cover
Contact Name
Eko Didik Widianto
Contact Email
rumah.jurnal@live.undip.ac.id
Phone
+62248312419
Journal Mail Official
hukumprogresif@live.undip.ac.id
Editorial Address
Doctor of Law, Diponegoro University Imam Bardjo, SH. No.1, Semarang, Central Java, Indonesia
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Hukum Progresif
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 18580254     EISSN : 26556081     DOI : -
Core Subject : Social,
Progressive Law journal is a container and pouring the idea of progressive legal thought. published 2 (two) times a year in April and October. Editors receive, edit and publish manuscripts that meet the requirements. Editors are not responsible for the content of published manuscripts.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 112 Documents
Pendekatan Holistik Terhadap Hukum Satjipto Rahardjo
Jurnal Hukum Progresif Vol 1, No 2 (2005): Volume: 1/Nomor2/Oktober/2005
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (53.302 KB) | DOI: 10.14710/hp.1.2.1

Abstract

Ilmu hukum positif telah gagal untuk menyajikan gambar hukum yang lebih benar. Hal ini terbukti dengan munculnya berbagai disiplin yang mengisyaratkan bahwa obyek studi hukum itu tidaklah sesempit seperti difahami oleh para ilmuwan hukum di abad ke-sembilanbelas. Kesalahan dalam memperoleh gambaran terhadap hukum yang lebih benar terletak pada pemahaman obyek studi yang dibatasi pada hukum perundang-undangan. Dalam studi hukum analitis yang mengawali ilmu hukum modern, orang hanya mendapat panduan dalam hal memahami dan mengoperasikan hukum positif, padahal sebagai ilmu yang otentik, maka ilmu hukum dituntut untuk bisa memberikan dan menampilkan gambar yang lebih utuh tentang hukum, melainkan juga di banyak tempat. Misalnya psikologi modern telah gagal untuk menyajikan gambar tentang manusia secara utuh, karena hanya menampilkan gambar tentang kepingan-kepingan jiwa manusia. Untuk memperoleh gambaran yang utuh tentang hukum, maka kesalahan tersebut perlu diperbaiki, yaitu dengan mengaitkan dunia positif-normatif kepada dunia kehidupan nyata. Metodologi analitis Cartesian, Baconian dan Newtonian tidak membawa kita kepada pemahaman yang benar tentang alam dan kehidupan. Metodologi baru yang menggantikan harus mengutuhkan, bukan memisah-misahkan. Pendekatan demikian disebut dengan pendekatan dan metodologi holistik. Paradigma holistik akan mengubah peta berhukum dan pembelajaran hukum yang selama ini memandu kita.
Transformasi Paradigma Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Global: Dari Legal Centralism ke Legal Pluralism Rachmad Safa'at
Jurnal Hukum Progresif Vol 3, No 2 (2007): Volume: 3/Nomor2/Oktober/2007
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (52.066 KB) | DOI: 10.14710/hp.3.2.126

Abstract

Sumber daya alam saat ini bukan hanya telah menjadi "sumberdaya yang diperebutkan" (contested resources), tetapi penguasaannya telah menjadi ajang dari "pertarungan paradigma" (contested paradigm), dimana berbagai jawaban telah disodorkan agar dipakai oleh pembuatan kebijakan maupun para pelaku di lapang.Dalam perebutan tersebut sudah dapat diduga siapa pemenangnya?
Beberapa Catatan tentang Konsep Hukum H.L.A. Hart dalam Buku the Concept of Law Achmad Gunaryo
Jurnal Hukum Progresif Vol 3, No 1 (2007): Volume: 3/Nomor1/April/2007
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (28.676 KB) | DOI: 10.14710/hp.3.1.69

