cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
ISSN : 08539987     EISSN : 23383445     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
Media Health Research and Development ( Media of Health Research and Development ) is one of the journals published by the Agency for Health Research and Development ( National Institute of Health Research and Development ) , Ministry of Health of the Republic of Indonesia. This journal article is a form of research results , research reports and assessments / reviews related to the efforts of health in Indonesia . Media Research and Development of Health published 4 times a year and has been accredited Indonesian Institute of Sciences ( LIPI ) by Decree No. 396/AU2/P2MI/04/2012 . This journal was first published in March 1991.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue " Vol 24, No 4 Des (2014)" : 7 Documents clear
ARTESUNAT-AMODIAKUIN DAN KLOROKUIN UNTUK PENGOBATAN MALARIA VIVAKS DI PUSKESMAS KOPETA, MAUMERE, NUSA TENGGARA TIMUR, 2007 Hasugian, Armedy Ronny; Tjitra, Emiliana
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 24, No 4 Des (2014)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.408 KB)

Abstract

AbstrakIndonesia merupakan negara endemis malaria yang merekomendasi Artemisinin-based Combination Therapy (ACT) untuk malaria Plasmodium vivax. Konfirmasi resistensi P.vivax terhadap kloroquin dan efikasi ACT  perlu  diteliti  untuk  mendukung  kebijakan  pengobatan  malaria.  Provinsi  Papua  bersama Nusa Tenggara Timur (NTT) penyumbang utama kasus malaria di Indonesia. Tujuan penelitian untuk mengevaluasi  efikasi  dan  keamanan ACT  program  artesunat-amodiakuin  (AsAq)  dibandingkan  obat konvensional klorokuin (Cq) pada malaria vivaks di Puskesmas, Provinsi NTT. Penelitian ini merupakan penelitian klinis, prospektif, evaluasi efikasi dan keamanan AsAq dibandingkan Cq pada subyek P.vivax malaria dan diamati selama 28 hari, sesuai protokol WHO tahun 2003. Efikasi AsAq dan Cq dianalisis dan dibandingkan secara intention to treat (ITT) dan per protocol (PP). Keamanan obat dievaluasi berdasarkan timbulnya atau memberatnya gejala klinis dalam kurun waktu 28 hari. Total 100 subjek monoinfeksi P. Vivax yang memenuhi criteria diobati secara acak dengan AsAq atau Cq. Efikasi hari-28 AsAq dibandingkan Cq secara Intention to Treat (ITT) adalah 93,7% (95%CI: 83,8 – 97,9) versus 56,4% (95%CI: 50,1 – 75,9) dengan Log Rank (Mantel Cox)<0.001 dan Hazard Ratio 8,3 (95%CI: 2,4 – 28,2). Efikasi hari-28 AsAq per protocol (PP) adalah 93,6% (95%CI: 82,8 – 97,8) dibandingkan Cq51,4% (95%CI: 35,9– 66,6) dengan Log Rank (Mantel Cox)<0,001 dan HR 9,3 (95%CI: 2,7 – 31,7). Dua (4%) kasus dengan Cq mengalami kegagalan pengobatan dini (Early Treatment Failure) di hari-3. Kejadian sampingan  terbanyak AsAq  dan  Cq  adalah  muntah  (26%  vs 20,4%)dan  dua  kasus  pengobatan  Cq merupakan kasus kejadian sampingan serius karena muntah berulang yang memerlukan rawat inap. Efikasi AsAq  lebih  baik  secara  signifikan  dibandingkan  Cq  untuk  pengobatan  P.  Vivax  di  Maumere. Muntah  merupakan  kejadian  sampingan  AsAq  dan  Cq  yang  paling  sering  terjadi  dan  memerlukan pengobatan. ACT alternatif yang efektif dan aman dibutuhkan untuk pengobatan infeksi P. vivax.Kata kunci : artesunat, amodiakuin, klorokuin, P. vivax.AbstractIndonesia as a malaria endemic country is recommended to use Artemisinin-based Combination Therapy  (ACT)  for  P.  vivax  malaria.   Confirmation  of  Chloroquine  resistant  and ACT  efficacy  for  P. vivax need to be investigated for supporting malaria treatment policy. Papua and East Nusa Tenggara (NTT) contribute the main malaria cases in Indonesia. To evaluate efficacy and safety of ArtesunateAmodiaquine (AsAq) as an ACT programme compared to drug Klorokuin (Cq) as a conventional for vivax malaria at Public Health Care in NTT. This was a clinical study, prospective, efficacy and safety evaluation of AsAq compared to Cq for malaria P.vivax subject and followed by 28 days, based on WHO protocol 2003. Intention to treat (ITT) and per protocol (PP) was performed to compare AsAq and Cq efficacy. Safety was evaluated based on the incidance or severity of clinical symptoms by 28 days of follow up. Total of 100 P. vivax monoinfection suitable with the inclusion/exclusion criteria was randomized treated with AsAq or Cq. The 28 days efficacy of AsAq and Cq was 93.7% (95%CI: 83.8 – 97.9) versus 56.4% (95%CI: 50.1 – 75.9) with Log Rank (Mantel Cox)<0.001 and Hazard Ratio (HR) 8,3 (95%CI: 2,4 – 28,2) by intention to treat (ITT). Per protocol (PP) efficacy was 93.6% (95%CI: 82.8 – 97.8) compared toCq51.4% (95%CI: 35.9– 66.6), Log Rank (Mantel Cox) <0,001 and HR 9,3 (95%CI: 2,7 – 31,7). Two (4%) cases with Cq had early treatment failure (ETF) at day 3. The major adverse event was vomiting for both AsAq and Cq (26% vs 20,4%) and two cases with severe vomiting were hospitalized. The efficacy of AsAq was better significantly than Cq for P. vivax treatment in Maumere. Vomiting was the major adverse event for both drugs and needed a treatment. The alternative of effective and safety ACT is needed for P. vivax infection.Key word : artesunate, amodiaquine, choloquine, P. vivax.
ANALISIS SPASIAL PADA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) MALARIA DI DESA PANUSUPAN KECAMATAN REMBANG DAN DESA SIDAREJA KECAMATAN KALIGONDANG KABUPATEN PURBALINGGA Widiarti, Widiarti; Heriyanto, Bambang; Widyastuti, Umi
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 24, No 4 Des (2014)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1017.422 KB)

