cover
Contact Name
Teguh Pribadi
Contact Email
teguh@malahayati.ac.id
Phone
+6282282204653
Journal Mail Official
holistik@malahayati.ac.id
Editorial Address
Universitas Malahayati Bandar Lampung, Indonesia Jl Pramuka No. 27 Kemiling Bandar Lampung, Indonesia
Location
Kota bandar lampung,
Lampung
INDONESIA
Holistik Jurnal Kesehatan
Published by Universitas Malahayati
ISSN : 19783337     EISSN : 26207478     DOI : 10.33024/hjk
Core Subject : Health,
Berisi kumpulan karya ilmiah dari peneliti diberbagai perguruan tinggi di Indonesia, di bidang ilmu kesehatan khususnya bidang ilmu keperawatan yang berdasarkan kepada kebutuhan pasien secara total meliputi: kebutuhan fisik, emosi, sosial, ekonomi dan spiritual. Adapun penelitiannya mencakup 4 aspek pokok, yakni: promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Articles 624 Documents
Postur kerja dengan keluhan musculoskeletal disorders pada penjahit rumahan (industry rumah tangga) Istikhomah Ridhila; Sri Darnoto
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 8 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i8.12555

Abstract

Background: The Occupational Health and Safety (OHS) problems of informal workers do not have health insurance, they are not officially registered, and compensation for work accidents is not available. The activities and attitudes of workers towards tools and ways of working have great potential in causing health problems and diseases. These health problems can occur in a short or long time. Musculoskeletal complaints are one of the health problems caused by work factors.Purpose: To analyse the relationship between work posture and musculoskeletal complaints in home industry tailors.Method: The research design used is quantitative method, with cross sectional research type using observation. This study was conducted by measuring at the same time between the dependent variable and the independent variable to determine the work attitude that affects the occurrence of musculoskeletal complaints in tailor workers. This study took 16 villages in Nguter sub-district. The population in this study were all Home Industry tailor workers in Nguter District as many as 70 tailors. The sample used in this study were all home industry tailor workers in Nguter District, namely 70 people. The sampling technique is a way of taking a representative sample of the population.Results: Based on RULA analysis, it was found that there were 30 respondents who were at moderate risk level and 40 respondents at high risk in posture examination. This condition certainly requires special handling so as not to have a negative impact on tailors in the future. Based on the NBM analysis, it was found that there were 21 respondents who experienced musculoskeletal disorders MSDs complaints in the low category and 49 respondents who experienced MSDs complaints in the moderate category, so further treatment was not needed. Based on the results of the chi-square test, a p-value of 0.035 was obtained. This p-value is smaller than the significance level of 0.05, which means there is a significant relationship between work posture and MSDs complaints in Home Industry tailor workers in Nguter District.Conclusion: Based on the results of the chi-square test, it can be concluded that work posture has a significant influence on MSDs complaints in tailor workers in Nguter District.Keywords: Home Industry Tailors; Musculoskeletal Disorders; Working postures.Pendahuluan: Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pekerja informal tidak memiliki asuransi kesehatan, mereka tidak terdaftar secara resmi, serta tidak tersedianya santunan akibat kecelakaan kerja. Aktivitas dan sikap tubuh para pekerja terhadap alat dan cara kerja memiliki potensi besar dalam menimbulkan gangguan kesehatan hingga penyakit. Gangguan kesehatan tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat maupun lama. Keluhan musculoskeletal merupakan salah satu gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan.Tujuan: Untuk menganalisis hubungan postur kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada penjahit home industry.Metode: Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif, dengan jenis penelitian cross sectional menggunakan observasi. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur pada waktu yang bersamaan antara variable terikat dan variable bebas untuk mengetahui sikap kerja yang mempengaruhi terjadinya keluhan musculoskeletal pada pekerja penjahit. Penelitian ini mengambil 16 Kelurahan di Kecamatan Nguter. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja penjahit rumahan di Kecamatan Nguter sebanyak 70 orang penjahit. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh pekerja penjahit home industry di Kecamatan Nguter yaitu sebanyak 70 orang. Teknik pengambilan sampel merupakan cara mengambil sampel yang representative dari populasi.Hasil: Berdasarkan analisis RULA diperoleh hasil bahwa terdapat 30 responden yang berada pada level risiko sedang dan 40 responden pada risiko tinggi dalam pemeriksaan postur tubuh. Kondisi ini tentu memerlukan adanya penanganan khusus supaya tidak memberikan dampak negative bagi para penjahit di masa yang akan datang. Berdasarkan analisis NBM didapatkan hasil bahwa terdapat 21 responden yang mengalami keluhan MSDs dengan kategori rendah dan 49 responden yang mengalami keluhan MSDs dengan kategori sedang, sehingga belum diperlukan penanganan lebih lanjut. Berdasarkan hasil uji chi-square, diperoleh nilai p (p-value) sebesar 0,035. p-value ini lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara postur kerja dengan keluhan MSDs pada pekerja penjahit rumahan di Kecamatan Nguter.Simpulan: Postur kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keluhan MSDs pada pekerja penjahit di Kecamatan Nguter.
Efektifitas precede-proceed model dalam meningkatkan kualitas hidup pasien penyakit kronis Dewiyuliana Dewiyuliana; Junizar Junizar; Juliana Juliana; Cut Rahmiati
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 10 (2024)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i10.13199

