cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
KERTHA WICAKSANA
Published by Universitas Warmadewa
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue " Vol 12, No 1 (2018)" : 9 Documents clear
KARAKTERISTIK KEBIJAKAN PENDIDIKAN TINGGI HUKUM INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Hafids, Jawade
KERTHA WICAKSANA Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.12.1.420.22-37

Abstract

Abstrak Pendidikan adalah hak setiap warga Negara sebagaimana diamanatkan dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pendidikan tinggi yang merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan tekonologi. Lulusan pendidikan tinggi hukum diharuskan untuk dapat bersaing di dalam era globalisasi, tidak hanya dengan sesama lulusan sarjana hukum, akan tetapi juga dengan profesi lainnya. Lulusan pendidikan tinggi hukum harus mempunyai daya saing global dengan penguasaan bahasa asing yang mumpuni khususnya tentang ilmu hukum. Kata kunci : Ilmu Pengetahuan, Pendidikan Tinggi, Ilmu Hukum
PERLINDUNGAN KAWASAN HUTAN WISATA BERBASIS ADAT DI DESA SANGEH Sutrisni, Ni Komang; Wijaya, I Made Hendra
KERTHA WICAKSANA Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.12.1.416.64-68

Abstract

Abstrak Objek dalam pembahasan jurnal ini berlokasi di kawasan wiasata alam sangeh yang mana di dalamnya terdapat berbagai habitat fauna dan flora, fauna yang terbanyak adalah Kera abu-abu (Macaca fascicularis) kurang lebih 600 ekor dan flora pohon pala di kawasan hutan wisata alam sangeh. Perlindungan Kawasan wisata alam sangeh melibatkan desa adat dalam melindungi dan mengelola kawasan wisata alam sangeh, baik itu melindungi habitat monyet dan satwa lainnya maupun fauna yang ada di kawasan hutan wisata alam sangeh, perlindungan kawasan hutan wisata berbasis adat di desa sangeh dapat dilihat berupa bentuk kearifan lokal berbentuk bangunan suci (pura), maupun adanya Tri Hita Karana di dalam aturan adat, peran adat dalam melindungi kawasan hutan wisata sangeh dapat dilihat pada awig-awig desa adat Sangeh serta dibentuknya kelembagaan sadar wisata oleh desa adat sangeh untuk mengelola dan melindungi kawasan hutan wisata sangeh. Kata Kunci: Perlindungan, Kawasan Hutan dan Desa Adat Abstract Objects in the discussion of this journal are in the area of natural tourism sangeh which in it there are various habitats of fauna and flora, the fauna is gray monkey (Macaca fascicularis) approximately 600 head and flora of nutmeg trees in the forest area of sangeh natural forest. Protection Sangeh natural tourism area involves indigenous villages in protecting and managing natural sangeh tourism area, whether it is protecting the habitat of monkeys and other animals and fauna that exist in natural forest sangeh forest, protection of custom-based tourism forest area in sangeh village can be seen in the form of wisdom local in the form of a sacred building (temple), or Tri Hita Karana in customary law, customary role in protecting forest area of sangeh can be seen in awang-awig of Sangeh custom village and the establishment of conscious tourism institution by adat sangeh village to manage and protect forest area sangeh tour Keywords: Protection, Forest and Indigenous Villages
PENYELESAIAN SENGKETA UTANG PIUTANG MELALUI PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DI PENGADILAN NIAGA (Studi Kasus PKPU PT.Rendamas Realty dan Jane Christina Tjandra, Putusan No.4/Pdt-Sus/PKPU/2017/PN.Niaga Sby) Arjaya, I Made; Dewi, A.A Sagung Laksmi
KERTHA WICAKSANA Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.12.1.418.46-55

