut salinitas jumlah spora terbanyak yang lepas pada kejut salinitas 34 ppt dan terendah pada salinitas 28 ppt (kontrol). Kata kunci : Kejut suhu, kejut salinitas, spora, Gracilaria gigas
Perbedaan Metode Mutilasi Terhadap Lama Waktu Molting Scylla serrata Raden Ario; Ali Djunaedi; Ibnu Pratikto; Petrus Subardjo; Fauzia Farida
Buletin Oseanografi Marina Vol 8, No 2 (2019): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.558 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v8i2.24886

Abstract

Kepiting bakau (Scylla serrata) memiliki nilai ekonomis tinggi. Kebutuhan kepiting bakau selalu meningkat sehingga perlu diupayakan budidaya kepiting bakau secara intensif. Salah satu perkembangan teknologi dalam budidaya perikanan untuk meningkatkan produksi kepiting bakau adalah produksi kepiting cangkang lunak. Kepiting cangkang lunak merupakan kepiting fase ganti kulit (molting) yang mempunyai keunggulan cangkangnya lunak sehingga dapat dikonsumsi secara utuh. Untuk mempercepat kepiting molting diperlukan berbagai rangsangan yang salah satunya adalah menggunakan metode mutilasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan lama waktu molting dan pertumbuhan berat kepiting bakau dengan menggunakan metode mutilasi pada kaki jalan dan capit. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan, yaitu mutilasi kaki jalan dan capit, semua kaki jalan, capit, dan alami. Biota yang digunakan berjumlah 40 ekor dengan 10 kali ulangan tiap perlakuan. Data yang diperoleh berupa lama waktu molting serta pertambahan berat mutlak kepiting bakau yang dianalisis menggunakan uji statistik parametrik. Hasil penelitian menunjukkan metode mutilasi berpengaruh terhadap lama waktu molting dengan waktu molting tercepat pada perlakuan mutilasi kaki jalan dan capit rata-rata 13 hari. Metode mutilasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan berat mutlak dengan nilai tertinggi pada kepiting perlakuan alami sebesar 53,30 gram. Mud crabs (Scylla serrata) are known to have a high economic value. The increasing demand of mud crabs for consumption rxcequires higher production. Therefore, mud crabs need to be cultivated intensively. One of the methods to improve the values of mud crabs’ aquaculture is by producing soft-shell crabs. Soft-shell crabs are produced during molting phase in which the crab shed it’s exoskeleton in order to grow. In the fisheries industry, the soft-shell crabs are considered to be more valuable as it can be consumed as a whole. Accelerating the production of molting crabs, requires stimulus. One of the methods is mutilation. The aim of this study is to estimate the periods required for molting under different treatments, as well as calculating the increase of total weight of molting crabs.. The method used was an experimental method which contained four treatments. The treatments are mutilation of walking legs and claws, all of walking legs, claws, and no mutilation. The number of crabs used was 40 with 10 replications per treatment. The data obtained in the period of molting and the increase of total weight of the mud crabs were analyzed using ANOVA. The result shows that mutilation affects the period of crab’s molting in which the fastest molting (13 days on average) occurred after mutilation of walking legs and claws. This mutilation method does not influence the increase of total weight and the highest value is showed in non-treated group with the increase of 53,30 grams in weight. 
PENGARUH ALGA KORALIN Lithophyllum sp TERHADAP METAMORFOSIS DAN PENEMPELAN PLANULA Acropora spp Afrinal Pilly; Ambariyanto Ambariyanto; Diah Permata Wijayanti
Buletin Oseanografi Marina Vol 2, No 3 (2013): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.952 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v2i3.6946

