cover
Contact Name
Unang arifin
Contact Email
bcsifl@unisba.ac.id
Phone
+6282321980947
Journal Mail Official
bcsifl@unisba.ac.id
Editorial Address
UPT Publikasi Ilmiah, Universitas Islam Bandung. Jl. Tamansari No. 20, Bandung 40116, Indonesia, Tlp +62 22 420 3368, +62 22 426 3895 ext. 6891
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Bandung Conference Series : Islamic Family Law
ISSN : -     EISSN : 28282051     DOI : https://doi.org/10.29313/bcsifl.v2i2
Bandung Conference Series Islamic Family Law (BCSIFL) menerbitkan artikel penelitian akademik tentang kajian teoritis dan terapan serta berfokus pada hukum keluarga islam dengan ruang lingkup sebagai berikut, Batasan Usia Perkawinan, Dampak Perkawinan, Fikih Mawaris. Fikih Munakahat, Habaib Kebiasaan, Harta Bersama, Hukum adat, Hukum Islam Diskresi, Hukum Islam, Keluarga Sakinah, Kompilasi Hukum Islam, Kursus Pra Nikah, Legislasi, Penetapan Hakim Wali Nikah, Perceraian, Perkawinan Beda Agama, Saksi, Suami mafqud, Syiqaq, Talak, Walimatul urs. Prosiding ini diterbitkan oleh UPT Publikasi Ilmiah Unisba. Artikel yang dikirimkan ke prosiding ini akan diproses secara online dan menggunakan double blind review minimal oleh dua orang mitra bebestari yang ahli dalam bidangnya.
Articles 55 Documents
Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap Perkawinan Adat Beda Agama di Kampung Adat Cirendeu Cimahi Ai Pebrianti Purwa Delimas; Siska Lis Sulistiani; Ilham Mujahid
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 1 No. 1 (2021): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.556 KB) | DOI: 10.29313/bcsifl.v1i1.62

Abstract

Abstract. Marriage that will bring peace and spirituality, must have the same religious beliefs, must not be of different religions, in accordance with the Word of Allah, Surat Al-Baqarah: 221 and encouraged by Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, with this type of qualitative research. In the case of interfaith marriages, which are manifested in related books, journals, theses, articles, do not forget the Al-Qur'an and Sunnah in accordance with this theme. The purpose of this research is to look in depth about interfaith marriage according to Islamic law and according to the Marriage Law. What are the views of these two sources and the location of the similarities or similarities of Islamic law and the law on interfaith customary marriages. The result of this research is that in Islamic law it is not allowed because of a new breakthrough in faith. Therefore, inter-religious marriages, for various reasons such as better than allowing cohabitation. There is also the opinion that this may have been her match and is a human right. This reason cannot be accounted for, both in Islamic law and in state law, because in law, marriage will be said to be valid according to the law of each religion, it is said to be valid, because marriage will be accounted for before Allah SWT as a creator who has worked with all His perfection. Abstrak. Perkawinan yang akan membawa ketenangan lahiriyah dan bathiniyah itu, harus sama keyakinan agamanya, tidak boleh berbeda agama, sesuai dengan Firman Allah Surat Al-Baqarah : 221 dan didorong dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dengan jenis penelitian kualitatif yaitu menelusuri terhadap pelaku terjadinya perkawinan beda agama dan dihubungkan dengan buku-buku yang terkait, jurnal, skripsi, artikel tidak lupa Al-Qur’an dan sunnah yang sesuai dengan tema ini. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui secara mendalam tentang pernikahan beda adat beda agama menurut hukum Islam dan menurut Undang-Undang Perkawinan. Bagaimana pandangan dari dua sumber tersebut serta letak perbedaan atau persamaan dari hukum Islam dan Undang-Undang mengenai perkawinan adat beda agama. Hasil dari penelitian ini bahwa dalam hukum Islam tidak diperbolehkan karena menyangkut perbedaan iman. Oleh sebab itu, perkawinan antar penganut agama, dengan berbagai macam alasannya seperti lebih baik dari pada membiarkan kumpul kebo. Ada juga beranggapan bahwa ini mungkin sudah jodohnya dan merupakan hak asasi manusia. Alasan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum Islam maupun hukum negara, karena dalam Undang-Undang pun perkawinan akan dikatakan sah apabila menurut hukum masing-masing agama nya dikatakan sah, karena perkawinan akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT sebagai pencipta yang telah mengatur kehidupan dengan segala kesempurnaan-Nya.
Keabsahan Akad Nikah melalui Video Call menurut Hukum Islam Mochamad Adrian Pranata; Neneng Nurhasanah; Muhammad Yunus
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 1 No. 1 (2021): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (153.483 KB) | DOI: 10.29313/bcsifl.v1i1.63

