cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
KERTHA WICAKSANA
Published by Universitas Warmadewa
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 13 No. 2 (2019)" : 10 Documents clear
Peranan Perusahaan Modal Asing Dalam Pengembangan Sumber Daya Pekerja Lokal di Kabupaten Badung I Gusti Ayu Intan Surya Dewi; I Nyoman Putu Budiartha; Desak Gde Dwi Arini
KERTHA WICAKSANA Vol. 13 No. 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.2.2019.97-101

Abstract

Abstrak Penanaman modal asing secara langsung (Foreign Direct Investment) dengan mendirikan sebuah perusahaan modal asing di Indonesia dapat mempercepat laju pembangunan nasional, tidak hanya pembangunan secara ekonomi namun juga pembangunan sumber daya manusia. Perusahaan modal asing diharapkan dapat menyerap tenaga kerja warga negara Indonesia dan melakukan alih teknologi melalui pelatihan kerja kepada pekerja lokal di perusahaan tersebut. Kewajiban perusahaan penanam modal dalam melakukan alih teknologi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Namun dalam pelaksanaannya belum dapat berjalan dengan baik karena terkendala oleh berbagai hal. Permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan kewajiban perusahaan modal asing dalam pengembangan sumber daya pekerja lokal melalui pelatihan kerja dan alih teknologi di Kabupaten Badung serta kendala yang dihadapi. Penelitian ini menggunakan metode empiris dengan pendekatan sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, perusahaan modal asing di Kabupaten Badung telah melakukan pelatihan namun ada beberapa kendala yang dihadapi, salah satunya adalah sumber daya manusia yang lemah. Upaya yang dapat dilakukan adalah diperlukannya peran lembaga pemerintah untuk turut serta melakukan pelatihan yakni melalui Balai Latihan Kerja (BLK) untuk bekerjasama dengan perusahaan modal asing dalam upaya pelatihan dan pengembangannya. Abstract The Foreign Direct Investment by establishing the foreign capital companies in Indonesia could accelerate the progress of the national development, not only in economic sector but important to develop the human resources in Indonesia. The foreign capital companies could employ the Indonesian workers and do transfer of technology through the work training to the local workers in the company. The obligation of the foreign capital companies in transfer technology has been regulated in Act Number 25 Year 2007 about Capital Investment. However the implementation cannot be done as well because of many factors. The issues in this paper about the obligation of the foreign capital companies in developing the local workers resources through the work training and transfer of technology at Badung Regency and the obstacles they have been faced. This research using the empirical method with the sociological approach. Based on the field research, the foreign capital companies at Badung Regency have done the training however they have the problems; one of the problems is the weakness of the human resources. The effort that they have to do is the role of the governance by held the training through the Job Training Center (JTC) and work together with the foreign capital companies in order to do the training and the development.
Prinsip-Prinsip Kepariwisataan dan Hak Prioritas Masyarakat dalam Pengelolaan Pariwisata berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Dewa Gde Rudy; I Dewa Ayu Dwi Mayasari
KERTHA WICAKSANA Vol. 13 No. 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.2.2019.73-84

