cover
Contact Name
Arum Budiastuti
Contact Email
arumbudi@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
up2dfibunair@yahoo.co.id
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Mozaik Humaniora
Published by Universitas Airlangga
ISSN : 24428469     EISSN : 2442935X     DOI : -
Mozaik Humaniora is a journal that focuses on the scope of humanities and accepts articles on cultural studies, linguistic and literary studies, as well as philology and historical studies.
Arjuna Subject : -
Articles 171 Documents
Konstruksi Keluarga oleh Tokoh Anak dalam Novel Di Tanah Lada Karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie Usma Nur Dian; Bramantio Bramantio; Denny Prastyawanto
MOZAIK HUMANIORA Vol. 18 No. 2 (2018): MOZAIK HUMANIORA VOL. 18 NO. 2
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (646.95 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v18i2.10938

Abstract

Artikel ini bertujuan mengungkap makna keluarga melalui sudut pandang tokoh anak dalam novel Di Tanah Lada kartya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. Penelitian ini memanfaatkan teori struktural Tzvetan Todorov yang memuat tiga pokok pemikiran, yaitu aspek verbal, sintaksis, dan semantik. Untuk mengungkap makna keluarga yang terdapat dalam struktur novel ini, analisis berfokus pada salah satu aspek verbal, yaitu sudut pandang. Melalui analisis terhadap sudut pandang tersebut, dapat diungkap pandangan Salva mengenai tokoh-tokoh lain dan keluarga. Analisis dilanjutkan dengan mengungkap makna keluarga dalam novel Di Tanah Lada. Berdasarkan hasil penelitian ini, novel ini merupakan kritik atas kehidupan orang-orang dewasa yang terlalu sibuk mengejar kebahagiaan dan mengabaikan keluarga kecil mereka. Sesuai judulnya, Di Tanah Lada adalah keluarga yang bukan terberi, melainkan terbentuk oleh hubungan antartokoh yang bahkan pada awalnya tidak saling mengenal. Dengan demikian, keluarga bukan lagi sekumpulan orang yang diikat oleh hubungan darah, melainkan mereka yang memiliki visi yang sama tentang kehidupan dan menjadikan satusama lain manusia-manusia yang lebih baik.
Selling Sacredness: Representation of Sedekah Gunung Ritual in Lencoh Village, Boyolali in New Media Julianne Indah Rachmawati; Warto Warto; Titis Srimuda Pitana
MOZAIK HUMANIORA Vol. 18 No. 2 (2018): MOZAIK HUMANIORA VOL. 18 NO. 2
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1100.797 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v18i2.10933

Abstract

Sedekah Gunung Ritual adalah upacara selametan yang menjadi tradisi masyarakat di Desa Lencoh, Selo, wilayah Boyolali. Ritual ini dilakukan sebagai ungkapan terima kasih dan meminta untuk dijauhkan dari bahaya terutama sejak meletusnya Gunung Merapi. Ritual sakral menjadi daya tarik wisata atau mengalami komodifikasi. Proses ini membutuhkan ruang media sehingga pesan, informasi, dan pengetahuan yang dikonstruksikan dapat diterima oleh audiens. Ada tiga masalah yang dibahas. (1) Bagaimana bentuk representasi ritual Sedekah Gunung? (2) Bagaimana fungsi representasi amal ritual? (3) Apa arti representasi gunung amal ritual? Metode yang digunakanadalah analisis data kualitatif interpretatif dengan metode pengumpulan data observasi dan wawancara. Penelitian menunjukkan bahwa bentuk representasi ritual ritual Sedekah Gunung disajikan dalam berbagai artikel, berita, dan video di ruang media baru. Fungsinya adalah promosi pariwisata alternatif di wilayah Selo khususnya desa Lencoh, mengundang wisatawan, dan meningkatkan pendapatan ekonomi dari sektor pariwisata. Artinya adalahkonstruksi pengetahuan yang disebarluaskan sebagai daya tarik dalam konteks pariwisata alternatif untuk menarik wisatawan lokal dan asing. Pergeseran nilai-nilai ritual dari sakral ke komoditas.
Pergerakan Sakralitas-Nasionalisme Papua: Pola Pergerakan Aliansi Mahasiswa Papua dalam Ruang Solidaritas di Yogyakarta Fred Keith Hutubessy
MOZAIK HUMANIORA Vol. 19 No. 1 (2019): MOZAIK HUMANIORA VOL. 19 NO. 1
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.741 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v19i1.11624

