cover
Contact Name
M. Agus Burhan
Contact Email
urbansocietysart@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
urbansocietysart@yahoo.com
Editorial Address
-
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Journal of Urban Society´s Arts
ISSN : 23552131     EISSN : 2355214X     DOI : -
Journal of Urban Society's Art ( Junal Seni masyarakat Urban) memuat hasil-hasil penelitian dan penciptaan seni yang tumbuh dan berkembang di masyarakat perkotaan yang memiliki struktur dan kultur yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Seni masyarakat urban merupakan manifestasi seni yang dihadirkan melalui media-media seni rupa, seni pertunjukan, dan seni media rekam yang erat dengan problematika kehidupan yang terjadi dalam keseharian masyarakat, serta bisa menjadi simbol yang menarik dan menjadi elemenpenting yang menjadi ciri khas dari (1) pusat kota, (2) kawasan pinggiran kota, (3) kawasan permukiman, (4) sepanjang jalur yang menghubungkan antar lingkungan, (5) elemen yang membatasi dua kawasan yang berbeda, seperti jalan, sungai, jalan tol, dan gunung, (6) kawasan simpul atau strategis tempat bertemunya berbabgai aktivitas, seperti stasiun, jembatan, pasar, taman, dan ruang publik lain.
Arjuna Subject : -
Articles 141 Documents
Pendidikan sebagai Perekrut dalam Komunitas Terbayang: Analisa Wacana dalam Film Denias Senandung di Atas Awan Katarina Rima Melati
Journal of Urban Society's Arts Vol 1, No 2 (2014): October 2014
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v1i2.790

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami wacana politik dan negara yang dibentukoleh sebuah film. Film Denias, Senandung Di Atas Awan (DSAW) dipilih sebagaistudi kasus karena film ini pernah menjadi film terbaik Indonesia dan mewakiliIndonesia dalam seleksi piala Oscar 2008. Berdasarkan hasil penelitian dapatdipahami bahwa menjadi sebuah negara adalah membayangkan sebuah komunitasyang dibangun dengan unit politik yang sama dan melalui sentimen sebagai ‘sesamawarga negara’. Proses ini bukannya selalu berjalan mulus, malahan salah saturesikonya adalah tercabutnya nilai-nilai otentisitas kedaerahan yang telah mengakardalam sebuah komunitas untuk kemudian distandarisasi agar kokoh sebagaibangunan bernama negara. Imaginasi proyek negara ini diusung terus menerusmelalui wacana pembentukan nasionalisme kebangsaan salah satunya adalahmelalui sistem pendidikan yang dilembagakan dalam bentuk sekolah. Film DSAWmemberi gambaran bagaimana pendidikan terutama di lingkungan sekolah menjadiagenda politik dalam memasukkan ideologi kebangsaan termasuk dengan atributatributkenegaraan seperti militer melalui anggota Kopassus; budaya melalui bahasaIndonesia; pembentukan oposisi biner antara Jawa yang telah maju dibandingkandengan Papua yang tertinggal; termasuk Freeport sebagai representasi dari kapital.Film DSAW menjadi contoh bagi pembentukan bayangan komunitas sebagaikesatuan yang direkrut melalui ideologi-ideologi bahkan doktrin-doktrin yang adadalam sistem pendidikan. The Education as a Means of Recruiting in the Imagined Community: TheDiscourse Analysis in Denias Movie, Senandung di Atas Awan. This study aimsto understand the political and state discourse formed by a movie. Denias movie ischosen as a case study because it has ever been the best Indonesian movie and representedIndonesia in the selection of 2008 Oscar Award. Based on the research result, it can beunderstood that being a nation is such a way of imagining a community built with asimilar political unit, and through out sentiments of being ‘fellow citizens’. The processdoes not always go smoothly, but one of the main risks is the dispossession of the valuesof regional authenticity which has deeply rooted in a certain community and then beenstandardized for being the strong nation. The imagination of the country project hasbeen carried continuously through the formation of nationalism discourse. One of whichis through the education system instituted in the form of school. DSAW movie illustrateshow education, especially in the school environment, becomes the political agenda inincorporating the ideology of nationality, including the state attributes such as: themilitary through Kopassus members; Indonesian culture through Bahasa Indonesia; theformation of a binary opposition between the well-developed Java in comparison with the lagged Papua; including Freeport as the capital representation.DSAW movie becomes the example for the formation of the imagined community as awhole recruited through ideologies even the existed doctrines in the education system.
Visual Tradisi dalam Karya Seni Lukis Kontemporer Sebagai Wujud Artistik Pengaruh Sosial Budaya Willy Himawan; Budi Adi Nugroho
Journal of Urban Society's Arts Vol 1, No 2 (2014): October 2014
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v1i2.791

