I Wayan Bela Siki Layang
Fakultas Hukum Universitas Udayana

Published : 32 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PENGGUNA DAN ATAU PENGEDAR NARKOTIKA (STUDI KASUS DI POLRESTA DENPASAR) Mirah Kencana Dewi, Ni Gusti Agung; Artha, Gede; Bela Siki Layang, I Wayan
Kertha Desa Vol 8 No 12 (2020)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum serta faktor penyebab dan hambatan dalam perlindugan hukum terhadap anak sebagai pengguna dan/atau pengedar narkotika (di wilayah hukum Di Polresta Denpasar). Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris yang mengkaji secara langsung realitas keberlakuan hukum dalam masyarakat atau dalam lingkungan peradilan anak dalam hal ini. Bahan hukum utama dalam artikel ini adalah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan diskusi publik dan wawancara dengan pihak kepolisian Denpasar, sedangkan bahan hukum sekunder adalah penelitian literatur terkait perlindungan hukum terhadap anak pelaku narkoba. Hasil penelitian menunjukkan bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi pengedar dan/atau pengguna narkotika adalah jangka waktu penahanan anak lebih singkat daripada penahanan orang dewasa, serta perlu adanya pendampingan bagi anak dalam proses penyelidikan/penyidikan dan tempat penahanan ini pun harus dipisah dari tahanan orang dewasa serta harus dapat memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial tersangka anak tersebut. Hambatan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum khususnya penyidik Di Polresta Denpasar dalam melindungi anak sebagai pelaku tindak pidana narkotika di tingkat penyidikan adalah Kondisi Psikis anak masih labil, sehingga apabila penyidik melakukan pemeriksaan berupa mengkorek pertanyaan kepada si anak terkadang si anak tidak konsisten dalam menjawab pertanyaan penyidik. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Anak, Tindak Pidana Narkotika. ABSTRACT The purpose of this research is to find out what forms of legal protection and the causes and obstacles in legal protection of children as users and / or dealers of narcotics (in the jurisdiction of Denpasar Police). The research method used is an empirical legal research method that examines directly the reality of the validity of law in society or in the juvenile justice environment for that matter. The main legal material is legislation related to public discussions and interviews, while the secondary legal material is literature research related to legal protection of child drug offenders. The results show that the form of legal protection for children who are traffickers and / or drug users is that the detention period for children is shorter than for adults, and there is a need for assistance for children in the investigation / investigation process and this place of detention must also be separated from adult detention. and must be able to meet the physical, spiritual, and social needs of the child suspect. The obstacle faced by law enforcement officials, especially investigators at the Denpasar Police in protecting children as perpetrators of narcotics crimes at the investigation level is that the child's psychological condition is still unstable, so that when investigators carry out an examination in the form of picking up questions to the child sometimes the child is not consistent in answering the investigator's questions. Keywords: Law Protection, Child, Narcotics Crime Act.
MENINJAU CONFLICT OF NORM DALAM KETENTUAN KEWAJIBAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM TERHADAP ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM Budianingsih, Ni Luh Putu Ari; SIKI LAYANG, I WAYAN BELA
Kertha Desa Vol 9 No 2 (2021)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari penelitian ini diantara lain, untuk mengetahui dan menganalisis tentang pengaturan hukum terkait sistem peradilan pidana anak di Indonesia dan ntuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian atas konflik norma dalam ketentuan kewajiban pemberian bantuan hukum terhadap ABH. Penelitian ini tergolong penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum terkait system peradilan pidana anak sebagaimana tertian di dalam UU SPPA menganut double track system yang menentukan sanksi pidana serta sanksi tindakan dalam pemidanannya. Lebih lanjut pendekatan yang digunakan dalam UU SPPA adalah pendekatan restorative justice yang menekankan pada suatu pemulihan pasca terjadinya tindak pidana. Berkaitan dengan konflik norma yang terjadi antara Pasal 23 ayat (1) UU SPPA dengan Pasal 1 angka 2 UU BH, dengan menggunakan asas lex specialis derogate legi generalis maka ketentuan Pasal 23 ayat (1) UU SPPA yang menentukan kewajiban penegak hukum untuk memberikan bantuan hukum terhadap ABH tanpa melihat keadaan ekonominya mengenyampingkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU BH yang menentukan secara limitative bahwa pemberian cuma-cuma atas bantuan hukum hanya diberikan kepada kelompok/orang miskin. Kata Kunci: Sistem Peradilan Pidana Anak,Bantuan Hukum,Konflik Norma. ABSTRACT The purpose of this study, among others, is to find out and analyze the legal arrangements related to the juvenile criminal justice system in Indonesia and to find out and analyze the resolution of conflicting norms in the provisions of the obligation to provide legal assistance to ABH. This research is classified as normative legal research with a statutory and conceptual approach. The results of the study indicate that the SPPA Law adheres to a double track system that determines criminal sanctions and sanctions for actions in sentencing. Furthermore, the approach used in the SPPA Law is a restorative justice approach that emphasizes recovery after a crime has occurred. Article 23 paragraph (1) of the SPPA Law with Article 1 paragraph 2 of the BH Law, using the principle of lex specialis derogate legi generalis, the provisions of Article 23 paragraph (1) of the SPPA Law which determine the obligation of law enforcers to provide legal assistance to ABH regardless of their economic situation. the provisions of Article 1 point 2 of the BH Law which stipulates limitatively that the free provision of legal aid is only given to poor groups/people. Keywords: Juvenile Criminal Justice System, Legal Aid, Conflict of Norms.
DIVERSI TERHADAP ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM YANG MELAKUKAN TINDAK PINDANA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR) Ni Made Diah Arista Ardiyantini; Ni Nengah Adiyaryani; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 02, Maret 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan lex specialis dari sistem peradilan pidana umum di Indonesia. Proses dalam Sistem Peradilan Pidana Anak didasari tujuan terciptanya Keadilan Restoratif dengan diversi, namun hingga dewasa ini masih kurangnya pengetahuan masyarakat serta kurangnya pendalaman ilmu dari para penegak hukum, menyebabkan keadilan restoratif belum terimplementasikan dengan sempurna. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris, yaitu penelitian hukum yang berpedoman pada teori-teori hukum, literatur-literatur, dan peraturan perundang-undangan serta hasil observasi di Pengadilan Negeri Denpasar. Penulis dalam penelitian ini mengkaji perihal implementasi diversi bagi Anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar dan implikasi dalam penerapannya. Hasil Penelitian menunjukan bahwa implementasi diversi bagi Anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana di Pengadilan Negeri Denpasar belum maksimal karena masih ditemui ketidak harmonisan peraturan perundang-undangan dan implikasi penerapan diversi di Pengadilan Negeri Denpasar terhadap kesadaran hukum bagi anak berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana berdasarkan penelitian yang dilakukan tidak ditemukannya perkara terhadap pengulangan tindak pidana Anak yang berhasil diupayakan diversi.Kata kunci: Diversi, Anak, Tindak Pidana.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER ONLINE (KBGO) DI ERA PANDEMI COVID-19 Ayu Reza Wulandari; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 3 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2022.v11.i03.p7