Abstract

Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Kewenangan Pengurus/Kuratordan Prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)/ Kepailitan PT. Rendamas Realty dan Jane Christina Tjandra di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya. Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil yang diperoleh adalah Kewenangan Pengurus dalamPenundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT. Rendamas Realty dan Jane Christina Tjandra di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya adalah mengumumkan Putusan, menyelenggarakan Rapat-rapat,menerima dan menyiapkan Daftar Tagihan Kreditor,menyiapkan Rencana Perdamaian,menyiapkan Daftar Voting dan membuat Laporan.Prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diawali dengan adanya Permohonan yang diajukan oleh Debitor atau oleh Kreditor. Permohonan tersebut harus dikabulkan oleh Pengadilan dengan menerbitkan Putusan yang berisi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) paling lama 45 hari dan dapat diperpanjang dengan menerbitkan Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap (PKPUT) paling lama 270 hari. Putusan PKPU harus menunjuk Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih Pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor. Kata kunci: Kepailitan, Kurator, Debitor, Kreditor Abstract The purpose of the research is to know the authority of administrator and the prosedures of rescheduling debt payment/ bankruptcyPT. Rendamas Realty dan Jane Christina Tjandra at Surabaya Comercial Court. The type of research is normative law research with statute approach and case approach. The result is The Administrator/Receiver have authority to announced court statement, organizing meetings, receive registration, prepare the creditor bill list, preparing settelmen plan, prepare a voting list and make a report. The procedures of rescheduling debt payment begins with an application filed by a debtor or creditor. The application must be granted by the court by issuing a statement for 45 days and can be extended up to 270 days. Keywords: Bankrupcy, Receiver, Debtor, Creditor
EKSISTENSI DESA PAKRAMAN DALAM PENGELOLAAN KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI (Kajian Terhadap Peraturan Daerah Provinsi Bali No 2 Tahun 2012, tentang Kepariwisataan Budaya Bali) Parwata, A.A Gede Oka; Wijaya, I Ketut Kasta Arya
KERTHA WICAKSANA Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.12.1.415.69-75

Abstract

ABSTRAK Kegiatan pembangunan kepariwisataan dalam kehidupan Negara modern tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya sebuah kebijakan yang baik pula. Kepariwisataan dalam program suatu negara dihandalkan dan diarahkan untuk memberi manfaat bagi kesejahteraan bersama elemen berbangsa. Nilai dasar atas upaya mewujudkan kemakmuran ditetapkan melalui Undang-Undang No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan untuk menciptakan iklim yang kondusif dan memberikan kepastian hukum. Dalam penyelenggaraan kepariwisataan utamanya di Bali menjadi penting pada pengembangan pariwisata budaya sebagai penyangga agar terhindar dari komersialisasi dan komodifikasi yang hanya menempatkan Bali sebagai obyek eksploitasi. Desa pakraman berkait dengan kepariwisataan ini memerlukan porsi yang pasti berdasarkan hukum sehingga hak dan kewajiban serta kewenangannya guna mendapat jaminan atas kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan seluruh kompenen terkait dalam pengelolaan kepariwisataan. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu yang mengkaji semua permasalahan melalui tinjauan hukum, acuannya dilakukan baik secara normatif maupun berdasarkan doktrin ilmu hukum. Pembahasan atas kewenangan desa pakraman tidak bisa lepas dari ketentuan Pasal 18B (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai pengakuan hak konstitusionalnya. Pengaturan pengelolaan kepariwisataan budaya Bali belum secara implisit mengatur bagaimana hak, kewajiban serta kewenangan yang dimiliki desa pakraman. Sepantasnya dalam Pengelolaan Kepariwisataan budaya memberikan tempat yang rasional kepada desa pakraman sebagai subyek pemilik kebudayaan. Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Kepariwisataan Budaya tidak secara tegas memberikan kedudukan hukum (hak, kewajiban dan wewenang) desa pakraman dalam pengelolaan Kepariwisataan Budaya Bali. Posisi kedudukannya selaku subyek internal, seharusnya diwujudkan dalam bentuk fungsi penguatan, pemberdayaan. Jika dibentuk dalam relasi koordinasi dengan unsur pemerintah daerah pun koordinasi dalam dengan sifat mendukung dan menguatkan kedudukan hukum desa pakraman. Kata Kunci : Kedudukan Hukum, Desa Pakraman, Kepariwisataan Budaya ABSTRACT Tourism development activities in a modern country cannot work well without a good policy. Tourism as one of development programs of a country is a reliable way to bring prosperity to all of the people. The basic value of efforts to achieve prosperity is stated in Act no.10 Year 2009, which is about tourism for creating a conducive environment and to provide legal certainty. Cultural tourism development activities, particularly in Bali, play an important role as a buffer to avoid Bali from being commercialised and commodified, in other words, being an exploited object. The customary village (desa pakraman) must be given a clear portion in the law regarding tourism industry so that its rights, obligations and authorities to give legal certainty, justice and benefits are clear. This is a normative juridical study, which is a study that analyses all problems through legal perspective whose reference is obtained normatively or based on the doctrines in law discipline. Discussing the authority of Desa Pakraman cannot disregard Article 18B (2) Constituion 1945, which is a recognition of the rights of customary village. The regulations about cultural tourism of Bali have not yet implicitly defined the rights, obligations and authorities of desa pakraman. Cultural tourism management should provide desa pakraman with a rational portion as the subject and owner of Bali culture. Bali provincial regulation on cultural tourism does not explicitly give the legal status (rights, obligations and responsibilities) of desa pakraman in the management of Bali cultural tourism. As the internal subject, the legal status of desa pakraman should be manifested in the form of both reinforcement and empowerment functions. If the legal status of desa pakraman is in the form of a coordinative relation local government, such coordination should be supporting and strengthening the legal status of desa pakraman. Keywords: Legal Status, Customary Village (Pakraman), Cultural Tourism
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORPORASI DI INDONESIA Martha, I Dewa Agung Gede Mahardika; Suartha, I Dewa Made
KERTHA WICAKSANA Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.12.1.422.1-10

