cover
Contact Name
Tonni Limbong
Contact Email
tonni.budidarma@gmail.com
Phone
+6281274007518
Journal Mail Official
maidin_gultom@ust.ac.id
Editorial Address
tonni.budidarma@gmail.com
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Fiat Iustitia: Jurnal Hukum
ISSN : 27454088     EISSN : 27986985     DOI : 10.54367
Core Subject : Social,
Jurnal Fiat Iustitia berada dalam naungan Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas Medan yang memuat artikel ilmiah meliputi Kajian Bidang Hukum, khususnya Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Bisnis, Peradilan dan Advokasi serta penelitian-penelitian terkait dengan bidang-bidang tersebut yang mendapat izin dari LIPI sejak Tahun 2020 terhitung mulai bulan September. Proses penerbitan melalui reviewer yang sudah bekerja sama dari beberapa institusi yang bidang ilmu hukum dan profesional.
Articles 61 Documents
FUNGSI STATISTIK KRIMINAL DALAMPENANGGULANGAN KEJAHATAN Henny Saida Flora
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (11288.588 KB) | DOI: 10.54367/fiat.v1i2.1151

Abstract

Pada dasarnya statistik kriminal  disusun berdasarkan kriminalitas yang tercatat, kriminalitas ini terdiri dari kejahatan-kejahatan yang sampai kepada petugas-petugas yang berwenang, baik karena laporan masyarakat maupun karena diketahui dalam patroli polisi, dan kemudian dicatat oleh petugas-petugas tersebut. Arti statistik kriminal ini tidak hanya sekedar angka melainkan sebuah makna yang sangat mendalam, bahwa kejahatan dapat diprediksikan.  Statistik kriminal adalah data tentang kriminalitas yang disusun menurut bentuk kejahatan, frekuensi kejadian dari masing-masing bentuk kejahatan, wilayah kejadian dan tahun kejadian. Statistik kriminal dihasilkan melalui interaksi antara masyarakat (korban) yang melapor, petugas polisi yang menerima laporan, petugas polisi yang ada di lapangan dalam kegiatan mencari penjahat. Hasil akhir dari penggunaan keleluasaan oleh mereka tersebut adalah statistik kriminal atau secara umum dapat dikatakan sebagai gambaran dari kejahatan dan penjahat untuk suatu daerah atau masyarakat tertentu. 
EKSEKUSI HAK JAMINAN DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PT BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SOLIDER PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG Elisabeth Nurhaini Butarbutar
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8641.112 KB) | DOI: 10.54367/fiat.v1i2.1152

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk jaminan dalam perjanjian kredit dan eksekusi hak jaminan dalam penyelesaian kredit macet pada PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Solider Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini merupakan penelitian normatif–empiris, yang membutuhkan data primer dan data sekunder Analisis data dilakukan dengan cara pendekatan terhadap fakta-fakta di lapangan dan pendekatan perundang-undangan yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk jaminan dalam perjanjian kredit pada PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Solider Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang disesuaikan dengan jenis kredit yang diajukan, dan eksekusi hak jaminan dalam penyelesaian kredit macet dimulai dengan melakukan mediasi jika gagal, dilakukan penarikan obyek jaminan untuk dijual secara bersama, sebaliknya apabila dalam tahap ini juga gagal, tahap akhir yang dilakukan adalah dengan cara pelelangan. 
URGENSI FORMULASI JUSTICE COLLABORATOR SEBAGAI SYARAT PEROLEHAN REMISI BAGI NARAPIDANA KORUPSI DI INDONESIA Elizabeth Ghozali
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (11699.939 KB) | DOI: 10.54367/fiat.v1i2.1153

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerangka hukum terkait justice collaborator dalam sistem hukum Indonesia selama ini dan bagaimana prospek pengaturan tentang justice collaborator dalam pemberian remisi bagi narapidana korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan cara mengkaji dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan kebijakan tentang justice collaborator dan pemberian remisi bagi narapidana pelaku tindak pidana korupsi, kemudian mengelaborasi pengaturan justice collaborator di negara lain sebagai bahan perbandingan dengan menggunakan metode analisis yang mengarah kepada pendekatan futuristik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerangka hukum terkait justice collaborator dalam tindak pidana korupsi belum mendapatkan pengaturan yang memadai sebagai landasan hukum bagi aparat penegak hukum untuk memberikan perlindungan maksimal kepada justice collaborator, dan prospek pengaturan terhadap justice collaborator berkaitan dengan pemberian remisi narapidana korupsi di Indonesia pada masa mendatang memiliki peluang yang besar mengingat peranannya yang sangat strategis dalam mengungkap jaringan tindak pidana korupsi yang terorganisir..
AKIBAT HUKUM SUATU BADAN USAHA PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT Christopher Panal Lumban Gaol
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9311.106 KB) | DOI: 10.54367/fiat.v1i2.1154