Abstract

AbstrakMalaria seringkali muncul pada kejadian luar biasa (KLB) maupun peningkatan kasus baik di Jawa maupun di luar Jawa. Dilaporkannya peningkatan kasus atau KLB malaria di Kabupaten Purbalingga menimbulkan pemikiran faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya KLB malaria. Tujuan penelitian adalah analisis spasial kasus malaria, konfirmasi vektor yang berperan dalam penularan malaria dan bioekologi nyamuk tersangka vektor. Lokasi penelitian di Desa Panusupan Kecamatan Rembang dan Desa Sidareja Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. Konfirmasi vektor dilakukan dengan elisa sporozoit dari semua nyamuk Anopheles sp yang diperoleh. Analisis kasus malaria digunakan metoda GIS dan dilanjutkan uji spatially weighted regression (spatial error model) dengan GeoDa. Survei entomologi dilakukan sesuai standart penangkapan nyamuk oleh WHO. Hasil penelitian diperoleh informasi bahwa berdasarkan  elisa  sporozoit,  vektor  yang  berperan  di  Desa  Panusupan  Kecamatan  Rembang  adalah Anopheles maculatus hasil penangkapan hinggap pada manusia diluar rumah pada jam 18.00. Kejadian luar biasa malaria di Kabupaten Purbalingga, semula kasus import namun karena keberadaan vektor (daerah reseptif), sehingga terjadi penularan lokal. Analisis spasial kasus malaria di kedua desa mengelompok dan berdekatan dengan habitat perkembangbiakan An. maculatus yaitu ditepi aliran sungai. Mencermati vektor yang berperan di daerah KLB adalah An. maculatus dengan aktivitas sore sampai malam hari, maka perlu diinformasikan kepada masyarakat agar menjaga tidak kontak dengan nyamuk dan melindungi masyarakat dengan kelambu berinsektisida yang mempunyai daya lindung lama (LLIN) sehingga dapat mengurangi terjadinya penularan.Kata Kunci : analisis spasial, KLB, Anopheles maculatus dan malariaAbstractMalaria outbreak or increase cases has came up very often inside or outside of Java Island. The increase malaria cases from Purbalingga Regency is reported remain high enough with 94 people sick in Panusupan Village  and  37  people  in  Rembang  Village  Purbalingga  Regency.  Due  to  the  reason,  it  is  important  to conduct a confirmation of malaria vector and another factors that take an important role in those area.This research was conducted to investigate the confirmation of malaria vectors, spacial analysis malaria cases, entomological indicator and another factors in relation with the malaria outbreak. The study was carried out in two malaria endemic villages namely: Panusupan Village Rembang Subdistrict and Sidareja Village, Kaligondang Subdistrict Purbalingga Regency. The confirmation of malaria vectors was carried out using sporozoid elisa, spatial analysis of malaria cases using geographical information system (GIS) and entomological indicator using WHO standart. The result of the outdoor landing on man collecting revealed  that  mosquito  species  remain  malaria  vectors  only  An.  maculatus  from  Panusupan  Village Rembang Subdistrict was positive sporozoid. Spatial analysis on the two areas show that malaria cases were distributed on clumped/cluster, buffer zones against breeding habitat (<400 meters), indicate local transmission (indigenous) due to vector behaviour. Based on these results we conclude that An. maculatus is the vector of malaria in those areas, so that it can be useful as information for the program to perform a control or prevention further spread of malaria in that areas. Due to the vector behaviour activity at evening until midnight when the community heavy sleep, therefore vector control using Long Lasting Insectiside Nets (LLIN) will protect them from man-mosquito contact so that the malaria transmision could be minimized. Intensified the need for migration surveys for people returning from malaria-endemic area outside Java.Keywords : spacial analisis, outbreak, Anopheles maculatus and malaria
PENENTUAN JENIS NYAMUK MansoniaSEBAGAI TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS Brugia malayi DAN HEWAN ZOONOSIS DI KABUPATEN MUARO JAMBI Santoso, Santoso; Yahya, Yahya; Salim, Milana
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 24, No 4 Des (2014)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.577 KB)