Abstract

Abstrak Pariwisata merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi suatu Negara, karena mendorong perkembangan beberapa sektor perekonomian nasional. Mengingat begitu pentingnya pariwisata bagi perekonomian suatu Negara, maka pariwisata itu harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar betul-betul dapat mendatangkan kesejahteraan bagi rnasyarakat. Jadi pengelolaan tersebut dapat diartikan sebagai suatu proses perencanaan, kebijaksanaan penyelenggaraan, serta pemanfaatan umber daya alam yang terkandung didalamnya secara berkelanjutan. Terkait dengan pengelolaan pariwisata, terkait dengan sejumlah prinsip-prinsip pengelolaan yang pada dasarnya menekankan pada nilai-nilai kelestarian lingkungan alarn komunitas, dan nilai-nilai sosial yang memungkinkan wisatawan menikmati kegiatan wisatanya secara bermanfaat bagi kesejahteraan komunitas lokal. Pengelolaan kepariwisataan melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah daerah, pihak swasta (pelaku usaha pariwisata) dan masyarakat yang diharapkan ikut berpartisipasi. Dalam penelitian ini dibahas dua permasalahan. Pertama, Bagaimana prinsip~prinsip penyelenggaraan kepariwisataan menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan dan Bagaimana hak prioritas masyarakat dalam pengelolaan menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Penelitian jenis ini merupakan penelitian hukum normatif karena mempfokuskan analisa terhadap norma hukum yang muncul. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisa konsep hukum. Mengenai prinsip-prinsip penyelenggaraan kepariwisataan diatur berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Mengenai hak-hak prioritas masyarakat dalam pengelolaan yaitu setiap masyarakat mempunyai hak prioritas menjadi pekerja/buruh, konsinyasi, dan pengelolaan dalam bidang usaha pariwisata. Dalam konteks pengelola ini, setiap masyarakat diberikan hak untuk mengusahakan sumber daya yang dimilikinya dalam bidang usaha pariwisata. Konstruksi ini menjadikan masyarakat sekitar tidak lagi menjadi komunitas marginal, tetapi memiliki daya tawar (bargaining position) yang lebih dalam menentukan sendiri dan menikmati keuntungan pariwisata yang terdapat di wilayahnya. Abstract Tourism is an important factor in the economic development of a country, because it encourages the development of several sectors of the national economy. Given the importance of tourism for the economy of a country, tourism must be managed as well as possible so that it can truly bring prosperity to the community. So management can be interpreted as a planning process, implementation policy, as well as sustainable use of natural resources contained in it. Related to tourism management, it is related to a number of management principles which basically emphasize the values of environmental conservation, community values and social values that enable tourists to enjoy their tourism activities in a way that is beneficial to the welfare of the local community. Tourism management involves various parties, such as the regional government, the private sector (tourism business actors) and the people who are expected to participate. In this research has two issues were discussed. first, how the principles of tourism management according to Law Number 10 of 2009 concerning Tourism and How are community priority rights in management according to Law Number 10 of 2009 concerning Tourism This type of research is normative legal research because it focuses on analysis against legal norms that arise. The approach used is the legal approach and legal concept analysis approach. Regarding the principles of the implementation of tourism are regulated based on the provisions of Article 5 of Law Number 10 of 2009 concerning Tourism. Regarding community priority rights in management, each community has priority rights to be workers / laborers, consignment, and management in the field of tourism business. In the context of this manager, every community is given the right to seek the resources it has in the field of tourism business. This construction makes the surrounding community no longer a marginal community, but has a bargaining position that is more in its own right and enjoys the tourism benefits found in its territory.
Tanggung Jawab Korporasi dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup Ni Nyoman Arif Tri Noviyanti; Ni Made Sukaryati Karma; I Nyoman Sutama
KERTHA WICAKSANA Vol. 13 No. 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.2.2019.109-113

Abstract

Indonesia sebagai negara yang berkembang, masih banyak membutuhkan suatu pembangunan di segala sektor khususnya dalam bidang ekonomi. Korporasi yaitu sekelompok orang badan hukum maupun bukan badan hukum yang memiliki persamaan hak dan kewajiban. Peran korporasi sangat penting dalam kehidupan masyarakat seperti pada kegiatan pertambangan, pemanfaatan sumber daya alam dan lain sebagainya. Namun, kegiatan yang dilakukan oleh korporasi tersebut memberikan dampak pada lingkungan hidup dimana korporasi melalaikan fungsi lingkungan hidup dengan menimbulkan pencemaran dan kerusakan pada lingkungan, sehingga perlu diketahui tanggung jawab korporasi apabila melakukan suatu tindak pidana lingkungan hidup. Dari latar belakang di atas, maka penulis mengambil judul penelitian Tanggung Jawab Korporasi Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup. Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana pengaturan tindak pidana lingkungan hidup terhadap korporasi dan Bagaimana tanggung jawab korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup menurut UUPPLH. Indonesia as a country that is growing, it still requires a lot of development in all sectors, especially in the economic sphere. The Corporation that is a legal entity or a group of people is not a legal entity which has equal rights and obligations. The role of the Corporation is very important in people's lives such as in mining activities, the utilization of natural resources and so on. However, the activities undertaken by the corporations provide the impact on the environment in which the Corporation's neglect of environmental functions with cause pollution and damage to the environment, so keep in mind the responsibility of the corporations when doing an environmental crime. From the background of the above, the authors take the title of the study Corporate Responsibility in Environmental criminal act. Formulation of the problem in this study i.e. how setting environmental criminal act against corporations and How corporate responsibility in environmental criminal act according to UUPPLH.
Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Usaha Taksi Daring dalam Perspektif Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat I Gede Putu Sudiarta; I Nyoman Putu Budiartha; Ni Made Puspasutari Ujianti
KERTHA WICAKSANA Vol. 13 No. 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.2.2019.85-89

