cover
Contact Name
Syahrul Mubarak Subeitan
Contact Email
syahrulsubeitan@gmail.com
Phone
+6282291131498
Journal Mail Official
al-mujtahid@iain-manado.ac.id
Editorial Address
Jl. Dr. S.H. Sarundajang, Kawasan Ringroad I, Malendeng Manado Kode Pos 95128, Sulawesi Utara, Indonesia
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law
ISSN : 28092805     EISSN : 28090756     DOI : http://dx.doi.org/10.30984/ajifl
Core Subject : Social,
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law mainly focuses on Islamic Family Law and Islamic Law. with various approaches of normative, philosophy, history, sociology, anthropology, theology, psychology, and is intended to communicate the original researches and current issues on the subject. Detailed scopes of articles accepted for submission to Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law are: 1. Study of the Islamic Social Institution of Family Law 2. Basic Study of Islamic Family Law Science 3. Islamic Family Law Dispute Resolution 4. Contemporary Study of Islamic Family Law 5. Islamic Family Law in the World
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 30 Documents
Pencatatan Nikah di Kantor Urusan Agama sebagai Fakta Hukum Perkawinan Masyarakat Muslim Ridwan Jamal; Misbahul Munir Makka; Nor Annisa Rahmatillah
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol 2, No 2 (2022)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajifl.v2i2.2132

Abstract

Perintah menikahkan perempuan belum menikah dan laki-laki belum menikah tidak hanya untuk anggota keluarga atau wali masing-masing pihak yang bersangkutan, tetapi juga untuk semua orang, terutama umat Islam. Artikel ini menggambarkan konsep pencatatan nikah berdasarkan regulasi yang disusun oleh pemerintah dengan menggunakan metode pustaka yang mengandalkan informasi di beberapa terbitan berkala dan buku-buku untuk keperluan pencatatan pernikahan. Analisis yang dilakukan yaitu grounded theory. Pada prinsipnya, ketentuan "UU Perkawinan" menyiratkan perintah administratif, namun fakta membuktikan bahwa regulasi Indonesia tentang pencatatan perkawinan telah menjadi bumerang. Dalam praktiknya, status perkawinan sirri dan non-sirri adalah legal secara hukum, yang menyebabkan kekacauan perkawinan di Indonesia. Adanya Pencatatan Nikah (Kantor Urusan Agama/KUA) merupakan pernyataan tertulis tentang akad nikah yang sah, yang memegang peranan sangat penting di dalamnya. Pentingnya pencatatan perkawinan adalah untuk membela dan melindungi hak-hak suami dan istri yang ditimbulkan oleh perkawinan yang sah. Selain itu, dengan mendaftarkan perkawinan, negara akan mengakui keabsahan acara perkawinan tersebut.
Penghulu dan Angka Kreditnya dalam Pencatatan Isbat Nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Ranowulu Suparmo Saleh; Frangky Suleman; Zakiyuddin Abdul Adhim
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol 2, No 2 (2022)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajifl.v2i2.2170

Abstract

Tulisan ini mengkaji tentang penghulu, angka kredit serta problematikanya di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Ranowulu, Kota Bitung. Kecukupan angka kredit menjadi salah satu syarat mutlak dalam kenaikan pangkat dan jabatan dari penghulu bersangkutan. Sandaran aturan yang menjadi rujukan dalam pelaksanaan tugasnya mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan-RB) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Penghulu. Salah satu kegiatan yang diharapkan mampu mengumpulkan puing-puing angka kredit adalah melalui pencatatan pernikahan hasil isbat nikah dari Pengadilan Agama. Padahal di tengah-tengah kehidupan masyarakat muslim masih cukup banyak ditemukan peristiwa pernikahan yang hanya memperhatikan keabsahaan dari aspek keagamaan saja tanpa memperhatikan amanat Pasal 2 ayat 2 dari UU Perkawinan. Bila syarat dan rukun nikah telah terpenuhi maka mereka merasa cukup. Ini terbukti masih banyaknya permohonan pencatatan isbat nikah yang diajukan ke KUA. Tentu hal itu harus dianalisa kembali agar semua pihak dapat memahaminya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tugas penghulu dan angka kreditnya dalam pencatatan isbat nikah. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif yuridis dengan sifat penelitian adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencatatan pernikahan melalui isbat nikah tidak termaktub dalam Permenpan-RB di atas. Oleh sebab itu, pencatatan isbat nikah di KUA dianggap tidak lebih hanya sebagai kebijakan untuk membantu pihak Pengadilan Agama dan masyarakat yang berkepentingan agar legalitas perkawinan mereka dilindungi oleh negara, tanpa melihat kepangkatan dari penghulu yang tidak memiliki tugas tambahan.
Tradisi Arab "Hamdolo" dalam Uparaca Pra-Perkawinan Masyarakat Muslim Manado Ahmad Zakie Syawie; Rosdalina Bukido
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol 2, No 2 (2022)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajifl.v2i2.2131

