cover
Contact Name
Rustamaji
Contact Email
verstek@mail.uns.ac.id
Phone
+6285865999842
Journal Mail Official
verstek@mail.uns.ac.id
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Gedung 3, Departemen Hukum Acara Alamat: Ir. Sutami No. 36A,Kentingan, Surakarta
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Verstek
ISSN : -     EISSN : 23550406     DOI : https://doi.org/10.20961/jv.v9i3.55027
Core Subject : Humanities, Social,
Jurnal Verstek is a peer-reviewed journal published by Procedural Law Department, Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret three times a year in April, August, and December. This Journal aims primarily to facilitate undergraduate students paper over current developments on procedural law issues in Indonesia as well as to publish innovative legal researches concerning Indonesian procedural laws and legal system. It provides immediate open access to its content on the principle that making research freely available to public support a greater global exchange of knowledge. The scope of the articles published in this journal deal with a broad range of topics in the fields of Procedural Law, included but not limited to legal construction of procedural law, critical construction of procedural law in practice, trends and changes in procedural law, and the technical challenges faced in proedural law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 14 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 1 (2015)" : 14 Documents clear
Implikasi Penggunaan Alat Bukti Fotokopi Surat Dalam Perkara Korupsi Veronica Woro Andi Pratiwi; Cahyp Galang Satrio
Verstek Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Sebelas Maret University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.203 KB) | DOI: 10.20961/jv.v3i1.38975

Abstract

     Pada dasarnya alat bukti surat berupa fotokopi dapat terdiri dari alat bukti surat yang telah dilegalisir oleh pihak yang berwenang yang menyatakan sudah sesuai dengan aslinya dan alat bukti surat yang tidak dalam bentuk as;inya (resmi). Penggunaan alat bukti fotokopi surat yang tidak dalam bentuk aslinya (resmi) atau tidak dilegalisir oleh pihak yang berwenang mengeluarkan surat tersebut tidak memiliki nilai dan kekuatan pembuktian. Dalam Putusan Sela pada Pengadilan Negeri Magelang Nomor 82/Pid.B/Sus/2010/PN. MGL. atas nama Terdakwa DR. H. Muhammad Eko Kuntarto, M.Pd., M.Comp. yang melakukan tindak pidana korupsi, Jaksa/Penuntut Umum mengajukan alat bukti surat berupa fotokopi yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah potensi kerugian Negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implikasi yang ditimbulkan apabila Penuntut Umum menggunakan alat bukti surat dalam bentuk fotokopi sebagai dasar penghitungan jumlah potensi kerugian Negara. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat preskriptif dan terapan menggunakan bahan hukum primer dan sekunder dengan menggunakan studi kepustakaan untuk teknik pengumpulan data. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah metode silogisme dengan pola berpikir deduktif. Hasil penelitian ini adalah mengetahui implikasi penggunaan alat bukti fotokopi surat dalam perkara korupsi. Padahal alat bukti fotokopi surat ini digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah potensi kerugian negara. Menurut Majelis Hakim, alat bukti fotokopi surat atau tidak dilegalisir oleh yang berwenang yang menyatakan surat tersebut sesuai aslinya maka tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah kerugian Negara.    Kata kunci : Implikasi, Alat Bukti Fotokopi Surat, Kekuatan Pembuktian
Kedudukan Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Surat Winardi, Mangiliwati; Wahyuni, Tri
Verstek Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Sebelas Maret University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.461 KB) | DOI: 10.20961/jv.v3i1.38970

Abstract

       Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan Visum Et Repertum dalam proses perkara pidana serta keterkaitan Visum Et Repertum dengan alat bukti surat dan keterangan ahli. Sumber data penelitian ini ialah data sekunder berupa bahan hukum primer. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan. Sumber data penelitian ini ialah data sekunder berupa bahan hukum primer. Teknik pengumpulan data ialah studi pustaka berupa identifikasi hukum dan isu hukum. Teknis analisis data/bahan hukum didasarkan pada prinsip konsistensi logis antara asas-asas hukum baku terkait permasalahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Visum Et Repertum selaku keterangan dalam bentuk yang formil menyangkut hal- hal yang dilihat dan ditemukan oleh dokter pada benda-benda yang diperiksa sesungguhnya adalah pengganti barang bukti dan Kedudukan Visum Et Repertum dalam hukum pembuktian dalam proses acara pidana adalah termasuk sebagai alat bukti surat.       Kata kunci : Visum Et Repertum, Pembuktian
Akibat Hukum Konsignatie Bagi Para Pihak Dalam Perkara Perdata Yuristin, Kadek Evinka; Hartanto, S.H., M.H, Heri; -, Harjono, S.H., M.H
Verstek Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Sebelas Maret University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jv.v3i1.38948

