cover
Contact Name
Deflit Dujerslaim Lilo
Contact Email
deflitlilo@iakn-toraja.ac.id
Phone
+6281282027174
Journal Mail Official
admin@kamasean.iakn-toraja.ac.id
Editorial Address
Jalan Poros Makale - Makassar Km. 11,5, Kelurahan Rante Kalua', Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Indonesia (91871).
Location
Kab. tana toraja,
Sulawesi selatan
INDONESIA
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen
ISSN : 27228657     EISSN : 27228800     DOI : https://doi.org/10.34307/kamasean.v1i1
Core Subject : Religion,
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen, terbit dua kali setahun. Tim editorial menerima dan menerbitkan naskah hasil penelitian untuk kategori: 1. Teologi Multikultural 2. Teologi Biblika Kontekstual 3. Pembangunan Jemaat 4. Sejarah Kekristenan 5. Misi Gereja
Articles 43 Documents
Studi Teologis Kata “Pikirkanlah Perkara Yang Di Atas” Menurut Kolose 3:1-3 Dan Aplikasinya Bagi Orang Percaya Paulus Kunto Baskoro; Yonatan Alex Arifianto
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen Vol. 3 No. 1 (2022): Kamasean: Jurnal Teologi Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/kamasean.v3i1.73

Abstract

This paper aims to find the practical theological meaning contained in Colossians 3:1-3 regarding "set your minds on things above" which can be applied in the life of every believer. This aim departs from the concern that many believers have followed Jesus for a long time, but the quality of their faith is still not optimal. This is because they focus more on temporal matters of the world, while on the other hand, putting aside things that are eternal and useful for faith and life. To achieve this aim, the researcher uses qualitative research with the descriptive method, based on a literature search to elaborate on the theological meaning of "set your minds on things above" according to Colossians 3:1-3. This research resulted in the findings that thinking about the above matters means directing thoughts and understanding to things related to God and all His truths that can be applied in the lives of believers, namely regarding the truth about God's work in creating and maintaining, promises salvation is given, and a complete understanding of worship. Abstrak: Tulisan ini bertujuan menemukan makna teologis praktis yang terkandung dalam Kolose 3:1-3 mengenai “pikirkanlah perkara yang di atas” yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan setiap orang percaya. Tujuan ini beranjak dari keprihatinan bahwa banyak orang percaya yang sudah lama mengikut Yesus, namun kualitas imannya masih tidak maksimal. Hal ini disebabkan karena mereka lebih berfokus kepada perkara-perkara dunia yang sementara sedangkan di sisi lain mengesampingkan hal-hal yang bersifat kekal dan berguna bagi iman dan kehidupan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptifnya, berdasarkan penelusuran pustaka untuk mengelaborasikan makna teologis dari “Pikirkanlah Perkara Yang di Atas” Menurut Kolose 3:1-3. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa memikirkan perkara di atas berarti mengarahkan pikiran, pemikiran, dan pemahaman kepada hal-hal yang berkaitan dengan Allah dan segala kebenaran-Nya yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan orang percaya, yaitu mengenai kebenaran tentang karya Allah dalam mencipta dan memelihara, janji keselamatan yang diberikan, dan pemahaman yang utuh mengenai ibadah.
Menangkal Radikalisme Agama Berdasarkan Reinterpretasi Amanat Agung Injil Matius Dalam Konteks Poskolonial Alvary Exan Rerung
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen Vol. 3 No. 1 (2022): Kamasean: Jurnal Teologi Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/kamasean.v3i1.90