Abstract

Abstract. Islamic law emphasizes that "marriage is a form of muqayyah worship. Its validity lies in its terms and harmony. Therefore it requires / requires the presence of contracted parties, meanwhile with the development of technology, the marriage contract through the media of video calls is not considered valid if the terms and conditions are not met. The pillars or essential elements are consent and qabul. The problem points formulated in this study are How Marriage via video call media according to Islamic Law, how is the validity of the Marriage Contract through video call according to Islamic Law. The research method used is the normative juridical method. Which is the object of Marriage Contract Research through video call media according to Islamic Law. The purpose of this research: To know marriage through video call media according to Islamic law, to know the validity of the marriage contract through video call media according to Islamic law. The results of the study concluded that: Marriage via video call is a consent statement uttered by the female guardian which is then answered by the male, based on technological advances through the internet media. The marriage contract through legal video call media fulfills the requirements and harmonious marriage, does not contradict Islamic law, such as a prospective husband and a female marriage guardian, two witnesses and a consent of Kabul. This is confirmed by the provisions of Article 27 to 29 Compilation of Islamic Law, among others, not intermittent, carried out directly by the guardian of marriage concerned and pronounced directly by the groom through a video call, then fulfilled, among others, harmonious, legal requirements, conditions of marriage. Abstrak. Hukum Islam menegaskan bahwa “perkawinan dinyatakan bentuk ibadah muqayyah keabsahannya terletak pada syarat dan rukunnya. Oleh karena itu mengharuskan/mensyaratkan hadirnya pihak-pihak yang berakad, sementara itu dengan perkembangan teknologi maka akad nikah melalui media video call, tidak dianggap sah jika syarat dan rukunnya ada yang tidak terpenuhi. Rukun-rukun atau unsur-unsur esensialnya adalah ijab dan qabul. Poin masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana pernikahan melalui media video call menurut Hukum Islam, Bagaimana Keabsahan Akad Nikah melalui media video call menurut Hukum Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif. yang menjadi Objek Penelitian Akad Nikah melalui media video call menurut Hukum Islam. Tujuan penelitian ini: Untuk mengetahui Pernikahan melalui media Video call menurut Hukum Islam, Untuk mengetahui Keabsahan Akad nikah melalui media Video call menurut Hukum Islam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: Pernikahan melalui media video call merupakan pernyataan ijab yang diucapkan oleh wali pihak perempuan yang kemudian dijawab oleh pihak laki-laki, berdasarkan kemajuan teknologi melalui media internet. Akad nikah melalui media video call sah memenuhi syarat dan rukun perkawinan, tidak bertentangan dengan hukum islam, seperti adanya calon suami dan, wali nikah pihak perempuan, dua orang saksi dan ijab kabul. Hal ini dikuatkan dengan ketentuan pasal 27 sampai dengan 29 Kompilasi Hukum Islam antara lain tidak berselang waktu, dilakukan langsung oleh wali nikah yang bersangkutan dan diucapkan langsung oleh mempelai laki-laki melalui video call. Kemudian, terpenuhi antara lain rukun, syarat sah, syarat-syarat perkawinan.
Analisis Sistem Pembagian Harta Warisan di Kampung Cipicung Girang Dihubungkan dengan Hukum Waris Islam Suci Pebrianti; Asep Ramdan Hidayat
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 1 No. 1 (2021): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (94.904 KB) | DOI: 10.29313/bcsifl.v1i1.64