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengaruh sosial budaya pada senilukis kontemporer. Penelitian dilakukan dengan studi kasus pada dua senimankontemporer Bali yaitu Wayan Sudiarto dan Haryadi Suadi. Penelitian dilakukandengan mengamati unsur-unsur tradisi dan modern seperti otonomi, kebebasan,dan progresitivitas menjadi elemen yang penting dalam karya – karya keduaseniman. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa seni kontemporersecara khas mampu menunjukkan manifestasi estetik dan refleksi nilai yang bersifatkritis terhadap sistem ekonomi-sosial-kultural yang menghidupinya. Walau karyaSudiarta dan Haryadi saling bertolak belakang, namun kedua karya seniman tersebutmemperlihatkan bahwa visualisasi tradisi pada karya-karya seni lukis kontemporerterkait dengan aspek-aspek seni rupa yang menjadi bagian dari konsep konsepbudaya visual. Keberadaan tradisi atau unsur-unsur tradisi yang muncul dalamkarya-karya tersebut masih dibaca dalam ranah identitas dan keunikan tetapi belummenyentuh ke dalam makna yang terkandung di dalamnya. The Visual Tradition on Contemporary Art Works as the Artistic Form of Socio-Cultural Influence. This study aims to understand the socio-cultural influences oncontemporary paintings. It is a case study of two contemporary Balinese artists, i.e.Wayan Sudiarto and Haryadi Suadi. The study is conducted by observing the traditionand modern elements such as autonomy, freedom, and progressivity which become theimportant elements of both artists’ artworks. Based on the research, it can be concludedthat the contemporary art is typically able to demonstrate the aesthetic manifestationand reflection of values which are critical toward the system of economy-socio-cultural.Although the artworks of Sudiarta and Haryadi are in contradictory, but both of theartists’ works show the visualization of tradition on the works of contemporary paintingsassociated with the aspects of arts which are a part of the concepts of visual culture. Theexistence of the tradition or traditional elements appeared in these works are still readin the realm of identity and uniqueness, but they have not touched into the containedmeaning.
Eksistensi Seni Grafis Monoprint dalam Kesenirupaan Yogyakarta Bayu Aji Suseno
Journal of Urban Society's Arts Vol 1, No 2 (2014): October 2014
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v1i2.792