Abstract

AbstrakFilariasis merupakan penyakit yang tidak mudah menular. Filariasis adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vector. Jenis nyamuk yang dapat berperan sebagai vector filariasis dipengaruhi oleh jenis cacing penyebab filaria. Brugia spp. umumnya ditularkan oleh nyamuk Mansonia spp dan Anopheles spp. Vektor dan hewan zoonosis merupakan salah satu factor yang dapat perlu mendapat perhatian dalam pengendalian filariasis. Penelitian terhadap vector dan hewan zoonosis telah dilakukan di Kabupaten Muaro Jambi untuk mengidentifikasi bionomik vektor dan kemungkinan adanya hewan zoonosis yang berperan sebagai penular filariasis. Desain penelitian adalah observasi, yaitu dengan melakukan penangkapan nyamuk dan pemeriksaan darah terhadap kucing. Jumlah kucing yang diperiksa sebanyak 18 ekor. Kucing yang positif microfilaria sebanyak 1 ekor. Jumlah nyamuk Mansonia spp. tertangkap sebanyak 1,167 ekor yang terdiri dari 6 species. Spesies nyamuk tertangkap paling banyak adalah Mansonia uniformis sebanyak 1.010 ekor dengan angka kekerapan 1,0. Berdasarkan hasil tersebut, maka diperlukan peran serta masyarakat untuk mengurangi kepadatan nyamuk dengan membersihkan genangan air dan mencegah gigitan nyamuk. Selain itu diperlukan juga penanganan terhadap hewan yang bertindak sebagai zoonosis dengan memberikan pengobatan terhadap kucing agar tidak menjadi sumber infeksi.Keywords : filariasis, Mansonia, vektor, zoonosis, Muaro Jambi.AbstractFilariasisis noteasily transmitted diseases. Filariasisis transmitted by mosquito vectors. Various types of mosquitoes can act as vectors of filariasis, depending on the type of microfilaria. Brugia spp. are generally transmitted by Mansonia spp and Anopheles spp. Vector and zoonotic animal are the factors that can transmit filariasis and need to have attention for controlling filariasis. Research on vector and zoonotic had been done in Muaro Jambi to determine bionomic vector and the possibility of animals can transmit filariasis. The study design was observational survey, that cought mosquitoes and inspection activities zoonotic. Cats that examined were 18. Cat with positive microfilaria was 1 cat. Number of Mansonia spp. captured was 1,167 which consisted of 6 species consisting of 6 species. Mansonia uniformis was the largest species cought numbering 1.010 with 1.00 frequency rate with 1,010 mosquitoes that frequency rate of 1,00. Based on these results, it is necessery for community participation for mosquito control activities and further investigation to cats and cats carried on a positive treatment.Keywords : filariasis, Mansonia, vectors, zoonotic, Muaro Jambi.
PERILAKU MASYARAKAT TERKAIT PENYAKIT KAKI GAJAH DAN PROGRAM PENGOBATAN MASSAL DI KECAMATAN PEMAYUNG KABUPATEN BATANGHARI, JAMBI Ambarita, Lasbudi P.; Taviv, Yulian; Sitorus, Hotnida; Pahlepi, R. Irpan; Kasnodihardjo, Kasnodihardjo
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 24, No 4 Des (2014)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.165 KB)