Abstract

Penelitan ini mendeskripsikan upacara pra-perkawinan masyarakat Kampung Arab Kota Manado dan dan mengidentifikasinya dari sisi Hukum Islam. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan yuridis-sosiologis. Peneliti melakukan wawancara kepada tokoh agama dan masyarakat dan studi observasi serta dokumentasi untuk menunjang data penelitian ini. Analisis dilakukan melalui reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan. Hasil yang ditemukan adalah tradisi hamdolo dibentuk oleh para pendatang dari Yaman Hadramaut. Prosesi hamdolo dilakukan pada saat malam sebelum upacara perkawinan yang bertujuan untuk menghilangkan rasa gugup dari pihak laki-laki ketika memasuki upara pernikahan besok harinya. Kemudian dari tiap-tiap prosesi diiringi dengan musik dan tarian-tarian khas keturunan bangsa Arab. Dalam Islam kita mengenal tradisi yang dilakukan dalam sebuah kelompok masyarakat sebagai urf, tradisi hamdolo hukumnya boleh jika dikaitkan dengan syarat urf. Meskipun begitu prosesi yang dilakukan masih terdapat hal-hal mistis dan masih terdapat perdebatan dengan hukum Islam, sehingga butuh penyesuaian atas prosesi hamdolo untuk menghindari kekeliruan masyarakat Kampung Arab yang notabene adalah Muslim dalam menjalan tradisi ini.
Fiqih Mawaris dan Hukum Adat Waris Indonesia Wasikoh Soleman; Saharuddin Ambo; Malpha Della Thalita
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol 2, No 2 (2022)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajifl.v2i2.1958

Abstract

Tulisan ini memuat tentang ketentuan-ketentuan syar'i terkait dengan kewarisan, kategorisasi fiqih mawaris menjadi pembanding pada kebiasaan masyarakat yang membagi harta peninggalan yang termasuk pada ketentuan harta warisan, namun pelaksanaannya dilakukandengan cara kekeluargaan dan bahkan menurut kebiasaan atau adat yang berlaku pada suatu daerah tersebut. Secara substansial pemberlakuan hukum fiqih secara utuh dalam pembagian harta warisan sesungguhnya akan terasa adil bila pemahaman yang mendalam terhadap fiqih itu sendiri, namun pada kenyataannya praktik pembagian warisan secara kebiasaan masyarakat lebih dianggap mudah dan anti konflik kekeluargaan, lebih dari itu bahwa salah satu tujuan agama adalah menjaga harta dan jiwa. Hal inilah yang memicu penulis untuk membahas atas kebiasaan atau tradisi pembagian warisan di Indonesia dengan metode kualitatif-deskriptif. Bila ditarik benang merahnya maka pembagian harta warisan dengan cara yang kemudian tidak menimbulkan masalah selanjutnya adalah salah satu tujuan dari penelitian ini, maka hal demikian sangat dianjurkan dalam agama.
Pembagian Harta Warisan Secara Adat Masyarakat Muslim Talaud Risnayani Lahinda
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol 3, No 1 (2023)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajifl.v3i1.2539

