Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an (Pendekatan Tafsir Maudu’i) Mustajib Daroini; Tutik Hamidah
JOURNAL OF QUR'AN AND HADITH STUDIES Vol 10, No 2 (2021)
Publisher : Qur'an and Hadith Academic Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/quhas.v10i2.19829

Abstract

This article discusses the theme about calamity because it has many terminologies that indicate the meaning of disaster; such as the words Balā', slander, Ażāb, Ba's, Rijz and Ḍarrā'. The word calamity generally returns to the natural causes that make it possible. The division is divided into two parts, the first what can be considered as sunnatullah Almighty in the universe, the second, second, is what is considered human error. The form of calamity can be classified into two main groups, namely good (positive) and bad (negative) calamities. In general, there are two types of disaster objects, first for world renewal and the second for improving human performance. As for the benefits of this disaster, it is to elevate humanity, eliminate degeneration, and instill sincerity in the hearts of the seasoned people and teach them to be serious in Islamic preaching so that they reach the highest level of heaven, and when the disaster is good (positive) descending humans must show praise and gratitude to Allah SWT, and when the disaster is bad (Negative), humans should know that it is actually a test (relaxation) from Allah SWT and accept it with patience and submission, Allah ‘Azzā Wajallā will honor those who are patient with brilliant glory in love, compassion and Hidayah.
Pemikiran Politik dan Negara Ibnu Taimiyah: Studi Pendudukan Taliban atas Pemerintahan Afghanistan Prayudi Rahmatullah; Tutik Hamidah
Intelektualita Vol 10 No 2 (2021): Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial, dan Sains
Publisher : Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19109/intelektualita.v10i2.9650

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis pendudukan Taliban terhadap pemerintah Afganistan dalam perspektif pemikiran Ibnu Taimiyah tentang politik dan negara. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendudukan Taliban atas Afganistan tidak terlepas dari nuansa politik yang melibatkan banyak aktor di antaranya Al-Qaeda, Iran, Arab Saudi, dan Taliban. Menurut Ibnu Taimiyah dalam berpolitik hendaknya berlandaskan ajaran Tuhan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis. Dalam menciptakan tatanan negara yang aman dan damai diperlukannya pemimpin yang adil dan amanah serta perlunya menghindari pertikaian agar tidak terjadi bubarnya suatu negara.
Understanding The Problems Of Early Marriage Perspective KH. Husein Muhammad And Their Relevance To Law No 16 Year 2019 Concerning Marriage Shofiatul Jannah; Tutik Hamidah
Transformatif Vol 6, No 1 (2022): ISSUED IN APRIL 2022
Publisher : POSTGRADUATE OF PALANGKA RAYA STATE ISLAMIC INSTITUTION

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/tf.v6i1.3421

Abstract

 Early marriage is a timeless phenomenon, this case will always be interesting to be an object of research because in practice early marriage does not always lead to happiness, but instead leads to misery. Young men and women have not been able to manage emotions well, so early marriage partners often want to win on their own and cause arguments that will result in violence or even divorce. This research is a literature study with a qualitative type of research that is observing cases of early marriage that have occurred in Indonesia, especially how the law of early marriage in the perspective of positive law and Islamic law and its relevance to the thought of KH. Husein Muhammad as Indonesian Muslim feminist. The results of this study are the harmony between legal considerations in the law on the age limit for marriage and also the results of the study of KH. Husein Muhammad about early marriage. This means that the marriage law law and the study of Husein Muhammad are both concerned with the protection and safeguards so that there is no damage due to early marriage.
Islam dan ISLAM DAN PANCASILA DALAM PERDEBATAN ORMAS-ORMAS ISLAMPancasila dalam Perdebatan Ormas-Ormas Islam Dzaki Aflah Zamani; Tutik Hamidah
Risalah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam Vol. 7 No. 1 (2021): Pendidikan dan Studi Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Wiralodra Indramayu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31943/jurnal_risalah.v7i1.166

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan ulama ormas-ormas Islam terhadap Pancasila. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif dengan metode studi literatur, yang kemudian data yang diperoleh dari hasil penelitian ini di deskripsikan secara teratur. Pancasila merupakan landasan ideologi negara Indonesia dan tidak Pancasila tidak pernah memisahkan agama dari Pancasila. Hal ini terlihat dari Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Per satuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; secara esensi selaras dengan nilai-nilai ajaran Islam. Secara prinsip, NU dan Muhammadiyah memandang bahwa negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) adalah negara Pancasila yang ditegakkan di atas falsafah kebangsaan yang luhur dan sejalan dengan ajaran Islam. Tidak sama sekali mempertentangkan antara Islam dan Pancasila. Menurutnya Islam dan Pancasila harus saling bersinergi untuk keberlangsungan agama, bangsa dan negara Indonesia itu sendiri. Akan tetapi hal ini tidak sejalan dengan HTI. HTI berada pada kelompok yang menolak Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia, HTI sendiri tidak sekedar memperjuangkan penegakan syariat Islam di Indonesia, akan tetapi memiliki tuntutan lebih besar yaitu tentang pembentukan negara khilafah Islamiyah.
PEMBATASAN USIA PERKAWINAN DALAM SUDUT PANDANG MAQASHID SYARI’AH AL SYATHIBI Achmad Kadarisman; Tutik Hamidah
CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman Vol. 7 No. 1 (2021): JUNI 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Hasan Jufri Bawean