Abstract

Artikel ini bertujuan menemukan pokok pergerakan Aliansi Mahasiswa Papua dan Nasionalisme pergerakannya yang semakin masif di Yogyakarta. Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa Aliansi Mahasiswa Papua mengalami keterpecahan secara struktur organisasi, dan menyemainya Nasionalisme Papua kepada Aliansi Mahasiswa Papua saat mereka bergabung dalam komunitas ini. Artikel dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara, dan sumber pustaka. Artikel ini kemudian menemukan bahwa telah tersemainya Sakralitas-Nasionalisme Papua dalam organisasi Aliansi Mahasiswa Papua. Fakta-fakta sejarah menunjukan bahwa Nasionalisme ini memiliki kesakralan dan secara eksis dihidupkan melalui doktinasi oral dalam keluarga, sehingga telah menegaskan perasaan berbeda dengan Indonesia oleh Aliansi Mahasiswa Papua. Semakin kuatnya perasaan berbeda disebabkan oleh pengalaman partisipatif yang berhungan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia, dan tertutupnya ruang demokrasi akibat peran kapitalisme, imperialisme dan militerisme yang dalam pemetaannya merupakan musuh yang sengaja dibentuk melalui sistem oleh penguasa dan mendominasi kehidupan orang Papua. Hal ini mengakibatkan pergerakan mereka semakin masif dan bukti dari kegagalan Indonesia dalam membentuk Nasionalismenya kepada Papua. Karena ternyata, Sakralitas-Nasionalisme cukup kuat dalam diri mereka. Artikel ini juga menunjukan bahwa perlu ditinjau lebih mendalam melalui aspek hukum dan resolusi konflik.
Seluk-Beluk Prefiks Resiprokal ki- dalam Bahasa Loloda di Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara Maklon Gane; Wakit Abdullah; Dwi Purnanto
MOZAIK HUMANIORA Vol. 19 No. 1 (2019): MOZAIK HUMANIORA VOL. 19 NO. 1
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (427.306 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v19i1.11860

Abstract

Ada dua tujuan utama yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu pertama untuk mendeskripsikan proses morfosintaksis yang difokuskan pada seluk-beluk prefiks resiprokal ki- dalam bahasa Loloda dan tujuan kedua adalah menemukan dasar berkategori sintaksis apa saja yang dapat diimbuhi prefiks resiprokal tersebut tanpa mengabaikan kesesuaian atau harmoni fonologis dalam Bahasa Loloda sebagai anggota kelompok bahasa Halmahera Utara yang wajar dan berterima. Sumber data dalam penelitian ini adalah klausa atau kalimat yang mengandung prefiks resiprokal ki-. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara dan teknik introspeksi. Data yang terjaring dianalisis secara kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prefiks resiprokal ki- dapat berpadu dengan verba yang silabe pertamanya mengandung vocal /i/. Ditemukan pula bahwa terdapat lima kategori sintaksis yang dapat berpadu dengan prefiks resipokal tersebut, di antaranya verba, nomina, adjektiva, numerial dan interjeksi. Selain itu, terdapat kekecualian yaitu nomina tokata ‘setan/roh jahat’, loanga ‘bambu’ dan adjektiva modongo ‘takut’ yang silabe pertamanya tidak mengandung vokal /i/, tetapi dapat diimbuhi dengan prefiks resiprokal ki- menjadi kitokata ‘kerasukan setan/roh jahat’, kiloana ‘bambu ambil air’ dan kimodongo yang bermakna ‘menakuti atau ditakuti’.
Komunitas Sastra, Produksi Karya, dan Pembangunan Karakter Ida Bagus Putera Putera Manuaba
MOZAIK HUMANIORA Vol. 19 No. 1 (2019): MOZAIK HUMANIORA VOL. 19 NO. 1
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.237 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v19i1.10563

Abstract

Dalam penelitian ini diteliti komunitas sastra beserta produk yang dihasilkannya. Tujuan penelitian ini untuk memahami komunitas sastra yang ada di Indonesia, dan menguak lebih jauh peranan produk komunitas sastra dalam pembangunan karakter di Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif- interpretatif, dengan perspektif sosiologi sastra--khususnya kajian dalam keterkaitannya dengan komunitas sastra sebagai lingkungan sastra yang berkapasitas sebagai yang memroduksi karya. Studi tentang peranan sastra yang diproduksi bukan oleh komunitas sastra, sudah banyak dilakukan di Indonesia. Namun, peranan produk yang diproduksi oleh komunitas sastra, belum pernah dilakukan secara spesifik, sehingga belum terkuak peranannya dalam pembangunan karakter di Indonesia. Originalitas penelitian ini, terutama terletak pada peranan produksi komunitas sastra dalam pembangunan karakter di Indonesia.
The Harmonization of Ecology and Balinese Local Identity through Music by Indie-Folk Trio Nosstress Yuanita Albhar
MOZAIK HUMANIORA Vol. 19 No. 1 (2019): MOZAIK HUMANIORA VOL. 19 NO. 1
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.129 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v19i1.9454