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah ingin memahami persoalan yang muncul dalameksistensi seni grafis monoprint seniman Yogyakarta. Pertanyaan yang diajukan(1) apakah cetak monoprint merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadapkaidah seni grafis konvensional; (2) bagaimana pengaruh booming lukisan dalamkeberadaan praktik seni grafis monoprint. Keberadaan praktik monoprint sejalandengan perkembangan seni rupa kontemporer yang merespons kekayaan teknik danmedium baru, yang disertai dengan konsep pemikiran seniman yang lebih plural.Namun, proses kreatif pegrafis tersebut seringkali dipandang kritis dan sinis olehsebagian pihak karena karya yang dihasilkan oleh seniman tidak hanya ada satuedisi (eksklusif ) seperti lukisan. Dalam rentang waktu tahun 2008 sampai 2011,beberapa seniman yang bermukim di Yogyakarta mengadakan pameran tunggalseni grafis monoprint. Kota Yogyakarta memiliki sejumlah seniman muda yangmenekuni praktek cetak tersebut, antara lain: Andre Tanama, Ariswan Adhitama,Irwanto Lentho, dan T.A Sitompul. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktikseni grafis monoprint ternyata mampu bersaing dengan lukisan. Pengaruh boominglukisan menjadikan seni ini bukan lagi merupakan satu pencarian jati-diri, namunsebagai satu alternatif bentuk komoditas dengan label seni rupa modern The Existence of Monoprint Art in Yogyakarta. The existence of monoprint practicegrows in line with the development of the contemporary art that responds the inventionof new techniques and media accompanied by the artists’ more pluralistic thinking.Unluckily, the creative process of the monoprint artist is often critically judged andcynically looked at by some people because the work produced by the artist is only oneedition (exclusive), just like painting. From 2008 to 2011, several artists living inYogyakarta held a solo exhibition of monoprint. Yogyakarta has a number of young artistswho devote their life to practice the art of printing, among others are Andre Tanama,Ariswan Adhitama, Irwanto Lentho, and TA Sitompul. This study is intended to findout whether monoprint making practice is considered as a deviation of the graphic artconventional rules and how the painting booming influences the monorprint existence.From the analysis, it can be inferred that a monoprint is capable of competing a paintingand the booming of painting is no longer considered as a search of identity but more as analternative of commodity form with the label of modern visual art.
Ikonografi Arsitektur dan Interior Masjid Kristal Khadija Yogyakarta Rony Rony
Journal of Urban Society's Arts Vol 1, No 2 (2014): October 2014
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v1i2.793

Abstract

Masjid Kristal Khadija (MKK) adalah sebuah masjid yang berada di kompleksYayasan Budi Mulia Dua di Yogyakarta. Masjid ini memiliki keunikan pada arsitekturdan desain interiornya. MKK sebagai karya seni akan dikaji dengan metodeikonografi. Metode ini adalah suatu studi untuk mengungkapkan makna dari suatukarya seni dengan tahapan-tahapan, yakni deskripsi praikonografi, analisis ikonografi,dan interpretasi ikonologi. Ketiga proses tahap kajian tersebut bersifat prerequisiteatau prasyarat dari tahapan satu ke tahapan selanjutnya. Hasil penelitian padatahap deskripsi praikonografi bahwa wujud arsitektur dan interior MKK memilikiciri-ciri masjid bergaya Persia, tetapi masjid ini bukan termasuk tipe hipostyle karenabangunan masjid yang berdiri sendiri dan tidak dilengkapi riwaqs. Analisis ikonografimenghasilkan makna yang ditunjukkan oleh tema feminin dengan konsep materialkaca cermin yang diasosiasikan aktivitas kaum wanita, yakni bersolek. Interpretasiikonologi dihasilkan makna secara simbolis bahwa MKK merepresentasikanide dan gagasan tokoh dibaliknya. Penafsiran makna ini dapat menambah muatanfilosofi MKK sebagai ikon kebanggaan Yayasan Budi Mulia Dua. The Iconographic on the Architecture and Interior of Masjid Kristal KhadijaYogyakarta. The Masjid Kristal Khadija is a mosque located in a high school complexunder the auspices of the Budi Mulia Dua in Yogyakarta. This mosque is unique in itsarchitecture and interior design. The mosque as a work of art is analyzed by the methodof iconography. This method is a study to reveal the meaning of a work of art with thestages namely; pre-iconographical description, iconographical analysis, and iconologicalinterpretation. There is a prerequisite relationship among those stages, meaning thatthe first stage has to be conducted before the second and the second has to be completedbefore the last one. The result of the pre-iconographical description stage shows thatthe architecture and interior of Kristal Khadija is characterized by the Persian stylemosque, yet it is not a hypostyle mosque as it is a stand-alone mosque without riwaqs.The iconographical analysis of the mosque indicates that it was built under the femininetheme shown by the use of mirror glass as its material concept that is associated withwomen’s activity, i.e. dressing up. The iconological interpretation generates a symbolicmeaning that Masjid Kristal Khadija represents the ideas of the figures behind it. Theinterpretation of its meaning may add philosophical values to this mosque as an icon ofBudi Mulia Dua Foundation pride.
Problematika Tugu Yogyakarta dari Aspek Fungsi dan Makna Lutse Lambert Daniel Morin
Journal of Urban Society's Arts Vol 1, No 2 (2014): October 2014
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v1i2.794