Abstract

Metamorfosis dan penempelan adalah langkah penting dalam siklus hidup dari banyak invertebrata laut. Metamorfosis dan penempelan menyertai perubahan tahap-tahap morfologi dan cara hidup larva planula. Larva planula memulai kehidupan bentik menjadi bentuk dewasa dengan mendeteksi lingkungan untuk memilih tempat yang tepat untuk hidup menetap dan memulai proses metamorphosis dan penempelan. Lithophyllum sp merupakan Alga koralin yang diketahui sebagai pemicu metamorfosis alami. Beberapa senyawa yang berasal dari alga koralin diduga mampu menginduksi proses metamorfosis dan penempelan planula dengan menyerupai isyarat lingkungan di alam Hasil menunjukkan mampu menginduksi metamorfosis dan penempelan planula yang berasal dari slick (kumpulan gamet di permukaan laut setelah peristiwa spawning karang multi spesifik). Slick dikoleksi dari Pulau Sambangan, Kepulauan Karimunjawa saat spawning masal terjadi pada bulan Maret. Seluruh dosis yang dicobakan mampu menginduksi proses metamorfosis dan penempelan planula larva setelah planula diinkubasi dalam media yang telah diberi ekstrak Lithophyllum sp. Hasil ini memberi peluang dilakukannya pembenihan larva planulae secara masal untuk keperluan restorasi terumbu karang dan budidaya karang.   Kata Kunci : Metamorfosis, penempelan, Lithophyllum sp, planulae
ANALISIS SEBARAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI PERAIRAN PACIRAN LAMONGAN JAWA TIMUR Alfi Satriadi
Buletin Oseanografi Marina Vol 1, No 2 (2012): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1092.802 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v1i2.11219

Abstract

Sedimen tersuspensi memberikan peranan penting dalam penentuan kualitas air pada suatu perairan. Sedimen yang terlarut dalam badan air akan menyebabkan berkurangnya proses fotosintesis akibat terhalangnya radiasi energi matahari. Sedimen tersuspensi juga berperan penting dalam bidang rekayasa pantai (coastal engineering) dan manajemen kualitas air sangat membutuhkan pengetahuan tentang proses sebaran  sedimen tersuspensi. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperkirakan distribusi sebaran sedimen tersuspensi di perairan Paciran Lamongan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14-20 Oktober 2009 di daerah sekitar perairan Paciran Lamongan.  Analisis sedimen dilakukan di Laboratorium Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Tembalang Semarang. Pengerjaan komputasi,  simulasi dilakukan selama 15 hari dari tanggal 14-29 Oktober 2009 disesuaikan dengan waktu pengukuran lapangan yang telah dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, menggunakan software SMS (Surface Water Modelling System). Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa arus, pasang surut, sedimen dasar dan sedimen tersuspensi. Sedangkan data sekunder berupa peta bathimetri. Berdasarkan dari hasil analisa simulasi kecepatan arus di lokasi penelitian pada kondisi pasang menuju surut, pada saat musim barat mencapai antara 0,011 m/s-0,87 m/s. Pada saat kondisi surut menuju pasang, pada saat musim timur kecepatan arus antara 0,013 m/s-0,87 m/s. Hasil analisa simulasi sebaran sedimen menunjukkan distribusi sebaran konsentrasi sedimen tersuspensi berkisar antara 7 mg/l-142 mg/l.   Kata Kunci : Sedimen tersuspensi, arus, perairan Paciran Lamongan
Biomassa dan Estimasi Simpanan Karbon pada Ekosistem Padang Lamun di Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Sintok, Kepulauan Karimunjawa Retno Hartati; Ibnu Pratikto; Tria Nidya Pratiwi
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (604.963 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15746