Abstract

This study explores the importance of art and ecological values in Bali, especially during the reclamation of Tanjung Benoa nowadays, which is reflected in the existence of music by Indie-Folk Trio Nosstress. Those two prominent aspects interweave the other facets in Bali—nature, social, culture, economy, until spiritualism—which then makes the basic tenet of Tri Hita Karana becomes harmonious. Using qualitative method as well as the theory of Constructing Community initiated by Barbara Hatley, the results of this study show that the ‘reality’ value of that phenomena is disharmonization between ecology and local which lies on the first half of the lyrics. Whereas the rest of the lyrics depict the need to revitalize the harmonization of both aspects which becomes the ‘ideal’ value from those Balinese artists. In conclusion, this study denotes that the ecological disharmony, that still strucks Bali until these days, is considered as a heavy polemic. This is because the role of nature as one of the aspects of basic principle Tri Hita Karana, makes it become respected as an essential thing for the Balinese society itself.
Masokhisme dalam Perspektif Fenomenologi Tubuh-Subjek Merleau-Ponty Kurniawan Kurniawan
MOZAIK HUMANIORA Vol. 19 No. 1 (2019): MOZAIK HUMANIORA VOL. 19 NO. 1
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.651 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v19i1.11894

Abstract

Masokhisme, dalam kajian psikoanalisis, umumnya dipandang sebagai sindrom patologi berupa gangguan mental. Menganggap masokhisme sebagai gejala mental semata berarti memisahkan pikiran dan tubuh. Padahal, masokhisme selalu terjadi dari dan melalui tubuh. Karena itu, penelitian ini bermaksud menggambarkan peran dan posisi tubuh dalam masokhisme dalam perspektif fenomenologi tubuh-subjek Merleau-Ponty. Metode yang dipakai adalah hermeneutika, dengan unsur-unsur metodis berupa interpretasi, kesinambungan historis, heuristika, dan refleksi. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, tubuh masokhis adalah tubuh-subjek. Saat berlangsung praktik masokhisme, seorang masokhis tidak berpikir mengenai tubuh, tetapi sebagai tubuh. Tubuh masokhis lebih banyak “tahu” dari yang dapat dipikirkan. Kedua, tubuh masokhis adalah being in the world. Seorang masokhis memaknai keberadaan dirinya dan orang lain di dalam dunia dengan tubuhnya. Karena itu, tubuh masokhis dan dunia tidak dapat dipisahkan. Ketiga, tubuh masokhis adalah kesadaran eksistensi. Kesadaran eksistensi muncul karena adanya pengalaman perseptual yang berulang-ulang pada tubuh masokhis. Pengalaman perseptual ini berasal dari relasi pikiran dan tubuh secara keseluruhan. Keempat, tubuh masokhis adalah tindak bahasa. Melalui tubuhnya, seorang masokhis melakukan gerakan tertentu sebagai bentuk komunikasi dengan pasangannya. Dengan begitu, bahasa tidak berada di luar tubuh masokhis, namun mendiami tubuh itu.
Dominasi Finansial Waria Terhadap Hubungan Berpasangan Dwiresnanda Danis Ade
MOZAIK HUMANIORA Vol. 19 No. 1 (2019): MOZAIK HUMANIORA VOL. 19 NO. 1
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (442.487 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v19i1.10126

Abstract

Studi ini bertujuan untuk mengungkap peran ganda waria sebagai pencari nafkah, sekaligus istri yang dituntut untuk melayani pasangannya. Beberapa tahun belakangan ini, Kembang Kuning yang dahulunya merupakan tempat pemakaman milik Serdadu Belanda, yang kini menjadi tempat pemakaman umat Kristiani, menjadi tempat prostitusi bagi para pekerja seks yang berasal dari Dolly-Jarak dan juga Waria, yang membentuk sebuah komunitas tersendiri di kawasan tersebut. Waria yang beroperasi di daerah Kembang Kuning tergabung dalam suatu kelompok bernama komunitas CBO (Community Base Organization). Para Waria yang tergabung dalam kelompok ini berasal dari berbagai latar belakang bagaimana awalnya mereka menjadi Waria. Di komunitas ini peneliti berkenalan dengan Waria yang bernama Mbak Elis, Mbak Dona dan Mbak Sari, kisah hidup mereka cukup unik dibandingkan kisah hidup waria lainnya. Mereka mati-matian bekerja untuk menghidupi pasangannya dan dirinya sendiri, akan tetapi pasangannya tersebut yang notabene seorang laki-laki tulen malah tidak bekerja, atau lebih tepatnya tidak diperbolehkan bekerja. Menggunakan teori gender performativity atau gender performativitas yang dicetuskan oleh Judith Butler. Menilik dari pengambil alihan peran ganda tersebut, hipotesis yang diajukan ialah usaha dominasi finasial waria sebagai upaya untuk mempertahankan hubungan asmara yang diperolehnya. Temuan dalam penelitian ini adalah adanya fenomena penentuan jenis kelamin yang tidak sesuai dengan hasrat seksual yang merupakan hasil konvensi budaya yang mengkonstruksi jenis kelamin.
Kekerasan Simbolik dalam Nyali Karya Putu Wijaya: Karya Sastra, Politik, dan Refleksi Adi Setijowati
MOZAIK HUMANIORA Vol. 18 No. 1 (2018): MOZAIK HUMANIORA VOL. 18 NO. 1
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (647.315 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v18i1.9882

