cover
Contact Name
Ahmad Shafwan S. Pulungan
Contact Email
pulungan.shafwan@gmail.com
Phone
+6281370329288
Journal Mail Official
biosains@unimed.ac.id
Editorial Address
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Psr V Medan Estate, Sumatera Utara
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences)
ISSN : 24431230     EISSN : 24606804     DOI : https://doi.org/10.24114/jbio.v6i1
Jurnal Biosains (JBIO) features works of exceptional significance, originality, and relevance in all areas of biological science, from molecules to ecosystems, (ie genetic, microbiology, ecology, biosystematic, biostatistic) including works at the interface of other disciplines, such as chemistry, medicine,physic and mathematics. We also welcome data-driven meta-research articles that evaluate and aim to improve the standards of research in the life sciences and beyond. Our audience is the international scientific community as well as educators, policy makers, patient advocacy groups, and interested members of the public around the world.
Articles 203 Documents
HUBUNGAN KEKERABATAN SPESIES DALAM GENUS Zanthoxylum MENGGUNAKAN SEKUEN GEN MATURASE K (matK) DNA KLOROPLAS Johannes Manurung; Hary Prakasa; Ulfa Jamily Tanjung; Tri Harsono
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v4i2.10166

Abstract

Genus Zanthoxylum merupakan anggota dari suku Rutaceae yang tersebar luas di Asia Tengah dan Amerika Utara. Genus ini memiliki potensi yang sangat besar dalam bidang medis karena dapat menghasilkan minyak esensial serta dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber obat. Saat ini penelitian genus Zanthoxylum terfokus pada bidang fitokimia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kekerabatan spesies dalam genus Zanthoxylum menggunakan DNA kloroplas sekuen gen matK. Data sekuen gen matK diperoleh dari National Center for Biotechnology. Sebanyak 22 spesies dari genus Zanthoxylum yang berasal dari 13 negara digunakan dalam analisis ini. Data sekuen kemudian dianalisis hubungan kekerabatan dengan menggunakan program MEGA 7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah nukleotida pada sekuen matK adalah 35,5% (T), 19,6% (C), 26,9% (A), dan 18,0% (G). Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa sekuen gen matK pada spesies dalam genus Zanthoxylum mengelompok ke dalam satu kelompok dan terpisah dari outgroup-nya (Citrus paradisi dan Melicope vitiflora). Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa DNA kloroplas sekuen gen matK dapat digunakan untuk mengelompokkan spesies dalam genus Zanthoxylum terpisah dari genus lainnya (antar spesies) tetapi kurang dapat memisahkan spesies dalam genus yang sama (intra spesies). Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi awal untuk menganalisis hubungan kekerabatan spesies dalam genus Zanthoxylum menggunakan berbagai penanda molekuler.
ANALISIS HABITAT (Anaphalis longifolia (Blume) Blume ex DC.) DI SUMATERA UTARA Hary Prakasa; Arina Zawani Akmal; Winda Awalina Guci; Syahmi Edi
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v4i2.10254

Abstract

Edelweis (Anaphalis longofilia (Blume) Blume ex DC.) merupakan tumbuhan yang termasuk ke dalam suku Asteraceae yang tersebar di wilayah dataran tinggi Indonesia. Anaphalis longofilia merupakan tumbuhan khas pegunungan di Sumatera. Kerusakan hutan, illegal loging, perubahan fungsi hutan, dan aktivitas manusia menyebabkan hilangnya tumbuhan ini dari habitatnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis habitat A. longifolia yang tersebar di Sumatera Utara, Indonesia. Sebanyak 33 sampel penelitian diperoleh dari kabupaten Karo, Samosir, dan Toba Samosir di Sumatera Utara. Data dianalisis menggunakan program ArcGis 10.3 dengan dikombinasikan menggunakan berbagai data ekologi dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa A. longifolia tersebar di wilayah dataran tinggi Sumatera Utara dengan Berdasarkan hasil analisis, A longifolia memiliki ciri habitat dengan ketinggian 1000-2000 mdpl, curah hujan 1500-2500 mm/tahun, menempati 3 tipe tutupan lahan (hutan tanaman industri, tanah terbuka, dan pertanian lahan kering), tersebar pada 3 jenis tanah (humic cambisol, orthic acrisol, dan orthic podzols), terdapat pada kemiringan lahan >60, dan berada pada 3 kondisi kritis lahan (lahan kritis, agak kritis, dan sangat kritis). Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi penting dalam proses budidaya dan konservasi A. longifolia.
TUMBUHAN OBAT DAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN TNBG, DESA SIBANGGOR JULU, KABUPATEN MANDAILING NATAL Dwi Ratna Anjaning Kusuma Marpaung
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v4i2.10295

