cover
Contact Name
I Gde Dhika
Contact Email
mandala@undhirabali.ac.id
Phone
+6282146570258
Journal Mail Official
mandala@undhirabali.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.undhirabali.ac.id/index.php/mandala/about/editorialTeam
Location
Kab. badung,
Bali
INDONESIA
Jurnal Psikologi Mandala
ISSN : 25804065     EISSN : 27455890     DOI : -
Jurnal Psikologi MANDALA adalah wadah informasi hasil penelitian dan artikel konseptual psikologi yang terbit berkala dua kali setahun setiap bulan Maret dan September. Jurnal Psikologi MANDALA terbit sejak tahun 2017. Ruang lingkup penelitian meliputi : Psikologi Klinis, Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri dan Organisasi, Psikologi Sosial, Psikologi Perkembangan, Psikometri, Literature Review, Psikologi Eksperimen.
Articles 113 Documents
Hubungan Kepribadian Otoritarian dengan Perilaku Diskriminasi Heteroseksual Terhadap Homoseksual Shafira Primerianti; . Assrid; Putri Vanezia Ricardina Motta; R. R. Made Rini Cahyaning Kusumo
JURNAL PSIKOLOGI MANDALA Vol. 2 No. 2 (2018): JURNAL PSIKOLOGI MANDALA
Publisher : Universitas Dhyana Pura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36002/jpm.v2i2.920

Abstract

Abstrak. Homoseksual merupakan suatu fenomena yang masih sulitditerima masyarakat Indonesia. Sikap negatif masyarakat terhadap kaumhomoseksual mengarahkan seseorang untuk melakukan diskriminasiterhadap homoseksual. Salah satu faktor pemicu yang diprediksi memilikiketerkaitan dengan terjadinya diskriminasi terhadap homoseksual ialahkepribadian otoritarian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuiapakah ada hubungan antara kepribadian otoritarian dengan perilakudiskriminasi heteroseksual terhadap homoseksual. Penelitian ini dilakukandi Kabupaten Badung yang mempunyai populasi berjumlah 615.146 orang.Sampel penelitian sebanyak 384 orang yang dipilih dengan teknik non –random sampling yaitu haphazard atau accidental sampling. Pengujianhipotesis penelitian menggunakan teknik korelasi Spearman. Hasil ujihipotesis menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara kepribadianotoritarian dengan perilaku diskriminasi hetereseksual terhadaphomoseksual dengan probabilitas signifikansi (p) sebesar 0.000 dankoefisien korelasi (r) sebesar 0.364. Faktor lain yang tidak diteliti olehpeneliti juga menjadi alasan rendahnya kekuatan hubungan antara keduavariabel. Melalui analisis beberapa kasus diskriminasi lainnya, penelitimelihat bahwa faktor yang dapat memicu terjadinya diskriminasi terhadaphomoseksual selain kepribadian otoritarian ialah karena posisi mereka dimasyarakat sebagai kelompok minoritas.Kata kunci: Homoseksual, Homonegativity, Diskriminasi, KepribadianOtoritarian.
Pengujian Validitas dan Analisa Skala Work Family Conflict Listiyani Dewi Hartika; Ni Putu Nova Agustiari; Komang Rima Triani; Ida Ayu Putu Kirana Candra; Thresia Cindy Rikel Viodelfrillia
JURNAL PSIKOLOGI MANDALA Vol. 3 No. 1 (2019): JURNAL PSIKOLOGI MANDALA
Publisher : Universitas Dhyana Pura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36002/jpm.v3i1.1078