Abstract

Artikel ini bertujuan mengungkap kekerasan simbolik dalam novel Nyali karya Putu Wijaya dengan memanfaatkan model aktansial A.J. Greimas. Model aktansial mengungkap peran-peran yang biasanya dilakukan dalam cerita, seperti subjek, objek, pengirim, penerima, penolong, dan penentang. Hubungan aktansial berguna untuk melihat relasi struktur narasi. Dalam artikel ini juga dimanfaatkan perspektif Pierre Bourdieu terkait kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik yang ditemukan berasal dari dominasi tentara berpangkat tinggi ke tentara berpangkat lebih rendah, antara lain adalah kepatuhan, indoktrinasi, komando, pembohongan, strategi penguasaan, dan instruksi. Kekerasan simbolik dalam Nyali ditunjukkan dalam strategi kejahatan struktural dari atas ke bawah (Jendral mengelabui Kolonel, Kolonel meminta Kopral untuk melaksanakan rencana penguasaan Jendral). Nyali adalah wacana karya Putu Wijaya yang berbicara tentang hal-hal menyangkut ketentaraan atau kemiliteran Indonesia. Dalam mekanisme kekerasan simbolik, dapat disimpulkan bahwa keluarga tentara yang menjadi korban adalah keluarga kopral. Dapat ditunjukkan pula bahwa semakin seseorang berada di lingkungan kepangkatan terendah, mereka semakin berani mempertanyakan nasibnya, karena mereka tidak merasa kehilangan apa-apa. Hal ini berbeda dengan keluarga yang berpangkat Kolonel yang semakin mendukung karier ketentaraannya, meskipun harus dilalukan dengan cara berbohong. Pola-pola militerisasi yang ditunjukkan Nyali merefleksikan pengaruh kehidupan sehari-hari masyarakat di perkotaan. Pembacaan atas karya sastra yang bernuansa politik penting untuk dilakukan agar pembaca tidak kehilangan pengetahuan tentang keadaan politik yang pernah atau sedang berlaku di masyarakat.
Ideology through Modalities: Can the Translator Preserve Them? Nuning Yudhi Prasetyani; Mangatur Rudolf Nababan; Djatmika Djatmika; Joko Nurkamto
MOZAIK HUMANIORA Vol. 19 No. 1 (2019): MOZAIK HUMANIORA VOL. 19 NO. 1
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (500.575 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v19i1.10293

Abstract

The study explores on the application of modality reflecting the ideology by the author, Dale Carnegie, in ‘How to tn Friends and Influence People’ book and how the translator rendered them through the selection of translation techniques into Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain . By carrying Teun A. Van Dijk’s socio-cognitive model in determining the ideology and Simpson’s Language, Ideology and Point of View in determining the modality, we analyse the ideological expressions applied through the modalities and the Indonesian translated version. Dijk’s model was chosen since it represents the genre of this book that he brings a great theme to his ideology by directing it to social cognition. The modalities found in this research are epistemic, boulomaic, evaluative adjective, evaluative adverb and deontic. These modalities were translated into Indonesian using 10 (ten) translation techniques initiated by Molina & Albir (2002) and rated with the model of translation quality assessment from Nababan et al. (2012). The techniques which lead to the good of translation quality were established equivalent, transposition, amplification, (obligatory) modulation, and compensation. In general, the translator has been able to render the author's ideology manifested in modalities by applying these translation techniques. Thus, translator’s competency in choosing the right translation techniques shows his or her capability in comprehending the context of situation, elements of ideology in accordance with the genre, function and communicative purpose of the text.

Page 8 of 18 | Total Record : 171