Abstract

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memahami dan menelaah dasar hukum, pengaturan kedepannya bagi perlindungan hukum perlindungan terhadap korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di Era Pandemi Covid-19 serta memahami dan menelaah upaya yang dapat dilakukan bila terjadi Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di Era Pandemi Covid-19 saat ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian merujuk pada perlindungan hukum terhadap korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di Era Pandemi Covid-19. Secara umum pengaturannya ditemukan di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Akan tetapi, untuk perlindungan hukum yang sesuai diberikan kepada korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) belum diatur secara khusus dalam Undang-Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban maupun ketentuan hukum lainnya. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), Era Pandemi Covid-19 ABSTRACT This research aims to understand and examine the legal basis, future arrangements for the protection of Online Gender-Based Violence (KBGO) in the Era of the Covid-19 Pandemic and understand and examine efforts that can be done in the event of Online Gender-Based Violence (KBGO) in the current Era of the Covid-19 Pandemic.This research uses normative legal research methods. This research approach uses a statutory approach and a conceptual approach. The results refer to the legal protection of victims of Online Gender-Based Violence (KBGO) in the Era of the Covid-19 Pandemic. In general, the arrangement is found in the Constitution of the Republic of Indonesia of 1945 and Law No. 31 of 2014 on Amendments to Law No. 13 of 2006 concerning the Protection of Witnesses and Victims. However, appropriate legal protection provided to victims of Online Gender-Based Violence (KBGO) has not been specifically regulated in Law No. 31 of 2014 on Amendments to Law No. 13 of 2006 concerning the Protection of Witnesses and Victims or other legal provisions. Keywords: Legal Protection, Victims of Online Gender-Based Violence (KBGO), Era of Covid-19 Pandemic
EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Sang Ayu Ditapraja Adipatni; I Wayan Sutarajaya; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 1 No 01 (2012)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Crown witness is a testimony provided by a defendant used as a witnessinterchangeably or a defendant who becomes a witness for another defendant in theseparate trial dockets (splitsing) where the crime is an inclusion offense. The existenceof this crown witness is not strictly regulated in KUHAP, so that causing many juridicalproblems. On one side the existence of crown witness can be justified since theobjective is to achieve sense of public justice. But in the other side the existence ofcrown witness is not justified because it contradicts with the rights and sense of justiceof the defendant. Even the perception’s differences regarding crown witness also appearin a variety of jurisprudences of the Supreme Court’s decisions of Republic ofIndonesia.
KUALIFIKASI LAYANAN SEKSUAL SEBAGAI BENTUK GRATIFIKASI DAN SUAP DALAM PERSPEKTIF PENAFSIRAN Kadek Angga Dwipayana Putra; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2021.v11.i01.p20