Abstract

AbstrakPenyakit kaki gajah adalah penyakit menular bersumber binatang yang ditularkan oleh nyamuk pembawa parasit cacing filaria. Upaya yang dilakukan di tingkat global maupun nasional dalam program eliminasi filariasis,  yaitu  pengobatan  massal.  Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  perilaku  masyarakat terkait penyakit kaki gajah dan program pengobatan massal sebelum dilaksanakan pengobatan tahun ketiga di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari Propinsi Jambi. Metode penelitian non-intervensi dengan rancangan potong lintang. Unit sampel adalah kepala keluarga dengan total sampel 380orang yang  ditentukan  secara  stratified  sampling.  Instrumen  yang  digunakan  adalah  kuesioner  terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan 45,5% responden sering keluar rumah pada malam hari dengan berbagai jenis aktivitas, sebagian besar (99,5%) menggunakan alat pelindung diri dari gigitan nyamuk. Sebanyak 7,5%  responden  menyatakan  pernah  diperiksa  sediaan  darah  jari  terkait  penyakit  kaki  gajah,  5,4% pernah mengalami gejala demam berulang. Sebagian besar (86,6%) tahu ada pembagian obat massal di wilayahnya, 69,1% mengetahui ada sosialisasi pengobatan massal dan 86,1% pernah mendapat obat. Dari 324 responden yang menyatakan pernah diberi obat, 76% menyatakan minum obat yang diberikan dan 41% minum obat 2 kali, 24% tidak meminum obat yang diberikan yang sepertinya dengan alasan  utama  takut  efek  samping  obat  (50,8%).  Diperoleh  hubungan  bermakna  antara  umur,  jenis kelamin, informasi pengobatan, sosialisasi dan distribusi obat terhadap kepatuhan minum obat pada program pengobatan massal penyakit kaki gajah.Kata kunci : Penyakit kaki gajah, Perilaku, Pengobatan massal, Kecamatan PemayungAbstractLymphatic filariasis (LF) is an infectious disease transmitted by mosquitoes that carries parasitic filarial worms. One of the efforts made at the national and global levels in the filariasis elimination program is the mass drug administration (MDA). This study aims to determine practice towards lymphatic filariasis and mass drug administration among population at Pemayung Subdistrict of Batanghari District, Jambi and carried out before the third MDA in 2011. This research is a non-intervention study with crosssectional design. Sample units is households and a total of 374 households had been selected randomly. A practice questionnaire was used to collect data on practice regarding LF and responses to MDA. The results showed for risky behaviour among the respondents, 45.5% said often going out at night with various kinds of activity, 99.5% using protection to avoid mosquito bites, 7.5% have follow blood test for microfilaria detection and 5.4% having experienced periodic fever. Most of respondents (86.6%) know the distribusion of LF drugs in their villages, 69.1% of them ever heard socialization of MDA and 86.1% had been given the drug. Of 324 respondents that had been given a drug, 76% ever consume drug and 41% of them consume it once time while 24% didn’t consumpt the drugs with the main reason was fear of side reaction (50.8%). There were correlation (p<0.05) between age, sex, MDA campaign, distribution of medicinewithdrinking medicine compliance.Keywords : Lymphatic filariasis, Practice, Mass Drug Administration, Pemayung Subdistrict
ANALISIS PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT FILARIASIS DI TIGA DESA KECAMATAN MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2013 Astuti, Endang Puji; Ipa, Mara; Wahono, Tri; Ruliansyah, Andri
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 24, No 4 Des (2014)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (639.766 KB)

