cover
Contact Name
Dr. Kaswanto, SP, MSi
Contact Email
kaswanto@apps.ipb.ac.id
Phone
+628121939739
Journal Mail Official
jkebijakan@apps.ipb.ac.id
Editorial Address
Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSP3-LPPM IPB), Gedung Utama Kampus IPB Baranangsiang, Jl. Raya Pajajaran No.7, Bogor 16129, Jawa Barat
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan
ISSN : 23556226     EISSN : 24770299     DOI : https://doi.org/10.29244/jkebijakan
Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan merupakan jurnal terbitan kerjasama antara Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSP3-LPPM IPB) dan Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Alamat Penerbit Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSP3-LPPM IPB), Gedung Utama Kampus IPB Baranagsiang, Jl. Raya Pajajaran No.7, RT.02/RW.05, Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129 P: +62 251 8345 724 F: +62 251 8344 113 E: psp3@apps.ipb.ac.id
Articles 141 Documents
PEDOMAN SISTEM KLASIFIKASI GUA KARST : KUNCI PEMANFAATAN GUA KARST BERKELANJUTAN Arzyana Sunkar
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gua karst memiliki nilai ilmiah, sosial budaya, ekonomis, sejarah dan keindahan yang keberadaannya terancam oleh ketidak hati-hatian dalam pengembangan wisata gua. Gua merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui yang terbentuk puluhan ribu hingga jutaan tahun lamanya. Sekali hilang, tidak mungkin kembali. Kerentanan ekosistem gua serta keindahan ekosistemnya sebagai atraksi utama wisata gua memberikan dilema dalam pengelolaannya. Mampukah wisata gua berjalan beriringan dengan konservasi gua? Jika gua harus dikonservasi untuk kepentingan ekologi dan ekonomi, pedoman sistem klasifikasi gua sangat diperlukan.
UPAYA MENURUNKAN RESIKO POHON TUMBANG Bambang Sulistyantara
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Program pengijauan wilayah perkotaan yang tidak direncanakan dengan baik berpotensi menyebabkan pertumbuhan pohon tidak berlangsung dengan baik, dan berakibat kesehatan pohon terganggu. Hasil survei pohon di Bogor dan Jakarta menunjukan tingkat kesehatan pohon terganggu. Pemilihan jenis pohon yang tidak sesuai, desain yang salah, vandalisme, cekaman lingkungan dan minimnya pemeliharaan tanaman merupakan penyebab gangguan kesehatan pohon. Angin kencang dan hujan merupakan pemicu pohon tumbang. Beberapa rekomendasi diberikan untuk mengatasi hal tersebut.
PERCEPATAN DEVOLUSI PENGELOLAAN HUTAN Didik Suharjito; Handian Purwawangsa
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Upaya-upaya membalik kondisi degradasi dan deforesasi harus segera dilakukan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari. Reforma agraria di bidang kehutanan dengan spirit sosialisme Indonesia menjadi jalan lurus menuju pengelolaan hutan yang lestari, keadilan sosial dan kemakmuran bangsa. Devolusi pengelolaan hutan menjadi bagian dari reforma agraria di bidang kehutanan.
MEMANFAATKAN HUTAN, MENGURANGI EMISI Dodik Ridho Nurrochmat; Lutfy Abdulah
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Apabila diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, integrasi pengelolaan hutan produksi lestari dalam skema REDD+ secara teknis, politis, dan ekonomis akan jauh lebih mudah dilaksanakan daripada alternatif skema penurunan emisi lainnya. Hal ini disebabkan konsep pengelolaan hutan lestari telah lama dikenal dan diterima secara luas dalam praktik pengelolaan hutan di seluruh dunia. Selain itu, kebijakan pengelolaan hutan lestari sesungguhnya juga telah diatur dalam berbagai instrumen kebijakan dan peraturan perundang-undangan nasional secara relatif lengkap, sehinga dimungkinkan untuk menjadi bagian dari implementasi REDD+. Skema pengelolaan hutan lestari hendaknya tidak hanya melihat dari aspek ekologi, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi sehingga peluang keberterimaannya di masyarakat maupun dunia usaha lebih tinggi. Sayangnya, hingga saat ini potensi dari pengelolaan hutan produksi lestari dalam skema penurunan emisi nasional di sektor kehutanan masih jarang dilirik oleh pengambil kebijakan, apalagi ditindaklanjuti dengan langkah aksi.
REKONSTRUKSI SISTEM TENURIAL KEHUTANAN Dodik Ridho Nurrochmat; Dudung Darusman; Deddy Ruchjadi
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah tenurial kehutanan sangat sulit diurai karena para penguasa wilayah berpegang pada kewenangan sesuai Undang-Undang Pemerintahan Daerah, sementara Menteri Kehutanan mengacu pada ketentuan yang digariskan Undang-Undang Kehutanan.  Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan diragukan efektivitasnya karena Peraturan Pemerintah tidak dapat memberi tafsir yang berbeda terhadap Undang-Undang yang secara hierarki berada di atasnya.