Abstract

Abstract. Indonesia has legislation that is used as a guide for family law, namely the Compilation of Islamic Law (KHI). In (KHI), the share of inheritance between men and women is regulated in Article 176, where the rights of boys and girls are 2:1. The predetermined share of the treasure is 2/3, 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8. This provision is a ta'abudi thing, something that must be implemented because it has become a provision in Qs. An-Nisa verse 13. However, the distribution of inheritance applied by the people of Kampung Cipicung Girang is different from any other law, namely 1:1 between heirs. This research is a qualitative research, namely the results of observations and interviews obtained from the field directly. The data sources in this study are secondary data sources with primary legal materials in the form of Al-Qur'anul Karim and the Compilation of Islamic Law. The results showed that: (1) Some of the people of Kampung Cipicung Girang carried out the distribution of inheritance using the law according to their traditions, namely 1:1 between male and female heirs. (2) This division is carried out to minimize disputes between heirs. Abstrak. Indonesia mempunyai perundang-undangan yang digunakan sebagai pedoman hukum keluarga, yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam (KHI), bagian waris antara laki-laki dan perempuan salah satunya diatur dalam Pasal 176, dimana hak anak laki-laki dan anak perempuan yaitu 2:1. Bagian yang telah ditentukan dari harta adalah 2/3, 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8. Ketentuan tersebut merupakan hal yang sifatnya ta’abudi, suatu hal yang wajib dilaksanakan karena sudah menjadi ketentuan dalam Qs. An-Nisa ayat 13. Akan tetapi, pembagian waris yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Cipicung Girang berbeda dengan hukum manapun yaitu 1:1 antara ahli waris. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu hasil observasi dan wawancara yang didapatkan dari lapangan secara langsung. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder dengan bahan hukum primer berupa Al-Qur’anul Karim dan Kompilasi Hukum Islam. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Sebagian Masyarakat Kampung Cipicung Girang melaksanakan pembagian waris menggunakan hukum sesuai tradisinya, yaitu 1:1 antara ahli waris laki-laki dan perempuan. (2) Pembagian ini dilakukaan untuk meminimalisir terjadinya sengketa antara sesama ahli waris.
Tanggung Jawab Suami Istri terhadap Pendidikan Anak Dihubungkan dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Keluarga Desa Ciburial Kabupaten Bandung) Rachmawati Gusmiarni; Titin Suprihatin; Yandi Maryandi
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 1 No. 1 (2021): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (106.47 KB) | DOI: 10.29313/bcsifl.v1i1.65

Abstract

Abstract. The responsibility of the husband and wife is not only to nurture and educate the child but also to participate in providing guidance on learning. But unlike the community in Ciburial Village many parents are busy working so that the time for the family is reduced especially in terms of the education of their children. In this study, to find out the responsibility of husband and wife to the education of children according to the Marriage Act and Compilation of Islamic Law. And the responsibility of the husband and wife to the education of children in the village ciburial associated with the Law of Marriage and Compilation of Islamic Law. The method used by the author is qualitative descriptive method, this method to understand what phenomena experienced by the study subjects in the form of speech from observed behavior so that this study is correct in accordance with the facts of the field, by interviewing directly with the source. The results of this study showed that the husband and wife's responsibility for children's education in Ciburial Village does not play an active role in carrying out their responsibilities to guide children in learning, because the parents there are busy working, so to guide the child in learning is done by his own child without any guidance. But in Islamic education the parents there have given it well such as telling to pray, recitation and fasting. Abstrak. Tanggung jawab suami istri tidak hanya memelihara dan mendidik anak namun juga harus berperan serta dalam memberikan bimbingan belajar. Tetapi berbeda dengan masyarakat di Desa Ciburial banyak orang tua yang sibuk bekerja sehingga waktu untuk keluarga berkurang terutama dalam hal pendidikan anak-anaknya. Pada penelitian ini, untuk mengetahui tanggung jawab suami istri terhadap pendidikan anak menurut Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Dan tanggung jawab suami istri terhadap pendidikan anak di Desa Ciburial yang dihubungkan dengan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Metode yang digunakan penulis yaitu metode deskriptif kualitatif, metode ini untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian dalam bentuk ucapan dari perilaku yang diamati sehingga penelitian ini benar sesuai dengan fakta lapangan, dengan mewawancarai langsung dengan narasumber. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanggung jawab suami istri terhadap pendidikan anak di Desa Ciburial kurang berperan aktif dalam melakukan tanggung jawabnya untuk membimbing anak dalam belajar, karena orang tua disana sibuk bekerja, sehingga untuk membimbing anak dalam belajar dilakukan oleh anaknya sendiri tanpa ada bimbingan. Tetapi dalam pendidikan agama Islam orang tua disana sudah memberikannya dengan baik seperti menyuruh shalat, mengaji dan berpuasa.
Analisis Yuridis Putusan No.316/Pdt.G/2016/Pa.Krw tentang Aset Wakaf yang Diperjual Belikan menurut Hukum Islam dan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Naila Salsabila; M. Abdurrahman; Siska Lis Sulistiani
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 1 No. 1 (2021): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.308 KB) | DOI: 10.29313/bcsifl.v1i1.66