Abstract

This article aims to describe the division of the inheritance of the Talaud Muslim community and analyze it in Islamic law. This research is qualitative research using inductive analysis. Results found that boys and girls get the same amount. This distribution of assets is also carried out when the parents are still alive. In addition, the gift of property applies to adopted children and stepchildren. Debts in the distribution of inheritance are the responsibility of all children when their parents die. If viewed from an Islamic point of view, sharing assets equally between boys and girls is permissible as long as it does not harm one of the parties and must be voluntary; the distribution of inheritance before the heir dies can be done with grants. There is no prohibition on giving estate in takharuj, which is obligatory for adopted children or stepchildren. Finally, the settlement of debt cases where Islam strongly recommends immediately resolving these debt problems because they relate to other people's rights. Keywords: Inheritance Custom; Fiqh Mawaris; Muslim Community.   ABSTRAKArtikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembagian harta warisan masyarakat Muslim Talaud dan menganalisisnya dalam Hukum Islam. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis induktif. Hasil yang ditemukan adalah anak laki-laki maupun perempuan mendapatkan jumlah yang sama. Pembagian harta ini juga dilakukan saat orang tua masih hidup. Selain itu, pemberian harta berlaku untuk anak angkat dan anak tiri. Hutang-piutang dalam hal pembagian harta warisan menjadi tanggungjawab semua anak saat orang tua meninggal. Jika dilihat dari kacamata Islam membagikan harta secara sama rata antara anak laki-laki dan perempuan itu boleh asalkan tidak merugikan salah satu pihak dan harus secara sukarela, pembagian harta warisan sebelum pewaris meninggal dapat dilakukan dengan hibah dan tidak ada larangan untuk memberi harta warisan dalam bentuk takharuj wajibah kepada anak angkat ataupun anak tiri. Terakhir, penyelesaian perkara hutang yang dimana Islam sangat menganjurkan untuk segera menyelesaikan permasalahan hutang-piutang ini karena bersangkutan dengan hak orang lain.
Tradisi Bontowon Kon Bui’an Masyarakat Muslim Mongondow di Sangtombolang, Kabupaten Bolaang Mongondow Reni Arista Mamonto
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol 3, No 1 (2023)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajifl.v3i1.2553

Abstract

This study discusses the traditional marriage tradition in Bolaang Mongondow. This study looks at the phenomenon of marriage called Bontowon Kon Bui'an among the Mongondow Muslim community in Sangtombolang, Bolaang Mongondow Regency, North Sulawesi. This tradition refers to breaking kinship ties and is carried out when the bride and groom are in close kinship. This research uses descriptive qualitative research with an empirical normative approach. The research results show that the tradition of Bontowon Kon Bui'an in the Mongondow Muslim community in Sangtombolang is carried out when the bride and groom are in a close family circle. In a sense, this tradition occurs when a bride and groom still have a close family relationship. There are six stages in this traditional ceremony, and the conventional institution, or Guhanga Lipu', carries out all steps. After all the customary stages are completed, the bride and groom or their families can continue the wedding process to the next scene. Keywords: Tradition; Bontowon Kon Bui'an; Marriage; Muslim Community.  ABSTRAKPenelitian ini membahas tentang tradisi perkawinan adat di Bolaang Mongondow. Penelitian ini melihat fenomena perkawinan yang disebut dengan Bontowon Kon Bui'an di kalangan masyarakat Muslim Mongondow di Sangtombolang, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Tradisi ini mengacu pada pemutusan tali persaudaraan dan dilaksanakan ketika mempelai laki-laki dan perempuan berada dalam lingkup kekerabatan yang dekat. Adapun penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan normatif empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi Bontowon Kon Bui'an pada masyarakat Muslim Mongondow di Sangtombolang dilaksanakan ketika calon pengantin berada dalam lingkup kekeluargaan yang dekat.  Dalam arti, tradisi ini dilaksanakan saat terdapat calon pengantin yang masih memiliki hubungan kekeluargaan yang dekat. Terdapat enam tahapan dalam upacara adat ini, dan semua tahapan dilaksanakan oleh lembaga adat atau Guhanga Lipu'. Setelah seluruh tahapan adat selesai, barulah calon pengantin atau keluarga mereka dapat melanjutkan proses pernikahan ke tahap berikutnya.
Praktik Perkawinan Janda Tanpa Akta Cerai di Desa Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan Hartono Sabtu; Fatum Abubakar
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol 3, No 1 (2023)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajifl.v3i1.2490