MAMPUKAH MASYARAKAT LOKAL MENJADI PENGELOLA WISATA? Eva Rachmawati
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia diakui sebagai salah satu negara dengan sumberdaya wisata terbesar di dunia. Garis pantai terpanjang di dunia, hutan hujan yang luas, keanekaragaman hayati yang besar, beragam suku dan adat istiadat, adalah beberapa dari kekayaan Indonesia. Salah satu konsep wisata yang dapat diterapkan untuk memanfaatkan potensi kekayaan sumberdaya wisata dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal yang berada di sekitar sumberdaya wisata tersebut adalah konsep Wisata Berbasis Masyarakat (Community based Tourism). Pertanyaannya adalah apakah masyarakat mampu untuk mewujudkan komunitas lokal yang terorganisasi dengan baik dan kohesif, dengan segala mekanisme dan sistem pengelolaan bila kegiatan wisata berjalan. Pada implementasinya, pengembangan kelembagaan tersebut perlu difasilitasi oleh bimbingan pemerintah dan stakeholder terkait lainnya yang berkompetensi.
PERAN STRATEGIS SEKTOR PERTANIAN DALAM PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT Lailan Syaufina
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hampir setiap tahun Indonesia selalu disibukkan dengan masalah kabut asap. Walaupun nyaris telah menjadi masalah rutin, namun kabut asap hingga saat ini tetap merupakan masalah yang rumit dan sulit diatasi, serta berdampak pada berbagai aspek kehidupan, mulai dari kesehatan, transportasi, perdagangan, maupun hubungan internasional, khususnya hubungan bilateral dengan negara-negara tetangga yang terpapar kabut asap. Masalah kabut asap yang melintasi batas negara (transboundary haze pollution) di Indonesia disebabkan oleh kebakaran lahan gambut di wilayah yang berbatasan dengan negara-negara tetangga. Mengingat tingginya persentase kebijakan kebakaran di luar kawasan hutan yang disebabkan oleh penyiapan lahan untuk perkebunan dan pertanian, maka sektor pertanian (seharusnya) dapat memainkan peranan yang lebih besar dalam meminimalkan kejadian kebakaran lahan gambut dan kabut asap.
WISATA ALAM SEBAGAI JEMBATAN EKONOMI DAN EKOLOGI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Meti Ekayani
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perluasan kawasan Taman Nasional Halimun Salak (TNGHS) tidak seharusnya meniadakan aspek sosial ekonomi masyarakat yang tercakup dalam perluasan kawasan tersebut. Relokasi masyarakat yang tinggal dan melakukan aktivitas ekonomi di dalam kawasan TNGHS kurang tepat, karena menyalahi UU No 5 tahun 2009 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, akan menimbulkan banyak konflik dan membutuhkan biaya sosial yang tinggi. Salah satu strategi yang dijalankan untuk menjembatani kepentingan ekologi dan kepentingan ekonomi  di kawasan TNGHS adalah dengan mengembangkan kegiatan wisata alam.
TAMAN NASIONAL UNTUK SIAPA? TANTANGAN MEMBANGUN WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Meti Ekayani; . Nuva; Rizqiyyah Yasmin K; Lidya Rahma Shaffitri; Bahroin Idris T
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengelolaan Taman Nasional Halimun Salak (TNGHS) dan kegiatan wisata alam di (TNGHS) mengalami perubahan pengelolaan akibat dari perluasan kawasan taman nasional pada tahun 2003. Kawasan wisata semula dikelola oleh Perum Perhutani bermitra dengan Dinas Pariwisata Bogor, dimana obyek wisata tersebut berada di kawasan hutan lindung Perum Perhutani (TNGHS, 2007). Perluasan kawasan taman nasional mengakibatkan obyek wisata tersebut menjadi bagian dari kawasan TNGHS, sehingga tanggung jawab dan kewenangan kawasan tersebut beralih kepada Balai Konservasi Sumberdaya Hutan (BKSDH). Perubahan status kawasan mengharuskan penyesuaian pemanfaatan dan pengelolaan kawasan wisata tersebut sesuai UU No 5 tahun 2009 tentang konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya. Peralihan tersebut mengakibatkan posisi dan peran masyarakat secara langsung dalam pengelolaan wisata TNGHS menjadi tidak jelas. Peralihan kewenangan memerlukan waktu (time lag) sehingga konsep dan pemanfaatan menjadi tidak jelas. Perum Perhutani dan Dinas Pariwisata sudah tidak berwenang atas pengelolaan pemanfaatan kawasan wisata tersebut, sedangkan BKSDH belum memiliki kepastian jenis pemanfaatan kawasan wisata terkait dengan masalah penataan zonasi kawasan TNGHS. Untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan, perlu segera di dorong kebijakan yang mengarah pada penguatan kelembagaan, kejelasan legalitas, sinergitas kebijakan antara semua stakeholder yang berkepentingan.
PENTINGNYA KEBIJAKAN PEMANENAN DALAM PENGELOLAAN POPULASI SATWA LIAR DI KAWASAN KONSERVASI Yanto Santosa
RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol 1 No 1 (2014): April
Publisher : Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis satwa liar tertinggi di dunia. Namun demikian, hingga saat ini pemanfaatan satwa liar di Indonesia, khususnya di kawasan konservasi masih belum optimal. Banyak yang beranggapan bahwa pemanfaatan satwa liar di kawasan konservasi harus dilarang karena akan mengganggu keseimbangan lingkungan. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar karena pemanenan yang dilakukan pada saat ukuran populasi satwa mencapai daya dukung habitatnya, justru akan menjadikan individu-individu satwa memiliki bobot dan kesehatan yang lebih baik bila dibandingkan bilamana tidak dilakukan pemanenan. Pemanenan dianggap sebagai hama atau pengganggu bagi masyarakat sekitarnya. Upaya pemanenan ini ditujukan untuk menyeimbangkan ukuran populasi pada konteks rantai makanan ekosistem alaminya.

Page 1 of 15 | Total Record : 141