Abstract

Abstract. Waqf is a solution offered by Islam which is expected to realize social welfare. Waqf is also a way to take advantage of assets that is highly recommended by Islam because waqf has the virtue of reward that does not falter even if the person who makes the waqf dies. Prior to the emergence of Law number 41 of 2004 concerning waqf, there were many problems with waqf property rights involving the heirs of Wakif and Nazir because the practice of waqf was not registered or registered. The research objectives of this thesis include: To examine the legal status of waqf land which is not registered according to Islamic law and the Constitution No. 41 of 2004 Concerning Waqf. And to review the decision Number 316/Pdt.G/2016/PA. Krw regarding the sale and purchase of waqf assets according. This study uses a normative juridical approach. Islamic law does not allow buying and selling of waqf assets, but if the waqf property is no longer usable or cannot be used properly, the waqf property can be sold and the proceeds from the sale of waqf assets can be used for the benefit of Muslims. Abstrak. Wakaf merupakan solusi yang ditawarkan oleh Islam yang diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan sosial. Wakaf juga merupakan suatu cara untuk memanfaatkan harta yang sangat dianjurkan oleh Islam karena wakaf mempunyai keutamaan pahala yang tidak putus-putus walaupun orang yang mewakafkan meninggal dunia. Sebelum munculnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, banyak problematika perwakafan tanah hak milik yang melibatkan ahli waris Wakif dengan Nazir karena praktik wakafnya tidak didaftarkan atau dicatatkan. Tujuan penelitian ini antara lain: Untuk mengkaji kedudukan status hukum tanah wakaf yang tidak tercatat menurut hukum Islam dan Undang-Undang Dasar No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dan untuk mengkaji putusan Nomor 316/Pdt.G/2016/PA.Krw tentang jualbeli aset wakaf. Penelitian ini mengunakan pendekatan yuridis normatif. Hukum Islam tidak membolehkan melakukan jual beli aset wakaf, akan tetapi apabila harta benda wakaf tersebut tidak lagi dapat digunakan atau tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya maka harta benda wakaf tersebut dapat dijual dan hasil dari penjualan harta beda wakaf dapat digunakan untuk kepentingan umat Islam.
Larangan Perkawinan Sesuku di Nagari Bungo Tanjuang Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat Ditinjau dari UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Miftahur Rahmi; Eva Fauziah; Fahmi Fatwa Rosyadi
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (106.13 KB) | DOI: 10.29313/bcsifl.v2i1.628