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami fungsi dan makna bangunan TuguYogyakarta. Tugu Yogyakarta adalah bangunan berbentuk prisma segi empatdan menggunakan unsur-unsur seni rupa berupa garis, titik, warna, dan bidangsebagai dasar pembuatannya yang memiliki makna-makna yang dapat dipahamiberdasarkan telaah filosofi masyarakat Jawa. Penelitian ini menggunakan metodepenelitian kualitatif dengan pendekatan ikonografi. Pemaknaan Tugu Yogyakartamengalami pergeseran setiap generasi seiring dengan perubahan budaya masyarakatYogyakarta. Tugu telah berubah dan mulai kehilangan nilai kesakralannya ataumengalamai disakralisasi. Filosofi manunggaling kawula lan Gusti telah hilangdan tidak tercermin pada tugu saat ini. Sehingga bagi Keraton, tugu saat ini tidakbermakna. Tugu bukan lagi menjadi salah satu simbol keraton tetapi lebih padaikon Kota Yogyakarta saja. Tugu Yogyakarta and its Problems on the Aspects of Function and Meaning. Theresearch is aimed to understand the function and meaning of Tugu Yogyakarta. TuguYogyakarta is a rectangular prism-shaped building and uses the meanings implied in thevisual art elements such as lines, dots, color, and the surfaces as they are the basis in themaking process that can be understood by scrutinizing the Javanese society philosophy. Itis a qualitative research using the iconographic approach. The shifting meaning of TuguYogyakarta has gradually been experienced by Yogyakarta people which goes along withthe cultural changes. It has unfortunately changed and started losing its sacred value.‘Manunggaling kawulo lan Gusti’ as its philosophy has gone and no longer reflected bythe monument. Therefore, Tugu Yogyakarta has no meaning today. It is no longer one ofthe Keraton Yogyakarta symbols, but merely as the icon of Yogyakarta city instead.
Urbanisasi Spasial dan Pengaruhnya terhadap Perubahan Struktur Spasial pada Rumah Tinggal (Studi Kasus di Sewon, Bantul, Yogyakarta) M. Sholahuddin
Journal of Urban Society's Arts Vol 1, No 2 (2014): October 2014
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v1i2.795