Abstract

Abstrak Salah satu hal yang terjadi mengenai timbulnya persaingan tidak sehat, yaitu adanya kedekatan para pelaku usaha dengan orang yang memiliki kekuasaan tinggi yang dapat memberikan kemudahan untuk melakukan sesuatu. Sekelompok pelaku usaha yang melakukan kerjasama dengan pelaku usaha lainnya dapat dikatakan telah melakukan praktek monopoli seperti yang terjadi di bandara dimana taksi daring tidak dapat menjemput maupun mengantar penumpang masuk ke bandara. Dasar hukum dalam perjanjian kerjasama yaitu diatur dalam pasal 1320 KUHperdata, pasal tersebut memberikan siapa saja dapat melakuka perjanjian asalkan tidak melanggar ketentuan pasal tersebut. Dalam usaha taksi daring pasal tersebut bertentangan dengan UU no 5 tahun 1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat.Perlindungan hukum preventif terhadap pelaku usaha taksi daring dimana dengan diterbitkannya UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perlindungan hukum represif bagi pelaku usaha taksi daring yang melakukan tindakan persaingan usaha tidak sehat diberi sanksi administrasi. Abstract One of the things that happens on the incidence of unhealthy business competition,the is the closeness of the business with people who have a higher level of power that can provide convenience to do something. A Group of businesses which cooperation with the business may be said to have been of a monopoly as happened at the airport where a taxi online can’t pick up and take passenger’s into the airport. The legality in the cooperation agreement which is set in article to 1320 KUHperdata, article is giving anyone can make the deal as long as it does not violate the provisions of article. Chasing a taxi online article is contrary to the law number 5 of 1999 on an unhealthy business competition. Protection of the law preventive against businesses for a taxi online in which the issuance of the law no 5 of 1999 on the restriction on the practice of monopolies and an unhealthy business competition. Protection of the repressive for the business for taxi online who commit acts of an unhealthy business competition were given administrative sanctions.
Bantuan Hukum dalam Hubungannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Putu Sekarwangi Saraswati
KERTHA WICAKSANA Vol. 13 No. 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.2.2019.114-120

Abstract

Dari sekian pelaku kejahatan, banyak diantaranya tidak mengerti dan memahami tentang hukum atau perundang-undangan yang berlaku, terutama dari mereka-meraka yang berasal dari golongan ekonomi bawah. Sehingga mereka lebih banyak tidak mengerti atau mengetahui tentang pemeriksaan, penyidikan, hal-hal yang dituduhkan atau didakwa, proses jalannya persidangan dan sanksi apa yang akan mereka terima akibat melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum atau perundang-undangan yang berlaku. Demikian juga tentang hak-hak apa saja yang mereka peroleh selama penahanan, pemeriksaan atau penyidikan, bagaimana cara memperoleh hak itu, siapa yang akan memberikan hak itu. Bagi mereka dari golongan ekonomi atas atau mereka yang memiliki kedudukan dan pengaruh dalam masyarakat, aparat penegak hukum dalam prakteknya akan memberitahukan tentang hak-hak mereka, terutama terhadap pelayanan atau bantuan hukum, apakah mereka mencari sendiri atau meminta aparat penegak hukum untuk menghubungi salah satu pelayanan atau bantuan hukum tertentu, sebelum pemeriksaan dan penyidikan dimulai. Namun hal ini sangat berbeda dalam kenyataan perlakuan aparat penegak hukum terhadap para pelaku kejahatan dari golongan ekonomi bawah, sering aparat penegak hukum teledor atau alasan lupa atau sengaja tidak memberitahukan akan hak-hak terdakwa dalam proses pemeriksaan dan penyidikan, terutama hak untuk memperoleh/mendapatkan bantuan hukum. Of the many criminals, many of them do not understand and understand the applicable laws or legislation, especially from those from lower economic groups. So that they do not understand or know more about examinations, investigations, matters that are alleged or charged, the process of proceedings and what sanctions they will receive due to acts that are prohibited by law or legislation in force. Likewise about what rights they have obtained during detention, examination or investigation, how to obtain those rights, who will give those rights. For those from the upper economic group or those who have position and influence in the community, law enforcement officials will in practice notify them of their rights, especially regarding legal services or assistance, whether they are seeking it themselves or asking law enforcement officials to contact one of the services or certain legal assistance, before the investigation and investigation begins. However, this is very different in the reality of law enforcement officials' actions against lower-level perpetrators of economic crimes, often careless law enforcers or reasons for forgetting or deliberately not informing the defendant's rights in the investigation and investigation process, especially the right to obtain / get assistance law.
Akibat Hukum Perceraian terhadap Kedudukan Perempuan dari Perkawinan Asu Pundung Ni Ketut Sari Adnyani
KERTHA WICAKSANA Vol. 13 No. 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.2.2019.121-130