Abstract

Abstract. This research is based on the traditional Minangkabau rules that prohibit tribal marriage. There is no law or verse of the Qur'an that prohibits same marriage. While in minangkabau custom, especially Nagari Bungo Tanjuang upholds falsafat "Adat basandi syara' syara ' basandi kitabullah". Therefore the ban on tribal marriage is contrary to the Marriage Act and Islamic Law. From the results of the discussion contained in this thesis, it can be concluded that 1) The practice of prohibition of tribal marriage in Nagari Bungo Tanjuang only refers to customary rules but does not cause the annulment of marriage or invalid marriage. 2) Review of Law No. 1 of 1974 on Marriage against the prohibition of one-tribe marriage is not in accordance with the rules in article 8 of the Marriage Act which only prohibits marriage because of the existence of relationships, marital relationships and relationships. Abstrak. Penelitian ini berdasarkan kepada aturan adat Minangkabau yang melarang perkawinan sesuku. Padahal tidak ditemukan satupun peraturan perundang-undangan maupun ayat al-quran yang melarang perkawinan sesuku. Sedangkan dalam adat Minangkabau khususnya Nagari Bungo Tanjuang menjunjung tinggi falsafat “Adat basandi syara’ syara’ basandi kitabullah”. Oleh karena itu larangan kawin sesuku bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam. Dari hasil pembahasan yang tertuang dalam skripsi ini maka dapat disimpulkan bahwa 1) Praktik larangan perkawinan sesuku di Nagari Bungo Tanjuang hanya mengacu kepada aturan adat saja namun tidak menyebabkan batalnya perkawinan atau tidak sahnya perkawinan. 2) Tinjauan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan terhadap larangan perkawinan satu suku tidak sesuai dengan aturan pada pasal 8 Undang-Undang Perkawinan yang hanya melarang menikah karna adanya hubungan nasab, hubungan perkawinan dan hubungan sepersusuan.
Studi Komparatif Nikah Online Menurut Mazhab Syafi’iyah dan Mazhab Hanafiyah Erika nurrohmah Shobaikah; Yandi Maryandi; Fahmi Fatwa Rosyadi
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.341 KB) | DOI: 10.29313/bcsifl.v2i1.858

Abstract

Abstract. Marriage is a very sacred legal act in which in marriage there is a great agreement with Allah SWT between a man and a woman to build a sakinah, mawaddah, warahmah household, and between the two there is no lineage or mahram relationship. In Islamic law, marriage is declared valid if it is carried out according to religious teachings and the marriage contract complies with sharia. The purpose of the study was to find out how the law of marriage online according to the Shafi'iyah and Hanafi'iyah schools of thought. In this study, the research method used a qualitative approach and data collection was carried out by means of a literature study. The conclusion according to Islamic law is that marriage will be declared valid if the pillars of marriage and the conditions of marriage are met. According to the Syafi'iyah school, the marriage contract must be carried out continuously, which is after the marriage guardian pronounces the consent and the prospective husband pronounces Kabul and must be in one assembly while the Hanafi'iyah school allows for different places or majlis. Abstrak. Pernikahan merupakan suatu perbuatan hukum yang sangat sakral yang mana dalam pernikahan terdapat perjanjian yang agung terhadap Allah SWT antara laki-laki dan perempuan untuk membina rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah.dan di antara keduanya tidak memliki nasab atau hubungan mahram. Dalam syartiat islam pernikahan dinyatakan sah apabila dilaksanak menurut ajaran agama dan akad nikahnya memnuhi syara. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana hukum pernikahan secara daring menurut mazhab syafi’iyah dan mazhab hanafi’iyah . dalam penelitian ini metedo penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan pengumpulan data di lakukan dengan studi pustaka. Hasil kesimpulan menurut hukum islam bahwa pernikahan akan di nyatakan sah apabila rukun nikah dan syarat nikah nya terpenuhi. Menurut mazhab Syafi’iyah akad nikah harus dilakukan secara kesinambungan yang mana setelah wali nikah mengucapkan ijab dan calon suami mengucapkan Kabul dan harus dalam satu majelis sedangkan mazhab Hanafi’iyah memperbolehkan adanya perbedaan tempat atau majlis.
Analisis Hukum Islam terhadap Prosedur Pemanggilan Tergugat yang Berakhir Putusan Verstek Pahtur Rachman; Neneng Nurhasanah; Encep Abdul Rojak
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.432 KB) | DOI: 10.29313/bcsifl.v2i1.1049