Abstract

The practice of widow marriages without a Divorce Certificate is a phenomenon that often occurs in Saketa Village and is considered commonplace; these marriages are categorized as unregistered marriages at the Office of Religious Affairs, where there are 2 cases and marriages are registered at the Office of Religious Affairs where there is 1 case, but from that the Marriage Law does not permit it. This study aims to practice analyzing widows' marriages without Divorce Certificates in Saketa Village, given Law Number 16 of 2019. The research method used is qualitative; research data comes from primary data, namely data collected directly through observation and interviews with 3 subjects research consisting of 3 widows who married without a Divorce Certificate. The results of this study conclude that the marriage of widows without a divorce certificate in Saketa Village is not by Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. Because the widow's status is not recognized by law, the widow is still the legal wife of her previous husband. Also, because there are no strict sanctions in the Marriage Law against the perpetrators of the intended marriage, these marriages still occur in Saketa Village, West Gane District, South Halmahera Regency. Keywords: Divorce Deed; Widow; Marriage Practices. ABSTRAK Praktik perkawinan janda tanpa Akta Cerai merupakan fenomena yang sering terjadi di Desa Saketa dan sudah dianggap lumrah, perkawinan tersebut dikategorisasi dengan perkawinan tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama yang terdapat 2 kasus dan perkawinan terdaftar di Kantor Urusan Agama yang terdapat 1 kasus, namun dari itu tidak dibenarkan oleh Undang-Undang Perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik perkawinan janda tanpa Akta Cerai di Desa Saketa dalam pandangan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Data penelitian bersumber dari data primer, yaitu data yang dihimpun secara langsung melalui observasi dan wawancara kepada 3 subjek penelitian yang terdiri dari 3 orang janda yang melakukan perkawinan tanpa Akta Cerai. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perkawinan janda tanpa Akta Cerai di Desa Saketa tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Karena status janda tersebut tidak diakui oleh Undang-Undang, maka janda tersebut masih menjadi istri sah dari suami sebelumnya. Alasan lainnya, tidak ada sanksi yang tegas dalam Undang-Undang perkawinan terhadap pelaku perkawinan yang dimaksud hingga praktik perkawinan tersebut masih terus berlangsung di Desa Saketa, Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan.
Upaya Legalitas Pernikahan Dibawah Tangan di Buntulia, Kabupaten Pohuwato Serpin Rasyid; Sumiyati B.; Darmawati Darmawati
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol 3, No 1 (2023)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajifl.v3i1.2384

Abstract

Marriage under the hands is a form of marriage that has become a fashion that arises and develops secretly in some Indonesian Islamic communities. They try to avoid the bureaucratic and convoluted system and manner of regulating the implementation of marriage and the length of its management or deliberately keep the marriage secret because of polygamy. For this reason, they take their way that does not contradict Islamic law. So that the formulation of the problem in this study is How is the legal legality of unrecorded marriages? This research method is normative juridical. The results of this study found that the practice of marriage that occurs in the community only partially refers to the law. Because some societies carry out the course of marriage referring to the norms of the Islamic law that allow serial marriage (marriage under the hand) and not positive state law as an authoritative reference, therefore, it is necessary to have legal awareness of the entire Muslim community about the nature of Islamic marriage so that there is no longer a narrow understanding and awareness that views marriage only to legalize sexual relations. Keywords: Legality; Marriage; Underhand. ABSTRAK Perkawinan dibawah tangan merupakan bentuk perkawinan yang telah merupakan mode masa kini yang timbul dan berkembang diam-diam pada sebagian masyarakat Islam Indonesia. Mereka berusaha menghindari diri dari system dan cara pengaturan pelaksanaan perkawinan yang birokratis dan berbelit-belit serta lama pengurusannya atau secara sengaja merahasiakan perkawinan karena poligami. Untuk itu mereka menempuh cara sendiri yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana legalitas hukum terhadap perkawinan yang tidak tercatat Metode penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini menemukan bahwa praktik perkawinan yang terjadi dilingkungan masyarakat tidak sepenuhnya mengacu kepada undang-undang. Karena sebagian masyarakat melangsungkan praktik perkawinan mengacu pada norma hukum Islam yang mengijinkan perkawinan siri dan bukan hukum positif negara sebagai acuan otoritatif. Oleh karena itu, perlunya kesadaran hukum seluruh masyarakat muslim akan hakikat pernikahan Islam, sehingga tidak tumbuh lagi pemahaman dan kesadaran sempit yang memandang pernikahan hanya untuk melegalkan hubungan badan semata.
Pertimbangan Hakim pada Perkara Dispensasi Nikah di Lingkungan Pengadilan Agama Tutuyan Mujahid Assagaf
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol 3, No 1 (2023)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajifl.v3i1.2540