Abstract

For the Indonesian nation, which is a nation with a pluralistic society, religions have an important role to play in creating a nation with a peaceful and harmonious society in order to create national unity and progress. But it is a fact that often conflicts and divisions that occur are the result of religion itself, especially if the religious ideology is contrary to the values of Pancasila which uphold tolerance. Seeing this reality, an attitude is needed to see how the teachings of each religion are for its adherents. Specifically for Christianity, by using qualitative research methods and literature studies, this paper intends to reinterpret the great message which is currently attached to interpretation, namely the command to Chirstianize due to the influence of colonialism. Because the meaning of Christianity is no longer relevant for Indonesia and has even become a sensitive meaning for adherents of other religions. That is why, this paper wants to offer a post-colonial spirit to be able to reinterpret the wrong interpretation of the Great Commission, so that the interpretation is more relevant to the context in Indonesia. So that it can help the government in efforts to counter religious radicalism. Abstrak: Bagi bangsa Indonesia yang merupakan bangsa dengan masyarakat majemuk, agama memiliki peran penting untuk menciptakan bangsa dengan kondisi masyarakat yang damai dan harmonis agar bisa tercipta keutuhan serta kemajuan bangsa. Tetapi menjadi suatu kenyataan bahwa seringkali konflik dan perpecahan yang terjadi adalah hasil dari agama itu sendiri, apalagi jika ideologi agama itu bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang menjunjung tinggi toleransi. Melihat realita itu, maka diperlukan sikap untuk melihat bagaimana ajaran masing-masing agama bagi para pemeluknya. Secara khusus bagi agama Kristen, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan studi pustaka, tulisan ini hendak melakukan reinterpretasi terhadap amanat agung yang dewasa ini sudah melekat dengan interpretasi, yaitu perintah untuk mengkristenkan akibat pengaruh kolonialisme. Sebab makna kristenisasi tidaklah lagi relevan bagi Indonesia dan malah menjadi makna yang sensitif bagi penganut agama lainnya. Itulah sebabnya, tulisan ini hendak menawarkan semangat poskolonial untuk bisa melakukan reinterpretasi terhadap interpretasi keliru dari amanat agung, agar interpretasinyanya lebih relevan dengan konteks yang ada di Indonesia. Karena hal tersebut dapat membantu pemerintah dalam upaya menangkal radikalisme agama.
Cinta Yang Sepadan Dalam Perspektif Endogami: Sebuah Pembacaan Tradisi Terhadap Narasi 2 Korintus 6:14-7:1 Jefri Andri Saputra
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen Vol. 3 No. 1 (2022): Kamasean: Jurnal Teologi Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/kamasean.v3i1.98

Abstract

The writing of this article is motivated by the author's struggles regarding the failure of the concept of compatible marriage, in the definition of “one faith”, to maintain a Christian marriage.  Not a few Christian families whose household ends in divorce, even though it was built on the basis of one faith or one religion. This situation motivates the writer to formulate another parameter of compatible marriage, besides “one faith”. To solve this problem, the author reinterprets the text of 2 Corinthians 6:14-7:1, in a tradition-critical approach, namely the endogamy tradition. In this paper, the author finds that in addition to spiritual or faith compatibility, compatible marriage also includes ethnic equivalence, ethical references, and socio-political paradigms. The integration of these four aspects will construct the concept of a compatible marriage and become an evaluative material for Christian marriage. Abstrak: Penulisan artikel ini dilatarbelakangi oleh pergumulan penulis mengenai kegagalan konsep pernikahan yang sepadan dalam definisi “satu iman”, untuk mempertahankan pernikahan Kristen. Tidak sedikit keluarga Kristen yang rumah tangganya berakhir dengan perceraian, padahal dibangun di atas dasar satu iman atau satu agama. Situasi ini memotivasi penulis untuk merumuskan parameter lain dari pernikahan yang sepadan, selain satu iman. Untuk menyelesaikan masalah ini, penulis melakukan reinterpretasi terhadap teks 2 Korintus 6:14-7:1, dalam pendekatan kritik tradisi, yakni tradisi endogami. Dalam tulisan ini, penulis menemukan bahwa selain kesejajaran spiritual atau iman, kesepadanan dalam pernikahan juga mencakup kesepadanan etnis, referensi etis dan paradigma sosio-politis. Integrasi dari keempat aspek ini akan mengonstruksi konsep pernikahan yang sepadan serta menjadi bahan evaluatif bagi pernikahan Kristen.
Penggunaan Kata κοινωνία Dalam 1 Korintus 1:9 Dan Interpretasinya Dalam Mengatasi Perpecahan Di Jemaat Warseto Freddy Sihombing; Seri Antonius
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen Vol. 3 No. 1 (2022): Kamasean: Jurnal Teologi Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/kamasean.v3i1.104