Abstract

ABSTRAK Diterimanya korporasi sebagai subyek tindak pidana, sehingga menimbulkan permasalahan kebijakan hukum pidana dalam pertanggungjawaban tindak pidana korporasi. Dalam penelitian ini terdapat dua permasalahan pokok, yaitu (1) Bagaimanakah kebijakan hukum pidana pada saat ini dalam pertanggungjawaban tindak pidana korporasi? (2) Bagaimanakah kebijakan hukum pidana terhadap pertanggungjawaban tindak pidana korporasi dalam perspektif ius constituendum ? Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, perbandingan dan analisis konsep hukum. Hasil penelitian adalah : (1) KUHP tidak mengatur korporasi sebagai subyek tindak pidana yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana dan beberapa perundang-undangan di luar KUHP telah mengatur korporasi sebagai subyek tindak pidana yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, namun masih bersifat parsial dan tidak konsisten, (2) Rancangan KUHP 2014-2015 telah mengatur secara lengkap dan tegas korporasi sebagai subyek tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana dan menerima pertanggungjawaban pidana mutlak serta pertanggungjawaban pidana pengganti, meskipun dengan pengecualian untuk memecahkan persoalan kesulitan dalam membuktikan adanya unsur kesalahan yang dilakukan oleh korporasi. Kata kunci : Kebijakan korporasi, Tindak pidana, dan Pertanggungjawaban. ABSTRACT The acceptance of corporation as the subject of criminal act brings problem to criminal law policy in corporation criminal act responsibility. There are 2 principle problems in this study : (1) How is the current criminal law policy in corporation criminal act responsibility? (2) How is criminal law policy upon the corporation criminal act responsibility in ius constituendum perspective? The research used normative law method with legislation, comparative and law concept analysis approaches. The result of the research : (1) Criminal code has not regulates corporation as the subject of criminal act that is accountable for criminal law, nevertheless it is partial but inconsistent, (2) Criminal Code Bill 1999-2000 has clearly and completely regulated corporation as subject of criminal act and is accountable for criminal law and accept unconditional criminal responsibility as well as substitute criminal responsibility, although with the exception to solve difficult problem in order to prove mistakes made by corporation. Keywords: Policy on corporation, Criminal act, and Responsibility.
FUNGSI NASKAH AKADEMIK (NA) DALAM PEMBENTUKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH Senastri, Ni Made Jaya; Suryani, Luh Putu
KERTHA WICAKSANA Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.12.1.419.38-45