Abstract

Isu blue carbon telah menjadi perhatian dunia, melalui konsep UNEP 2009 yang telah memasukan vegetasi padang lamun sebagai penyerap karbon di lautan. Penyerapan karbon yang disimpan melalui sedimen dan jaringan pada lamun dalam bentuk biomassa. Penelitian yang dilakukan di Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Sintok, Karimunjawa bertujuan untuk melihat tingkat kerapatan, tutupan  dan penyerapan karbon yang tersimpan dalam biomassa jaringan lamun (akar, rhizoma dan daun). Kerapatan serta tutupan lamun diukur dengan melakukan sampling lapangan menggunakan metode transek kuadrat 1m x 1m, identifikasi jenis lamun melihat panduan dari buku seagrasswatch. Hubungan kerapatan, biomassa dilakukan untuk melihat nilai kandungan karbon pada lamun. Sampling kerapatan, tutupan lamun dan nilai biomassa dilakukan pada semua titik, sedangkan untuk analisa karbon pada metode pengabuan dilakukan pada titik 50 m yang kemudian dikonversikan dengan nilai biomassa pada titik lainnya. Hasil pada penelitian ini ditemukan 8 jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila minor, dan Halophila decipiens. Cymodocea rotundata mendominasi dikedua lokasi dengan kerapatan mencapai 1030 ind/m2. Nilai biomassa dibawah substrat (554,54 gbk/m2) lebih besar dibandingkan nilai biomassa diatas substrat (342,72 gbk/m2) diikuti nilai kandungan karbon dibawah substrat (193,31 gC/m2) yang lebih besar dibandingkan nilai kandungan karbon diatas substrat (119,99 gC/m2). Total kandungan karbon pada lokasi Pulau Menjangan Kecil adalah 32,18 ton karbon/ha dan Pulau Sintok adalah 4,18 ton karbon/ha. Blue carbon issue has become worldwide attention, UNEP through the concept of 2009 which has been to include vegetation seagrass beds as an absorbent of carbon in the ocean. The absorption of carbon that is stored through sediment and tissue in seagrass beds in the form of biomass. Research conducted on the island of Menjangan Kecil and island Sintok, Karimunjawa is to look at the level density, covering and absorption of carbon which is in biomass tissue seagrass ( the root, rhizoma and leaves ). Cover of seagrass density was measured by sampling the field using transect method 1m x 1m squares, identification of types of seagrass guidance from seagrasswatch book. Relationships density, biomass is made to see the value of the carbon content in the seagrass. Sampling density, seagrass cover and biomass values performed on all points, while carbon analysis on ashing method performed at the point of 50 m which is then converted to the value of biomass at another point. The results of the present study found 8 species of seagrasses that Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila minor, and Halophila decipiens. Cymodocea rotundata dominate in both locations with densities reaching 1030 ind/m2. Value biomass below the substrate (554.54 gbk/m2) indicates a value greater than the value of the biomass above the substrate (342.72 gbk/m2) followed by the value of the carbon content below the substrate (193.31 gC/m2) which is greater than the value carbon content above the substrate (119.99 gC/m2). Total carbon content in locations Menjangan Kecil Island is 32.18 tons of carbon and Sintok island was 4.18 tons of carbon.
Kondisi Terumbu Karang dengan Indikator Ikan Chaetodontidae di Pulau Sambangan Kepulauan Karimun Jawa, Jepara, Jawa Tengah. Suryanti Suryanti; Supriharyono Supriharyono; Willy Indrawan
Buletin Oseanografi Marina Vol 1, No 1 (2011): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.277 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v1i1.2988

Abstract

Abstract Coral reefs are marine ecosystems in tropical marine life constructed by the producer of lime in particular species of stony corals and calcareous algae, together with the biota that live in the bottom of which is a types of molluscs, crustaceans, echinoderms, Polychaeta, Sponge and tunicates and marine biota others are living freely in the surrounding waters. Chaetodontidae or butterfly fish is ordinary reef fish while the distribution in surround coral reef only. The experts agreed on placing fish leadership as "indicator species" of coral reef condition, because this fish is a true coral reef inhabitants. This study aims to identify relationships between the abundance of coral reef condition Chaetodontidae fish in waters of Sambangan Islands, Karimun java, Jepara, Central Java. Research was conducted in July 2010 in waters Sambangan Island, National Park Karimunjawa. The research method is field observation method with the sampling method using the line transect method (line transect) on coral and fish transect data on fish along the 30m data. Data taken in this study are the data of physical parameters, data, coral cover and fish abundance. Results from this study showed that the percentage of coral coverage at a depth of three meters amounted to 70.92% and at a depth of 10 meters amounted to 66.05%. Closing percentage is the highest Reef on the West side of site B with a depth of three meters is equal to 82.50% while the percentage of closures of the least Reef is on the East side of site A with a depth of 10 meters that is equal to 64.80%. Types of coral reef growth that dominated in the waters of the island is Acropora Branching Sambangan. Percentage value of 16.71. The average abundance of fish on each transect Chaetodontidae with a depth of 10 meters (10 individuals / transect) is smaller than the depth of three meters (11 individuals / transect). The relationship between the abundance of fish Chaetodontidae with Closure Percentage Sambangan Coral Island at a depth of 3 meters is strong (Significant) and Positive (DC), whereas at a depth of 10 meters is a weak (non-Significant) and Positive (DC).   Keywords : percentage of coral coverage, Abundance of fish Chaetodontidae
Pertumbuhan dan Kandungan Lutein Dunaliella salina pada Salinitas yang Berbeda Faith Dibri Kimberly; Endang Supriyantini; Sri Sedjati
Buletin Oseanografi Marina Vol 8, No 1 (2019): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (446.529 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v8i1.20839