Abstract

     Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai akibat hukum konsignatie bagi para pihak yang bersengketa. Dalam perjanjian atau perikatan ada kalanya terjadi pihak kreditur tidak bersedia menerima pembayaran dari debitur sehingga membawa kesulitan bagi debitur dalam hal pembayaran bunga dan sebagainya. Untuk itu debitur dapat mengajukan kepada kreditur “aanbod van gereede betaling “ artinya penawaran kesiapan membayar. Apabila penawaran tersebut masih juga tidak diterima, maka uang atau barang itu dapat dikonsinyasikan.      Penelitian ini termasuk jenis penelitian normatif yang bersifat preskriptif. Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder merupakan data utama dalam penelitian ini. Sedangkan data primer digunakan sebagai data sekunder. Untuk mengumpulkan data sekunder digunakan dengan studi kepustakaan atau studi dokumen. Teknik analisis yang digunakan bersifat kualitatif. Sifat dasar analisis ini bersifat deduktif, yaitu cara-cara menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke arah hal-hal yang bersifat khusus.       Penelitian ini memperoleh hasil bahwa konsignatie merupakan salah satu cara berakhirnya perikatan yang disebut dalam ketentuan Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penawaran yang seperti itu yang disusul kemudian dengan menitipkan uang atau barang tersebut, oleh undang-undang dari sudut debitur disamakan dengan pembayaran dan membebaskan debitur dari kewajibannya, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang dan menjadi tanggungan kreditur karena dirinya menolak pembayaran debitur.        Kata kunci : Pelaksanaan Putusan, Konsignatie, Hapusnya Perikatan
Pengajuan Kasasi Dengan Alasan Pengesampingan Hukum Pembuktian Oleh Hakim Dalam Putusan Perkara Korupsi (Studi Kasus Putusan No.1389 K/Pid.Sus/2012) Harjanti Setyowati; Alfian Yudha Prasetyo
Verstek Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Sebelas Maret University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (251.638 KB) | DOI: 10.20961/jv.v3i1.38972

Abstract

      Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pengesampingan hukum pembuktian oleh Hakim sebagai alasan Penuntut Umum mengajukan kasasi dalam putusan perkara korupsi dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP dan kesesuaian alasan hukum Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus kasasi Penuntut Umum  dalam putusan perkara korupsi dengan ketentuan KUHAP. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan pendekatan kasus tindak pidana korupsi dana sertifikasi guru oleh terdakwa Halomoan selaku Bendahara Pengeluaran pada Dinas Pendidikan Kabupaten Labuhanbatu.     Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dalam menjatuhkan putusan pidana Judex   Factie melakukan kekeliruan dan kesalahan yang tidak dibenarkan Pasal 253 KUHAP, yang oleh Penuntut Umum diajukan kasasi. Sehingga dihasilkan simpulan, kesatu, alasan kasasi Penuntut Umum, menyatakan Judex Factie keliru dalam menyatakan nilai kerugian negara yang tidak sesuai tempus delicti, melampaui batas kewenangan dengan menyatakan hubunganantaraterdakwa denganteman wanitanya adalahhubunganperdata dan dalam mengadili perkara Judex Factie tidak melaksanakan menurut ketentuan undang-undang, sehingga pengajuan kasasi memenuhi ketentuan pasal 253 KUHAP. Kedua, Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili perkara menggunakan Ratio Decidendi bersifat yuridis dan non yuridis. Yuridis didasarkanpada fakta- faktayuridisyang terungkap dalam persidangan. Sedangkan non yuridis didasarkan pada apa yang ada dalam diri terdakwa, sehingga alasan hukum tersebut memenuhi ketentuan KUHAP.       Kata kunci : KUHAP, Kasasi, Ratio Decidendi
Hak Terdakwa Untuk Tidak Menerima Putusan Hakim Atas Dasar Hakim Mengabaikan Alibi Terdakwa Dalam Pembuktian Di Persidangan lIZY m Butarbutar; Chris Anggi; Edy Hartanto, S.H., M.H
Verstek Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Sebelas Maret University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.66 KB) | DOI: 10.20961/jv.v3i1.38967