Abstract

This study was conducted from April until June 2017 which aims to reveal the local wisdom in the utilization of medicinal plants by villagers of Sibanggor Julu, Mandailing Natal Regency. This study uses eksplorative survey method and Participatory Rural Appraisal method. Data were collected through semi-structure interviews with 37 infomants.based on the results of the interview can be seen that the community still believes with traditional medicine in life where obtained data that there are 31 types of medicinal plants classified into 2 classes are Monocotyledoneae with 5 families and Dicotyledoneae with 12 families. Zingiberaceae is the most dominant family in the utilization as medicinal plants and Kunyit or Curcuma longa L. is the type most widely used by villagers of Sibanggor Julu to treat the disease. Leaf was dominantly used as medicine by 39% and in the way of processing of medicinal plants is generally boiled by 28 %.
EFEKTIFITAS BERBAGAI METODE SUPLEMENTASI PIRIDOKSIN MENGOPTIMALISASI PRODUKSI IMMUNOGLOBULIN Y (IgY) KUNING TELUR AYAM Pasar Maulim Silitonga; Melva Silitonga; Meida Nugrahalia
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v4i2.10417

Abstract

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengoptimalkan produksi immunoglobulin Y (IgY) kuning telur dengan metode suplementasi piridoksin.  Digunakan 12 ekor ayam betina dewasa (jenis Isa brown) siap bertelur, antigen yang digunakan toksoid tetanus.  Pemeliharaan dilakukan dalam kandang baterai selama 10 minggu. Selama percobaan, semua ayam diberi air minum secara ad libitum dan ransum komersil standar. Setelah 12 hari masa adaptasi, ayam diberi perlakuan suplementasi piridoksin dosis 3 mg/kg ransum dengan metode yang bervariasi yaitu via air minum (S1), mencampurkannya dalam ransum (S2) dan melalui suntikan intramuscular (S3). Semua ayam disuntik dengan antigen toksoid tetanus dosis 100 Lf yang diemulsikan dalam Freund’s adjuvant complete  yang diberikan secara intramuscular. Immunisasi ulang dilakukan dengan menggunakan freund’s adjuvant incomplete setelah dua, tiga dan empat minggu pemberian perlakuan suplementasi piridoksin.  Sampel telur diambil setelah 2 minggu injeksi antigen toksoid terakhir. Ekstraksi IgY kuning telur dilakukan dengan Metode PEG–Khloroform, Uji spesifitas IgY dengan uji AGP, Purifikasi IgY dengan FPLC, kadar IgY kuning telur ditentukan dengan metode Bradford. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kadar IgY kuning telur ayam yang diberi suplementasi piridoksin via air minum, dicampur dalam ransum maupun via suntikan intravena. Suplementasi piridoksin pada ayam petelur memberikan rataan kadar antibodi / immunoglobulin yolk (IgY) kuning telur untuk ketiga jenis metode yang diaplikasikan sebesar 106,6 - 109,0 mg/ butir telur.
UJI TOKSISITAS (LC50 – 24 JAM) EKSTRAK KULIT JENGKOL Pithecellobium jiringa) TERHADAP LARVA UDANG Artemia salina Leach Indah Sinaga; Rosliana Rosliana; Riyanto Riyanto
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v4i2.10473