Abstract

H.L.A. Hart adalah seorang pemikir hukum yang paling berpengaruh dalam pemikiran hukum positif. Dalam melihat hukum Hart mengakui bahwa itu tak mungkin bisa didefinisikan secara menyeluruh yang dapat diterima oleh semua. Dia berargumentasi bahwa hukum dapat dimengerti dari persatuan antara aturan-aturan primer dan aturan-aturan sekunder. Persatuan ini, menurut dia, akan menjadi aturan-aturan sosial. Ketika melihat hukum, Hart memposisikan diri sebagai social observer of law. Dia mencoba mengerti dan menerangkan hukum dari pandangan eksternal agar terbebas dari bias dan inward looking. Namun dalam kenyataannya, pandangan eksternal ini hanya digunakan sebagai pengantar terhadap persoalan intinya. Beangsur-angsur pandangan eksternal itu menjadi lenyap dan digantikan sama sekali oleh pandangan internal. Dia mengatakan bahwa hukum harus dilihat “essentially from internal point of view.” Dengan demikian dia tidak konsisten. Ketika dia mengatakan internal point of view, yang dimaksud pada dasarnya adalah officials. Sedangkan yang dimaksud officials adalah pejabat peradilan dalam hal ini adalah hakim. Di sinilah telah terjadi reduksi. Reduksi pertama mengenai sumber hukum. Hakim didudukkan sebagai “the only agent” pembentuk hukum. Meskipun harus berakar pada gabungan antara atruran-aturan primer dan ekunder, namun hakimlah yang memberikan kataakhir apakah aturan primer itu valid atau tidak.
URGENSI HARMONISASI HUKUM NASIONAL TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM GLOBAL AKIBAT GLOBALISASI Aditya Yuli Sulistyawan
Jurnal Hukum Progresif Vol 7, No 2 (2019): Volume: 7/Nomor2/Oktober/2019
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (90.516 KB) | DOI: 10.14710/hp.7.2.171-181

Abstract

Pengaruh globalisasi dalam tatanan hukum nasional Indonesia sangatlah besar. Hal ini harus disikapi dengan keinginan kuat dari segenap bangsa Indonesia dalam rangka pembangunan hukum  nasional yang lebih baik. Hal demikian semakin dapat dipahami mengingat globalisasi merupakan suatu gejala yang tidak dapat ditolak ataupun dihindari oleh negara mana pun yang tidak ingin terkucil dalam percaturan internasional. Misalnya sejak ratifikasi terhadap Agremeent Establishing The World Trade Organization (WTO), Indonesia harus mengharmonisasikan seluruh hukum nasional yang terkait dengan ketentuan-ketentuan dalam WTO. Selain itu, lahirnya berbagai Undang-Undang mengenai HAM di Indonesia adalah implikasi lahirnya instrumen-instrumen HAM internasional, utamanya Statuta Roma 1998.
Hukum Progresif dalam Proses Perubahan Sosial dan Krisis Legitimasi Joni Emirzon
Jurnal Hukum Progresif Vol 2, No 1 (2006): Volume: 2/Nomor1/April/2006
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4.136 KB) | DOI: 10.14710/hp.2.1.103

Abstract

Krisi legitimasi terhadap pemerintah tumbuh sebagai akibat dari ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi, politik, dan kesenjangan sosial. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengkomunikasikan dengan melakukan pelegitimasian sistem-sistem norma, penegakan hukum secara konsisten, tidak diskriminatif, memberantas korupsi, pengangkatan pegawai yang bersih, serta keterbukaan dalam manajemen pemerintahan. Semua itu dapat diakomodasi dengan penggunaan hukum progresif sebagai alat rekayasa sosial dalam meningkatkan harkat martabat bangsa Indonesia di era globalisasi, terutama dalam rangka menciptakan hukum tertulis yang memenuhi standar negara modern dan diakui dunia internasional.
Pengembangan Hukum Tata Kota Berkelanjutan (Studi Kasus Kota Surabaya) Rijadi Prasetijo
Jurnal Hukum Progresif Vol 1, No 1 (2005): Volume: 1/Nomor1/April/2005
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4.93 KB) | DOI: 10.14710/hp.1.1.87-106