Abstract

The purpose of this research is to explore the meaning of the word (koinonia: fellowship) which is found in 1 Corinthians 1:9. In Paul's letter, it is explained about the call as believers to share in fellowship with Jesus Christ. God calls believers to fellowship with Jesus Christ, the Son of God, which is God's ultimate goal. This fellowship of believers parallels the fellowship of the Father, Jesus Christ, and the Holy Spirit. This fellowship is a supernatural (spiritual) interaction between the person of God and His church on earth which is the theological implication of the concept of the Triune God. Using the hermeneutic method, the writer finds that Paul's explanation regarding (koinonia: fellowship) is the main basis for providing solutions to the problem of division that occurred in the Corinthian church. This is also an example for the congregation today in finding the best solution for the problem of division that occurs. Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali makna kata κοινωνία (koinonia: persekutuan) yang terdapat dalam 1 Korintus 1:9. Dalam surat Paulus ini dijelaskan mengenai panggilan sebagai orang percaya untuk turut mengalami persekutuan dengan Yesus Kristus. Allah memanggil orang percaya kepada persekutuan dengan Yesus Kristus, Anak Allah, yang merupakan tujuan utama Allah. Persekutuan orang percaya ini pararel dengan persekutuan antara Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Persekutuan ini adalah sebuah interaksi supranatural (rohani) antara pribadi Allah dan gereja-Nya di bumi yang merupakan implikasi teologis dari κοινωνία terhadap konsep Allah Trituggal. Dengan metode hermeneutik penulis menemukan bahwa penjelasan Paulus berkaitan dengan κοινωνία (koinonia: persekutuan) ini menjadi dasar utama untuk memberikan solusi dalam masalah perpecahan yang terjadi di jemaat Korintus. Hal ini juga menjadi contoh bagi jemaat saat ini dalam menemukan solusi terbaik untuk persoalan perpecahan yang terjadi.
Teologi Marsiadapari: Sebuah Konstruksi Teologi Lokal Dalam Perspektif Robert J. Schreiter Atas Hermeneutika Galatia 6:2 Salomo Sihombing; Gerald Moratua Siregar
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen Vol. 3 No. 1 (2022): Kamasean: Jurnal Teologi Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/kamasean.v3i1.106

Abstract

The progress of civilization is something that cannot be avoided. The industrial revolution 4.0 era brought a lot of progress and benefits for human life. But like a double-edged sword, the progress of this era is also slowly eroding local wisdom which is rich of noble value. The progress of the civilization has created opportunities as well as threats in order to preserve the local wisdom. In this term, as an example, it can threaten the marsiadapari tradition in the Toba Batak community. Simply put, marsiadapari is a tradition of gotong royong, which nowadays is starting to fade in the life of the Toba people. To revive this local wisdom, the authors saw an opportunity by constructing a local theology which could later be called the Marsiadapari Theology. This paper uses a qualitative method by tracing previous literature studies by focusing on the local theological perspective offered by Robert Schreiter. This study above will be dialectic with a biblical study of the text of Galatians 6:2. As the result, this article finds that Marsiadapari Theology is a constructive theology that can help readers to fulfill the law of Christ (the law of love) by involving and uniting everyone in a participatory manner. Abstrak: Kemajuan peradaban merupakan perihal yang tidak mungkin dihindari. Era revolusi industri 4.0 banyak membawa kemajuan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Namun bagai pedang bermata dua, kemajuan zaman ini juga perlahan menggerus kearifan lokal dengan kekayaan tradisi yang bernilai luhur. Kemajuan zaman ternyata telah menciptakan peluang sekaligus ancaman bagi pelestarian kearifan lokal. Salah satunya dapat mengancam tradisi marsiadapari yang ada di dalam masyarakat Batak Toba. Sederhananya, marsiadapari adalah tradisi gotong-royong, di mana dewasa ini, mulai memudar dalam tatanan kehidupan masyarakat Toba. Untuk menghidupkan kembali kearifan lokal ini, tim penulis melihat peluang dengan cara mengonstruksi sebuah teologi lokal yang nantinya dapat disebut dengan Teologi Marsiadapari. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan menelusuri kajian literatur terdahulu dengan menitikberatkan pada perspektif teologi lokal yang ditawarkan oleh Robert Schreiter. Kajian tersebut akan didialektikakan dengan kajian biblis atas teks Galatia 6:2. Artikel ini menghasilkan temuan bahwa Teologi Marsiadapari merupakan salah satu teologi konstruktif yang dapat membantu pembaca untuk memenuhi hukum Kristus (hukum kasih) dengan melibatkan dan mempersatukan setiap orang secara partisipatif.
Berbagai Bentuk Pelayanan Diakonia Transformatif: Sebuah Jembatan Misi Perintisan Jemaat Kepada Kaum Miskin di Indonesia david setiawan; Novita Harita
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen Vol. 3 No. 2 (2022): Kamasean: Jurnal Teologi Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/kamasean.v3i2.86