Abstract

Prosedur pernyataan pailit dan pihak-pihak dalam kepailitan secara umum diajukan ke Pengadilan Niaga melalui panitera, Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan Negeri (Niaga) dalam waktu paling lambat 1 x 24 jam. Pemanggilan Sidang 7 (tujuh) hari sebelum sidang pertama di mulai. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pertama di selenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari  terhitung sejak tanggal permohonan di daftarkan.  Akibat hukum yang timbul terhadap perseroan terbatas yang dinyatakan Pailit bahwa seluruh harta kekayaan dari PT tersebut jatuh dalam penyitaan oleh Balai Harta Peninggalan, dan yang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit adalah kurator dan Hakim pengawas. Pemberesan dan pengurusan harta pailit dan yang menyebabkan berakhirnya kepailitan yakni harta debitur pailit di likuidasi yang di lakukan oleh kurator atas hasil likuidasi kurator mendistribusikannya kepada masingmasing kreditur tersebut yang piutangnya telah diakui dalam proses pencocokan hutang sebagaimana ditentukan oleh Undang-undang, maka berakhirlah kepailitan itu.   
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK Sahata Manalu
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13080.38 KB) | DOI: 10.54367/fiat.v1i2.1155

Abstract

Anak sebagai bagian dari generasi muda adalah merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia (SDM) yang sangat potensial bagi pembangunan nasional. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diperlukan pembinaan dan pembimbingan secara terus-menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan anak atau generasi muda dan bangsa di masa mendatang. Rumusan penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak; dan 2) Apa faktor penghambat pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: 1) Pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak terdapat 4 (empat) kategori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim, yaitu: a) sistem atau teori berdasarkan keyakinan hakim semata (conviction intime); b) sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction in rasione); c) sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang positif (positief wetelijk bewijstheorie); d) sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara terbatas (negatief wetelijk); 2) Faktor penghambat pembuktian tindak pidana persetubuhan terhadap anak, yaitu: a) hambatan yang menyangkut segi sumber daya manusia dari penyidik; b) korban masih anak-anak; c) tersangka tidak mengaku; d) tidak ada nya saksi yang melihat secara langsung dan saksi tidak mau datang untuk memberikan keterangan; e) keterbatasan Dokter Forensik.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNAAN ALAT TANGKAP IKAN ILLEGAL Ica Karina
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 1 Nomor 2
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (10867.364 KB) | DOI: 10.54367/fiat.v1i2.1156

Abstract

Penangkapan ikan secara illegal merupakan tindak pidana khusus karena diatur dengan undang-undang tersendiri, yaitu Undang-undang No. 31 Tahun 2004. Illegal fishing adalah kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-undangan suatu negara atau ketentuan internasional. Penangkapan ikan secara illegal yakni penangkapan ikan dengan menggusakan alat/bahan penangkapan ikan yang berbahaya, dan tanpa diserta izin yang lengkap serta melanggar daerah atau jalur atau waktu penangkapan ikan yang ditetapkan.  Adapun tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaturan hukum terhadap tindak pidana penggunaan alat tangkap ikan illegal.Untuk mengetahui bentuk sanksi pidana/hukuman terhadap penggunaan alat tangkap ikan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan untuk mendapatkan konsepsi, teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu yang berhubungan dengan objek penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan maupun sumber lainnya. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, jenis penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normative. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap pelaku tindak pidana di bidang perikanan pada prinsipnya hanya dapat dilakukan apabila diketahui terdapat cukup bukti telah terjadi tindak pidana di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang dilakukan oleh setiap orang atau badan hukum.
PERKEMBANGAN JOINT VENTURE COMPANY DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN Sara Tomu Paulin
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (501.747 KB) | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1287

Abstract

ABSTRAK Melalui Program Ketenagalistrikan 35.000 MW, Pemerintah membuka peran swasta untuk dapat membangun proyek ketenagalistrikan dimana porsi swasta melalui Independent Power Producer sebesar 26.981 MW, dan sisanya merupakan porsi PT PLN (Persero). Independent Power Producer ("IPP") pada dasarnya adalah badan usaha swasta yang mayoritas merupakan hasil joint venture (perusahaan patungan) antara 2 (dua) perusahaan yang membentuk perusaahaan bertujuan khusus (Special Purpose Company) untuk membangun, mengoperasikan, menjual tenaga listrik kepada PLN, lalu menyerahkan seluruh aset kepada PLN sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Perjanjian. Lebih lanjut penelitian ini akan membahas keuntungan dari pembentukan Joint venture Company serta skema Joint venture dalam praktik pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Metode penelitian yang penulis gunakan ialah yuridis normatif. Hasil penelitian ini menemukan bahwa belum ada hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai joint venture. Dalam praktiknya joint venture memiliki manfaat dan tidak menutup kemungkinan untuk menghasilkan permasalahan diantara para pihaknya. Dengan demikian, maka terbukalah kemungkinan joint venture agreement dimanfaatkan oleh pemegang saham pengendali yang semakin membatasi hak-hak pemegang saham minoritas. Kata Kunci: Joint Venture; Ketenagalistrikan; Pembangunan Infrastruktur; Penanaman Modal; Program Ketenagalistrikan ABSTRACT Through the 35,000 MW Electricity Program, the Government opens the role of the private sector to be able to build electricity projects where the private portion through the Independent Power Producer is 26,981 MW, and the rest is the portion of PT PLN (Persero). Independent Power Producer ("IPP") is basically a private business entity, the majority of which is the result of a joint venture between 2 (two) companies that formed a special purpose company (Special Purpose Company) to build, operate, sell electricity to PLN, then hand over all assets to PLN in accordance with the time period specified in the Agreement. Furthermore, this research will discuss the advantages of the establishment of a Joint venture Company and the Joint venture scheme in the practice of electricity infrastructure development. The research method that I use is normative juridical. The results of this study found that there is no positive law in Indonesia that regulates joint ventures. In practice, the joint venture has benefits and does not rule out the possibility of generating problems among the parties. Thus, it opens up the possibility for the joint venture agreement to be used by the controlling shareholder which further limits the rights of minority shareholders.Keywords : Capital Investment; Electricity; Electricity Program; Infrastructure Development; Joint venture
PEMBINAAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI PEMBEBASAN BERSYARAT DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG PEMASYARAKATAN Henny Saida Flora
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.02 KB) | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1424