Abstract

Hukum ada pada setiap masyarakat dimanapun mereka berada, oleh karena itu keberadaan atau eksistensi hukum sifatnya universal. Hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat tetapi justru mempunyai hubungan yang timbal balik. Norma hukum dibuat menurut beberapa cara yaitu norma umum melalui kebiasaan atau undan-undang, norma khusus melalui tindakan-tindakan pengadilan dan administrasi atau transaksi hukum.
KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP TINDAK PIDANA PERIKANAN DI KECAMATAN NUSA PENIDA STUDY OF CRIMINOLOGY TOWARDS FISHERY CRIMINAL ACT IN NUSA PENIDA SUB-DISTRICT Hartono, Made Sugi; Hariyanto, Diah Ratna Sari
KERTHA WICAKSANA Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.12.1.421.11-21

Abstract

ABSTRAK Nusa Penida sebagai daerah pengembangan wisata bahari mempunyai ancaman tersendiri terkait dengan tindak pidana perikanan yang sering terjadi beberapa waktu terahir. Persoalan mendasar yang perlu dipecahkan guna mendukung konsep pariwisata berkelanjutan yaitu faktor apa yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perikanan dan bagaimana upaya penanggulangannya. Hal ini ditujukan untuk menemukan substansi persoalan baik menyangkut masalah hukum dan non hukum serta strategi yang tepat dan efektif dalam upaya penanggulangannya. Penelitian ini merupakan penelitian normatif-empiris dengan basis data primer sepanjang data yang diperoleh secara langsung di lapangan melalui wawancara serta basis data sekunder sepanjang data yang diperoleh memalui studi pustaka yang diidentifikasi dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach), konseptual(conceptual approach) dan kasus (case approach) data yang diperoleh dipilah, diseleksi,disistematisasi yang kemudian dianalisis secara kualitatif berdasarkan padakonsistensi logika. Hasil analisis disajikan secara deskriptif sehingga terciptakajian yang komperhensip serta holistik. Tindak pidana perikanan yang terjadi di Nusa Penida dalam beberapatahun terakhir disebabkan oleh beberapa faktor. Sacara umum dapatdiklasifikasikan menjadi faktor intern yang ditujukan kepada diri pelaku itusendiri, faktor ekstern mewakili hal-hal di luar diri pelaku, faktor hukum yaituberkaitan dengan penegakan hukum yang mengedepakan pendekatan persuasifsehingga tidak menimbulkan efek jera dan terakhir adalah faktor non hukumberkaitan dengan keterbatasan anggaran untuk operasional pengawasan. Terhadap persoalan yang ada, upaya penanggulangan yang dilakukan yaitu berupapendekatan represif dengan memaksimalkan penegakan hukum pidana sertapendekatan preventif yangmengutamakan pada pencegahan denganmengoptimalkan peran serta masyarakat dalam sistem pengawasan. Kata Kunci: 1. Kriminologi, 2. Tindak Pidana, 3. Perikanan ABSTRACT Nusa Penida as a marine tourism development area has its own threats related to fishery criminal act which often happens lately. The fundamental issues that need to be solved to support the concept of sustainable tourism which are, what factor that cause the occurrence of fishery criminal act and how to overcome it. It is intended to find the substance of the problem both concerning legal and non-legal issues and appropriate and effective strategy in order to overcome it. This is normative-empirical legal research with the primary database as long as the data obtained directly in the field through interviews and secondary databases throughout the data obtained through literature studies identified from primary, secondary and tertiary legal materials. With statutory approach, conceptual approach and case approach the data obtained are sorted, selected, then systematized and then analyzed qualitatively based on logical consistency. The results of the analysis are presented descriptively so as to create a comprehensive and holistic. The fishery criminal act that happened in Nusa Penida in several years caused by several factors. Generally, it can be classified become an internal factor which is directed to the perpetrator itself, the external factor is representing things beyond the perpetrator, the legal factor is related to the legal enforcer which put forward a persuasive approach so it does not cause a deterrent effect and the last is a non legal factor related to budgetary constraints for the supervision operational. To the existing problems, the conducted countermeasures are, repressive approach by maximizing criminal law enforcement and preventive approach that prioritized prevention with optimizing society participation in the monitoring system. Keywords: Criminology, Criminal Act, Fishery
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEWAJIBAN PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI PADA GERBANG DAN PAGAR DI BANJAR SAMPALAN NUSA PENIDA Wirawan, Ketut Adi; Widiati, Ida Ayu Putu; Budayasa, I Made; Dewi, A.A Agung Laksmi
KERTHA WICAKSANA Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.12.1.417.56-63