Abstract

Background: Increasing cases of chronic diseases lead to higher death rates in the world. Chronic diseases are caused by unhealthy people's behaviour, environmental factors, increased use of technology, socio-cultural influences that can affect the quality of life of sufferers. Chronic illness can affect the health of individuals, families, communities and governments. The precede-proceed model is an approach that can be used to influence individuals in their activities by adjusting to their conditions, compliance with treatment and enthusiasm for treatment so as to improve the quality of life for people with chronic diseases. Purpose: To identify the effectiveness of the precede-proceed model in improving the quality of life of patients with chronic diseases.Method: This research is a pre-experimental research with a pre-test and post-test design approach. The population in this study were people with chronic diseases and the sample was 17 respondents who were selected by random sampling with the inclusion and exclusion criteria set by the researcher. The precede-proceed model was carried out in 7 stages which lasted for 7 weeks. The instrument used to assess the patient's quality of life is Whoqol-Brief. Hypothesis testing using the Paired T-sample statistic. Results: the most dominant sex in this study was women with a percentage of reaching (76.47%), the most age was elderly with a percentage of 52.94%, secondary education level with the highest percentage of 58.82% and the most type of DM disease dominant in this study with a percentage of 35.29%. The precede-proceed model can improve the quality of life of patients with chronic diseases (p=0.00).Conclusion: The precede-proceed model is an approach to increasing the knowledge of people with chronic diseases with health services through the support of patients, families and the community.  Keywords: Chronic Diseases; Precede-Proceed Model; Quality of Life. Pendahuluan: Peningkatan kasus penyakit kronis menyebabkan semakin tingginya angka kematian di dunia. Penyakit kronis disebabkan perilaku masyarakat, faktor lingkungan, peningkatan penggunaan teknologi, pengaruh sosial budaya yang dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Penyakit kronis dapat mempengaruhi kesehatan individu, keluarga serta masyarakat dan pemerintahan. Precede-proceed model merupakan suatu pendekatan dalam bentuk pendekatan, yang dapat mempengaruhi individu untuk beraktivitas dengan menyesuaikan dengan kondisinya, pemenuhan dalam pengobatan dan semangat dalam menjalani pengobatan sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup penderita penyakit kronis. Tujuan: Untuk melihat keefektifan precede-proceed model dalam meningkatkan kualitas hidup penderita dengan penyakit kronis. Metode: Penelitian quasi eksperimen dengan pendekatan pre-test dan post-test design. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita penyakit kronis, dengan sampel sebanyak 17 responden yang dipilih secara random sampling. Kriteria inklusi meliputi responden yang bersedia menjadi responden, pasien yang mengalami penyakit kronis lebih dari 6 bulan, kesadaran compos mentis, nilai kualitas hidupnya rendah, sedangkan yang menjadi kriteria eksklusi merupakan responden yang tidak bersedia menjadi responden, ada gangguan penglihatan dan pendengaran. Pelaksanaan precede-proceed model ini dilaksanakan dalam 7 tahapan yang berlangsung selama 7 minggu. Instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien berupa Whoqol-Brief. Pengujian hipotesis menggunakan statistik Paired sampel T-test.Hasil: Menunjukkan bahwa jenis kelamin yang paling dominan dalam penelitian ini adalah perempuan dengan persentase mencapai 76.47%, usia yang paling dominan dalam penelitian ini adalah lanjut usia dengan persentase mencapai 52.94%, tingkat pendidikan paling banyak menengah dengan persentase 58.82% dan jenis penyakit kronis yang paling banyak adalah penyakit diabetes mellitus dengan persentase 35.29%. Model precede-proceed dapat meningkatkan kualitas hidup penderita dengan penyakit kronis (p=0.00).Simpulan: Precede-proceed model merupakan suatu pendekatan dalam meningkatkan pengetahuan penderita penyakit kronis dengan pelayanan kesehatan melalui dukungan dari pasien, keluarga dan masyarakat Kata Kunci: Kualitas Hidup; Penyakit Kronis; Precede Proceed Model.
Efektivitas terapi musik dalam menurunkan nyeri pada pasien anak: A literature review Bhekti Yuniarti Rahayu
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 7 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i7.12873