Abstract

Pembebasan Bersyarat merupakan salah satu bentuk pembinaan untuk warga binaan Pemasyarakatan yang telah menjalani dua pertiga dari masa pidana yang telah dijalankan. Maksud dari pembebasan bersyarat adalah sebagai salah satu upaya untuk memulihkan hubungan warga binaan pemasyarakatan dengan masyarakat dan memperoleh serta meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam menyelenggarakan pemasyarakatan. Adanya model pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika yang bertujuan untuk lebih banyak memberikan bekal bagi warga binaan pemasyarakatan yang menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas). Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan antara warga binaan pemasyarakatan dengan masyarakat selanjutnya pembinaan warga binaan pemasyarakatan diharapkan agar warga binaan pemasyarakatan mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya
PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH KARENA CACAT HUKUM ADMINISTRASI MENURUT PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BPN NOMOR 9 TAHUN 1999 Benar Sinuraya
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.971 KB) | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1425

Abstract

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria telah memberikan  jaminan  sertifikat tanah kepada pemiliknya. Namun, dalam praktiknya masih juga ada diketemukan cacat hukum administrasi dalam pembuatannya. Oleh karena ditemukan adanya cacat hukum administrasi, sehingga terhadap  pihak yang keberatan dapat mengajukan pembatalan atas sertifikat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur pembatalan sertifikat hak atas  tanah karena cacat hukum administrasi menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif yuridis, yaitu dengan membaca dan mengumpulkan serta menganalisis seluruh regulasi terkait cabcellation sertifikat land tittle untuk dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang ditimbulkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur pembatalan sertifikat tittle tanah karena cacad  hukum administrasi menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, ada tiga (3) cara  yaitu : 1. Mengajukan permohonan  kepada Menteri Negara Agraria atau pejabat yang ditunjuk pada saat proses penerbitanan setifikat sedang berlangsung di Kantor Pertanahan,  2. Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, dalam ghal ini yang diajukan sebagai dasar gugatan adalah sengeketa tetang hak,  dan 3. Mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, apabila yang dijadikan sebagai dasar gugatan adalah surat keputusan tata usaha negara atau sertifikat untuk dibatalkan.
LEGALITAS PERKAWINAN ADAT MENURUT UNDANG – UNDANG NO. 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Ratna D.E. Sirait
Fiat Iustitia : Jurnal Hukum Volume 2 Nomor 1
Publisher : Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.73 KB) | DOI: 10.54367/fiat.v2i1.1426

Abstract

Indonesia adalah negara yang begitu kaya akan budaya dan tradisi,termasuk dalam ritual pernikahan atau perkawinan. Perkawinan merupakan moment spesial yang sangat dinantikan oleh pasangan. Apalagi ketika acara penuh makna ini berlangsung dengan lancar dan sesuai dengan konsep perkawinan yang diimpikan.Perkawinan adalah perilaku makluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Pernikahan bukan saja terjadi di kalangan manusia, tetapi terjadi pada tumbuhan dan hewan. Karena manusia adalah makluk berakal, maka perkawinan merupakan salah satu bentuk budaya yang beraturan dengan tujuan memperoleh keturunan .Dalam masyarakat ada perkawinan yang  dilaksanakan  secara adat. Bentuk perkawinan secara adat ini adalah adalah suatu perkawinan adat yang dilaksanakan oleh kedua mempelai dengan tidak pemberkatan di gereja melainkan meminta kepada petinggi adat /tokoh adat. Perkawinan secara adat saja jelas bertentangan dengan UU No 16 Tahun 2019. Keabsahan perkawinan yang diatur dalam UU No.16 tahun 2019  yaitu dalam Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa  ‘‘perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu’.  Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa ‘tiap-tiap perkawinan harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku’. Perkawinan adat ini tidak memiliki akta perkawinannya. Akibatnya perkawinan ini tidak memiliki bukti sebagai perkawinan sah secara undang-undang.