Abstract

ABSTRAK Masayarakat Bali memiliki berbagai budaya lokal yang menjadi aset pariwisata Pulau Bali. Salah satu budaya lokal nampak pada budaya arsitektur pada bangunan tradisional Bali. Sebagai upaya mempertahankan budaya arsitektur tradisional Bali maka Pemerintah Provinsi Bali membentuk Perda No. 5 tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung. Ketentuan Pasal 15 perda tersebut mewajibkan setiap bangunan non-tradisional harus menerapkan prinsip-prinsip arsitektur tradisional Bali pada gerbang dan pagar. Ketentuan ini sangat penting diterapkan di wilayah kawasan strategis pariwisata Bali seperti Nusa Penida. Salah satu akses laut menuju Nusa Penida adalah melalui pelabuhan Sampalan di Banjar Sampalan. Efektifnya keberlakuan Pasal 15 Perda Bali No. 5 tahun 2005 di Banjar Sampelan akan mendukung program pengembangan kawasan strategis pariwisata di Nusa Penida. Beranjak dari hal tersebut maka akan dilakukan penelitian perihal penegakan hukum Pasal 15 Perda Bali No. 5 tahun 2005 di Banjar Sampalan Desa Batununggul Nusa Penida. Kata kunci: Penegakan hukum, Arsitektur tradisional Bali, Gerbang dan Pagar ABSTRACT Balinese society has various local cultures that become tourism assets of Bali Island. One of the local culture is seen in the architectural culture of traditional Balinese buildings. In an effort to preserve the traditional Balinese architecture culture, the Bali Provincial Government established the Local Regulation no. 5 of 2005 on Building Architecture Requirements. The provisions of Article 15 of the regulation require that any non-traditional buildings should apply the principles of traditional Balinese architecture to gates and fences. This provision is very important applied in the strategic areas of Bali tourism such as Nusa Penida. One of the sea access to Nusa Penida is through Sampalan port in Banjar Sampalan. The effectiveness of the implementation of Article 15 of the Bali Regulation no. 5 year 2005 in Banjar Sampelan will support the development of strategic tourism program in Nusa Penida. Moving from that matter will be conducted research concerning law enforcement Article 15 of Bali Regulation no. 5 year 2005 in Banjar Sampalan Village Batununggul Nusa Penida. Keyword: Law enforcement, Traditional Balinese architecture, Gates and Fences
REVISI UNDANG-UNDANG NO 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH SEBAGAI WUJUD IMPLEMENTASI PERIMBANGAN KEUANGAN YANG ADIL DAN SELARAS Korry, I Nyoman Sugawa
KERTHA WICAKSANA Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.12.1.414.76-79

Abstract

Abstrak Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, diwujudkan dalam rangka mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan pemerintah pusat, desentralisasi, dan tugas pembantuan yang diatur melalui perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Saat ini implementasi/tujuan Negara terhadap Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dirasakan belum sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan keselarasan berdasarkan Undang-Undang. Dalam rangka revisi atas undang-undang tersebut diusulkan memasukan sektor pariwisata sebagai potensi sumber dayaq lainnya, untuk selanjutnya dimasukkan dalam pasal-pasal yang akan direvisi. Kata kunci : Otonomi Daerah, Sektor Pariwisata, Perimbangan Keuangan Daerah

Page 1 of 1 | Total Record : 9