Abstract

Abstrak. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan ingin mengetahuidari tiga skala Work-Family Conflict yang diuji, skala manakah yang akurat dan bebas dari Social Desirability Bias dalam mengukur konflik peran ganda. Pada penelitian ini peneliti ingin menguji tiga alat ukur konflik peran ganda, yaitu Work Family Conflict Scale, The Work-Family Conflict Scale, dan Work-Family and Family-Work Conflict Scale dengan satu alat ukur Social Desirability Bias yaitu skala SDS-17. Penelitian ini memiliki partisipan sebanyak 150 orang yang merupakan wanita yang telah menikah dan bekerja di sektor industri pariwisata dengan masa kerja satu sampai lima tahun bekerja. Penelitian ini mendapatkan bahwa alat ukur yang akurat dalam menggukur konflik peran ganda serta bebas dari Social Desirability Bias adalah skala WFCS dan WAFCS. Dilihat pada hasil korelasi antara WFCS dan WAFCS dengan SDS-17 didapat hasil nilai p= .218 dan p= .078 (p>0,05). Sedangkan WFC-FWC berkorelasi secara signifikan dengan SDS-17. Alat ukur WFCS dan WAFCS juga berkorelasi dengan alat ukur konflik peran ganda WFC-FWC yang dipakai dalam penelitian ini. Artinya, alat ukur WFCS, WAFCS serta WFC-FWC sama-sama mengukur konflik peran ganda.Kata kunci: Konflik kerja keluarga, skala psikologi, bias harapan socialAbstract. This research was conducted with the aim of knowing the accuracy of the Work-Family Conflict scale and being free from social desirability bias in order to measure multiple role conflict. This research is expected to determine the appropriate and accurate psychological scale in measuring multiple role conflicts. This study wants to examine three measuring tools for multiple role conflict, namely the Work Family Conflict Scale (WFCS) (Carlson, Kacmar, and Williams, 2000), The Work-Family Conflict Scale (WAFCS) (Haslam, Filus, Mowraska, Sanders and Fletchers, 2014), Work-Family and Family-Work Conflict Scale (WFC-FWC) (Gurcu Erdamar and Husne Demirel, 2013) and with one measure of Social Desirability Bias, namely SDS-17 scale (Stöber, 2001). The study had 150 participants who were married and worked in the tourism industry sector with a working period of one to five years. This study found that an accurate measurement tool in calculating multiple role conflicts and free from social desirability bias is the scale of WFCS and WAFCS. Judging from the results of the correlation between SDS-17 and WFCS and WAFCS, the results of p = .218 and p = .078 (p> 0.05) are obtained. While WFC-FWC correlates significantly with SDS-17. The WFCS and WAFCS measuring instruments also correlate with the WFC-FWC dual role conflict measurement tool used in this study. That is, the WFCS, WAFCS and WFC-FWC measuring instruments both measure multiple role conflict.Keywords: Work-family conflict, psychological scale, sosial desirability bias
Penyusunan Skala Work Engagement Pada Pegawai di Indonesia I Gde Dhika Widarnandana
JURNAL PSIKOLOGI MANDALA Vol. 3 No. 1 (2019): JURNAL PSIKOLOGI MANDALA
Publisher : Universitas Dhyana Pura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36002/jpm.v3i1.1079

Abstract

Abstrak. Pegawai merupakan suatu aset yang penting dalam organisasi, karena dengan adanya pegawai suatu organisasi mampu untuk bertahan dalam ketatnya era persaingan globalisasi saat ini. Dalam menghadapi hal tersebut sehingga dibutuhkan pegawai yang memiliki kinerja yang optimal. Work Engagement dijelaskan sebagai suatu perasaan positif dan seutuhnya terhadap pekerjaan yang dilakukan (Sepalla dkk, 2008). Adapun tujuan penelitian ini untuk menyusun alat ukur Psikologi dengan mengeksplorasi dimensi dari Work Engagement yang dijelaskan oleh Schaufeli & Bakker (2004). Metode pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu kualitatif dengan skala pertanyaan terbuka kepada 67 orang PNS di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan kuantitatif dengan skala tertutup kepada 106 PNS dan Karyawan di daerah Bali dan Jawa, selanjutnya dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Skala Work Engagement terdiri dari 3 dimensi penyusun yaitu Vigor, Dedication dan Absortion serta terdapat 19 item yang valid dengan reliabilitas 0,856.Kata kunci: Work Engagement, Pegawai, Skala PsikologiAbstract. Employees are important assets in an organization. The presence of employee enable the organization to survive in the competitive global era. In this situation, employees are required to have optimal performance. Work engagement define as a positive and complete feeling towards the work (Sepalla et al, 2008). The purpose of this study is to compile a psychological measurement tool by exploring the dimensions of work engagement described by Schaufeli & Bakker (2004). The Collecting data method in this study using two form; the first being qualitative with open ended question scale towards 67 civil servants in Yogyakarta (DIY); the second is quantitative scale with questionnaire towards 106 civil servant and employee in Bali and Java. Following the validity and reliability testing of the measurement instrument. The result showed that the Work Engagement scale consist of 3 dimensions, vigor, dedication and absorption. Further, there were 19 valid items with reliability of 0.856.Keywords: Work Engagement, Employee, Psychological Scale
Gaya Hidup Hedonisme Remaja di Kawasan Legian, Kabupaten Badung Ni Kadek Diah Juliana Putri; Alma Yunita Dewi; Nyoman Ayu Trisha Angela; I Rai Hardika
JURNAL PSIKOLOGI MANDALA Vol. 3 No. 1 (2019): JURNAL PSIKOLOGI MANDALA
Publisher : Universitas Dhyana Pura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36002/jpm.v3i1.1080