Abstract

Kampus ISI Yogyakarta di Panggungharjo, Sewon, Bantul membawa dampakspasial bagi lingkungannya. Banyaknya mahasiswa pendatang dari berbagaidaerah di Indonesia menyebabkan penduduk di sekitar kampus memanfaatkansebagian rumah tinggalnya untuk fasilitas kebutuhan mahasiswa. Rumah tinggalberfungsi ganda sebagai tempat tinggal yang privasi (aman dan nyaman), tetapi jugasebagai tempat usaha yang umum dan terbuka. Fenomena tersebut menimbulkanperubahan struktur ruang pada rumah tinggal. Penelitian ini bersifat deskriptifeksplanatifyang bertujuan mendapatkan gambaran tentang perubahan strukturruang pada rumah tinggal yang bergeser fungsi. Unit amatan adalah strukturspasial berkaitan dengan organisasi ruang, orientasi ruang, akses/sirkulasi ruang,teritori fisik ruang (dinding, lantai, plafon). Unit analisis adalah pola fungsi danpemanfaatan ruang (hunian dan ruang usaha). Hasil penelitian ini adalah: (1)Perubahan teritori dengan mengubah elemen fisik (lantai, dinding, plafon), arahperubahan horizontal, dengan cara penambahan dan pengurangan elemen padaruangan dan tanah kosong, (2) tidak ada perubahan orientasi, orientasi rumah danruang usaha sama ke jalan, (3) organisasi ruang usaha dengan mengubah fungsiruang tamu, kamar tidur, garasi, dapur, (4) akses dan sirkulasi rumah tetap, aksesruang usaha dengan penambahan pintu atau tangga dan perpindahan. Sirkulasiruang usaha umumnya terpisah dan kombinasi hanya sedikit yang menyatu. Spatial Urbanization and Its Impact on the Spatial Structure Changesfor Residences (A Case Study in Sewon, Bantul, Yogyakarta). Located inPanggungharjo, Sewon, Bantul, ISI Yogyakarta has a spatial impact to its surrounding.Therefore, local people take advantages by modifying their houses to facilitate variousneeds of students. A house becomes multipurpose spaces served both as a private place(safe and convenient) and a public place (business space). However, this phenomenonleads to some changes of the structure of space. The research is descriptive-explanativewhich is aimed to gain overview of changes in the structure of space which leads tofunction shifting. The unit of observation is a spatial structure which is related to thespatial organization, spatial orientation, access / circulation space, and the physicalterritory of the space (walls, floor, and ceiling). Moreover, the research analysis is on thepattern of the function and space usage (house and business space). The results of thisresearch are lead to: (1) territorially changes by changing the physical elements (floors,walls, ceilings), and also marking in horizontal direction by modifying some elements in space and vacant land, (2) no changes in orientation; house and business spaces facingthe road, (3) the organization of business spaces by altering the function of a livingroom, bedroom, garage, and kitchen, (4) the remaining access and circulation of thehouse, additional doors or stairs and displacement are used for the business space. Somecirculations of the business space are commonly separated, united but less combination ofboth.
Sungai sebagai Transmisi Ritual Urban Kesuburan melalui Pertunjukan Wayang Topeng Robby Hidajat
Journal of Urban Society's Arts Vol 2, No 1 (2015): April 2015
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v2i1.1264

Abstract

Sungai pada saat ini sudah mulai tidak mendapatkan perhatian masyarakat terutamadalam masyarakat urban, kebersihannya sudah tidak ada yang bersedia menjaga.Sampah dan cairan deterjen menjadi bahan yang mengotori kebersihan. Akibatnyaair menjadi tidak lagi bersih, membawa bibit penyakit, dan mengakibatkan bencanabanjir. Sungai bagi masyarakat desa di Malang pada waktu yang lampau memilikiarti penting, seperti tempat tertentu di antara bilik-bilik mandi yang disebutbelik terdapat pundhen desa tempat roh nenek moyang bersemayam. Keyakinanmasyarakat desa di Malang itu dikaji dengan teori strukturalisme-simbolis denganmenggunakan data wawancara dan observasi partisipatoris. Teknik analisismenggunakan interpretasi. Penemuannya adalah relasi yang kuat antara sungai,gunung, dan desa: (1) sungai adalah transmisi pemujaan kesuburan dari dewagunung, (2) sungai menjadi manifestasi sih langgeng (cinta abadi), anugerah singnguripi (yang menghidupi), dan (3) sungai diyakini sebagai wujud tirta pawitrasari; air kehidupan. Ritual urban pemujaan terhadap kesuburan adalah anugerahkehidupan yang diekspresikan melalui media seni pertunjukan Wayang Topeng.The River as a Transmission of Fertility Ritual through the Performing ArtsMedia of Wayang Topeng. Nowadays, the rivers are starting not to get any intentionfrom our society; nobody is willing to keep them clean. Garbage and detergent liquidhave become the contaminated materials for them. As a result for that matter, waterhas not been clean anymore, has carried germs, and has lead to floods. Long time ago,rivers for villagers in Malang had its significant value, like a certain place in the showercubicles called ‘belik’, there was a ‘pundhen desa’ where ancestral spirits dwelled. The villagers’ belief in Malang is analyzed with a symbolic - structuralism theory using the data of interviews and participatory observation. The interpretation is used as theanalysis technique. The finding of the research is that there is a strong relation amongrivers, mountains, and villages: (1) the river is the transmission of fertility worship of themountain Gods, (2) the river becomes the manifestation of ‘sih langgeng’ which meansthe eternal love, the blessing of the almighty support ‘sing nguripi’, and (3) the river isbelieved to be a form of ‘tirta pawitra sari’; the water of life. The worship of fertilityritual is the blessing of life that is expressed through the performing arts media of Wayangtopeng.
Deformasi Wajah Karakter Kartun Berbasis Klaster Titik Fitur Gerak Samuel Gandang Gunanto; Matahari Bhakti Nendya; Mochamad Hariadi; Eko Mulyanto Yuniarno
Journal of Urban Society's Arts Vol 2, No 1 (2015): April 2015
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v2i1.1269