Abstract

The objective of this experiment is to determine the amount of toxicity leves (LC50–24 jam) peel extrack Jengkol (Pithecellobium jiringa) against larvae of the Artemia salina. The observation method consists of three stages : Observasi, Eksploratory, Full scale test. The concentrations used in the observation were 0%, 5%, 10%, and 15%. In the Eksploratory stateg, the concentrations used were 0%, 1%, 3%, 5%, 7%, and 9%. And for the Full scale test concentrations used were 0%, 4%, 4,5%, 5%, 5,5%, and 6%. The result of toxicity test (LC50–24 jam) peel extrack of Jengkol (Pithecellobium jiringa) showed that the optimum dose is 5,5% whic has mortality 51.1% to the larvae of the Artemia salina.
KURVA PERTUMBUHAN JAMUR ENDOFIT ANTIJAMUR Candida DARI TUMBUHAN RARU (Cotylelobium melanoxylon) GENUS Aspergillus Uswatun Hasanah
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v4i2.10474

Abstract

Mikroorganisme membutuhkan nutrien dan faktor lingkungan yang sesuai untuk kelangsungan hidupnya.  Salah satu mikroba tersebut adalah jamur endofit yang diperoleh dari tumbuhan raru (Cotiylelobium melanoxylon).Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kurva pertumbuhan jamur endofit  antijamur Candida albicans genus Aspergillus. Metode yang digunakan adalah single dot, dengan mengukur koloni diameter setiap 24 jam selama 30 hari yang diinkubasi pada temperatur kamar (25◦C).
KETERKAITAN KOMUNITAS FITOPLANKTON DENGAN KUALITAS AIR DI DANAU SKY AIR JAKABARING PALEMBANG Ervina Mukharomah
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v4i2.10485

Abstract

Penelitian ini  dilakukan di Danau Sky Air Jakabaring Kota Palembang pada Pukul 17.00 WIB, 21.00 WIB, dan 07.00 WIB, periode pada 3 (tiga) strata pengambilan yaitu permukaan, dengan metode penyaringan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keterkaitan kualitas air terhadap kelimpahan dan penyebaran fitoplankton. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan kelimpahan dan sebaran fitoplankton memiliki keterkaitan erat dengan faktor fisika dan kimia, oleh karena itu spesies yang didapat bervariasi dan menyebar diseluruh perairan Danau Sky Air Jakabaring yaitu pada pukul 17.00 dengan hubungan 0,0006. Fitoplankton memiliki struktur komunitas, kelimpahan, dan indeks biologi yang mendominasi dan beragam pada perairan Danau Sky Air Jakabaring. Hasil pencacahan fitoplankton, ditemukan 17 genus dari 5 family yaitu Bacillariophyceae (7 genus), Chlorophyceae (3 genus), Cyanophyceae (5 genus), Dinophyceae (1 genus), dan Euglenophyceae (1 genus).
POTENSI SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI INSEKTISIDA BOTANI Azizah Azizah; Moch Rosyadi Adnan; Mukhamad Su'udi
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v4i2.10518