Abstract

Abstrak. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan perkembangan pariwisata dengan gaya hidup hedonisme di kalangan remaja Legian, Bali. Peneliti mengunakan pendekatan kualitatif, khususnya etnografi. Pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi non partisipan. Populasi penelitian masyarakat di daerah Legian dengan pengambilan sampling non probabilitas. Partisipan penelitian ini 3 remaja dengan rentang usia 19-21 tahun, menempuh pendidikan tinggi semester 2 – 6 dan bertempat tinggal di daerah Legian, Kuta. Analisa data menggunakan pendekatan Miles & Hubberman untuk menemukan tema dan sub tema. Hasil penelitian menunjukkan perkembangan infrastuktur di daerah Legian yang berkembang pesat menyebabkan adanya interaksi antara remaja dengan para wisartawan yang semakin intensif. Salah satu hasil interaksi tersebut adalah adanya adanya gaya hidup hedonism yang dibawa oleh wisatawan asing yang pada akhirnya ditiru oleh remaja. Faktor pendukung maraknya gaya hidup hedonism adalah karena keluarga memiliki kemampuan secara finansial yang mendukung gaya hidup hedonis, adanya upaya penyetaraan dalam kelas sosial yang modern dari wisatawan asing yang mengubah life-style remaja, serta adanya faktor prestise dalam diri remaja dalam merespon perubahan. Pendorong remaja dalam gaya hidp hedonism adalah perilaku yang konsumtif, dan kurangnya kontrol dari orang tua kepada remaja dalam merespon perkembangan dalam era global.Kata kunci: Remaja, Hedonisme, Legian, PariwisataAbstract: The research aims to determine relationship of tourism development with lifestyle of hedonism among adolescents of Legian, Bali. The researcher uses a qualitative approach, especially ethnography. Data collection uses interviews and non-participant observation. Population research population in the Legian area with non-probability sampling. The participants of this study were 3 adolescents aged 19-21 years, undertaking tertiary education in semester 2 - 6 and residing in the area of Legian, Kuta. Data analysis uses the Miles & Hubberman approach to find themes and sub themes. The results showed that the development of infrastructure in the area of Legian that was developing rapidly led to an increasingly intensive interaction between teenagers and tourists. One of the results of this interaction is the existence of a hedonism lifestyle brought by foreign tourists who are ultimately emulated by adolescents. Factors supporting the rise of the hedonism lifestyle are because the family has the financial ability to support the hedonist lifestyle, an equalization effort in the modern social class of foreign tourists who change the lifestyle of adolescents, as well as the prestige factor in adolescents in responding to changes. The driving force of adolescents in the hidp hedonism style is consumptive behavior, and the lack of control from parents to adolescents in responding to developments in the global era.Keywords: Teenagers, Hedonism, Legian, Tourism
Kesejahteraan Psikologis Lansia yang Tidak Mempunyai Anak Laki-Laki di Panti Sosial Tresna Werdha X Bali Ni Putu Lilik Agestin; Agnes Utari Hanum Ayuningtias; Dermawan Waruwu
JURNAL PSIKOLOGI MANDALA Vol. 3 No. 1 (2019): JURNAL PSIKOLOGI MANDALA
Publisher : Universitas Dhyana Pura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36002/jpm.v3i1.1081