Abstract

Keberadaan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang yang bertumpu pada Undang-undang No.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (UUPR) dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum yang menjamin kepastian hukum dan keadilan sosio-ekologis bagi upaya pemanfaatan ruang. Melalui pengembangan hukum tata ruang kota diharapkan akan terdapat kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang di Kota Surabaya yang akan membawa dampak positif berupa kejelasan tentang peruntukkan masing-masing ruang sesuai dengan realitas sosialnya.
Peranan Hukum Progresif dalam Transformasi Sistem Ekonomi Nasional yang Berkeadilan Sosial Rachmad Safa'at
Jurnal Hukum Progresif Vol 4, No 1 (2008): Volume: 4/Nomor1/April/2008
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (27.776 KB) | DOI: 10.14710/hp.4.1.60-77

Abstract

Perkembangan konfigurasi sistem politik dan ekonomi nasional telah meletakinstrumen hokum sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan rezim yang secara politik berkuasa agar dapat menguasai asset atau sumberdaya ekonomi nasional secara sentralistik dan kapitalistik. HUkum hanya dijadikan ligitimasi politk dan ekonomi untuk memenuhi kehendak rezim penguasa menentukan arah dan tujuan sistem ekonomi nasional. Supremasi hukum kehilangan maknanya dalam mengontrol dan mengawal perkembangan sistem ekonomi nasional yang dikehendaki oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XIV, Pasal 33 ayat (1). Untuk itu diperlukan instrument hukum progresif dan responsive yang mampu mentransformasi dan meuwujudkan sistem ekonomi nasional yang berbasis pada keadilan sosial sebagaimana dikehendaki oleh Konstitusi Negara RI.
Pemberdayaan Hukum Masyarakat Pelabuhan untuk Meningkatkan Ekonomi Nasional Efrida R. Gultom
Jurnal Hukum Progresif Vol 1, No 2 (2005): Volume: 1/Nomor2/Oktober/2005
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (75.936 KB) | DOI: 10.14710/hp.1.2.77

Abstract

Pelabuhan laut mempunyai fungsi pengubung antara dua moda angkutan (angkutan laut dan angkutan darat), titik singgung dengan wilayah atau negara lain, tempat untuk melakukan kegiatan ekonomi dan pemerintahan sekaligus serta tempat yang sangat vital bila dilihat dari segi pertahanan dan keamanan. Pelabuhan sebagai aktivitas ekonomi yang melayani pelayanan jasa untuk kepentingan dan kegiatan umum yaitu turun naiknya penumpang, barang, hewan dan ekspor-impor, diatur dalam Pasal 33 UUD 1945 dan ditegaskan dalam UU No.21 Tahun 1992 tentang Pelayanan dan PP No.69 tahun 2001 tentang Kepelabunan serta peraturan-peraturan lainnya. Melihat fungsi pelabuhan yang sangat penting yaitu kegiatan ekonomi untuk mendukung perekonomian negara, maka aspek hukum yang mengatur kegiatan di pelabuhan tersebut perlu untuk mendukung pelaksanaannya, karena kegiatan dalam suatu komunitas dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh fungsi hukum yang baik yaitu kaidah dan peraturan hukum itu sendiri; petugas atau penegak hukum; fasilitas pendukung kegiatan dan masyarakat yang terkait di dalamnya.
Paradigma Ilmu-ilmu Sosial dalam Ilmu Hukum Adji Samekto
Jurnal Hukum Progresif Vol 3, No 2 (2007): Volume: 3/Nomor2/Oktober/2007
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (46.945 KB) | DOI: 10.14710/hp.3.2.40