Abstract

Background: Handling or caring for children who are hospitalized requires special attention, especially the psychological burden of sick children in feeling pain due to injury or illness. The pain experienced by pediatric patients needs to be treated appropriately to help reduce discomfort and divert the focus of the pain they suffer. Music is a unique form of communication that can convey emotions and feelings deeply. This can have emotional and physical benefits, such as improving mood, reducing stress, reducing pain and anxiety levels.Purpose: To present and analyze the results of research on music therapy as a non-pharmacological intervention for pain management in children.Method: The form of  a literatur review. database searches are carried out through Scopus, Science Direct, Pub med, and ProQuest and to obtain 10 suitable articles.Results: All literature shows that music therapy is very effective as an application in the treatment and care of pediatric patients in hospitals, especially in relation to pediatric patients who suffer from pain. Music therapy can help nurses provide better care to pediatric patients.Conclusion: Music therapy is a non-pharmacological intervention that is safe and acceptable for pediatric patients, reduces pain levels, improves mood, reduces stress, and helps reduce anxiety in hospitalized patients. However, music therapy is ineffective and has less effect on pediatric patients due to burns and pre-operative injuries in early childhood patients (0-3 years).Suggestion: Music therapy is a good choice for pain management in pediatric patients being treated in hospital, further research is needed to examine the effectiveness of music therapy in pediatric patients due to burns and pre-operative patients in early childhood (0-3 years).Keywords: Music Therapy; Pain; Pediatric Patients Pendahuluan: Penanganan atau perawatan anak-anak yang dirawat di rumah sakit diperlukan adanya perhatian secara khusus terutama beban psikologis anak yang sakit dalam merasakan nyeri akibat cedera atau penyakit. Rasa nyeri yang dialami pasien anak perlu ditangani dengan tepat untuk membantu mengurangi rasa ketidaknyamanan dan pengalihan fokus perasaan sakit yang dideritanya. Musik adalah bentuk komunikasi yang unik yang dapat menyampaikan emosi dan perasaan secara mendalam. Hal ini dapat bermanfaat secara emosional dan fisik, seperti meningkatkan mood, mengurangi stres, menurunkan tingkat nyeri serta kecemasan.Tujuan: Memaparkan dan menganalisis hasil-hasil penelitian tentang terapi musik sebagai intervensi non-farmakologis untuk manajemen nyeri pada anak.Metode: Literature review, penelusuran artikel akademik melalui Online Database. Pencarian melalui Online Database diantaranya Scopus, Science Direct, Pub med, dan ProQuest dari tahun 2018-2023 dan didapatkan 10 artikel yang sesuai.Hasil: Semua literatur menunjukkan bahwa terapi musik sangat efektif sebagai aplkasi dalam penanganan dan perawatan pasien anak di rumah sakit terutama terkait dalam pasien anak yang mengalami penderitaan akibat rasa nyeri. Terapi musik dapat membantu perawat dalam memberikan perawatan yang lebih baik pada pasien anak.Simpulan: Terapi musik adalah intervensi non-farmakologis yang aman dan dapat diterima oleh pasien anak, mengurangi tingkat nyeri, meningkatkan mood, mengurangi stres, dan membantu mengurangi rasa kecemasan pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Tetapi terapi musik tidak efektif dan kurang berpengaruh pada pasien anak karena luka bakar dan pra operasi pada pasien anak usia dini (0-3 tahun ).Saran: Terapi musik menjadi pilihan yang baik dalam manajemen nyeri pada pasien anak dalam perawatan di rumah sakit, selebihnya diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk mengkaji efektivitas terapi musik pada pasien anak akibat luka bakar dan pra operasi pasien anak usia dini (0-3 tahun ).
Persepsi pasien terhadap peran keluarga sebagai pengawas menelan obat (PMO) dengan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis paru Eva Dewi Rosmawati Purba; Muhammad Seto Sudirman
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 9 (2024)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i9.10252

Abstract

Background: Tuberculosis is a chronic disease characterized by the formation of tuberculosis granules in the lungs, caused by Mycobacterium tuberculosis. Supervision of medication intake is one of the keys to success in the Directly Observed Treatment Short Course (DOTS).Purpose: To determine whether or not the relationship between the supervisor of medication intake for pulmonary tuberculosis treatment and the level of patient compliance at the Gerunggang Public Health Center, Pangkalpinang City.Method: Descriptive observational research with a cross sectional research design. Data collection is primary data obtained from the results of questionnaire answers from respondents suffering from pulmonary tuberculosis by distributing questionnaires to respondents and secondary data in the form of data obtained from existing sources such as recording and reporting pulmonary tuberculosis.Results: Shows the relationship between the role of a good supervisor that 2 people have adherence to taking medication which is included in the obedient category. Meanwhile, 1 person had medication compliance in the non-compliant category, so it can be seen that patients with a good PMO role tend to have medication compliance in the adherent category. Of the patients with less than 10 PMO roles, it was found that they had medication adherence which was in the compliant category, while 8 patients had medication compliance which was in the non-compliant category. The Chi Square test results obtained a value of R2 = 0.719.Conclusion: There is no significant relationship between the role of drug swallowing supervisor and the level of patient compliance in taking pulmonary TB. Keywords: Medication Adherence; Monitoring Drug Ingestion; Pulmonary Tuberculosis (Pulmonary TB). Pendahuluan: Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang sifatnya kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pengawas Minum Obat (PMO) merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam strategi program Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS).Tujuan: Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan peran pengawas menelan obat tuberkulosis paru dan tingkat kepatuhan pasien di Puskesmas Gerunggang Kota Pangkalpinang.Metode: Penelitian observasional deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Pengumpulan data menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil jawaban kuesioner responden pasien tuberkulosis paru dengan cara membagikan kuesioner kepada responden dan data sekunder yang diperoleh dari sumber-sumber yang telah ada seperti pencatatan dan pelaporan tuberkulosis paru.Hasil:  Menunjukkan hubungan antara peran pengawas yang baik bahwa 2 orang mempunyai kepatuhan minum obat yang termasuk kategori patuh. Sedangkan 1 orang mempunyai kepatuhan minum obat dalam kategori tidak patuh sehingga dapat diketahui bahwa pasien dengan peran PMO yang baik cenderung mempunyai kepatuhan minum obat dalam kategori patuh. Pada pasien dengan peran PMO yang kurang 10 orang diketahui bahwa    mempunyai kepatuhan minum obat yang termasuk kategori patuh, sedangkan 8 pasien mempunyai kepatuhan minum obat yang termasuk kategori tidak patuh. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai R2hitung = 0.719.Simpulan: Tidak ada hubungan yang bermakna antara peran pengawas menelan obat dan tingkat kepatuhan pasien dalam meminum obat TB Paru. Kata Kunci: Kepatuhan Minum Obat; Pengawas Menelan Obat (PMO); Tuberkulosis Paru (TB Paru).
Intervensi pencegahan kekerasan seksual pada remaja: Literature review Tetti Solehati; Asep Solahudin; Risma Juniarti; Siti Fauziah; Rizki Romadona; Riska Audina; Sely Novianty; Riki Kurniawan; Cecep Eli Kosasih
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 6 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i6.12630