Abstract

The purpose of this study is to find several forms of transformative diaconal services that can be carried out by the church as a bridge for church planting missions to poor people in Indonesia. The author uses a library research method in answering this research problem. The research problem that must be answered by the author is about what forms of transformative diaconia that can be carried out by the church as a bridge for the mission of church planting to poor people in Indonesia. Through this study, the authors found three forms of transformational diaconia, namely: First, providing transformative theological education for the congregation about the true concept of poverty, effective church planting mission services, and presenting God's Shalom in real terms. Second, improving the welfare of the congregation and the community around the church through economic empowerment and improving the quality of education. Third, animate Jurgen Habermas' concept of communicative rationality in the Church. Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menemukan beberapa bentuk pelayanan diakonia transformatif yang dapat dilakukan oleh gereja sebagai jembatan misi perintisan jemaat kepada orang-orang miskin di Indonesia. Penulis menggunakan metode kajian literatur  dalam menjawab masalah penelitian ini. Adapun masalah penelitian yang harus dijawab oleh penulis adalah tentang apa sajakah bentuk-bentuk diakonia transformatif yang dapat dilakukan oleh gereja sebagai jembatan misi perintisan jemaat kepada orang-orang miskin di Indonesia. Melalui penelitian ini penulis menemukan tiga bentuk diakonia transformasif tersebut yaitu Pertama, menyelenggarakan pendidikan teologis yang transformatif bagi jemaat tentang konsep kemiskinan yang benar, pelayanan misi perintisan jemaat yang efektif, serta menghadirkan Shalom Tuhan secara nyata. Kedua, meningkatkan kesejahteraan jemaat dan masyarakat di sekitar gereja melalui pemberdayaan ekonomi dan perbaikan mutu pendidikan. Ketiga, menghidupkan konsep rasionalitas komunikatif Jurgen Habermas di dalam Gereja.  
Poligami dalam Keluarga Kristen Di Desa Haumeni Anthon Imanauel Selan; Mieke Yen Manu
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen Vol. 3 No. 2 (2022): Kamasean: Jurnal Teologi Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/kamasean.v3i2.103