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah layanan seksual dapat dikualifikasikan sebagai gratifikasi dan suap. Serta apakah penyedia layanan seksual (pekerja seks) dalam kaitannya dengan gratifikasi dan suap dapat menjadi korban berdasarkan tipologi korban. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktriner dan menggunakan pendekatan “undang-undang” dan pendekatan “konsep”. Hasil penelitian menunjukan bahwa layanan seksual dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana gratifikasi dan suap dengan menggunakan penafsiran ekstensif dan penafsiran komparatif. Penafsiran ekstensif merupakan penafsiran yang dapat memperluas makna dari suatu pasal, sehingga dengan penafsiran ekstensif pemberian layanan seksual dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana gratifikasi dan suap. Penafsiran komparatif juga dapat memberikan jalan keluar dalam mengkualifikasikan layanan seksual sebagai tindak pidana gratifikasi dan suap, yaitu dengan membandingkan antara sistem hukum di negara lain yang sedang melakukan pemberantasan terhadap layanan seksual dalam bentuk gratifikasi dan suap seperti Cina, Malaysia, India dan Singapura. Selanjutnya mengenai penyedia layanan seksual dalam tindak pidana gratifikasi tidak dapat disebut sebagai korban berdasarkan tipologi korban. Hal ini berlaku selama penyedia layanan seksual tersebut tidak memperoleh kerugian dari perbuatannya. Kata Kunci: Layanan Seksual, Gratifikasi, Suap, Penafsiran, Tipologi Korban. ABSTRACT The purpose of this study is to find out whether sexual services can be qualified as gratuities and bribes. And whether sexual service providers (prostitute) in relation to gratification and bribery can become victims based on the typology of victims. This research uses doctrinal research methods and uses a “legal” approach and a “concept” approach. The results of the study show that sexual services can be qualified as criminal acts of gratification and bribery by using extensive interpretation and comparative interpretation. Extensive interpretation is an interpretation that can expand the meaning of an article, so that with an extensive interpretation the provision of sexual services can be qualified as a crime of gratification and bribery. Comparative interpretation can also provide a way out in qualifying sexual services as criminal acts of gratification and bribery, namely by comparing legal systems in other countries that are carrying out eradication of sexual services in the form of gratification and bribery such as China, Malaysia, India and Singapore. Furthermore, the sexual service provider in the crime of gratification cannot be called a victim based on the typology of the victim. This applies as long as the sexual service provider does not get harm from his actions. Key Words: Sexual Services, Gratification, Bribery, Interpretation, Typology of Victims.
KETIDAK WENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) MENGELUARKAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP3) DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Komang Tamar Pebru Wijana; I Gede Artha; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 05, November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mekanisme tindak pidana korupsi dalam penetapan status tersangka sampai dengan saat ini masih mengacu menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Permasalahan yang akan dibahas Mengapa KPK tidak Mempunyai Kewenangan Menghentikan Penyidikan Dalam Tindak Pidana Korupsi,dan Apa Implikasi Hukum terhadap Pengaturan Pasal 40 Undang-Undang No.30 Tahun 2002 Tentang Ketidak Wenangan KPK Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Metode yang digunakan penulisan karya tulis ini adalah metode penelitian hukum normatif, sumber bahan dalam penulisan tugas akhir ini dapat melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah ketentuan pasal 40 undang undang No. 30 tahun 2002 tidak memperbolehkan KPK mengeluarkan surat penghentian penyidikan agar upaya pemberantasan korupsi menjadi lebih efektif dan efisien. Implikasi hukum atas hak-hak dari orang-orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka selama 2-3 tahun yang tak kunjung diperiksa oleh KPK itu sendiri belum diatur. Saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya dilakukan pembaharuan peraturan perundang undangan No. 30 tahun 2002 khususnya ketentuan Pasal 40, karena tidak dapat memberikan kepastian hukum terkait hak-hak tersangka yang meninggal dunia. Kata kunci: KPK, Penggerak/Stimulan, Perintah Penghentian Penyidikan
Penerapan Restoratif Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Bullying Pada Pelaku Anak Dibawah Umur Luh Putu Ayu Catur Adriani; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 10 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2021.v10.i10.p07