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam fiqih klasik ketentuan umur dibolehkannya melangsungkan perkawinan tidak ada. Bahkan anak-anak yang belum mencapai usia baligh pun bisa dikawinkan oleh walinya dengan beberapa ketentuan. Namun, pada masa sekarang hampir di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia sedang gencar untuk membatasi usia dibolehkannya melakukan perkawinan. Syariat Islam memiliki sudut pandang yang sangat luas melebihi fiqih. Syariat memberikan semangat atau spirit kemaslahatan bagi umat manusia. Dalam artikel ini akan meneliti urgensi pembatasan usia perkawinan di Indonesia dengan menggunakan perspektif maqashid syariah menurut imam al Syathibi. Hasil penelitian ini memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa Negara Republik Indonesia telah membuat serangkaian peraturan dan perundang-undangan yang tetap berorientasi dan bertujuan mewujudkan kemaslahatan yang selaras dengan konsep maqashid al syariah yang digagas oleh imam al Syatibi demi kebaikan masa depan generasi muda bangsa Indonesia.
Understanding The Problems Of Early Marriage Perspective KH. Husein Muhammad And Their Relevance To Law No 16 Year 2019 Concerning Marriage Shofiatul Jannah; Tutik Hamidah
Transformatif Vol 6, No 1 (2022): ISSUED IN APRIL 2022
Publisher : POSTGRADUATE OF PALANGKA RAYA STATE ISLAMIC INSTITUTION

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/tf.v6i1.3421

Abstract

 Early marriage is a timeless phenomenon, this case will always be interesting to be an object of research because in practice early marriage does not always lead to happiness, but instead leads to misery. Young men and women have not been able to manage emotions well, so early marriage partners often want to win on their own and cause arguments that will result in violence or even divorce. This research is a literature study with a qualitative type of research that is observing cases of early marriage that have occurred in Indonesia, especially how the law of early marriage in the perspective of positive law and Islamic law and its relevance to the thought of KH. Husein Muhammad as Indonesian Muslim feminist. The results of this study are the harmony between legal considerations in the law on the age limit for marriage and also the results of the study of KH. Husein Muhammad about early marriage. This means that the marriage law law and the study of Husein Muhammad are both concerned with the protection and safeguards so that there is no damage due to early marriage.
PEMBAHARUAN USHUL FIQH ALI JUM’AH MUHAMMAD Muhammad Zainuddin Sunarto; Tutik Hamidah; Abbas Arfan
JURNAL HAKAM Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Nurul Jadid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33650/jhi.v6i1.3878

Abstract

The reform of ushul fiqh is perhaps the most significant achievement in the rebirth of Islamic philosophy. Only when people realize the phenomenon of stagnation of traditional fiqh can ushul fiqh be renewed. This awareness can only be built if people realize the need for reform of religious thought and practice it on a large scale. Many scholars propose a reconstruction of ushul fiqh, intending to show that religion can be used to solve everyday problems. Sheikh Ali Jum'ah, Izzudin Ibn Abdus Salam, and Ibn Ashur were prominent figures. Brilliant ideas and practical solutions seem to have entered the paradigm of Indonesian Islamic thought, especially the paradigm of ushul fiqh reform, which is still stagnant. Another weakness of fiqh and ushul fiqh is that there is no dynamic relationship between them and the social sciences, thus losing their relevance to the needs of the people. The mufti of Egypt, Sheikh Ali Jum'ah, also had the same view regarding the reformulation of Usul fiqh produced by previous scholars. So that Usul fiqh can be more developed and adaptive to new problems. Sheikh Ali Jum'ah's tajdid offer, namely: Restoring the old study form of ushul fiqh with an updated structure; Returning several views on several issues and using new opinions on existing problems, as well as reusing aqli in discussing these problems; Returning some views on the application of the rules to this science and in this application sticking to other views; Restoring this scientific structure by the novelty of the illat, and make this renewal according to the character of ushul fiqh according to their respective streams.
Profesionalisme Kerja dalam Al-Qur’an Sobirin Bagus; Tutik Hamidah
MAGHZA Vol 6 No 1 (2021): Januari - Juni 2021
Publisher : Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora (FUAH), Universitas Islam Negeri Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (456.366 KB) | DOI: 10.24090/maghza.v6i1.4528