Abstract

AbstrakProgram eliminasi filariasis di Indonesia ditetapkan dua pilar yaitu memutuskan rantai penularan dengan pemberian obat massal pencegahan filariasis (POMP filariasis) di daerah endemis serta mencegah dan membatasi kecacatan akibat filariasis. Target program filariasis disebutkan bahwa cakupan POMP minimal yang  harus  dicapai  untuk  memutus  rantai  penularan  sebesar  85%.  Kabupaten  Bandung  merupakan wilayah  Provinsi  Jawa  Barat  yang  angka  cakupan  POMP  nya  masih  rendah  yaitu  78%  dibandingkan dengan wilayah lain yang sudah melakukan POMP. Kondisi ini yang melatarbelakangi penelitian tentang analisis perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat POMP sehingga dapat diketahui faktor apa yang dapat menjadi pengungkit agar cakupan POPM di Kab. Bandung mengalami peningkatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran dan pengaruh perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat POMP. Penelitian ini merupakan cross sectional studies. Lokasi Penelitian di laksanakan di tiga desa terpilih di Kecamatan Majalaya Kab. Bandung, selama dua bulan yaitu bulan Agustus – September tahun 2013. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara. Hasil  penelitian  menggambarkan  bahwa  praktek  masyarakat  dalam  pencegahan,  pengendalian  dan pengobatan  filariasis  di  kecamatan  Majalaya  mempunyai  hubungan  yang  signifikan  (p-value  0.001) terhadap kepatuhan masyarakat untuk minum obat. Kepatuhan minum obat tidak berdiri sendiri, kondisi ini terkait erat dengan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) baik petugas kesehatan, kader, lintas sektor dan gencarnya promosi melalui berbagai media promosi tentunya. Kata kunci : kepatuhan minum obat, filariasis, perilaku masyarakat, pengetahuanAbstractFilariasis elimination program in Indonesia set two pillars that cut the transmission with the prevention of filariasis mass drug administration (POMP filariasis) in endemic areas and preventing and limiting disability due to filariasis. POMP minimum coverage by 85% must be achieved to break the chain of transmission. Bandung Regency POMP coverage is still low at 78% compared to other regions in West Java Province. It required an analysis of community behavior towards filariasis drug compliance so it can be known which factors may be the leverage of POPM coverage in the regency. This study is to describe and observe people’s  behavior  influence  toward  POMP  medication  adherence.  This  study  was  a  cross  sectional studies. Research location carried in three selected villages in the Majalaya district, Bandung Regency, for two months in August-September 2013. Primary data were collected by interviews using a structured questionnaire. The results showed that the practice of taking medication adherence was significantly related to the community compliance to take medication (p-value 0,001). Medication adherence is closely related to the human resources support both health care workers, cadres, cross-sector, and the promotion through a variety of promotional media.Keywords : filariasis, drug compliance, community behavior, knowledge
KONTRIBUSI HEWAN MAMALIA SAPI, KERBAU, KUDA, BABI DAN ANJING DALAM PENULARAN SCHISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2013 Gunawan, Gunawan; Anastasia, Hayani; F.S, Phetisya Pamela; Risti, Risti
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 24, No 4 Des (2014)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.731 KB)