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya penanganan tindak pidana Bullying yang dilakukan anak-anak di bawah umur melalui Restoratif Justice. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Metode analisis data menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan hukum pada target tindak pidana bullying terdapat dalam KUHP, UU No. 11 Tahun 2012 terkait Sistem Peradilan Pidana Anak serta UU No. 35 Tahun 2014 terkait Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 terkait Perlindungan Anak dan upaya penyelesaian tindak pidana bullying dengan restorative justice dapat melalui Victim Offender Mediation, Conferencing, dan Circles Kata Kunci: Bullying, Tindak Pidana Anak, Restorative Justice ABSTRACT This study aims to determine the efforts to handle the crime of bullying by minors through Restorative Justice. This study uses normative legal methods. The type of data used is secondary data. Collecting data using literature study. The method of data analysis using qualitative methods is descriptive. The results of the study indicate that the legal regulation on the target of the crime of bullying is contained in the Criminal Code, Law no. 11 of 2012 regarding the Juvenile Criminal Justice System and Law no. 35 of 2014 regarding Amendments to Law No. 23 of 2002 regarding Child Protection and efforts to resolve bullying crimes with restorative justice can be done through Victim Offender Mediation, Conferencing, and Circles Keywords: Child Crime, Bullying, Restorative Justice
IMPLIKASI HUKUM PENGATURAN KEPENTINGAN UMUM SEBAGAI SYARAT PENGGUNAAN DEPONERING OLEH JAKSA AGUNG MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA I Gusti Agung Angga Mahavira; I Dewa Made Suartha; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 03, Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Deponering adalah pelaksanaan asas oportunitas yaitu penyampingan perkara demi kepentingan umum. Kepentingan umum yang di maksud adalah kepentingan bangsa, negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Deponering diatur dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, namun dalam pengaturannya terdapat kekaburan norma dimana tidak jelas batasan batasan dari kepentingan Bangsa, Negara dan Masyarakat luas. Adapun karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui Implikasi Hukum Pengaturan Kepentingan Umum Sebagai Syarat Penggunaan Deponering Oleh Jaksa Agung Menurut Hukum Positif. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan. Hasil analisa Kepentingan umum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 35 c Undang Undang Kejaksaan menjelaskan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, namun pengaturan kepentingan umum tersebut tidak menentukan secara limitatif bagaimana rumusan atau definisi serta batasan dari kepentingan umum tersebut hal ini berimplikasi terhadap penggunaan deponering oleh Jaksa Agung yaitu menyebabkan salah tafsir oleh Jaksa Agung dan timbul penafsiran yang beragam antara lembaga negara, kemudian status tersangka bagi pihak yang dideponering menjadi tidak jelas apakah masih berstatus sebagai tersangka atau status tersangka seketika hilang jika dikelurkan deponering. Kata Kunci : Deponering, Asas Oportunitas, Kepentingan Umum
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN Ngurah Bagus Darma Jaya Wikata; I Wayan Bela Siki Layang
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 7 No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.24 KB) | DOI: 10.24843/KM.2019.v07.i02.p04

Abstract

Saat ini mengenai masalah perlindugan konsumen dalam e-commerce masih perlu untuk dikaji lebih dalam. Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/jasa yang dipasarkan kepada konsumen, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran secara langsung. Permasalahan yang diuraikan dalam karya ilmiah ini yakni bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan bagi konsumen yang dirugikan dalam transaksi e-commerce, yang bertujuan untuk mengetahui upaya yang dilakukan bagi konsumen yang dirugikan dalam transaksi e-commerce. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian normatif. Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi obyek eksploitasi dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Kata Kunci : E-Commerce, Upaya Hukum, Perlindungan Konsumen.