Abstract

Abstract. Summons are a process of trial examination that must proceed according to predetermined procedures, namely legally and properly and fairly. The purpose of this principle is that the summons is made based on the laws and regulations and takes into account the distance from which the parties live. There is a decision related to the divorce lawsuit with case number No. 5594/Pdt.G/2020/PA.Sor which was decided by Verstek because the defendant did not attend the trial from start to finish due to the fact that the summons was not received by the defendant at all from the Soreang Religious Court. . This study uses an empirical normative approach, namely regarding the implementation of legal provisions in their actions in every legal event that occurs in society. Sources of data in this study are primary data and secondary data, data obtained by interview where the researcher goes directly to the field by interviewing the parties concerned, the data analysis technique used is qualitative analysis, namely analysis by studying cases. After introducing and describing the data, compare it with the existing theory, then it is processed through several stages to find conclusions and be analyzed. The results of the study show that the process of summoning the defendant in case No.5994/Pdt.G/2020/PA.Sor resulted in a Verstek decision. it is in accordance with the law, especially in article 390 HIR, PP No. 9 of 1975 article 26 only contains injustice received by the defendant because it was due to negligence in conveying the summons from the bailiff/substitute bailiff and village officials. Abstrak. Pemanggilan merupakan suatu proses pemeriksaan persidangan yang harus berjalan menurut tata cara yang telah ditentukan yaitu secara sah dan patut serta berkeadilan. Maksud dari perinsip tersebut, pemanggilan dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan memperhatikan jarak tempat tinggal para pihak. Terdapat putusan yang berkaitan gugatan perceraian dengan nomor perkara No.5594/Pdt.G/2020/PA.Sor yang diputuskan verstek karena pihak tergugat tidak mengikuti persidangan dari awal sampai dengan selesai yang disebabkan oleh relaas panggilan tidak diterima tergugat sama sekali dari Pengadilan Agama Soreang. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif empiris yaitu mengenai implementasi ketentuan hukum dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Sumber data dalam penelitian ini adalah data Primer dan data Sekunder, data yang diperoleh dengan wawancara dimana peneliti terjun langsung kelapangan dengan cara mewawancarai pihak yang bersangkutan, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis secara kualitatif yakni analisis dengan mempelajari kasus. Setelah memperkenalkan dan mendeskripsikan data, bandingkan dengan teori yang ada, kemudian diolah melalui beberapa tahap untuk menemukan kesimpulan dan dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemanggilan pihak tergugat dalam perkara No.5994/Pdt.G/2020/PA.Sor yang berakibat putusan verstek sudah sesuai dengan undang-undang terutama didalam pasal 390 HIR, PP No 9 tahun 1975 pasal 26 hanya saja mengandung ketidakadilan yang diterima oleh tergugat karena disebabkan kelalaian dalam menyampaikan relaas panggilan dari Jurusita/Jurusita Pengganti dan aparat desa.
Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf terhadap Pengelolaan Aset Wakaf di Yayasan Pondok Pesantren Al-Munir Cinunjang Kabupaten Tasikmalaya Irfan Farid
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.387 KB) | DOI: 10.29313/bcsifl.v2i1.2473