Abstract

Background: Sexual abuse in adolescents is a worrying problem, and has a serious physical, mental, and psychological impact on the victims.Purpose: To analyze effective interventions in preventing sexual violence in adolescents.Method: This literature review used the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews (PRISMA) guide with the keywords “Intervention” AND “sexual violence” AND “prevention” AND “youth” using the Science Direct, PubMed, Medline, ProQuest, and Sage Journal databases. The inclusion criteria included full text, in English, and the year of publication ranged from 2010 to 2020. 23,517 articles were collected according to keywords and 9 articles were selected that met the quality requirements.Results: Based on the literature review, there were 5 intervention groups including interventions using school-based sexual education curricula, media games and educational games, mixed interventions, support groups, and workshops which proved effective in preventing sexual violence in adolescents.Conclusion: Various interventions have been found to be effective so that they can be used as a youth sexual violence prevention program. In research, it is rare to find the involvement of nurses and families in carrying out interventions.Suggestion: The findings of this study can be input for further research related to the prevention of sexual violence in adolescents by involving the role of the family and the role of nurses. This study can be a reference for policymakers in determining preventive actions that can be taken to reduce sexual violence in adolescents.Keywords: Adolescents; Intervention; Literature Review; Prevention; Sexual AbusePendahuluan: Kekerasan seksual pada remaja menjadi permasalahan yang mengkhawatirkan, berdampak serius pada fisik, mental dan psikologis pada korbannya.Tujuan: Untuk menganalisa intervensi yang efektif dalam pencegahan kekerasan seksual pada remaja.Metode: Literature review ini menggunakan panduaan Preferred Reporting Items for Systematic Reviews (PRISMA) dengan kata kunci “Intervensi” AND “kekerasan seksual” AND “pencegahan” AND “remaja” dengan menggunakan database Science Direct, PubMed, Medline, ProQuest, dan Sage Journal. Kriteria inkluasi meliputi fulltext, berbahasa inggris, dan rentang tahun publikasi antara 2010 sampai 2020. Terkumpul 23.517 artikel sesuai dengan kata kunci dan terpilih 9 artikel yang memenuhi syarat kualitas.Hasil: Berdasarkan literature review terdapat 5 kelompok intervensi diantaranya, intervensi menggunakan kurikulum pendidikan seksual berbasis sekolah, pemanfaatan media permainan dan game edukasi, intervensi campuran, support group, dan lokakarya yang terbukti efektif dalam mencegah kekerasan seksual pada remaja.Simpulan: Berbagai intervensi yang ditemukan efektif sehingga dapat digunakan menjadi program pencegahan kekerasan seksual remaja. Pada penelitian jarang ditemukan keterlibatan perawat dan keluarga dalam melakukan intervensi.Saran: Temuan studi ini dapat menjadi masukan untuk penelitian selanjutnya terkait pencegahan kekerasa seksual pada remaja dengan melibatkan peran keluarga dan peran perawat. Studi ini dapat menjadi rujukan bagi pemegang kebijakan dalam menentukan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kekrasan seksual pada remaja.
Continuous intra-arterial blood gas monitoring for maintaining tissue perfusion during cardiopulmonary bypass (CPB) in cardiac surgery: A literature review Ibnu Sofa; La Ode Abdul Rahman
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 9 (2024)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i9.13025

