cover
Contact Name
Ina Heliani
Contact Email
jurnalhukumumt@gmail.com
Phone
+6281316352225
Journal Mail Official
jurnalhukumumt@gmail.com
Editorial Address
Jl. Cipinang Besar No.2, RT.1/RW.1, Cipinang Besar Sel., Jatinegara, Kota Jakarta Timur,13410
Location
Kota adm. jakarta timur,
Dki jakarta
INDONESIA
Yure Humano
ISSN : -     EISSN : 3026751X     DOI : -
Core Subject : Humanities, Social,
Jurnal Yure Humano : merupakan Jurnal Ilmu Hukum yang dipublikasikan oleh Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular . Jurnal tersebut merupakan hasil penelitian serta kajian gagasan konseptual di bidang ilmu hukum terhadap isu-isu hukum, kosenseptual dalam tataran teori dan praktik, putusan pengadilan, analisis kebijakan pemerintah dan pemerintahan daerah serta lainnya (fokus dan ruang lingkup Jurnal Yure Humano terletak pada bidang Hukum) Jurnal Yure Humano merupakan hasil penelitian berupa tulisan baik dari kalangan civitas akademika Universitas Mpu Tantular . Jurnal ini merupakan hasil sumbangsih Tenaga Pengajar di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular, serta peran aktif dari penulis-penulis lain di luar Universitas Mpu Tantular. Jurnal tersebut ditujukan kepada seluruh mahasiswa/i, masyarakat, para pakar, akademisi, praktisi, penyelenggara negara, LSM serta pemerhati ilmu hukum. Jurnal Yure Humano ini telah diregistrasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 73 Documents
HUBUNGAN FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TERHADAP PEMBEBASAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN PURBANDARI
YURE HUMANO Vol 1 No 1 (2017): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fungsi sosial hak atas tanah merupakan salah satu asas hukum pertanahan yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang menyatakan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Bukan sembarang property yang mempunyai fungsi sosial, tetapi semua hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UUPA mempunyai fungsi sosial. Oleh karena itu, meskipun pemegang hak atas tanah berwenang untuk menggunakan dan memanfaatkan miliknya, tetapi dengan fungsi sosial hak atas tanah, tidak dibenarkan bahwa tanah itu digunakan (atau tidak digunakan) semata-mata untuk penggunaan pribadi mereka. Jadi jika kepentingan publik untuk konstruksi wasiat mengambil hak atas tanah, maka pemegang hak atas tanah harus melepaskan atau melepaskan hak atas tanah tersebut tanah dengan pemberian ganti rugi yang memadai, melalui mekanisme pelepasan hak atas tanah. Metode yang digunakan dalam penelitian iniadalah menggunaklan metode yuridis penelitian normatif yang menggunakan analisis kualitatif data yang berasal dari hukum primer bahan dan bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan fungsi sosial hak atas tanah terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Menurut ketentuan Pasal 6 UUPA jo Pasal 18 UUPA, semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Seseorang tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan hak miliknya (atas tanah) semata hanya untuk kepentingan pribadinya. Pemanfaatan tanah yang dilakukan oleh pemerintah adalah untuk kemakmuran rakyat. Hal ini memungkinkan negara untuk mencabut hak atas tanah untuk kepentingan sosial atau umum Berdasarkan fungsi sosial hak atas tanah, maka atas nama kepentingan umum seringkali terjadi suatu pembebasan hak-hak atas tanah. Dalam hal ini negara akan bertindak melalui alat eksekusinya untuk membebaskan tanah untuk keperluan pengadaan tanah. Kata Kunci : Fungsi Sosial, Hak Atas Tanah, Pembebasan, Pembangunan
KEPASTIAN HUKUM PERLINDUNGAN DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN KLAUSULA BAKU POLIS ASURANSI FRANSISKA NOVITA ELEANORA