Abstract

Dunaliella salina adalah salah satu mikroalga yang mengandung pigmen lutein. Lutein memiliki manfaat sebagai antioksidan untuk melawan radikal bebas pada mata. Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh berbagai macam faktor lingkungan, salah satunya adalah salinitas. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan salinitas terbaik guna mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi pigmen lutein pada D. salina. Metode yang digunakan adalah eksperimen laboratoris. Mikroalga D. salina dikultivasi dengan lima perlakuan salinitas yang berbeda yaitu 20, 25, 30, 35, dan 40 ppt. Pertumbuhan sel D. salina diamati selama 9 x 24 jam kemudian dipanen untuk perhitungan biomassanya. Biomassa basah hasil kultivasi diekstraksi menggunakan pelarut aseton. Ekstrak aseton D. salina kemudian dianalisis kandungan pigmen luteinnya secara spektrofotometrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan salinitas berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan sel dan kandungan pigmen lutein D. salina. Pertumbuhan sel D. salina optimum pada perlakuan salinitas 30 ppt,yaitu sebesar 125,86 x 104 sel/mL, sedangkan untuk kandungan pigmen lutein     D. salina diproduksi optimum pada salinitas 25 ppt, yaitu sebesar 0,0077 µg/g. Dunaliella salina is a microalga containing lutein pigment. Lutein has the role of being an antioxidant to fight free radicals in the eye. Microalgae growth is influenced by a variety of environmental factors,  such as salinity. The purpose of this research is to determine the best salinity to optimize the growth and production of lutein pigments in D. salina. The method used in this research was a laboratory experiment. Microalgae D.salina was cultivated with five different salinity treatments, which 20, 25, 30, 35, and 40 ppt. Growth of D. salina cells was observed for 9 x 24 hours and then harvested for the biomass determination. The wet biomass from the cultivation results was extracted using acetone solvent. D. salina acetone extract was then analyzed for its lutein pigment content spectrophotometrically. The results showed that salinity treatment had a significant effect on cell growth and pigment content of lutein D. salina. The optimum growth of D. salina cell is optimally achieved in 30 ppt salinity treatment at the amount of 125,86 x 104 cell/mL, while for the lutein pigment content of D. salina is optimally achieved in 25 ppt salinity at the amount of 0,0077 µg/g.
Filtrasi Kerang Hijau Perna viridis Terhadap Mikro Alga pada Jenis dan Konsentrasi Berbeda Ibnu Pratikto
Buletin Oseanografi Marina Vol 2, No 2 (2013): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.287 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v2i2.6937

Abstract

Kebutuhan pakan pada kerang hijau Perna viridis tidak hanya ditentukan oleh kwantitas namun juga oleh jenis alga tersebut.  Namun sampai sekarang belum diketahui secara jelas jenis dan jumlah alga yang tepat untuk kebutuhan kerang hijau.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan konsentrasi mikro alga terhadap kecepatan filtrasi kerang hijau yang berbeda ukuran.  Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktorial dengan taraf perlakuan ukuran kerang dan kepadatan mikro alga dengan jenis yang berbeda.  Rancangan faktorial 5x5 dengan 3 ulangan telah digunakan dalam penelitian ini, data yang diperoleh berupa kecepatan filtrasi dianalisa dengan balanced designs anova. Hasil penelitian menunjukan kecepatan filtrasi tertinggi terlihat pada interaksi antara kerang hijau berukuran 4cm dengan alga Skeletonema sp berkepadatan 50.000 sel/ml sedangkan kecapatan filtrasi terendah pada interaksi antara kerang hijau berukuran 2cm dengan kombinasi kepadatan antara alga Skeletonema sp 10.000 sel/ml dan Chlorella sp 40.000 sel/ml.  Hasil analisa balanced designs anova menunjukan pengaruh ukuran kerang hijau, jenis kombinasi alga dan interaksi keduanya menunjukan perbedaan yang sangat nyata (p<0,001).   Kata kunci : Perna viridis, kecepatan filtrasi, Skeletonema sp, Chlorella sp
Pengukuran Sistem Karbon Dioksida (Co2) Sebagai Data Dasar Penentuan Fluks Karbon Di Perairan Jepara Indra Budi Prasetyawan; Lilik Maslukah; Azis Rifai
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 1 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1330.86 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i1.15736