Abstract

Background: Heart surgery is the act of repairing or replacing part of the heart anatomy to restore the heart's function as a circulation pump. There are two categories of surgery, open heart surgery and closed heart surgery. Closed heart surgery does not require a cardiopulmonary bypass (CPB) machine. Meanwhile, open heart surgery will require support using a CPB machine to maintain circulation.Purpose: To provide an overview and ideas from the results of a literature review regarding the importance of blood gas monitoring in heart surgical procedures that use a cardiopulmonary bypass (CPB) machine or device.Method: Literature review research to analyze literature that has been selected from various sources to come to a conclusion on a new idea. The topics used are continuous blood gass and cardiopulmonary bypass. Journal searches via online databases include Scopus (n=310), Proquest (n=267), Sage journals (n=87), and Spinger link (n=20) so that the collected articles were 684. Researchers used a study selection guide PRISMA flow diagram for assessing article quality.Results: Based on a review of 10 selected journals, it was found that blood gas examinations and assessments carried out continuously can provide better and more accurate values. This is very useful in maintaining or maintaining the quality of blood in the body's circulation during surgery. Blood gas monitoring that is generally assessed is PH, PaO2, PCO2, lactate, electrolyte values, arterial saturation and venous saturation. The obstacle experienced by the public is that continuous blood gas examination devices are expensive.Conclusion: The use of blood gas monitoring and continuous blood gas measurements is very beneficial in improving the blood quality of patients undergoing heart surgery. Real time monitoring will be able to detect abnormal results and require immediate intervention. Keywords: Cardiopulmonary Bypass; Cardiac Surgery; Continuous Blood Gass. Pendahuluan: Tindakan pembedahan jantung adalah tindakan memperbaiki atau mengganti sebagian anatomi jantung untuk mengembalikan fungsi jantung sebagai pompa sirkulasi. Pelaksanaan pembedahan terdapat dua kategori, bedah jantung terbuka dan bedah jantung tertutup. Pada pembedahan jantung tertutup tidak memerlukan mesin cardiopulmonary bypass (CPB). Sementara bedah jantung terbuka akan memerlukan support penggunaan mesin CPB untuk mempertahankan sirkulasi tetap terjaga.Tujuan: Untuk memberikan gambaran dan gagasan dari hasil literature review tentang pentingnya monitoring gas darah dalam prosedur pembedahan jantung yang menggunakan mesin atau alat cardiopulmonary bypass (CPB).Metode: Penelitian literature review untuk menganalisis literatur-literatur yang telah dipilih dari berbagai sumber hingga menjadi sebuah satu kesimpulan ide baru. Topik yang digunakan yaitu continuous blood gass dan cardiopulmonary bypass. Penelusuran jurnal melalui online database antara lain, Scopus (n=310), Proquest (n=267), Sage journals (n=87), dan Spinger link (n=20) sehingga artikel yang terkumpul sebanyak 684. Peneliti menggunakan panduan penyeleksian studi PRISMA flow diagram untuk melakukan penilaian kualitas artikel.Hasil: Berdasarkan review 10 jurnal pilihan, didapatkan bahwa pemeriksaan dan penilaian gas darah yang dilakukan secara continuous dapat memberikan nilai yang lebih baik dan akurat. Hal ini sangat bermanfaat dalam menjaga atau mempertahankan kualitas darah dalam sirkulasi tubuh selama pembedahan berlangsung. Monitoring gas darah yang umumnya dinilai adalah PH, PaO2, PCO2, laktat, nilai elektrolit, saturasi arteri, dan saturasi vena. Kendala yang dialami oleh masyarakat adalah device pemeriksaan gas darah secara continuous memiliki harga yang mahal.Simpulan: Penggunaan monitoring gas darah dan pengukuran gas darah secara continuous sangat memberikan manfaat terhadap peningkatan kualitas darah pasien yang menjalani pembedahan jantung. Monitoring yang real time akan mampu mendeteksi hasil yang abnormal dan memerlukan intervensi segera. Kata kunci: Bedah Jantung; Continuous Blood Gass; Cardiopulmonary Bypass.
Keterpaparan informasi dan tingkat pengetahuan tentang stunting pada remaja putri Nurhayati Nurhayati; Neneng Kurwiyah; Rohanah Rohanah; Shalza Dwi Paramita; Anggita Delia Putri Atifa
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 8 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i8.12937