YURE HUMANO Vol 1 No 1 (2017): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kegiatan usaha perasuransian di Indonesia hampir sama tuanya dengan perbankan. Dalam sistem hukum Indonesia, hukum asuransi tidak berdiri sendiri, tetapi berada dalam keseluruhan sistem hukum yang berlaku. Secara yuridis asuransi atau pertanggungan merupakan suatu bentuk perjanjian antara penanggung dengan tertanggung. Sebagai suatu bentuk perjanjian khusus, asuransi harus tetap berpedoman pada asas-asas hukum perjanjian, yang meliputi: asas konsesualisme; asas kekuatan mengikatnya perjanjian atau kontrak; dan asas kebebasan berkontrak. Namun demikian sejalan dengan perkembangan jaman, permasalahan perjanjian asuransi semakin pelik. Masalah yang sangat aktual adalah kaitan antara asuransi sebagai salah satu bentuk perjanjian umum dan penerapan klausula baku dalam polis asuransi yang sudah diatur sejak diadopsinya Wetboek van Koophandel ke dalam KUHD. Terlebih setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mana secara langsung juga menjadi ketentuan hukum bagi praktek perjanjian asuransi, yaitu adanya ketentuan baru yang berkaitan dengan pembentukan klausula baku polis asuransi, dan ketentuan yang berhubungan dengan upaya-upaya penyelesaian sengketa. Pertanyaan yang kemudian muncul bersamaan dengan pencantuman klausula baku polis asuransi tersebut adalah; Apakah pencantuman klausula baku dalam polis asuransi sudah sepenuhnya memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi tertanggung? Bagaimana prosedur pembentukan perjanjian baku polis asuransi oleh perusahaan asuransi dalam kedudukannya sebagai penanggung? Apakah terhadap pencantuman klausula baku dalam polis asuransi dapat dilakukan gugatan legal standing oleh pihak ketiga? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian. Pencantuman klausula baku polis asuransi sudah sepenuhnya memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi tertanggung ataupun pemegang polis. Karena dalam proses penentuan klausula baku polis asuransi, walaupun klausula perjanjian baku ditulis atau dicetak oleh pelaku usaha, namun tertanggung atau pemegang polis juga turut terlibat secara aktif sebagai manifestasi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak dan itikad baik untuk tercapainya kata sepakat, sehingga perjanjian tersebut mengikat para pihak. Kata Kunci: Perlindungan, Kepastian Hukum, Prosedur Polis Asuransi
ANALISA HUKUM ASAS GOOD FAITH DALAM PERJANJIAN UMUM TERHADAP PENERAPAN ASAS UTMOST GOOD FAITH PERJANJIAN ASURANSI PADA PERUSAHAAN ASURANSI EDY SUPRIYANTO
YURE HUMANO Vol 1 No 1 (2017): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagai suatu perjanjian, maka pada dasarnya asuransi merupakan hubungan timbal-balik para pihak. Walaupun syarat sahnya perjanjian asuransi mengikuti ketentuan Pasal 1320 BW, namun ada perbedaan mendasar berhubungan dengan penerapan asas itikad baik (Good Faith) dalam perjanjian perdata secara umum dengan penerapan asas itikad baik yang sempurna (Utmost Good Faith) dalam perjanjian asuransi, terutama yang berhubungan dengan implikasinya. Penerapan asas Utmost Good Faith menjadi aspek paling mendasar dalam perjanjian asuransi, yakni itikad baik yang teramat baik ataupun kejujuran yang sempurna, yaitu prinsip saling percaya antara penanggung dan tertanggung. Terkesan bahwa itikad baik yang diterapkan dalam perjanjian asuransi sama dengan itikad baik yang diterapkan dalam perjanjian umum. Namun dalam prakteknya kedua hal tersebut mempunyai implikasi yang sangat berbeda dan akan sangat merugikan jika para pihak dalam perjanjian asuransi tidak memahami secara mendalam arti daripada asas Utmost Good Faith yang sesungguhnya. Maka pembahasan sekitar pelaksanaan dan akibat hukum penerapan asas Utmost Good Faith sangat relevan, termasuk dalam hal ini adalah kaitannya dengan Penanggung (Perusahaan Asuransi). Pembahasan masalah penerapan asas tersebut sekaligus dapat memberikan indikator pembeda antara perjanjian perdata secara umum dengan perjanjian asuransi, yang mana dalam prakteknya belum banyak dipahami. Kata Kunci: Perjanjian, Utmost Good Faith, Perjanjian Asuransi
KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMERIKSAAN PENDAHULUAN SUATU PERKARA PIDANA HOTMAN SITORUS
YURE HUMANO Vol 1 No 1 (2017): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Polisi sebagai penegak hukum yang langsung berhadapan dengan masyarakat harus mampu menegakkan HAM sesuai dengan undang-undang dan konstitusi no. 39-1999 karena pelanggaran HAM tidak hanya diputuskan sebagai tragedi pribadi, tetapi juga dapat memunculkan problematika sosial. Permasalahan dalam penulisan ini adalah: 1. Faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap tindakan perlindungan hak asasi manusia sebagai saksi dalam proses penyidikan dini, dan 2. Bagaimana cara membendung pelanggaran hak asasi manusia terhadap saksi agar tidak terjadi pelanggaran terhadap perlindungan hak asasi manusia dalam proses penyidikan dini suatu perkara pidana?. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap tindakan-tindakan manusiawi untuk membendung perlindungan hak sebagai saksi dalam proses penyidikan awal, salah satunya pelanggaran HAM terhadap saksi hingga tidak terjadi pelanggaran. perlindungan hak asasi manusia dalam proses penyidikan dini suatu perkara pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Akibat dari penulisan ini adalah karena terjadi pelanggaran hak asasi manusia terhadap saksi dalam proses penyidikan awal suatu perkara pidana, yang disebabkan oleh kurangnya profesionalisme tanggung jawab kepolisian dalam bekerja sebagai penegak hukum. Kata Kunci: Kedudukan Saksi, Pemeriksaan Pendahuluan, Pidana
PENERAPAN JAMINAN RESI GUDANG SEBAGAI AGUNAN DALAM PEMBERIAN KREDIT SUYANTO SIDIK
YURE HUMANO Vol 1 No 1 (2017): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kurangnya akses ke kredit merupakan kendala berat bagi banyak petani. Resi gudang adalah alat penting yang efektif untuk menciptakan likuiditas dan memudahkan akses ke kredit. Skema semacam itu juga menawarkan manfaat tambahan seperti memperlancar pasokan dan harga di pasar, meningkatkan pendapatan petani, dan mengurangi kehilangan pangan. Makalah ini menjelaskan langkah-langkah interaksi yang terlibat dalam sistem resi gudang, menetapkan pertanyaan penting yang akan diajukan mengenai kondisi kritis untuk keberhasilannya dan menggambarkan peran hak keamanan resi gudang dalam menyiapkan dan menjalankan sistem tersebut. Metode penelitian kepustakaan, yang dihubungkan dengan implementasi di lapangan. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, pemerintah kita mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, yang disusul dengan peraturan pelaksanaannya. Bahwa dalam hukum positif di Indonesia kedudukan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang masuk bagian dari hukum kebendaan yang diatur dalam hukum perdata, dokumen resi gudang adalah alas hak atas barang yang dapat digunakan sebagai agunan karena dijamin dengan komoditas tertentu. Bahwa, Resi Gudang sebagai instrument perdagangan & pembiayaan ini sangat fleksibel dan dapat dialihkan dijadikan jaminan utang atau digunakan sebagai dokumen penyerahan barang juga dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya. Bahwa, dalam perkembangan transaksi resi gudang di dalam negeri, dari tahun ke tahun telah menunjukkan pertkembangan yang signifikan, khususnya bank telah mulai memberikan kemudahan-kemudahan memberikan kredit kepada petani dengan agunan resi gudang. Kata Kunci: Petani, Sistem Resi Gudang, Penjaminan, dan Akses Kredit