Abstract

Pendekatan tradisional animasi ekspresi wajah sangat tergantung pada animatordalam pembuatan gerakan kunci dan rangkaian gerakan ekspresi wajah.Problematika yang sering dijumpai adalah penggunaan kerangka dan gerakan wajahyang sama untuk model yang berbeda membutuhkan waktu yang lama dikarenakankompleksitas ekspresi wajah manusia. Pendekatan simulasi kulit wajah dan ototpada praktiknya masih memerlukan intervensi animator untuk pengaturan kulitwajah terhadap tulang/tengkorak kepala dan konfigurasi sambungan otot gerakdi wajah. Hal ini menyebabkan produksi animasi wajah untuk satu wajah tidakdapat digunakan ulang secara langsung untuk wajah lainnya karena kekhususannyatersebut. Oleh karena itu, proses pengamatan perubahan bentuk ekspresi wajahdengan adanya area bobot pada model wajah 3D menggunakan pendekatanklaster di titik fitur gerak mempunyai peran penting untuk mengidentifikasi prosespenyesuaian bentuk wajah yang berlainan dan variasi pengaruh gerakan pada wajahkarakter kartun.Cartoon Character Face Deformation Based on Motion Feature-Point Cluster.The traditional approach animated facial expression is highly dependent on animatorto create key of movement and continuity the motion of facial expressions. The problemsfrequently encountered is the use of the skeleton and the same facial movements fordifferent models takes a long time because of the complexity on human facial expressions.Simulation approach to facial skin and muscles in practice still requires interventionanimators to control the facial skin to bone/skull and connection configuration in facialmuscle movement. This leads to the production of facial animation for one face can’tbe reused directly to the other face model because of their specialization. Therefore, theobservation of deformation facial expressions with weights area on a 3D face model usingmotion feature-point cluster approach have an important role to identify the adjustmentprocess on different facial shapes, and variations of movement on cartoon character face.
Perkembangan dan Perubahan Tepak Kendang Jaipongan Suwanda dalam Masyarakat Urban Asep Saepudin
Journal of Urban Society's Arts Vol 2, No 1 (2015): April 2015
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v2i1.1265

Abstract

Tulisan ini membahas perkembangan tepak kendang jaipongan karya Suwanda dilihat dari kontinuitas dan perubahannya terutama yang terjadi dalam masyarakat urban. Metode deskriptif analisis dengan pendekatan sejarah digunakan untuk mengungkap berbagai fenomena tepak kendang jaipongan, yaitu hadirnya notasi yang dibuat oleh para pengendang dan perubahan tepak kendang jaipongan dalam struktur, tempo, dinamika, embat, motif, serta fungsi. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tepak kendang jaipongan karya Suwanda pada perkembangannya ditanggapi secara kreatif oleh para pengendang melalui kreativitasnya. Oleh karena itu, terdapat perbedaan motif tepak kendang antara hasil rekaman Suwanda di dalam kaset dengan fakta di lapangan ketika digunakan oleh para pengendang. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan dan kepunahan beragam tepak kendang jaipongan karya Suwanda di masyarakat.The Development and Changes of Suwanda’s Tepak Kendang Jaipongan in UrbanSociety. This paper discusses the development of Suwanda’s tepak kendang jaipongan,drumming strokes of jaipongan, seen from its continuity and changes, particularly forwhat has been found in urban society. The descriptive analysis method with historicalapproach is used to explore any various kind of phenomenon of drumming strokes ofjaipongan, among others are the presence of jaipongan notation created by the drummersas well as the changes in the structure of drumming strokes of jaipongan, tempo,dynamics, embat, motifs, and function. Based on the analysis it can be concluded that theSuwanda’s drumming strokes of jaipongan in its progress has been creatively respondedby the drummers through their creativity. Therefore, there is a significant differencebetween the motives of Suwanda’s drumming strokes recorded on tape with the facts oflive performance when they are used by the drummers. This led to the change and the extinction of various Suwanda’s jaipongan drumming strokes in the community.
Penciptaan Tari Manggala Kridha sebagai Media Pembentukan Karakter bagi Anak Supriyanti Supriyanti; D. Suharto
Journal of Urban Society's Arts Vol 2, No 1 (2015): April 2015
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jousa.v2i1.1266