Abstract

Sistem CO2 dalam perairan adalah dalam bentuk gas (CO2), asam bikarbonat, ion bikarbonat dan ion karbonat. Jumlah total dari semua bentuk sistem CO2 disebut konsentrasi total CO2 [∑CO2] dan sering disebut karbon anorganik terlarut (Dissolved Inorganic Carbon/DIC). Keberadaan karbon anorganik ini berperan penting dalam reaksi kimiawi di dalam perairan. Pertukaran (fluks) karbon anorganik juga berperan penting dalam mengontrol pH di laut dan juga menentukan perairan sebagai source karbon (sumber) atau sink karbon (penyimpan). Perbedaan tekanan parsial karbon menentukan pertukaran antara atmosfir dan lautan. Untuk mengetahui variabilitas pertukaran CO2 antara laut dan atmosfer diperlukan pengukuran sistem CO2. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengkaji distribusi spasial karbon anorganik terlarut di Perairan Jepara dan hubungannya dengan faktor-faktor fisika-kimia perairan yang meliputi suhu, pH, alkalinitas, salinitas dan DO. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Pengukuran karbon anorganik terlarut, alkalinitas dan oksigen terlarut menggunakan metode titrasi. Hasil analisa data ditampilkan dalam bentuk peta sebaran dengan menggunakan program ArGIS. Berdasarkan hasil penelitian di Perairan Jepara diperoleh kesimpulan sebagai berikut bahwa semua stasiun kecuali stasiun 11 memiliki nilai temperatur berkisar antara 29 – 300C, hal ini dikarenakan pengukuran berada di perairan terbuka dan dekat dengan daratan sehingga energi matahari lebih efektif meningkatkan temperatur air laut. Nilai salinitas terendah berada di Stasiun 1 yang letaknya berada di mulut muara Sungai Serang dengan nilai 28.70/00, hal ini di karenakan adanya masukan air tawar yang memiliki salinitas yang rendah.Kandungan DO yang rendah berkisar 2.4 ppm – 2.56 ppm dikarenakan masuknya bahan-bahan organik ke perairan Jepara sehingga membutuhkan oksigen yang banyak untuk menguraikannya.Dari hasil analisis di laboratorium terhadap 12 sampel air laut Perairan Jepara, menunjukkan bahwa kandungan CO2 berkisar antara 4.6 ppm – 24.1 ppm. Stasiun 1 dan Stasiun 2 yang terletak di dekat muara Sungai Serang memiliki kandungan CO2 yang lebih besar dibandingkan Stasiun-Stasiun lainnya.  CO2 in the water system is in gaseous form (CO2), the bicarbonate acid, bicarbonate ions and carbonate ions. The total amount of all forms of the CO2 system called total concentration of CO2 [ΣCO2] and is often called the dissolved inorganic carbon (Dissolved Inorganic Carbon / DIC). The existence of inorganic carbon plays an important role in the chemical reactions in the water. Exchange (flux) inorganic carbon is also important in controlling pH in the ocean and also determines the waters as a source of carbon (sources) or a carbon sink (storage). Differences partial pressure of carbon determines the exchange between the atmosphere and oceans. To determine the variability of the exchange of CO2 between the ocean and atmospheric CO2 system measurement required. The main objective of this study is to examine the spatial distribution of dissolved inorganic carbon in the waters of Jepara and its association with factors physico-chemical marine waters of pH, alkalinity, salinity and chlorophyll. The method used in this research is quantitative. Measurement of dissolved inorganic carbon, alkalinity and dissolved oxygen using titration methods. Results of analysis of the data shown in the form of distribution maps using ARGIS program. Based on the result of research of Jepara Waters, inferred that all Stations except Station 11 has temperature value ranged 29 – 300C, it is caused that the measurements conducted in open ocean and close to land therefore sun energy more effective to increase sea water temperature. The lowest salinity at the Station 1 located at the mouth of Serang River is 28.70/00, it is caused by the existence of river discharge which has low salinity. The low DO ranged 2.4 ppm – 2.56 ppm caused by the input of organic materials into Jepara Waters. According to analysis result at the laboratorium to 12 water samples in the Jepara Waters, showing the value of CO2 ranged from 4.6 ppm – 24.1 ppm. Station 1 and Station 2 that are located at the river mouth contain higher CO2 than the other stations. 

Page 2 of 29 | Total Record : 284