Abstract

       Tujuan Penelitian ini Untuk mengetahui bagaimana hak terdakwa untuk tidak menerima putusan hakim dengan dasar hakim mengabaikan alibi terdakwa dalam permbuktian di persidangan terkait kasus tindak pidana pemerasan.      Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, bersifat preskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan: Bahwa kasus perkara tindak pidana pemerasan dengan terdakwa ADE TURSOPA, S.Ag., M.Pd. bin H. KOMARNA, Terdakwa berhak untuk tidak menerima putusan hakim. Wujud dari terdakwa tidak menerima putusan hakim adalah dengan mengajukan upaya hukum.   Kata kunci : Hak Terdakwa, Alibi Terdakwa , Upaya Hukum
Sinkronisasi Regulasi Penyidikan Dan Penuntutan Terhadap Tindak Pidana Korupsi Mega Amanda; Risma Rizky Fajar; Adnan Bhisma Rizaldi
Verstek Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Sebelas Maret University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.304 KB) | DOI: 10.20961/jv.v3i1.38978

Abstract

   Penyidik Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi secara yuridis berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Kejaksaan secara faktual melakukan penyidikan tindak pidana korupsi meskipun secara yuiridis tidak berwenang. Batasan wewenang penyidikan tindak pidana korupsi antara ketiga institusi tersebut tidak jelas yang dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum.    Peraturan perundang-undangan mengenai penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, sudah tertulis otentik sinkron (serasi) antara Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.     Kata kunci: sinkronisasi, penyidikan, penuntutan, korupsi
Argumentasi Hukum Hakim Pengadilan Agama Dalam Memutus Perkara Perceraian Murtad Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 (Studi Putusan Nomor 370/Pdt.G/2002/Pa.Jp) Cahyoko, Ranto; Hendrawan, Mohammad Ilham; Baskoro, Bagus Yoyo Jendro
Verstek Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Sebelas Maret University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.178 KB) | DOI: 10.20961/jv.v3i1.38976

Abstract

      Hukum perkawinan merupakan hubungan hukum yang mengatur antara suami istri dalam suatu keluarga berserta akibat-akibat yang timbul dari adanya perkawinan tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan tujuan dari hukum perkawinan itu sendiri membentuk keluarga yang bahagia,harmonis dan tidak bercerai berai, sehingga sebelum keduanya menikah ada perbedaan latar belakang serta pendapat yang harus disatukan, dan untuk dapat membangun sebuah perkawinan, maka Undang- Undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Adakalanya dalam sesuatu perkawinan timbul masalah, yaitu apabila suatu perkawinan telah berlangsung beberapa tahun lamanya, kemudian salah satu pihak atau keduanya pindah agama, misalnya dari agama Islam keagama non Islam, maka hal ini tentu dapat mengganggu ketentraman dan kerukunan hidup rumah tangga yang terbina dan bahkan dapat menimbulkan perceraian.Apabila telah terbukti di pengadilan bahwa salah satu pihak suami istri telah murtad maka hakim dapat menjatuhkan perceraian atau mengabulkan penjatuhan talak.Namun apabila murtad dilakukan sebelum dilangsungkan perkawinan maka hal tersebut dapat dibatalkan atau jika telah terjadi perkawinan tetapi belum dilakukan hubungan badan maka selama masa iddah jika yang melakukan perbuatan murtad tidak kembali ke agama Islam maka perkawinan tersebut dapat di fasakh.Perlu adanya pertimbangan hukum yang harus dimuatkan dalam putusan ini  menjadi suatu dasar hukum terhadap kasus perceraian dan bagi kedua belah pihak berbeda agama. Dalam Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.       Kata kunci : Perkawinan, Pengadilan, Perceraian, Murtad
Kekuatan Pembuktian Penggunaan Saksi Testimonium De Auditu Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Negeri Karanganyar Vera Hapsari, Aurelia Dini; Puput P, Chandra Arvintha; Wulandari, Dewi
Verstek Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Sebelas Maret University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jv.v3i1.38971