Abstract

This study aims to determine the decision of the marriage dispensation at the Tutuyan Religious Court in completing the application for marriage dispensation and to find out the judge's considerations in deciding the case. The type of this research is field research (field research) with an empirical normative approach. The study results show that in considering the determination of the marriage dispensation, the Tutuyan Religious Court Judge is very concerned about the interests of the child for whom the marriage dispensation will be requested. As for the judge's considerations before deciding on a marriage dispensation case, the judge must listen to information from the applicant and the prospective partner for whom the dispensation is requested. After that, the judge will consider the data to determine whether the marriage can occur. As for Islam, the dispensation of marriage related to the age of marriage is based on the period of puberty for someone. It doesn't matter how old someone gets married. Scholars argue that this does not reduce the glory and purpose of the marriage contract. Keywords: Judge's Consideration; Marriage; Marriage Dispensation.  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui putusan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Tutuyan dalam menyelesaikan permohonan dispensasi nikah serta mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan normatif empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mempertimbangkan penetapan dispensasi nikah Hakim Pengadilan Agama Tutuyan sangat memperhatikan kepentingan dari anak yang akan dimintakan dispensasi nikah. Adapun pertimbangan hakim sebelum memutuskan perkara dispensasi nikah, yaitu hakim harus mendengarkan keterangan dari pemohon dan calon pasangan yang dimintakan dispensasi. Setelah itu, hakim akan mempertimbangkan keterangan tersebut untuk menentukan apakah pernikahan dapat dilangsungkan. Adapun dalam Islam, dispensasi nikah yang berkaitan dengan umur pernikahan berdasarkan masa baligh seseorang, bukan masalah usia seseorang akan menikah. Ulama berpendapat bahwa hal ini tidak mengurangi kemuliaan dan tujuan akad nikah.
Tradisi Mangundu Mantu Masyarakat Tanamon dalam Konsepsi Hukum Islam Rizky Ayub S. Biya; Rosdalina Bukido
Al-Mujtahid: Journal of Islamic Family Law Vol 3, No 1 (2023)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajifl.v3i1.2552

Abstract

This article discusses the mangundu mantu custom from the perspective of Islamic law in Tanamon Village, Sinonsayang District, South Minahasa Regency. The main problem is how are the customary procession of mangundu mantu in Tanamon Village and the view of Islamic law regarding the mangundu mantu custom from the perspective of Islamic law. This study uses descriptive qualitative research methods where researchers will go directly to the field to conduct interviews, observations, and documentation with those who know and understand the mangundu mantu custom and what Islamic law’s perspective is regarding the mangundu mantu business in Tanamon Village, Sinonsayang District, South Minahasa Regency. The research results in this thesis discuss the custom of mangundu mantu, a ceremony for welcoming the bride who comes to the house or sabuah (canopy as a gathering place for the groom's family). In carrying out the wedding procession for the Bantik community in Tanamon Village, the main party is held at the bride's house. After that, the bride and groom (both women and men) go to the groom's house, if the house is far away, they can use a vehicle, but at a distance of approximately 200 meters, the bride and groom must go down together with the bridal procession. Then wait for the groom's family to take turns pulling the bride by shaking hands and giving gifts in the form of money or other valuables and walking step by step until they are correct at the entrance to the groom's house. Keywords: Islamic law; Mangundu Mantu; Tradition. ABSTRAK Artikel ini membahas tentang adat mangundu mantu dalam perspektif hukum Islam di Desa Tanamon Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan. Masalah utamanya adalah bagaimana prosesi adat mangundu mantu di Desa Tanamon serta pandangan hukum Islam tentang adat mangundu mantu dalam perspektif hukum Islam. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dimana peneliti akan terjun langsung ke lapangan untuk melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi. Kepada mereka yang mengetahui dan menguasai masalah adat mangundu mantu serta bagaimana perspektif hukum Islam tentang adat mangundu mantu di Desa Tanamon Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan. Hasil penelitian dalam skripsi ini membahas tentang adat mangundu mantu adalah suatu upacara penyambutan pengantin wanita yang datang ke rumah atau sabuah (kanopi sebagai tempat berkumpulnya keluarga mempelai pria). Dalam pelaksanaannya prosesi pernikahan masyarakat Bantik Desa Tanamon, pesta utamanya dilaksanakan dirumah mempelai wanita. Setelah itu, kedua mempelai (baik wanita dan pria) pergi ke rumah mempelai pria, jika rumahnya jauh bisa menggunakan kendaraan tetapi pada jarak kurang lebih 200 meter kedua mempelai harus turun bersama dengan iring-iringan pengantin. Kemudian menunggu keluarga mempelai pria yang secara bergantian menarik mempelai wanita dengan berjabatan tangan dan memberikan hadiah berupa uang maupun barang berharga lainnya dan berjalan selangkah demi selangkah hingga tepat di pintu masuk ke rumah mempelai pria.

Page 3 of 3 | Total Record : 30