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui relasi negara dan warga negara dengan menggunakan pendekatan politik kewargaan (akibat hukum perceraian terhadap kedudukan perempuan dari perkawinan Asu Pundung. Terkait dengan tujuan itu, ada dua permasalahan yang akan ditelaah, pertama, relasi negara dan warga negara dengan pendekatan politik kewargaan terhadap perkawinan Asu Pundung. Kedua, pendekatan politik kewargaan akibat hukum perceraian terhadap perempuan dari perkawinan Asu Pundung. Metode hukum normatif menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan sejarah dan analisis hukum dengan menggunakan interpretasi hukum. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori hukum, serta teori pluralisme hukum. Hasil penelitian: Secara filosofis, jaminan perlindungan hukum untuk perempuan di Bali mencerminkan keadilan substantif. Secara hukum, pemberian hak waris mencerminkan kesetaraan gender. Secara sosiologis, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sudah sesuai dengan perkembangan zaman. The aims of this research was to find out the relations of the state and citizens by using a political citizenship approach (due to the law of divorce on the position of women from Asu Pundung marriage. Related to that goal, there were two problems, first, relations between the state and citizens with an approach citizenship politics towards Asu Pundung marriage Secondly, the citizenship political approach due to the divorce law on women from Asu Pundung marriage The normative legal method uses a statutory approach, conceptual approach, historical approach and legal analysis using legal interpretation. analysis is legal theory, and legal pluralism theory Results of the study: Philosophically, the guarantee of legal protection for women in Bali reflects substantive justice, legally giving inheritance rights reflects gender equality Sociologically, equality between men and women are in accordance with the times.
Konstruksi Pengaturan Prinsip Mengenal Nasabah dalam Lembaga Perkreditan Desa di Bali Putu Edgar Tanaya
KERTHA WICAKSANA Vol. 13 No. 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.2.2019.102-108