Abstract

enciptaan tari anak ini didasarkan dari rasa keprihatinan ketika melihat prosespembelajaran tari anak dengan materi ajar kurang sesuai dengan dunia bermain anakanak.Berbagaikasus privattari anak atau lomba tari tingkat prasekolah dasar seringdijumpaipenggunaan materi tari orang remaja.Keberadaanekspresiseni pentingbagipembentukan karakter sejak dini, sehingga anak mampu mengembangkan idekreatifdan inovatifyang bersifat kritis dan produktif.Esensi pendidikan menarimenyangkutaspek kognitif,afektif,dan psikomotorik. Formatkoreografianaktentuharusmempertimbangkantingkat usia, terutamatingkat kematangan emosidanketerampilannya agar tari itu mampu membentuk kualitas kepribadiananak.Prosespenciptaan TariManggalaKridha dengan tema memfokuskan pada figurprajuritsebagai orang yang memiliki keberanian dan kepatuhan dalam menjalankantugasnegara sehingga ketika mati dalam pertempurania menjadi seorang pahlawan.Idegarapan TariManggalaKridha diilhami dari sosok keberanian dan kepatuhanseorangprajurit pembela bangsa dan negara.Secarasimbolis, gerak-gerak yangdisusunsebenarnya merupakandialog gerak sepertisikap dan gerak langkah tegap, menyerang,gerak menangkis, gerak menghindar.Musiktari dalam komposisi tariini bersumber pada karawitan tradisi gaya Yogyakartayang dikembangkan menurut kebutuhangarapan tari dengan berbagai macam interpretasigarap permainan.Tarian inidapat ditarikan oleh pria maupun wanita. Penariberjumlah ganjil 11 - 15 orangataukelompok terdiridari anak-anak usia 4-6 tahun, yaitu usia anak yang hidupdalamdunia bermain.The Dance Creation of Manggala Kridha as the Revealing Media of the Character Building for Children. The research on the creation of children dance is based on a big concern while seeing the learning process of children dances with inappropriate teaching materials in accordance to the realm of children’s play. A variety cases of found in children dance private course or dance competitions in the pre-elementary school level is commonly found for which the purpose of dance materials is addressed to teenagers. Therefore, the presence of the art expression is necessary for building the character since childhood, so children can develop their creative and innovative idea critically and productively. The essence of dance education involves the aspects of cognitive, affective, and psychomotorics. The format of children choreography should obviously consider the age level of participants, particularly the level of emotional and skill maturity so that the dance itself can build the quality of children’s personality. The creation process of Manggala Kridha dance with its theme mainly focuses on the soldier figure as person which has bravery and compliance in doing the nation task, so as he died in the battle he becomes a hero. The creation idea of Manggala Kridha dance is mainly inspired by a braving and compliance figure. Symbolically, the created movements are basically as movement dialogues like the firm attitude and sturdy steps, attaching, parrying, and eschewing. The source of dance music for the children dance composition of “Manggala Kridha” is the traditional gamelan of Yogyakarta which is developed based on the needs of dance composition with sort of its interpretation. This dance can be performed either by man or woman. Particularly, the dancers might be odd numbers, more or less around 11-15 dancers or groups consisting of a 4 to 6-year old children, who are still in the realm of children’s play.

Page 4 of 15 | Total Record : 141