Abstract

Hukum selalu memuat norma. Di dalam norma terkandung  nilai, benar dan salah dan setiap perbuatan yang salah menurut norma itu harus diperbaiki. Ilmu hukum mempelajari norma hukum, sistem hukum sebagai bangunan yang melingkupi norma hukum, dan tentang penemuan hukum sebagai upaya menggali norma hukum. Berbasis pernyataan  ini maka ilmu hukum sejatinya bertujuan mempelajari norma dengan tujuan utama menciptakan keadilan. Keadilan yang memperjuangkan dan dipelajari dalam ilmu hukum tentu bukan semata-mata kedilan formal tetapi lebih dari itu, keadilan substansial. Persoalan keadilan adalah persoalan yang bersentuhan dengan kehidupan nyata. Oleh karenanya bisa disebut persoalan keadilan adalah persoalan yang faktanya ada di dalam masyarakat. Jadi untuk mengungkap ada atau tidak ada keadilan, maka harus dilakukan penelitian (di) masyarakat, atau secara akademik dikenal sebagai peneltian sosial (social research). Peneltian sosial bisa dilakukan dalam perspektif paradigma penelitian (sosial) tertentu yaitu : positivistik, kritikal atau konstruktivis. Masing-masing paradigma ini berkonsentrasi pada metode penelitiannya, cara melihat realita dan cara memposisikan peneliti terhadap objek penelitiannya. Hasil penelitian di masyarakat tersebut akan dapat membuktikan adanya keadilan atau ketidak adilan. Pelibatan penelitian sosial dalam kajian ilmu hukum membawa ilmu hukum pada ranah kajian socio-legal studies. Berdasarkan temuan tentang keadilan atau ketidak adilan itu maka peneliti dalam disiplin ilmu hukum harys melakukan perubahan norma yang sedang berlaku dnegan norma yang lebih menjamin keadilan. Nah, di dalam proses penggantian norma inilah, kembali kita harus melakukan proses-proses penemuan hukum, pengajian sistem hukum dan akhirnya membuat norma itu sendiri. Dengan demikian jelas, bahwa peneltian sosial dengan paradigmanya, bisa membantu peneltian ilmu hukum untuk mendiskripsikan fenomena keadilan dan atau ketidak adilan. Namun adalah salah apabila penelitian ilmu hukum hanya berhenti sampai di situ, karena hukum harus melakukan penilaian dan mengganti norma yang menyebabkan ketidak-adilan itu dngan norma baru yang lebih menjamin substansial.
REKONSTRUKSI PENCATATAN PERKAWINAN BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN KOMUNITAS ADAT Sukirno Sukirno
Jurnal Hukum Progresif Vol 7, No 2 (2019): Volume: 7/Nomor2/Oktober/2019
Publisher : Doctor of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (102.019 KB) | DOI: 10.14710/hp.7.2.129-141

Abstract

Artikel ini dilatar-belakangi oleh kesulitan penghayat kepercayaan komunitas adat untuk memperoleh kutipan Akta Perkawinan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengungkap peraturan perundang-undangan yang mempersulit komunitas penghayat kepercayaan untuk mencatatkan perkawinannya, dan mengusulkan konstruksi baru yang bisa mempermudah komunitas penghayat kepercayaan untuk mencatatkan perkawinannya. Dalam pembahasan terungkap bahwa peraturan perundangan-undangan yang mengatur pencatatan perkawinan penghayat kepercayaan tidak mengandung norma affirmative action bagi komunitas adat, tetapi justru mempersulit dengan syarat pembentukan organisasi modern. Rekonstruksi dari peraturan perundang-undangan yang mengatur pencatatan perkawinan komunitas adat adalah dengan menambahkan formulasi yang mengandung norma affirmative action, yakni mengakui adanya eksistensi hukum adat yang mengatur organisasi tradisional komunitas adat sehingga dikecualikan dari syarat membentuk organisasi modern untuk mendapatkan kutipan Akta Perkawinan.

Page 1 of 12 | Total Record : 112