Abstract

Abstrak. Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) X yang tidak mempunyai anak laki-laki memiliki permasalahan mengenai relasi yang kurang baik dengan penghuni Panti dan Keluarga. Relasi kurang baik itu muncul karena perasaan malu narasumber dan itu berdampak terhadap hubungannya dengan sesama penghuni Panti. Maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan tujuan mendeskripsikan dan menemukan faktor-faktor dimensi kesejahteraan psikologis lansia yang tidak mempunyai anak laki-laki di PSTW X Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang dianalisis secara Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi konflik psikologis yang dialami lansia sebelum tinggal di PSTW X yaitu sikap lansia yang melakukan penolakan terhadap tanggung jawab di desanya mengenai ngayah karena kekuatan fisik yang menurun. Kemudian persepsi lansia mengenai gender bahwa anak perempuan tidak seharusnya merawat orang tua dan kebutuhan lansia untuk dirawat (caregiver) yang membuat lansia berinisiatif tinggal di PSTW X. Dari keenam dimensi kesejahteraan psikologis lansia, ada lima dimensi yang terpenuhi yaitu penerimaan diri, hubungan positif terhadap orang lain, otonomi, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Dengan demikian terjadi perubahan dalam kesejahteraan psikologisnya, di saat lansia memikirkan konfliknya kembali dan itu berpengaruh di lingkungan PSTW X.Kata Kunci: Lansia, Kesejahteraan Psikologis, InterpretativeAbstract. Elderly in Werdha Nurshing Home (PSTW) x has no boys have problems about the relationship is not good with The residents and families. Relations less well it appears because of the feeling of shame Speaker and it affect his relationship with fellow residents of the care. Thus researchers interested in conducting research with the aim of describing and understanding the psychological well-being of the elderly in PSTW X who did not have the boy. This study uses qualitative methods with the phenomenology of approach are analyzed in Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). The results showed that the psychological conflicts experienced by the elderly before lived in X PSTW i.e. elderly attitude that does the rejection of responsibility in his village about ngayah due to declining physical strength. Then the perception of the elderly regarding gender that girls aren't supposed to care for the elderly and elderly needs to be treated (caregiver) that make the elderly initiative resides in PSTW x. Of the six dimensions of psychological well-being of the elderly, there are five dimensions are met i.e. self-acceptance, positive relationship towards other people, autonomy, purpose of life and personal growth. Thus there are changes in their psychological well-being, while the elderly think conflict is back and it's influential environment PSTW X.Keywords: The Elderly, Psychological Well-being, Interpretative Phenomenological Analysis Werdha Nurshing Home. Phenomenological Analysis (IPA), Panti Sosial Werdha.
Meninjau Perilaku Terkait Bencana di Indonesia: Sebuah Kajian Literatur Nyoman Trisna Aryanata; Ni Made Sintya Noviana Utami
JURNAL PSIKOLOGI MANDALA Vol. 3 No. 1 (2019): JURNAL PSIKOLOGI MANDALA
Publisher : Universitas Dhyana Pura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36002/jpm.v3i1.1082

Abstract

Abstrak. Riset-riset mengenai respon psikologis manusia Indonesia terhadap bencana makin jamak dijumpai, seiring dengan makin dikenalnya pemahaman tentang kesiagaan bencana. Beragam penelitian telah muncul untuk meninjau perilaku, baik dari segi dampak psikologis, kerangka khas respon terhadap bencana yang kontekstual dengan kultur, hingga bentuk intervensi dan prevensi yang sensitif konteks. Artikel ini hendak menyajikan tinjauan berbagai literatur riset perilaku manusia terkait dengan kebencanaan, mencakup tinjauan khas pada konteks berbagai wilayah di Indonesia, prevensi yang muncul dalam berbagai kajian, hingga pola paradigma teoritik yang cenderung digunakan.Kata Kunci: psikologi bencana, bencana alam, kesiagaan bencana, korban bencanaAbstract. Research on the psychological response of Indonesian people to disasters has increasingly emerged, in line with the growing understanding of disaster preparedness. A variety of studies have emerged to review their behavior, from psychological impact, the typical framework for responding to disasters that are contextual with culture, to context-sensitive forms of intervention and prevention. This article would like to presents a review of various human behavior research literature related to disaster in Indonesia, covering a typical review on the context of various regions in Indonesia, interventions and interventions that appear in various studies, to the theoretical paradigm patterns that tend to be used.Keywords: disaster psychology, natural disasters, disaster preparedness, disaster victims
Hubungan Spiritual Tourism dan Coping dengan Kebahagiaan pada Perkumpulan International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) di Bali Gusti Ayu Diliana Saraswati Devi; Agnes Utari Hanum Ayuningtias; Listiyani Dewi Hartika
JURNAL PSIKOLOGI MANDALA Vol. 3 No. 2 (2019): JURNAL PSIKOLOGI MANDALA
Publisher : Universitas Dhyana Pura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36002/jpm.v3i2.1092