Abstract

Background: Stunting is a growth and development disorder in children due to chronic malnutrition and recurrent infections, characterized by height below standard (faltering growth) with the criteria being that the TB/U z-score value is < -2 SD. The condition of failure to thrive experienced by stunted children affects their physical and cognitive development. Stunting has a short-term impact, namely that the child's brain development will be disrupted and not function optimally, physical growth will be disrupted and the child will be vulnerable to disease, as well as experiencing metabolic disorders. The long-term impact is a decline in cognitive abilities and suboptimal learning achievement, a high risk of experiencing degenerative diseases, and low economic productivity. Adolescence is a transition period from childhood to adulthood. Regarding the problem of stunting, young women need more attention because young women are prospective mothers who will give birth to the next generation.Purpose: To determine the relationship between exposure to information and knowledge of stunting among young women at MTSN North Jakarta.Method: Quantitative research using a cross sectional design. The research was carried out at the MTSN school in the North Jakarta area in June-August 2023 with a population of 1,304 female students. The sampling technique was purposive sampling, so the sample in this study amounted to 495 respondents. The sample inclusion criteria were female students aged 10-19 years, sitting in grades 7-9, and willing to be respondents, while the exclusion criteria were male students and female students who were sick. Data collection was carried out using primary data obtained based on the results of a questionnaire that had been tested for validity and reliability. The data analysis used is univariate which functions to describe the frequency distribution of each variable and bivariate data analysis using the chi-square test. The instrument in this research is a questionnaire sheet containing questions related to stunting. The independent variables in this research are knowledge and exposure to information among respondents, while the dependent variable is about stunting.Results: Of the 495 respondents who had not been exposed to stunting information, 9 (64.3%) respondents had poor knowledge, while 5 (35.7%) respondents had been exposed to information with poor knowledge. Furthermore, 117 (63.6%) respondents had not been exposed to information with sufficient knowledge, while 67 (36.4%) respondents had been exposed to sufficient knowledge. For respondents who had not been exposed to information but had good knowledge, there were 123 (41.4%) respondents, while 174 (58.6%) respondents who had been exposed to information about stunting had good knowledge. Based on the chi square test, it was found that the p-value was 0.000, the α value (>0.05), then Ho was rejected or Ha was accepted, so it could be concluded that there was a significant relationship between exposure to stunting information and knowledge.Conclusion: There is a significant relationship between exposure to information and teenagers' knowledge about stunting as evidenced by a p-value of 0.000, so it needs to be given special attention by various parties, especially the government because it affects the growth and development of the body and the impact it has during adulthood.Suggestion: Conduct research on the relationship between culture and adolescent knowledge because culture is a norm in society so it can influence attitudes in obtaining information.Keywords: Information; Knowledge; Stunting; Teenager.Pendahuluan: Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, ditandai dengan tinggi badan berada dibawah standar (faltering growth) dengan kriteria jika nilai z-score TB/U < -2 SD. Kondisi gagal tumbuh yang dialami anak stunting mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitifnya. Stunting memiliki dampak jangka pendek yaitu perkembangan otak anak akan mengalami gangguan dan tidak berfungsi secara maksimal, pertumbuhan fisik akan terganggu dan anak akan rentan terhadap penyakit, serta mengalami gangguan metabolisme tubuh. Dampak jangka panjangnya adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar yang tidak maksimal, tingginya resiko mengalami penyakit degeneratif, serta rendahnya produktivitas ekonomi. Remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Terkait dengan permasalahan stunting, remaja putri memerlukan perhatian yang lebih karena remaja putri merupakan calon ibu yang akan melahirkan generasi selanjutnyaTujuan: Untuk mengetahui hubungan keterpaparan Informasi dengan pengetahuan stunting pada remaja putri di MTSN Jakarta Utara. Metode: Penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional. Penelitian dilaksanakan di sekolah MTSN daerah Jakarta Utara pada bulan Juni-Agustus tahun 2023 dengan populasi sebanyak 1.304 siswi. Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling, sehingga sampel pada penelitian ini berjumlah 495 responden. Kriteria inklusi sampel yaitu siswi yang berusia 10-19 tahun, duduk di bangku kelas 7-9, dan bersedia menjadi responden, sedangkan kriteria eksklusi yakni, murid laki-laki dan siswi dalam kondisi sakit. Pengumpulan data dilakukan menggunakan data primer yang diperoleh berdasarkan hasil kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitas. Analisis data yang digunakan adalah univariat yang berfungsi untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi setiap variabel dan analisis data bivariat dengan uji chi-square. Instrumen dalam penelitian ini yaitu lembar kuesioner yang berisi pertanyaan berkaitan dengan stunting. Variabel independen dalam penelitian ini yakni pengetahuan dan keterpaparan informasi pada responden, sedangkan variabel dependen yakni tentang stuntingHasil: Dari 495 responden yang belum terpapar informasi stunting memiliki pengetahuan buruk sebanyak 9 (64.3%) responden, sedangkan sudah terpapar informasi dengan pengetahuan buruk sebanyak 5 (35.7%) responden. Selanjutnya belum terpapar informasi dengan pengetahuan cukup sebanyak 117 (63.6%), sedangkan sudah terpapar yaitu pengetahuan cukup sebanyak 67 (36.4%) responden. Bagi responden yang belum terpapar informasi namun pengetahuan baik sebanyak 123 (41.4%) responden, sedangkan responden yang sudah terpapar informasi mengenai stunting memiliki pengetahuan baik sebanyak 174 (58.6%) responden. Berdasarkan uji chi square didapatkan nilai p-value 0.000 nilai α (>0.05) maka Ho ditolak atau Ha diterima maka dapat disimpulkan adanya hubungan signifikan antara keterpaparan informasi stunting terhadap pengetahuan.Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara keterpaparan informasi terhadap pengetahuan remaja tentang stunting yang dibuktikan dengan nilai p-value 0.000, sehingga perlu menjadi perhatian khusus oleh berbagai pihak khususnya pemerintah karena berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampak yang ditimbulkan saat usia dewasaSaran: Melakukan penelitian mengenai hubungan budaya terhadap pengetahuan remaja karena budaya merupakan norma yang ada dimasyarakat sehingga dapat mempengaruhi sikap dalam memperoleh informasi.
Kepatuhan menggunakan alat pelindung diri (APD) di kalangan pekerja sektor informal di Indonesia: A literature review Azalia Diani Laksono; Yuliani Setyaningsih; Daru Lestyanto
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 10 (2024)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i10.13617