Abstract

AbstrakSchistosomiasis merupakan penyakit parasitik jaringan yang terabaikan. Schistosomiasis adalah penyakit parasitik yang bersifat zoonosis, selain menginfeksi manusia juga menginfeksi hewan mamalia lainnya. Ada 13 mamalia yang diketahui dapat terinfeksi oleh schistosomiasis antara lain sapi(Bos sundaicus), kerbau (Bubalus bubalis), kuda (Equus cabalus), anjing (Canis familiaris), babi (Sus sp), musang (Vivera tangalunga), rusa (Carvus timorensis), dan berbagai jenis tikus (Rattus exulans, R. hoffmani, R. chysomomusrallus, R. marmosurus, R norvegicus, R palallae). Di Indonesia schistosomiasis disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum dan hanya ditemukan endemik di Sulawesi Tengah yaitu di dataran tinggi Lindu, Napu dan Bada.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi reservoir dalam penularan schistosomiasis di Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah. Metode penelitian ini adalah deskriptif observational dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengobservasi mamalia yang berisiko,dengan pengambilan dan pemeriksaan sampel tinja hewan mamali tersebut. Sejumlah 219 sampel tinja hewan mamalia yang terdiri dari sapi, kerbau, anjing, babi dan kuda diperiksa dengan menggunakan metode sentrifugasi formalin-eter. Dari hasil pemeriksaan tinja yang dilakukan dilaboratorium Parasitologi Balai Litbang P2B2 Donggala sebanyak 54 sampel tinja hewan mamalia (sapi, kerbau, anjing, babi dan kuda) positif terinfeksi S.japonicum.Kata kunci : Schistosomiasis, hewan mamalia, Schistosoma japonicumAbstractSchistosomiasis is one of neglected parasitic diseaseds and also a zoonosic disease, in addition to humans it also infect mammals. There were 13 known mammals that can be infected by schistosomiasis, i.e. cattle (Bos sundaicus), buffalo (Bubalus bubalis), horse (Equus Cabalus), dog (Canis familiaris), pig(Sus sp), civet cat(Vivera tangalunga), deer (Cervus timorensis), and various types of rat (Rattus exulans, R. hoffmani, R. chysomomusrallus, R. marmosurus, R. norvegicus, R. palallae). In Indonesia schistosomiasis is caused by Schistosoma japonicum and is only found in three endemic areas in the highlands of Central Sulawesi i.e Lindu valley, Napu and Bada, in the province of Central Sulawesi. The intermediate host is a amphibious snail, Ocomelania hupensis lindoensis. This study was aimed to determine the contribution of mammals in the transmission of schistosomiasis in Lindu Valley endemic areas, District Sigi. Method of this study was descriptive observational and cross sectional. Primary data were collected by observing the risk, retrieval and examination of stool samples of mammals. A total of 219 stool samples of cows, buffaloes, dogs, pigs and horses were examined using formalin - ether centrifugation method.Stool examination were conducted in the Parasitology Laboratory, Vector Borne Diseases Research Unit, NIHRD, Donggala. The results shown that a total of 54 stool samples of mammals (cows, buffaloes, dogs, pigs and horses), all were positive with S.japonicum eggs.Keyword : Schistosomiasis, mammals, Schistosoma japonicum
MASA DEPAN VAKSIN ROTAVIRUS DI INDONESIA Pangesti, Krisna Nur Andriana; Setiawaty, Vivi
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 24, No 4 Des (2014)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.607 KB)

Abstract

AbstrakRotavirus adalah penyebab utama gastroenteritis pada anak-anak. Insiden diare yang disebabkan rotavirus di Indonesia terjadi sepanjang tahun dengan jumlah kematian mencapai sekitar 10.088 anak per tahun. Virus ini ditularkan melalui rute tinja-oral dengan tingkat transmisi tinggi. Lebih dari 50 kombinasi galur G - P yang dikenal sebagai galur yang menginfeksi manusia dengan serotipe dominan akan bervariasi antar wilayah dan tahun. Di Indonesia, berbagai penelitian rotavirus menunjukkan bahwa variasi tipe VP7 (G9) dan VP4 (P[8]) merupakan kombinasi genotipe paling sering muncul. Metode pencegahan yang paling mungkin dan sangat diperlukan untuk mengontrol transmisi dan mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus ini adalah dengan vaksinasi. Berbagai macam jenis vaksin Rotavirus dikembangkan untuk memberikan kekebalan sebaik infeksi alamiah dan meminimalisasi efek samping yang terjadi. Untuk itu pengawasan yang baik pra dan pasca perizinan diperlukan untuk memantau efek samping dari vaksin yang ada. Infeksi Rotavirus menyebabkan beban penyakit dan ekonomi yang tinggi sehingga vaksin dapat dipertimbangkan sebagai salah satu cara pencegahan yang baik.Kata kunci : Rotavirus, vaksin, diareAbstractRotaviruses are the leading cause of gastroenteritis in young children. The incidence of diarrhea due to rotavirus in Indonesia is evenly throughout the year with the mortality approximately of 10,088 children in a year. These viruses are transmitted by fecal-oral route with high rate of transmission. More than 50 combinations G-P known as strain that infect human with the predominant serotypes will vary between region and year. In Indonesia, rotavirus studies showed that a variety of VP7 type (G9) and VP4 type (P[8]) were the genotype combinations most frequently encountered. The most likely methods of prevention and control of transmission for the disease caused by this virus are vaccination. Various types of rotavirus vaccine were developed to provide the best immunity as the natural infection and minimize the side effects that might be occurred. For that oversight both pre and post licensing is required to monitor the side effects of the existing vaccine. Since the rotavirus infections cause high disease and economic burden, the vaccine can be considered as one of the better ways of prevention.Keywords : Rotavirus, vaccine, diarrhea

Page 1 of 1 | Total Record : 7