Abstract

Abstrak. Spiritual tourism merupakan perjalanan yang bermotif agama atau spiritual yang dapat menimbulkan rasa damai, harmonis, sehat, dan bahagia, sehingga bisa menjadi coping dalam mengurangi kondisi yang membebani individu agar tidak menimbulkan stres. Hal ini diduga mampu meningkatkan kebahagiaan individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan spiritual tourism dan coping dengan kebahagiaan pada perkumpulan International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) di Bali. Tipe penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dengan metode korelasional dan dianalisis menggunakan regresi berganda. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 133 partisipan (usia 20-65 tahun) yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampel kuota. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa spiritual tourism, coping dan kebahagiaan memiliki korelasi yang positif, selain itu hasil menunjukan spiritual tourism dan coping dapat memprediksikan kebahagiaan (r = 0.521). Karena spiritual tourism tidak terlepas dari kegiatan spiritual dan berwisata, dari kedua hal ini masing-masing memiliki manfaat tersendiri dalam meningkatkan kebahagiaan, sedangkan coping dilihat dari beberapa kegiatan spiritual tourism yang sering dilakukan oleh perkumpulan tersebut dapat meningkatkan hubungan sosial dan dukungan sosial bagi individu sehingga dapat menimbulkan kebahagiaan.Kata Kunci: spiritual tourism, coping, kebahagiaan, perkumpulan ISKCON.Abstract. Spiritual tourism is a pilgrimage with religious or spiritual motives that bring peace, harmony, health, and happiness. Based on that definition, Spiritual tourism may also be a coping for any situation that can make people stress. This study aims to define the relationship between spiritual tourism, coping and happiness among members of International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) in Bali. Participants of this study were consisted of 133 members of ISKCON in Bali with an age range of 20-65 years. This study used multiple regression analytic to test three variables: spiritual tourism, coping stress, and happiness. Results showed a significant positive correlation between spiritual tourism, coping stress and happiness (p<.05). Furthermore, spiritual tourism and coping may predict happiness (r=.521). The implications of this findings are further discussed.Keywords: spiritual tourism, coping, happiness, ISKCO
Efektivitas Applied Behavior Analysis terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Murid SLB dengan Gangguan Spektrum Autis di Bali Ni Nyoman Ari Indra Dewi; Diah Widiawati Retnoningtyas
JURNAL PSIKOLOGI MANDALA Vol. 3 No. 2 (2019): JURNAL PSIKOLOGI MANDALA
Publisher : Universitas Dhyana Pura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36002/jpm.v3i2.1093