Abstract

In Christianity, polygamy is rejected because the essence of Christian marriage is monogamy, which is sacred and holy because a holy God formed it. This study aims to describe the practice of polygamy that occurs in Christian families in Haumeni Village. The method used in this research was a qualitative approach; the sampling technique was purposive sampling, and in-depth interviews were the data collection techniques. The results showed that the subject's polygamous factors were heredity, economic factors, and the feelings of the husband, who had changed. The impact of polygamy can be seen in the emotions, psychological conditions, differences in treatment and closed social relationships felt by the wives. The first wife experiences heartache, disappointment, and loneliness because the husband tends to love and care more for the second wife, who is able to give him offspring and fulfill his husband's wishes.Meanwhile, the impact experienced by the second wife is that she does not have a clear legal status from the government or the church. In addition, the subject also did not involve the family and the church in their actions of polygamy. Before becoming a church member, the church has not maximally handled the issue of polygamy, which is an old tradition of the local community. Abstrak: Dalam perspektif Kristen praktik poligami ditolak karena hakikat pernikahan Kristen adalah monogami yang sakral dan kudus sebab dibentuk oleh Allah yang Kudus. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan praktik poligami yang terjadi dalam keluarga Kristen di Desa Haumeni. Metode dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan teknik samplingnya adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor berpoligami subjek adalah faktor keturunan, faktor ekonomi dan perasaan suami yang telah berubah. Adapun dampak praktik poligami terlihat dari perasaan, kondisi psikologis, perbedaan perlakuan dan hubungan sosial yang tertutup sangat dirasakan oleh para istri. Istri pertama mengalami sakit hati, kecewa dan kesepiaan karena suami cenderung lebih menyayangi dan perhatian pada istri kedua yang mampu memberinya keturunan dan memenuhi keinginan suami. Sedangkan dampak yang dialami oleh istri kedua adalah tidak memiliki status yang jelas secara hukum pemerintah maupun gereja. Selain itu, subjek juga tidak melibatkan keluarga dan gereja dalam tindakannya melakukan poligami. Gereja belum maksimal menangani persoalan poligami yang merupakan tradisi lama masyarakat setempat sebelum menjadi anggota gereja.
Harmonisasi Sebagai Jalan Interspiritualitas Dalam Relasi Kristen-Islam di Toraja Yudha Nugraha Manguju
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen Vol. 3 No. 2 (2022): Kamasean: Jurnal Teologi Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/kamasean.v3i2.108

Abstract

Religious practices often contribute to violence and divisions in society. This is due to self-understanding that feels the most correct and views ethnic, religious, racial, and intergroup differences (SARA) as a threat, which in the future can plunge people into religious fanaticism. This paper uses a qualitative-descriptive research method with a literature study approach to books and journals on religious life in Toraja that discuss the topic of inter-spirituality. This article shows how interreligious life now needs to be surpassed and developed into inter-spirituality as a lifestyle of religious people in the context of a plural society. Therefore, this paper aims to explore local values (local wisdom) as an effort to establish and build religious relations that integrated the concept of harmonization. Thus, the concept of harmonization can be a path of inter-spirituality that has the values of openness, equality, justice, unity, togetherness, and karapasan (peace) in building relations between religious people in Toraja. Harmony is important because it shows an attitude of living together that is cooperative, honest, open, peaceful, orderly, fair, peaceful, and holistic. Abstrak: Praktik keagamaan acap kali memberi sumbangsih terhadap kekerasan hingga perpecahan dalam masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh pemahaman diri yang merasa paling benar dan memandang perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) sebagai suatu ancaman, yang dikemudian hari dapat menjerumuskan manusia pada sikap fanatisme beragama.  Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif dengan pendekatan studi pustaka atas buku dan sejumlah jurnal mengenai kehidupan keberagamaan di Toraja yang membahas topik interspiritualitas. Artikel ini memperlihatkan bagaimana kehidupan interreligius kini perlu dilampaui dan dikembangkan menjadi interspiritualitas sebagai pola hidup umat beragama dalam konteks masyarakat plural. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan menggali nilai lokal (local wisdom) sebagai upaya untuk menjalin dan membangun relasi umat beragama yang menyatu dalam konsep harmonisasi. Dengan demikian, konsep harmonisasi dapat menjadi jalan interspiritualitas yang memiliki nilai keterbukaan, kesetaraan, keadilan, kesatuan, kebersamaan dan karapasan (kedamaian) dalam membangun relasi antarumat beragama di Toraja. Keharmonisan menjadi penting karena menunjukkan sikap hidup bersama yang bergotong royong, jujur, terbuka, tentram, tertib, adil, damai dan holistik.
Menelisik Indikasi Praktik “Proselitisme Yahudi” dalam Pekabaran Injil di GTM Pos PI Hante-Hante Restifani Cahyami
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen Vol. 3 No. 2 (2022): Kamasean: Jurnal Teologi Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/kamasean.v3i2.111