Abstract

Background: The majority of informal sector workers work in hazardous work fields and are not regulated by labor regulations. This condition places informal sector workers vulnerable to exposure to potential dangers. Personal protective equipment (PPE) is the final step that can be taken in controlling hazards that can be carried out in the informal sector.Purpose: To identify components that can influence workers' compliance behavior in using PPE in the informal sector.Method: This research uses a literature review study method with a search strategy for articles in research journals and searches via Google Scholar with a time period of 2022-2023 using the keywords Personal protective equipment (PPE), workers, and the informal sector. The search found 796 articles, then selected using PRISMA-ScR until 5 articles remained that matched the topic.Results: Informant compliance is still relatively low, this is proven by the results of observations and interviews which state that all informants have not fully used the required PPE when working. So there is a need to increase knowledge and attitudes regarding compliance with the use of PPE in the informal sector.Conclusion: Knowledge and attitudes are related to the behavior of using PPE in the informal sector. Workers with good knowledge and attitudes can prevent work-related accidents and work-related diseases from occurring.Suggestion: Collaboration with related parties, such as government agencies, workers' organizations and companies, to increase awareness and implementation of the use of PPE in the informal sector. Keywords: Informal Sector; Personal Protective Equipment (PPE); Worker. Pendahuluan: Pekerja sektor informal mayoritas bekerja pada bidang pekerjaan yang berbahaya dan tidak diatur dalam peraturan ketenagakerjaan. Kondisi ini menempatkan pekerja sektor informal rentan akan paparan bahaya yang dapat terjadi. Alat pelindung diri (APD) merupakan langkah terakhir yang dapat dilakukan dalam pengendalian bahaya yang dapat dilakukan di sektor informal.Tujuan: Untuk mengidentifikasi komponen yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan pekerja menggunakan APD dalam sektor informal.Metode: Penelitian ini menggunakan metode studi literature review dengan strategi pencarian artikel pada jurnal penelitian dan pencarian melalui Google Scholar dengan rentang waktu 2022-2023 menggunakan kata kunci Alat pelindung diri (APD), pekerja, dan sektor informal. Pencarian tersebut ditemukan 796 artikel, kemudian diseleksi menggunakan PRISMA-ScR hingga tersisa 5 artikel yang sesuai dengan topik.Hasil: Kepatuhan informan masih tergolong rendah, hal ini dibuktikan dengan hasil observasi dan wawancara yang menyatakan bahwa seluruh informan tidak lengkap menggunakan APD yang diwajibkan saat bekerja. Sehingga perlu meningkatkan pengetahuan dan sikap yang berhubungan dengan kepatuhan penggunaan APD pada sektor informal.Simpulan: Pengetahuan dan sikap berhubungan dengan perilaku penggunaan APD pada sektor informal. Pekerja dengan pengetahuan dan sikap yang baik dapat mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi.Saran: Adanya kerjasama dengan pihak terkait, seperti lembaga pemerintah, organisasi pekerja, dan perusahaan, untuk meningkatkan kesadaran dan penerapan penggunaan APD di sektor informal. Kata Kunci: Alat Pelindung Diri (APD); Pekerja; Sektor Informal.
Analisis survival: Pemenuhan kebutuhan penggunakan kontrasepsi pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Dewi Aprelia Meriyani; Ketut Putra Sedana; Putu Sukma Megaputri
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 7 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i7.12600