DAMPAK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP HUBUNGAN INDUSTRIAL JUANDA PANGARIBUAN
YURE HUMANO Vol 1 No 2 (2017): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mahkamah Konstitusi telah membatalkan dan mengubah makna beberapa ketentuan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, pemerintah dan DPR sebagai pembuat undang-undang sejauh ini belum melakukan perubahan terhadap undang-undang ketenagakerjaan. Selama pembuat undang-undang tidak menindaklanjuti keputusan MK untuk mengubah undang-undang, keputusan Konstitusi yang membuat norma-norma baru sebagai berlaku dan mengikat hukum. Bahkan untuk mengadili kasus-kasus konkrit Pengadilan Hubungan Industrial menggunakan putusan MK itu sebagai acuan hukum. Sikap pemerintah dan DPR yang tidak mengikuti putusan MK untuk melakukan perubahan undang-undang ketenagakerjaan mengakibatkan buruknya hubungan industrial sehingga masyarakat tidak mengetahui dengan baik dinamika hukum perburuhan. Akibatnya dalam pelaksanaan hubungan industrial dapat muncul perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan putusan MK. Penelitian dan tulisan ini dibuat dan disusun dengan menggunakan metode penelitian normatif yuridis yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian menyimpulkan bahwa Kehadiran Konstitusi lembaga Mahkamah sebagai (MK) penyelenggara kekuasaan kehakiman memberi kepastian bahwa UU yang dibuat oleh DPR tidak memiliki kekebalan hukum. Substansi UU yang bertentangan dengan UUD 1945 bisa dibatalkan melalui MK. Putusan MK merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir yang mengikat sejak dibacakan. Amar putusan MK tidak selalu menolak atau mengabulkan permohonan. Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh beberapa kali menguji UU Ketenagakerjaan ke MK. Akibatnya, daya mengikat beberapa ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan mengalami perubahan, dan ketentuan yang dibatalkan tidak berlaku lagi sebagai hukum yang mengikat. Kata Kunci: Putusan Mahkamah, Mahkamah Konstitusi, Hubungan Industrial.
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR I5 TAHUN 2001 TERHADAP PEMEGANG HAK ATAS MEREK MANDUS MARPAUNG
YURE HUMANO Vol 1 No 2 (2017): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaksanaan asas hukum terhadap pemegang hak cabang adalah bentuk-bentuk perlindungan berdasarkan undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang cabang, perlindungan lue diberikan kepada pemilik cabang terdaftar dari daftar umum cabang selama 10 tahun dan sesuai dengan ketentuan itu bisa diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Implementasi seperti ini sering muncul dalam perselisihan cabang dalam penelitian skripsi ini yang menggunakan metode penelitian hukum rasa hormat terutama menggunakan data sekunder (data perpustakaan) serta analisis data kualitatif. Pokok permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini yaitu bagaimana penerapan asasasas hukum terhadap pemegang cabang sesuai dengan undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang cabang dan apakah putusan Pengadilan Negeri Semarang dalam perkara nomor 02/HKU/2004 PN.Niaga /SMG, telah memenuhi undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang cabang Hasil analisis dan pembahasan berdasarkan analisis konstitusi dan pendapat pertimbangan hukum, sehingga penulis dapat memberikan jawaban atas permasalahan tersebut dan menyimpulkan suatu pelaksanaan asas hukum untuk mendapatkan undang-undang perlindungan. Jika pledoi diajukan menurut ketentuan yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Cabang dan terhadap Putusan Nomor 02/HKI/2004 PN. Niaga/SMG, telah memenuhi konstitusi sebagaimana tersebut di atas. Kata Kunci: Prinsip Hukum, Merek, Pemegang Hak Merek.
KEDUDUKAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH MENURUT PASAL 33 AYAT (3) UNDANG-UNDANG DASAR 1945 PAULUS SUBANDI
YURE HUMANO Vol 1 No 2 (2017): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan penelitian bahwa hak atas tanah dan sifat-sifatnya sangat bertentangan dengan hak menguasai atas tanah sesuai dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945, sedangkan kedudukan hak untuk mengelola sebagai bagian dari pendelegasian kewenangan pelaksanaan UUD 1945. negara berada di tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan hak pengelolaan atas tanah terhadap hak menguasai oleh Negara dan apa manfaatnya terhadap pemegang hak pengelolaan dan juga bagaimanakah seharusnya hak pengelolaan atas tanah tersebut diatur, baik dari segi materi maupun bentuk aturannya. M
KESAKSIAN KARYAWAN KORPORASI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA OLEH ORGAN KORPORASI SAMBUNGAN SIBARANI
YURE HUMANO Vol 1 No 2 (2017): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Telah terjadi perkembangan dalam masyarakat Indonesia, dimana penegak hukum semakin sulit merumuskan konsep dan implementasinya. Hal demikian menimbulkan kondisi kritis dalam menghadapi persoalan hukum, khususnya dalam mewujudkan keadilan dan kepastian hukum. Hal ini terlihat dalam pembuktian di lapangan dalam tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh organ perusahaan. Verifikasi adalah proses bagaimana bukti digunakan, diajukan atau dipelihara, sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu: keterangan saksi, b. keterangan ahli, c. surat, d petunjuk dan e keterangan terdakwa. Alat bukti yang terdapat dalam tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh korporasi ini adalah organ keterangan saksi, surat yang dijadikan alat bukti dan keterangan para terdakwa. Permasalahannya adalah bagaimana pembuktian kekuatan saksi terhadap suatu tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh direktur PT. Lippo Investment Management forgan Corporation)? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHP alat bukti saksi merupakan alat bukti yang terpenting dalam perkara pidana. Oleh karena itu, saksi-saksi yang dihadirkan di pengadilan dalam tindak pidana penipuan memiliki kekuatan pembuktian. Hakim dalam kasus ini hanya dilihat dari pertimbangan meringankan tindak pidana penipuan. Untuk mengatasi permasalahan dan mewujudkan kebenaran materiil harus berdasarkan hukum yang berlaku yaitu (Kode Acara Pidana). Kata Kunci: Kesaksian, Koorporasi, Pidana, Perkara Pidana .
PRAKTEK KARTEL SUATU PERSAINGAN TIDAK SEHAT DAN DAMPAKNYA BAGI PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN SABAM, M TAMBUNAN
YURE HUMANO Vol 1 No 2 (2017): YURE HUMANO JOURNAL
Publisher : Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kartel adalah tindakan paling jahat dari perilaku anti persaingan. Di beberapa negara, tindakan ini divonis sebagai tindak pidana. Salah satu penetapan tujuan penting adalah UU Persaingan untuk pencegahan dan penanganan kartel, karena hampir dapat dipastikan dampak kartel adalah menghambat persaingan dengan menaikkan harga atau keuntungan. Kartel dianggap merugikan konsumen karena harga dan keuntungan yang ditetapkan secara berlebihan oleh pelaku kartel menghilangkan kesejahteraan konsumen kepada pelaku kartel. Oleh karena itu, diperlukan pendeteksian, penyidikan dan pengungkapan yang disertai dengan pengenaan sanksi yang berat terhadap para pelaku kartel, karena ini merupakan salah satu tugas terpenting dari lembaga pengawas persaingan dunia. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Kurang mendorong pertumbuhan industry secara merata dan kompetitif bagi para pelaku usaha sehinga pada akhirnya menurunnya produktivitas perekonomian. Daya saing kegiatan usaha menjadi rendah kare kurang terbukanya peluang usaha yang kompetitif, kegiatan usaha hanya dilakukan oleh sekelompok usaha yang belum terseleksi tidak menumbuh ketangguhannya kembangkan industry baru yang memiliki daya saing yang kuat terhadap perdagangan global. Ekonomi biaya tinggi, harga yang diperoleh masyarakat bukan merupakan harga yang paling efisien, karena tidak diperoleh dari seleksi harga melalui kompetisi secara sehat untuk memperoleh produk yang paling berkualitas dengan imbalan harga yang sesuai. Kata Kunci: Kartel, Persaingan Usaha, Pertumbuhan Ekonomi.