Abstract

    Dalam sidang perkara perdata di Pengadilan Negeri masih banyak penggunaan saksi testimonium de auditudalam pembuktian suatu perkara perdata.Keberadaan saksi testimoniumde Auditu merupakan cara pintas yang digunakan oleh pihak-pihak yang berperkara untuk memperkuat dan mempermudah pada saat pembuktian di persidangan. Hal ini tentu akan menimbulkan perbedaan konsepsi kekuatan pembuktian dari seorang saksi testimonium de auditu oleh Hakim. Penulisan ini berdasarkan metode normatif yang tidak dapat melepaskan fakta empiris yang terdapat di persidangan perkara perceraian melalui penghadiran seorang saksi testimonium de Auditu pada Pengadilan Negeri Karanganyar. Fakta empirik dan aturan dasar normatif perundang-undangan yang dijadikan sebagai dasar untuk kemudian dianalisis menggunakan metode interpretasi dan teknik analisis induksi. Terkait bahan hukum yang diperoleh melalui studi kepustakaan dari Perpustakaan maupun berkas yang dimiliki Pengadilan Negeri Karanganyar.    Kata Kunci: Kekuatan pembuktian, Testimonium de Auditu, alat bukti, Perceraian
Analisis Yuridis Pertimbangan Mahkamah Agung Menerima Pengajuan Peninjauan Kembali Perkara Pidana Oleh Jaksa Bintang Indara Jati; Nindya Perdana; Novi Kusumawati
Verstek Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Sebelas Maret University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.798 KB) | DOI: 10.20961/jv.v3i1.38966

Abstract

     Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasanpertimbangan mahkamah agung menerima pengajuan peninjauan kembali perkara pidana oleh jaksa dalam praktik peradilan pidana di indonesi.Berdasarkan dari pembahasan, dapat dihasilkan simpulan, kesatu, Pasal 263 KUHAP dapat dikatakan sebagai landasan hukum bagi jaksa untuk mengajukan permintaan peninjauan kembali perkara pidana. Sesuai ketentuan Pasal 263 ayat (3) KUHAP tersebut, jaksa dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali, dengan persyaratan apabila dalam putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu, suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti dengan pemindanaan.Kedua, Pertimbangan diterimanya pengajuan peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam perkara pidana antara lain, Penafsiran hukum oleh Mahkamah Agung terhadap ketentuan undang-undang mengenai pengajuan peninjauan kembali yang diajukan oleh jaksa. Penafsiran hukum tersebut termuat dalam putusan-putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung pada kasus Muchtar Pakpahan, kasus Ram Gulumal alias V. Ram (The Gandhi Memorial School), dan kasus Soetiyawati; Penggunaan yurisprudensi oleh Mahkamah Agung dalam mengadili suatu perkara.       Keywords : Kewajiban hakim, Pertimbangan, Peninjauan Kembali, Jaksa 
Kajian Konsepsi Polisi Sebagai Penyidik Tunggal Versus Polisi Sebagai Penyidik Umum Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Eindi Marwindratama; Suryo Prabowo; Muhammad Alfian Nugroho
Verstek Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Sebelas Maret University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (90.723 KB) | DOI: 10.20961/jv.v3i1.38977

Abstract

     Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui reformulasi polisi sebagai penyidik tunggal melawan polisi sebagai penyidik umum dalam kewenangan penyidikan dalam perspektif Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang Organik di Indonesia     Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat perskriptif, untuk menemukan kebenaran mengenai reformulasi kewenangan penyidikan dalam perspektif Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-undang Organik di Indonesia. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan atau studi dokumen. Teknik analisis data yang dilaksanakan menggunakan logika deduktif.      Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa Ketentuan dalam Penyidikan sementara ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) terdapat ketentuan yang mengatur secara rigit yang mengatur mengenai Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan dengan singkat seakan-akan penyelesaian perkara pidana itu dapat dikatakan meliputi Penyelidikan dan Penyidikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penuntutan dan Pelaksanaan Putusan Hakim oleh Kejaksaan Negeri serta Peradilan perkara oleh Hakim. Formulasi di dalam KUHAP menunjukan bahwa Polri sebagai Penyidik Tunggal dan tidak ada Penyidik lainnya selain Polri itu sendiri. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, ketentuan Undang-Undang KomisiPemberantasanKorupsi yang diatur dalam Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) Meski tidak satupun pasal dalam KUHAP yang menyebutkan bahwa Polri merupakan Penyidik Tunggal, namun selama ini konsepsi parsialitas kewenangan penyelidikan dan penyidikan pada Polri, kewenangan Penuntutan pada penuntut umum dan kewenangan mengadili pada hakim, lebih menonjol jika dibanding konsepsi integritas penegakan hukum. KUHAP memerlukan reformulasi pengaturan agar kewenangan penyelidikan dan penyidikan tidak tumpang tindih dan menyisakan celah hukum.     Kata kunci     :Reformulasi, Penyidikan,Undang-undang Organik

Page 1 of 2 | Total Record : 14