Abstract

LPD secara materil melaksanakan aktifitas perbankan sehingga risiko yang dihadapi lembaga perbankan juga akan dihadapi LPD, sehingga mengatur dan menerapkan prinsip-prinsip perbankan menjadi suatu keniscayaan. Prinsip mengenal nasabah merupakah salah satu prinsip perbankan yang penting dan strategis dilakukan lembaga keuangan untuk mencegah risiko usaha khususnya risiko eksternal khususnya tindak pidana pencucian uang. Namun dewasa ini dalam Peraturan daerah provinsi Bali No 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa belum mengatur secara khusus tentang prinsip mengenal nasabah. penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yang secara khusus mengkaji peraturan perundang-undangan dan literatur yang berkaitan dengan urgensi pengaturan prinsip mengenal nasabah dalam LPD. Berdasarkan hasil penelitian daapat ditarik 2 (dua) kesimpulan. Pertama, pengaturan prinsip mengenal nasabah dalam LPD di Bali secara rasional dapat dilihat dari 3 (tiga) pilihan, yaitu pilihan nilai, pilihan motif, dan pilihan cara. Kedua, konstruksi pengaturan prinsip mengenal nasabah pada LPD sekurang-kurangnya terdiri dari: identifikasi dan verifikasi calon nasabah dan nasabah; pemilik manfaat; manajemen risiko; area berisiko tinggi dan pemantauan transaksi nasabah dan pengkinian data nasabah, penatausahaan dokumen, dan pelaporan. LPD materially carries out banking activities so that the risks faced by banking institutions will also be faced by the LPD, so that regulating and applying banking principles becomes a necessity. The principle of knowing customers is one of the important and strategic banking principles carried out by financial institutions to prevent business risks especially external risks, especially money laundering. But nowadays in the provincial regulation of Bali No. 3 of 2017 about Village Credit Institutions have not specifically regulated the principle of knowing customers. This study uses normative research methods that specifically examine legislation and literature relating to the urgency of setting the principle of knowing customers in the LPD. Based on the results of the research, you can draw 2 (two) conclusions. First, the rational arrangement of knowing customers in LPDs in Bali can be seen from 3 (three) choices, namely choice of values, choice of motives, and choice of methods. second, the construction of the principle of knowing customers in the LPD consists of at least: identification and verification of prospective customers and customers; benefit owner; risk management; high risk areas and monitoring customer transactions and updating customer data, administering documents, and reporting
Pengakuan Atas Hukum Adat Lokika Sanggraha Melalui Putusan Pengadilan dalam Perkara Pidana Putu Eka Pitriyantini
KERTHA WICAKSANA Vol. 13 No. 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.2.2019.90-96

Abstract

Abstrak Delik lokika sanggraha merupakan salah satu hukum adat yang masih ada dalam pergaulan masyarakat di Indonesia. Delik adat ini dijadikan sebagai dasar untuk membuat putusan oleh hakim dalam perkara pidana. Sedangkan sistem pidana Indonesia terbentur asas “Nullum Delictum Nulla Poena Sine Pravia Legi Poenali”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan hukum adat dalam hukum nasional. Metode penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum normative dengan meletakan hukum sebagai norma dengan pendekatan peraturan perundang-undangan serta doctrinal. Dalam hal pemutusan perkara pidana khusus delik lokika sanggraha, kewajiban hakim untuk mengikuti gerak dinamika hukum, tidak saja dalam pengertian hukum tertulis, tetapi mencakup dalam artian tidak tertulis yang ada dalam masyarakat. Abstract Lokika sanggraha Delict is one of the customary laws that still exists in community relations in Indonesia. This custom delict is used as a basis for making decisions by judges in criminal cases. While the Indonesian criminal system is hit by the principle "Nullum Delictum Nulla Poena Sine Pravia Legi Poenali". This study aims to analyze the position of customary law in national law. The research method used is normative legal research by putting the law as the norm with the approach of legislation and doctrinal. In the case of termination of criminal cases specifically the lokika sanggraha offense, the judge's obligation to follow the movement of legal dynamics, not only in the sense of written law, but includes in an unwritten sense within the community.
Eksistensi Fetor dalam Penyelesaian Sengketa Adat di Fefetoran Bikomi I Putu Rasmadi Arsha Putra; Dewa Gede Pradnya Yustiawan
KERTHA WICAKSANA Vol. 13 No. 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.2.2019.131-139