Abstract

The author raised this paper because saw the problem with the implementation of evangelism in the congregation which showed indications of Jewish proselytism which did not provide further teaching to people who had just converted to Christianity so it did not achieve the goal of evangelism. The purpose of this study was to provide an explanation of the implementation of good evangelism so that it does not show the characteristics of Jewish proselytism in the congregation, especially for evangelists of the congregation. The author used a qualitative research method through literature study, observation, and interviews with church councils and congregation members at POS PI Hante-Hante as a place of research. The data analysis used is data reduction, data presentation, and interpretation. The conclusion of this study showed that the implementation of evangelism in the congregation was still indicated by Jewish proselytism so the church assembly needs to understand evangelism well and provide advanced teaching to Christian people. Abstrak: Penulis mengangkat tulisan ini karena melihat masalah pelaksanaan Pekabaran Injil di jemaat yang menunjukkan indikasi Proselitisme Yahudi yang tidak memberikan pengajaran lebih lanjut kepada orang-orang yang baru saja masuk agama Kristen sehingga tidak mencapai tujuan Pekabaran Injil. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan tentang pelaksanaan Pekabaran Injil yang baik sehingga tidak memperlihatkan ciri khas proselitisme Yahudi secara khusus bagi pelaksanaan Pekabaran Injil di tengah jemaat. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif melalui studi kepustakaan, observasi dan wawancara kepada majelis gereja dan anggota jemaat di POS PI Hante-Hante sebagai tempat penelitian. Adapun analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan interpretasi. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Pekabaran Injil di jemaat masih terindikasi Proselitisme Yahudi sehingga majelis gereja perlu memahami Pekabaran Injil dengan baik serta memberikan pengajaran lanjutan kepada umat yang dikristenkan.
Budaya Tallu Lolona Sebagai Dasar Beroikumene Semesta Bagi Masyarakat Toraja Yenni Patrecia; Prayuda
KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen Vol. 3 No. 2 (2022): Kamasean: Jurnal Teologi Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/kamasean.v3i2.153

Abstract

God the Trinity, the creator of all things, which created everything in the world, allows creation to complement and unite itself, to realize things that are beneficial to God, that is, to maintain peace by building each other. In terms of issues related to the word ecumenical, the limited relationship between the different denominations–indirectly the relationship between humans outside the church with the natural environment, is not classed as ecumenical. This document invites the reader to understand the value of living the universal ecumenical call, reflecting upon the philosophy of Tallu Lolona, the analogy of God's creation that the sauan-sibarrung and sangserekan were given the gift of salvation must glorify God. Using qualitative descriptive methods and literary studies, this article interprets the gospel message of Tallu Lolona's philosophy  (acts of love, unity, mutual cooperation, kinship, hard work, and peace/harmony); By failing to give an understanding of the limits of relationships among churches of different denominations, but rather harmonious relations with persons outside the walls of the church and all the creation of God in this world, as the incarnation of one in the household of God. Abstrak: Allah Trinitas Sang Pencipta segala sesuatu dalam dunia memberi kesempatan bagi seluruh ciptaan mengambil peran untuk saling melengkapi dan bersatu, mencapai hal yang dikehendaki Allah yakni memelihara damai sejahtera dengan saling membangun. Perihal kesatuan berkaitan dengan kata oikumene, dikenal sebatas relasi antara gereja dari berbagai denominasi yang berbeda–secara tidak langsung hubungan dengan manusia di luar gereja terlebih dengan alam sekitar, tidak tergolong dalam oikumene. Tulisan ini hendak mengarahkan pembaca untuk memahami bahwa patutlah menghidupi panggilan beroikumene semesta,, berkaca pada falsafah Tallu Lolona, analogi ciptaan Allah yang sauan-sibarrung dan sangserekan telah menerima anugerah keselamatan, harus memancarkan kemuliaan Allah. Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif dan studi pustaka, tulisan ini menginterpretasi pesan Injil Falsafah Tallu Lolona (tindakan kasih, persatuan, gotong-royong, kekeluargaan, kerja keras, dan kedamaian/kerukunan); dengan tidak memberi pengertian oikumene sebatas relasi antar gereja dari berbagai denominasi, melainkan relasi harmonis dengan orang-orang di luar tembok gereja dan seluruh ciptaan Allah di dunia ini, sebagai pengejawantahan satu dalam rumah tangga Allah.