Abstract

Abstrak. Autistic Spectrum Disorder terjadi karena kelainan neurologis yang membuat sel sel otak tidak bersambungan dan membuat hendaya dalam intekasi sosial. Salah satu upaya dilakukan untuk menangani gangguan interaksi sosial pada Autistic Spectrum Disorder adalah dengan Applied Behavior Analysis (ABA). Masalah yang diulas dalam penelitian ini adalah efektivitas Applied Behavior Analysis (ABA) terhadap kemampuan interaksi sosial anak Autistic Spectrum Disorder (ASD) yang ada di SLB Gianyar Bali. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif tipe eksperimen one group pretest dan posttest, serta menggunakan Children Autism Rating Scale-2 (CARS-2), wawancara dan observasi dengan tujuan mengetahui pengaruh Applied Behavior Analysis (ABA) terhadap kemampuan interaksi sosial anak Autistic Spectrum Disorder (ASD). Pada desain ini awal penelitian dilakukan pengukuran terhadap interaksi sosial anak Autistic Spectrum Disorder (ASD) dengan menggunakan Children Autism Rating Scale-2 (CARS-2), kemudian subyek diberikan intervensi sebanyak 14 sesi dengan durasi 60 menit untuk tiap tiap sesi. Subjek berjumlah lima orang dengan kriteria usia 7-12 tahun, siswa SLB Gianyar, spektrum autis ringan, belum pernah menjalani proses terapi psikologis. Setelah diberi intervensi pengukuran kembali dilakukan dengan menggunakan Children Autism Rating Scale-2 (CARS-2). Analisis data menggunakan uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test, dengan hasil perbandingan sebelum dan sesudah pemberian Applied Behavior Analysis (ABA) adalah (p = 0, 042 < 0,05). Artinya perlakuan Applied Behavior Analysis (ABA) dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosial pada anak dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD).Kata Kunci: applied behavior analysis, skala autis (CARS)-2, gangguan spektrum autis, interaksi sosial, anak.Abstract. The child with special needed Autistic Spectrum Disorder in children occurs because of a neurological disorder that makes the brain cells not contiguous and crate inpairment in social intimacy. One of the efforts made to deal with the disruption of social interactions in the Autistic Spectrum Disorder is with the Applied Behavior Analysis (ABA). The problem discussed in this study is the effectiveness of the Applied Behavior Analysis (ABA) on the ability of social interaction of children with Autistic Spectrum Disorder (ASD) in the Gianyar School for Children with Special Needs. This study employs the quantitative method type of experimental research and use the Children Autism Rating Scale-2 (CARS-2) with interviews and observations with the aim of knowing the effect of Applied Behavior Analysis (ABA) on the ability of social interaction of Autistic Spectrum Disorder(ASD). In this design, the initial study was carried out to measure the socialinteraction of children with Autistic Spectrum Disorder (ASD) using theChildren Autism Rating Scale-2 (CARS-2), then the subjects were givenintervention as many as 14 sessions with 60 minutes duration for eachsession. Subjects had criteria for ages 7-12, Gianyar School for children withspecial needs students, mild autism spectrum, had never undergone apsychological therapy process. After being given an intervention the remeasurementwas carried out using the Children Autism Rating Scale-2(CARS-2). Data analysis utilize the Wilcoxon Sign Rank Test statistical test,with the results of comparison before and after the application of AppliedBehavior Analysis (ABA) is (p = 0, 042 <0.05). This signifies that thetreatment of Applied Behavior Analysis (ABA) can improve the ability ofsocial interaction in children with Autistic Spectrum Disorder (ASD).Keywords: applied behavior analysis, autism rating scale (CARS)-2, autisticspectrum disorder, children, social interaction
Hubungan antara Self-Efficacy dengan Burnout pada Perawat Psikiatri di Rumah Sakit Jiwa Putu Ayu Thea Alverina; Krismi Diah Ambarwati
JURNAL PSIKOLOGI MANDALA Vol. 3 No. 2 (2019): JURNAL PSIKOLOGI MANDALA
Publisher : Universitas Dhyana Pura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36002/jpm.v3i2.1094