Abstract

Konflik selalu mewarnai kehidupan, berawal dari permasalahan yang mengiringi setiap aktivitas dalam kehidupan manusia. Bervariasinya permasalahan yang menimbulkan konflik tentunya tidak selalu dapat diselesaikan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan hasil dari pemecahan masalah yang dapat diterima bagi para pihak yang berselisih bahkan tidak jarang berujung pada munculnya sengketa. Masyarakat adat pada Kafetoran Bikomi yang dipimpin oleh seorang fetor memiliki cara tersendiri dalam menyelesaikan sebuah sengketa. Penyelesaian dilakukan dengan upaya mediasi, yaitu dengan proses perundingan atau tawar menawar dalam permasalahan yang timbul di tengah masyarakat. Pokok pembahasan dari penelitian ini adalah peranan seorang Fetor dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi pada Kafetoran Bikomi, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kupang dan mekanisme penyelesaian sengketa di Kafetoran Bikomi yang dilakukan oleh seorang Fetor. Conflict always colors life, starting with problems that accompany every activity in human life. The variety of problems that lead to conflict certainly cannot always be resolved in the shortest possible time with the results of solving acceptable problems for parties who disagree or even rarely lead to the emergence of disputes. The indigenous people in the Bikomi Office led by a fetor have their own way of resolving a dispute. The settlement is done by mediation efforts, namely by the negotiation process or bargaining on problems that arise in the community. The main topic of this research is the role of a Fetor in resolving disputes that occur in the Bikomi Office, North Central Timor District, Kupang and the dispute resolution mechanism in the Bikomi Cafeteria conducted by a Fetor.
Kekuatan Hukum Sertifikat Jaminan Fidusia yang Didaftarkan Setelah Terjadinya Wanprestasi I Gusti Ayu Dwi Meilaputri; Luh Putu Suryani; Putu Gede Seputra
KERTHA WICAKSANA Vol. 13 No. 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.2.2019.69-72

Abstract

Abstrak Jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Dimana jaminan fidusia ini telah diatur didalam Undang-Undang Fidusia. Jaminan fidusia ini sendiri melimpahi kepastian hukum terhadap para pihak yang terlibat dalam kredit bank dengan jaminan fidusia kepada masyarakat sebagai lembaga keuangan, dimana debitur lebih diarahkan oleh bank untuk menyesuaikan fasilitas-fasilitas kredit yang diberikan oleh bank. Fidusia ini sendiri telah diatur dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia yang berfungsi untuk membantu kegiatan usaha. Penelitian ini membahas tentang sertifikat jaminan fidusia yang didaftarkan oleh sebuah lembaga keuangan setelah terjadinya wanprestasi, padahal telah terdapat aturan mengenai tenggang waktu pendaftaran jaminan fidusia agar nantinya terbit sertifikat jaminan yang memiliki kekuatan hukum. Penelitian ini membahas tentang sertifikat jaminan fidusia yang didaftarkan oleh sebuah lembaga keuangan setelah terjadinya wanprestasi. Adapun analisis dalam penulisan ini dilakukan dengan mengadakan argumentasi hukum berdasarkan logika induktif. Aktifitas perkreditan dengan jaminan fidusia pada Bank dilakukan dengan memegang prinsip kepercayaan. Dalam hal terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur maka upaya yang diambil oleh Bank yaitu melalui pemberitahuan keterlambatan pembayaran melalui panggilan langsung atau memberikan surat peringatan. Apabila belum dilakukan pembayaran setelah adanya surat peringatan upaya terakhir yang ditempuh yakni langkah penyelesaian dengan melakukan eksekusi terhadap benda jaminan fidusia baik melalui penjualan secara lelang umum atau penjualan dibawah tangan. Abstract Fiduciary guarantee is a guarantee given in the form of a fiduciary. Where this has been arranged fiduciary guarantee in Fiduciary law. This own fiduciary guarantee facility have legal certainty against the parties involved in the fiduciary guarantee by bank credit to the public as a financial institution, where the debtor further directed by the bank to adjust its facilities credit given by the banks. This fiduciary itself has been regulated in the law on Fiduciary Guarantee that serves to help business activities. This research discusses the fiduciary guarantee certificate that is registered by a financial institution after the tort, though there are rules concerning the grace period registration fiduciary guarantee so that later published the certificate of guarantee which has the force of law. This researh theme was chose because as time passes the human purposes and insufficient economic life needs are growing. The problem arises i.e. the law arising from fiduciary guarantee agreements and tort caused by the debtor. The activities of the Bank with a fiduciary warranty is performed by holding the principle of trust. In the event of a tort committed by the debtor then the efforts taken by the Bank through late payment notifications via direct calls or provide a warning letter. If payment has not been made after the warning letter last attempt taken i.e. step completion by performing the execution of object fiduciary guarantee either through public auction or sales under the hand.

Page 1 of 1 | Total Record : 10