Abstract

Background: The use of contraception in women with HIV/AIDS is one of the 4 goals of preventing HIV transmission. The use of contraception is done to prevent unwanted pregnancy and prevent transmission. However, currently the number of unmet needs for contraceptive use among WUS with HIV is high and many WUS with HIV are not exposed to contraceptive use.Purpose: To examine the survival of WUS contraceptive use with HIV and to see differences in length of use depending on the type of contraception chosen.Method: The research method uses a retrospective study using secondary data to assess contraceptive visits starting from the first time you become an acceptor and the last visit to receive contraceptive services. The sample taken was 105 respondents (female) from various health centers spread across Buleleng Regency. The analysis used was survival analysis using Kaplan-Meier and Kruskall Wallis to see group differences in types of contraception.Results: The results showed that the mean and median survival was quite wide between the group using condoms, 3-month injections, MOW contraception and the group not using contraception. This is significant with a chi square value of 10.82 and a p value <0.05, namely 0.013. The type of group that uses condom contraception also has the highest mean and is significantly different from other contraceptive groups.Conclusion: In terms of survival, PLWHA women who use condom contraception have a lifespan of 37 months or the equivalent of 3 years to become unmet need.Keyword: Contraception; Female; People Living With HIV/AIDS (PLWHA); Unmet NeedPendahuluan: Penggunaan kontrasepsi pada wanita ODHA merupakan salah satu tujuan dari 4 prong pencegahan penularan HIV. Penggunaan kontrasepsi dilakukan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan melakukan pencegahan penularan. Namun saat ini angka unmet need penggunaan kontrasepsi WUS dengan HIV masih tinggi dan banyak WUS HIV tidak terpapar oleh penggunaan kontrasepsi.Tujuan:  Untuk melihat perbedaan lama terhadap survival dalam penggunaan kontrasepsi pada wanita ODHA.Metode: Penelitian menggunakan studi retrospektif menggunakan data sekunder untuk menilai kunjungan kontrasepsi dimulai dari awal menjadi akseptor dan terakhir berkunjung mendapatkan pelayanan kontrasepsi. Sampel yang diambil sebanyak 105 responden (wanita) dari berbagai puskesmas yang tersebar di Kabupaten Buleleng. Analisis yang digunakan adalah survival analisis dengan Kaplan-meier dan kruskall wallis untuk melihat perbedaan kelompok jenis kontrasepsi.Hasil: Hasilnya bahwa mean dan median survival cukup lebar dari kelompok pengguna kontrasepsi kondom, suntik 3 bulan, MOW dan kelompok yang tidak menggunakan kontrasepsi. Hal ini bermakna dengan nilai chi square 10,82 dan nilai p <0,05 yaitu sebesar 0,013. Jenis kelompok pengguna kontrasepsi kondom juga memiliki mean terbanyak serta signifikan berbeda dari kelompok kontrasepsi lainnya.Simpulan: Secara survival wanita ODHA yang menggunakan kontrasepsi kondom memiliki ketahanan selama 37 bulan atau setara 3 tahun untuk menjadi unmet need.
Transcutaneous bilirubinometry in preterm infants: A literature review Rita Wahyuni
Holistik Jurnal Kesehatan Vol 17, No 9 (2024)
Publisher : Program Studi Ilmu Keperawata Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/hjk.v17i9.13065

Abstract

Background: Hyperbilirubinemia is a problem that often occurs in premature babies. Measuring the correct bilirubin levels from the start will reduce the risk of complications of hyperbilirubinemia. Transcutaneous bilirubin (TcB) is a measurement that is still accurate today in screening for jaundice in premature babies.Purpose: To provide an overview of measuring TcB (Transcutaneous Bilirubin) in premature babies.Method: Literature review research by searching for academic articles through online databases, searching through online databases including Science Direct, Scopus, ProQuest, and Google Scholar from 2013-2023 and obtained 10 suitable articles.Results: In a review of selected journals, it was found that TcB measurements are still recommended in screening for hyperbilirubinemia or jaundice, especially in premature babies. TcB also has results close to TSB in cases of premature babies receiving phototherapy and after phototherapy. Taking TcB from the forehead or sternum area is still an alternative option when taking measurements. TcB reduces the percentage of invasive procedures for taking TSB (Total Serum Bilirubin) in babies. However, consuming TSB also pays attention to medical indications.Conclusion: The use of TcB as a screen for hyperbilirubinemia in premature babies is a non-invasive treatment option for treating premature babies. TcB results are still accurate compared to TSB results. However, you still have to be careful, especially in premature babies <33 weeks and after the baby has received phototherapy. Keywords: Neonatal Jaundice; Preterm Infants; Transcutaneous Bilirubin.Pendahuluan: Hyperbilirubinemia adalah masalah yang kerap terjadi pada bayi prematur. Pengukuran kadar bilirubin yang tepat sedari awal akan mengurangi resiko komplikasi hyperbilirubinemia. Transkutaneous bilirubin (TcB) adalah pengukuran yang masih akurat sampai sekarang dalam skrining jaundice pada bayi prematur.Tujuan: Untuk memberi suatu gambaran mengenai pengukuran TcB (Transkutaneous Bilirubin) pada bayi prematur. Metode: Penelitian literature review dengan penelusuran artikel akademik melalui online database antara lain Science Direct, Scopus, ProQuest, dan Google Scholar dari tahun 2013-2023 dan didapatkan 10 artikel yang sesuai.Hasil: Dalam telaah review jurnal yang dipilih, didapatkan pengukuran TcB masih direkomendasikan dalam skrining hyperbilirubinemia atau jaundice, terutama pada bayi prematur. TcB juga mempunyai hasil yang mendekati TSB pada kasus bayi prematur yang mendapat fototerapi dan sesudah fototerapi. Pengambilan TcB pada daerah dahi atau tulang dada masih menjadi alternatif pilihan saat pengukuran. TcB mengurangi persentase tindakan invasif pengambilan TSB (Total Serum Bilirubin) pada bayi. Akan tetapi pengambilan TSB juga dipertimbangkan sesuai indikasi medis. Simpulan: Penggunaan TcB sebagai skrining hyperbilirubinemia pada bayi prematur merupakan pilihan tindakan non invasif pada perawatan bayi prematur. Hasil TcB masih akurat dibandingkan dengan hasil TSB. Akan tetapi tetap harus hati-hati terutama pada bayi prematur usia kehamilan <33 minggu dan setelah bayi mendapat tindakan foto terapi. Kata Kunci: Neonatal Jaundice; Preterm Infants; Transcutaneous Bilirubin.