Abstract

Abstract. Wakaf is a part of Islamic law which is specifically regulated in Indonesia Law number 41 of 2004. In administering wakaf, nazhir (administrator) should manage and develop wakaf properties according to their goals, function and allocation based on Syari’ah principles. In fact, most of administration of wakaf land merely fits to the validity of Islamic Law, but it has not been suited with systematic administration as it should be managed by nazhir personally or institutionally. This case was also happened in Yayasan Al-Munir Cinunjang Gunungtanjung Subdistrict Tasikmalaya Regency. From the background, researcher developed 3 research questions: How is Islamic and Indonesia Law number 41 of 2004 viewpoints about mechanism of wakaf administration, how is mechanism of land wakaf administration in Yayasan Al-Munir Cinunjang Gunungtanjung Subdistrict Tasikmalaya Regency, and how is the suitability in administering wakaf land in Yayasan Al-Munir Cinunjang Gunungtanjung Subdistrict Tasikmalaya Regency with Islamic and Indonesia Law number 41 of 2004. The collected data of the research were qualitatively analysed. Afterwards, the result of analysed data was descriptively explained by the researcher to get more clearly and systematic portrayal for answering the research questions. The result of the research showed that the administration of wakaf land in Yayasan Al-Munir Cinunjang Gunungtanjung Subdistrict Tasikmalaya Regency was still managed conventionally. Nevertheless, there was a significant progress in using and administering wakaf land after the foundation had a notarial deed of establishment. It was revealed by the development of new educational institution under the foundation i.e SMP Terpadu Al-Munir (Al-Munir Integrated Junior High School). In summary, by this unsystematic management, the administration of wakaf land in Yayasan Al-Munir Cinunjang Gunungtanjung Subdistrict Tasikmalaya Regency had not optimally suited yet with Islamic and Indonesia Law number 41 of 2004. Abstrak. Wakaf merupakan bagian hukum Islam yang mendapat pengaturan secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu dalam Undang-Undang nomor 41 tahun 2004. Dalam pengelolaan wakaf, nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya sesuai prinsip syariah. Pada kenyataannya, pengelolaan tanah wakaf masih sebatas memenuhi syarat sah wakaf sesuai hukum Islam, namun belum dilaksanakan sesuai tata kelola sistematis yang seharusnya dilakukan oleh nazhir baik itu perorangan atau lembaga penerima wakaf, seperti yang terjadi di Yayasan Al-Munir Cinunjang Kecamatan Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya. Dari latar belakang permasalahan tersebut, diperoleh 3 rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana pandangan hukum Islam dan Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 tentang mekanisme pengelolaan wakaf, bagaimana mekanisme pengelolaan tanah wakaf di Yayasan Al-Munir Cinunjang Kecamatan Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya dan bagaimana kesesuaian pengelolaan tanah wakaf di Yayasan Al-Munir Cinunjang Kecamatan Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya dengan hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004. Data yang telah dihimpun dari penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Selanjutnya, hasil analisis data dipaparkan secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan sistematis untuk menjawab rumusan masalah mengenai pengelolaan tanah wakaf di Yayasan Al-Munir Cinunjang Kecamatan Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengelolaan tanah wakaf di Yayasan Al-Munir Cinunjang Kecamatan Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya masih dikelola secara konvensional. Namun demikian, ada perubahan yang cukup signifikan dalam tata kelola tanah wakaf setelah yayasan disahkan secara hukum oleh notaris. Hal ini terlihat dari dimanfaatkannya tanah wakaf untuk pembangunan lembaga pendidikan baru di bawah naungan yayasan yaitu SMP Terpadu Al Munir. Dengan pengelolaan yang belum sistematis ini, menjadikan tanah wakaf tersebut belum sepenuhnya optimal sesuai dengan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf.
Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Tradisi Nyorog di Desa Citrajaya Kabupaten Subang Ageung Nur Inayah; Siska Lis Sulistiani; Ilham Mujahid
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 2 No. 2 (2022): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.087 KB) | DOI: 10.29313/bcsifl.v2i2.2613

Abstract

Abstract. A tradition cannot be separated from the village community. For one thing, it was the nyorog tradition in Citrajaya village which is held at the time of the wedding celebration. At first nyorog tradition was a good activity, namely silaturahmi by bringing food without expecting more rewards for what has been given. Along with the development of the times, the practice of nyorog tradition nowadays is put forward to be rewarded for the gifts that are given to the recipients of sorogan, causing the recipient to feel burdened with the food they receive. The results of the research, it can be concluded that the practice of nyorog tradition in the Village of Citrajaya now is not in accordance with the provisions of Islamic law and can be categorized into urf fasid. Abstrak. Suatu tradisi tidak dapat dipisahkan dari masyarakat desa. Salah satunya, yaitu tradisi nyorog di Desa Citrajaya yang dilaksanakan ketika mengadakan walimah pernikahan. Pada mulanya tradisi nyorog merupakan suatu kegiatan yang baik, yaitu silaturahmi dengan membawa makanan tanpa mengaharap imbalan dari pihak yang diberi sorogan. Namun, seiring perkembangan zaman praktik tradisi nyorog sekarang lebih mengedepankan rasa ingin dibalas sehingga menyebabkan pihak penerima merasa terbebani dengan makanan yang diterimanya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa praktik tradisi nyorog yang berlaku sekarang di Desa Citrajaya tidak sesuai dengan ketentuan dalam hukum Islam dan dapat dikategorikan kedalam urf fasid.