Abstract

Abstrak. Tujuan penelitian ini untuk menguji hubungan antara self-efficacy dengan burnout pada perawat psikiatri di rumah sakit jiwa. Dalam pekerjaan perawat psikiatri dituntut memiliki keahlian, pengetahuan dan konsentrasi tinggi. Tidak jarang perawat psikiatri dihadapi dengan berbagai macam masalah dalam pekerjaannya, masalah yang muncul dapat mengakibatkan perawat mengalami stres hingga berakibat mengalami burnout. Variabel-variabel penelitian diukur dengan menggunakan dua skala yaitu skala General Self-Efficacy yang disusun oleh Schwarzer dan Jerusalem (1995) digunakan untuk mengukur self-efficacy, dan skala Maslach Burnout Inventoryyang disusun oleh Maslach dan Jackson (1981) digunakan untuk mengukur burnout. Pengambilan sampel menggunakan teknik quota sampling, yaitu teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan (Sugiyono, 2011). Partisipan penelitian berjumlah 265 perawat psikiatri dari dua rumah sakit jiwa yaitu rumah sakit jiwa Magelang dan rumah sakit jiwa Klaten. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil koefisien korelasi (r) = -0,359 dengan nilai sig 0,00 (p < 0,05) artinya terdapat hubungan negatif antara self-efficacy dengan burnout pada perawat psikiatri di rumah sakit jiwa atau dengan kata lain makin tinggi tingkat self-efficacy maka semakin rendah burnout yang dialami oleh perawat psikiatri di rumah sakit jiwa.Kata kunci: self-efficacy, burnout, perawat psikiatriAbstract. This study aims to examine the correlation between self-efficacy and burnout in psychiatric nurses in psychiatric hospitals. Psychiatric nurses are required to have the expertise, knowledge and high concentration. Psychiatric nurses are likely to be faced with various kinds of problems in their work, problem that arise can result nurses there stressing result in burnout. Research variables were measured using two scales. The first is the General Self-Efficacy compiled by Schwarzer and Jerusalem (1995). This scale is a modification of the measuring instrument created by the Bandura. General Self-Efficacy scale used for measure self-efficacy. The second scale Maslach Burnout Inventory that is compiled by Maslach and Jackson (1981). The Maslach Burnout Inventory scale is used to measure burnout. Sampling using quota sampling technique which is a technique for determining samples from populations that have certain characteristics to the desired amount (quota) (Sugiyono, 2011). The sample in this study involved 265 psychiatric nurses at Magelang and Klaten. Based on the results of the study the results of correlation coefficient (r) = -0,359 with a sig value of 0,00 (p < 0,05), which means that there is a negative significant correlation between self-efficacy with burnout in psychiatric nurses at psychiatric hospital in other words. If self-efficacy is high, the burnout experienced by nurses psychiatric at psychiatric hospital is low.Keywords: self-efficacy, burnout, psychiatric nurse
Hubungan antara Kebermaknaan Kerja Dengan Kesejahteraan Psikologis pada Wanita yang Bekerja di PT. AA Jakarta Jasmine Gita Putri
JURNAL PSIKOLOGI MANDALA Vol. 3 No. 2 (2019): JURNAL PSIKOLOGI MANDALA
Publisher : Universitas Dhyana Pura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36002/jpm.v3i2.1095

Abstract

Abstrak. Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) merupakan sebuah keadaan dimana seseorang mampu menerima diri dengan apa adanya sehingga dapat menjalin relasi dengan orang disekitarnya dan mampu memberikan dampak positif bagi diri dan lingkungan. Kesejahteraan psikologis seorang karyawati dapat dipengaruhi oleh kebermaknaan kerja. Kebermaknaan kerja disini untuk melihat suatu pekerjaan yang dinilai memiliki makna bagi seseorang yang bekerja dan pekerjaan tersebut menjadi penting untuknya, sehingga seseorang tersebut memiliki motivasi, tujuan dan arti dalam bekerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan yang positif dan signifikan kebermaknaan kerja dengan kesejahteraan psikologis (psychological well-being) wanita yang bekerja di PT. AA Jakarta. Partisipan dalam penelitian ini adalah 70 orang wanita yang bekerja di PT. AA yang memiliki kriteria bekerja di perusahaan minimal 1 (satu) tahun, sudah menikah dan memiliki keluarga. Dalam penelitian ini hasil korelasional menunjukkan adanya hubungan positif signifikan di antara dua variabel. Hasil (r) = 0,467 dan signifikansi (p) = 0,001 (p < 0,05).Kata kunci: karyawati, kebermaknaan kerja, kesejahteraan psikologis, perusahaanAbstract. Psychological well-being is a condition which a person is able to accept herself as she is so that she can establish relationships with people around her and be able to have a positive impact on herself and the environment. An employee's psychological well-being can be influenced by work meaningfulness. The meaningfulness of work in here is to see a job that is considered to have meaning for someone and the work becomes important for her, so that someone has motivation, goals and meaning in her work. The workplace is expected to prioritize equality between the positions of male and female workers. Because at the present time, women are increasingly professional in contributing to the work environment (Asyari, 2017). The purpose of this study was to determine the existence of a positive and significant relationship between work meaningfulness and psychological well-being of women who work at PT. AA Jakarta. Participants in this study were 70 women who worked at PT. AA, which has criteria for working in a company for at least 1 (one) year, married and has a family. In this study the correlational results show a significant positive relationship between the two variables. Results (r) = 0.467 and significance (p) = 0.000 (p <0.05).Keywords: employee, industry, meaningful work, psychological well-being

Page 9 of 12 | Total Record : 113