Abstract

Serangga yang berperan sebagai hama merupakan salah satu permasalahan yang masih sering terjadi dalam bidang pertanian. Penanganan yang selama ini dilakukan untuk mengendalikan permasalahan ini adalah menggunakan insektisida kimia. Penggunaan insektisida kimia dapat menimbulkan efek negatif baik bagi lingkungan maunpun kesehatan. Alternatif pengendalian serangga hama yang ramah lingkungan yaitu penggunaan insektisida botani. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai insektisida botani adalah sengon (Albizia sp.). Salah satu potensi tanaman sengon dijadikan bahan dasar insektisida karena menghasilkan beberapa senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan berbeda pada setiap jenisnya. Secara umum senyawa metabolit sekunder dari tanaman sengon termasuk kelompok flavonoid, saponin, tanin, terpen, dan alkaloid. Senyawa-senyawa tersebut memiliki berbagai aktivitas biologi seperti antioksidan, antikanker, antitumor, antimikroba, antiinflamasi, antidiabetes, dan lain sebagainya. Beberapa senyawa metabolit sekunder tersebut, seperti saponin dan flavonoid, ternyata dapat bersifat toksik bagi serangga. Saponin dan flavonoid telah dilaporkan memiliki aktivitas antifeedant bagi beberapa serangga. Berdasarkan aktivitas senyawa metabolit sekunder dari sengon tersebut yang membuat serbuk gergaji kayu sengon berpotensi digunakan sebagai insektisida.
PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescent L.) Sri Ningsih; Nusyirwan Nusyirwan; Nusyirwan Nusyirwan
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 4, No 3 (2018): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v4i3.11112

Abstract

This study aims to determine the effect of bagasse compost administration on the growth of Capsicum frutescent L. Parameters used were C / N ratio, plant height, number of leaves, leaf area, time of flower appearance, number of flowers, number of primary branches, number of fruits, root length. This study used a Completely Randomized Design (CRD), and the treatment was arranged in 5 treatments and repetitions five times. The first factor is the dose of organic fertilizer, namely A (0 grams), treatment B (150 grams), treatment C (200 grams), treatment D (250 grams), treatment E (300 grams). The variance homogeneity test can be done using SPSS 21 program. The results of the study on plant height were in treatment E (dose of 300 grams) which is 50.2 cm. The highest number of leaves obtained in treatment B (dose 150 grams) is 22.4 strands. The highest leaf area is found in treatment E (dose of 300 grams) which is 41.4 cm2. The highest number of branches is found in treatment A (dose of 0 grams), which is 4. For the time the flower appears on this cayenne plant on average at six weeks after planting (MST). The highest amount of interest is found in treatment E (dosage of 300 grams) which is 7.4 flowers. The highest amount of fruit in treatment E (dose of 300 grams) is four pieces. While the longest root size found in treatment E (dose of 300 grams) is 4.78 cm. This research is expected to be valuable information in the use of bagasse (Saccharum officinarum L.) on the cultivation of cayenne pepper (C. frutescent L.)
RESPON PERTUMBUHAN DAN FISIOLOGIS TANAMAN SAWI (Brassica rapa var. Parachinensis) YANG DIPAPAR TIMBAL (Pb) Vanny Harianto; Selvia Dewi Pohan
JBIO: jurnal biosains (the journal of biosciences) Vol 4, No 3 (2018): Jurnal Biosains
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jbio.v4i3.11212

Abstract

The purpose of the study is to determine the influence of lead (Pb) on the growth and physiology of mustard (Brassica rapa var. Parachinensis). The research was carried out in greenhouse and chemistry laboratory of Universitas Negeri Medan and Laboratorium Kesehatan Medan from April to August 2018. This research was using a Completely Randomize Design (RAL) with 4 treatments and six replications. The treatment is the solution lead (Pb) with 4 levels of dose : 0 ppm , 1 ppm, 3 ppm, and 5 ppm. Data was analyzed by analysis of variance (ANOVA) on the SPSS program. The results showed that the lead affect the growth and physiology of mustard. Mustard which were given lead 1,3, and 5 ppm have lower height (49 cm; 41,4 cm; and 29,8 cm) than control (82,5 cm). The higher concentration of lead solution caused the lower plant height. This effects as same as to the number of leafs, plants that were treated with lead have fewer leaves (31,3 sheets; 28 sheets; and 23 sheets) than controls (38,6 sheets). The lead also affects the weight of mustard plants. Mustard that treated with lead has a lighter weight than the control. Plants treated with lead 1,3, and 5 ppm have lower chlorophyll levels (7,20 mg/L; 5,08 mg/L; and 2,17 mg/L) than controls (11,76 mg/L).

Page 1 of 21 | Total Record : 203