Abstract

This study aims to understand the terminology of science and work professionally in the community. Can know the urgency of knowledge in supporting work professionalism and its implementation in society according to the Koran, so that discussions about work professionalism do not always refer to the traditions of China, Singapore, Japan, and countries in the European continent. The method used in this paper is a qualitative method with the type of library research, then describes the terminology of science and work professionalism. Then we will analyze the interpretation of Surat al-Isra '36 from multiple interpretations. Results are ways that we can apply in all the work we do every day so that we can become professionals at work is to place ourselves according to our abilities and expertise at work based on academic qualifications or experience we have, obeying all values and religious norms, recognizing discriminatory attitudes or injustice at work, and avoiding all attitudes and actions that would bridge us to acts of corruption, collusion and nepotism
Etika Berkomunikasi Dalam Menyikapi Berita Bohong di Media Sosial Perspektif Al-Quran Surat An-Nur Ramdanil Mubarok; Tutik Hamidah
MAGHZA Vol 7 No 2 (2022): Juli - Desember 2022
Publisher : Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora (FUAH), Universitas Islam Negeri Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24090/maghza.v7i2.5189

Abstract

Fenomena media sosial dengan berbagai macam platformnya membuat masyarakat kesulitan dalam menyikapi berita di tengah arus tsunami informasi sehingga masyarakat kesulitan dalam mengidentifikasi suatu berita termasuk berita bohong atau tidak. Lalu bagaimana perspektif Al-Qur’an surat An-Nūr tentang berita bohong, dan bagaimana etika berkomunikasi dengan menggunakan media sosial dalam menyikapi berita bohong? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif berbentuk kata, ucapan maupun tulisan seseorang dijadikan objek pengamatan. Peneliti menggali data melalui buku referensi, jurnal, media online, dan beberapa argumen masyarakat berkaitan dengan etika berkomunikasi dalam menyikapi berita bohong. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan. Penggunaan penelitian kepustakaan dapat memecahkan masalah secara mendalam dan kritis terhadap bahan pustaka yang digunakan. Hasilnya adalah bahwa perspektif Al-Qur’an surat an-Nur ayat 11-16 tentang berita bohong antara lain : orang yang menyebarkan berita bohong mendapat azab, orang menerima berita hendaknya melakukan tabayyun, orang yang membawa berita hendaknya mempunyai empat orang saksi, orang yang menyebarkan berita harus mengetahui asal usul berita. Etika berkomunikasi di media sosial hendaknya menghindarkan diri dari menyebarkan berita bohong, selalu berprasangka baik, melakukan tabayyun terhadap suatu berita, menghindarkan diri dari perbuatan dusta sehingga terhindar dari dosa.
KONSEP MAQASID SYARI’AH PERSPEKTIF PEMIKIRAN AL-JUWAINI DAN AL-GHAZALI Fahrur Rozi; Tutik Hamidah; Abbas Arfan
IQTISODINA Vol. 5 No. 1 (2022): JUNI
Publisher : LPPM IAI Nazhatut Thullab

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (823.008 KB)

Abstract

Konsep Maqasid Syari’ah sebenarnya telah dimulai dari masa Al-Juwaini yang terkenal dengan Imam Haramain dan oleh Imam al-Ghazali. Lalu kemudian disusun secara sistematis oleh seorang ahli ushul fikih bermazhab Maliki dari Granada (Spanyol), yaitu Imam Al-Shatibi (W. 790 H). Konsep itu ditulis dalam kitabnya yang terkenal, Al-Muwwafaqat Fi Ushul Al-Ahkam, khususnya pada Juz II, yang beliau namakan kitab Al-Maqashid. Menurut al-Syatibi, pada dasarnya Syari’at ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan hamba (Mashalih Al-‘Ibad), baik di dunia maupun di akhirat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini Library Research. Dengan ciri khusus yaitu sebagai dasar untuk mengembangkan pengetahuan; penelitian ini dihadapkan dengan data atau teks yang disajikan, penelitian ini berhadapan langsung dengan sumber yang sudah ada di perpustakaan atau data siap digunakan. Al-Juwaini adalah termasuk ulama’ yang menekankan pentingnya memahami Maqasid Shari’ah dalam memahami hukum Islam. Dia menegaskan bahwa seseorang tidak dikatakan mampu menetapkan hukum Islam sebelum dia memahami secara utuh tujuan Allah mengeluarkan perintah-perintahnya dan larangan-larangannya. Dan Menurut Al-Ghazali, yang dimaksud dengan maslahat adalah upaya memelihara tujuan hukum Islam (Maqasid Shari’ah), yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda. Setiap hal yang dimaksudkan untuk memelihara tujuan hukum Islam yang lima tersebut disebut Maslahat. Kebalikannya, setiap hal yang merusak atau menafikan tujuan hukum Islam yang lima tersebut disebut Mafsadat, yang oleh karena itu upaya menolak dan menghindarkannya disebut Maslahat.