Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) Aliya Nur Hasanah; Fikri Nazaruddin; Ellin Febrina; Ade Zuhrotun
Jurnal Matematika & Sains Vol 16, No 3 (2011)
Publisher : Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman Suku Zingiberaceae yang diketahui mengandung  minyak atsiri. Secara empirik rimpang kencur sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya untuk mengobati radang (inflamasi). Sampai saat ini, belum pernah dilaporkan aktivitas antiinflamasi dari ekstrak rimpang kencur. Penelitian ini bertujuan mempelajari aktivitas antiinflamasi, kandungan minyak atsiri, dan pengaruh kandungan minyak atsiri tersebut terhadap aktivitas antiinflamasi rimpang kencur. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kencur yang berasal dari dua daerah yaitu Kabupaten Subang dan Kabupaten Sukabumi. Aktivitas antiinflamasi ditentukan melalui uji terhadap inflamasi akut yang diinduksi dengan karagenan dan analisis kandungan minyak atsirinya dilakukan menggunakan GC/MS. Hasil pengujian aktivitas antiinflamasi menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kencur dari Kab. Subang dapat menginhibisi inflamasi sebesar 36,47±2,46; 40,07±2,09; dan 51,27±2,63 % sedangkan dari Kab. Sukabumi menghambat sebesar 40,19±4,12; 39,44±6,66; dan 48,90±5,09 % berturut-turut pada dosis 18, 36, dan 45 mg/kg bobot badan  tikus. Kadar minyak atsiri ekstrak rimpang kencur dari Kab. Subang lebih kecil yaitu  sebesar 5,825% dibandingkan kadar minyak atsiri  ekstrak kencur dari Kab. Sukabumi(14,41%),  namun rimpang kencur dari Kabupaten Subang maupun dari Sukabumi mengandung minyak atsiri yang sama yaitu  2,4,6-trimetil oktan, etilsinamat, limonen dioksida, asam etil ester 3-(4-metoksifenil)-2-propenoat, dan etil p-metoksisinamat. Kata kunci : Kaempferia galanga L., Aktivitas antiinflamasi, Minyak atsiri, etil-p-metoksisinamat Abstract Kencur (Kaempferia galanga L.) is a plant of Zingiberaceae family which is well known as essential oil containing plant. Traditionally, kaempferia rhizome was used to treat inflammation. Untill now, there is no report of the  anti-inflammatory activity of this plant  rhizome extract. This research aim is to study the anti-inflammatory activity of the extract, its essential oil contents, and the influence of its essential oil contents on its anti-inflammatory activity. The kaempferia rhizome used in this research was collected from two diffrent parts that is from Kabupaten Subang and Kabupaten Sukabumi. The anti-inflammmatory activity of the extract was detemine through acute inflammatory test  which is induced by carrageenan and analysis of the essential oil contents was done using GC/MS. The anti-inflammatory activity test showed that at the same tested doses i.e. 18, 36, and 45 mg/kg rat body weight, kaempferia rhizome extract from Kabupaten Subang  inhibited  the inflammatory response:  36.47±2,46; 40.07±2,09; and 51.27±2,63 % while kaempferia rhizome extract from Sukabumi inhibited: 40.19±4,12; 39.44±6,66; and 48.90±5,09%,  respectively. The essential oil contents of Kaempferia rhizome from Kabupaten Subang lower that is 5.825% compared to the amount of essential oil from Kabupaten Sukabumi (14.41%). However, the rhizomes either collected from Sukabumi or Subang contained the same essential oil i.e.  2,4,6-trimethyl octane, ethyl cinnamate, limonene dioxide, ethyl ester 3-(4-methoxyphenyl)-2-propenoic acid, and ethyl p-methoxycinnamate. Keywords : Kaempferia galanga, L., Anti-inflammatory activity, Essential oils, etil-p-metoksisinamat.
Pola Peresepan Rawat Jalan: Studi Observasional Menggunakan Kriteria Prescribing Indicator WHO di Salah Satu Fasilitas Kesehatan Bandung Destiani, Dika P.; Naja, Syahrul; Nurhadiyah, Aminah; Halimah, Eli; Febrina, Ellin
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 5, No 3 (2016)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (595.754 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2016.5.3.225

Abstract

Penelitian ini dilakukan sebagai tahap awal evaluasi peresepan obat di salah satu fasilitas kesehatan yang akan dilakukan berkala untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien dengan menggunakan lima indikator peresepan berdasarkan guideline World Health Organization (WHO) yaitu jumlah obat per lembar resep, penggunaan obat generik, antibiotik, obat injeksi, dan obat esensial. Pengumpulan data resep rawat jalan diambil secara retrospektif pada periode April 2015–Maret 2016 di salah satu fasilitas kesehatan di Bandung. Sebanyak 1.814 lembar resep dengan 3.886 obat yang termasuk kriteria inklusi, diperoleh rata-rata jumlah obat per lembar yaitu 2,13 obat. Penggunaan obat generik sebesar 57,47% dari 3.886 obat. Persentase penggunaan antibiotik sebesar 15,52% dan sediaan injeksi 0,41% dari 1.814 lembar resep, sedangkan penggunaan obat esensial sebesar 39,49% dari 3.886 obat yang diresepkan. Berdasarkan hasil tersebut penggunaan obat generik dan esensial masih sangat jauh dari standar WHO (100%) sedangkan penggunaan antibiotik dan obat injeksi memiliki nilai rendah dibandingkan dengan nilai rujukan World Health Organization. Kata kunci: Indikator peresepan, obat, WHO Prescribing of Outpatient: Observational Study Using WHO Prescribing Indicator in One of Health Care Facilities in Bandung This study was held to evaluate drug pattern in one of the health facilities in Bandung using five World Health Organization guideline for prescribing indicators, which include average number of drugs per encounter, percentage of drugs prescribed by generic name, percentage of encounters with an antibiotic, injection prescribed, and drugs prescribed from essential drugs list or formulary. Outpatient prescriptions were collected retrospectively from April 2015–March 2016. Average number of drugs per encounter 2.13 was gained by dividing 3,886 drugs with 1,814 prescriptions. Percentage of using generic drugs were 57.47%, antibiotics were 15.52 % and 0.41% for injections per encounters, whereas percentage of drugs prescribed from essential drugs list was 39.49%. The result showed that usage of generic and essential drugs were still far from WHO standard (100%) while the usage of antibiotics and injections were lower than World Health Organization recommendation.Keywords: Drug, prescribing indicators, WHO
Identifikasi Pola Penggunaan Antibiotik sebagai Upaya Pengendalian Resistensi Antibiotik Pradipta, Ivan S.; Febrina, Ellin; Ridwan, Muhammad H.; Ratnawati, Rani
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1013.467 KB)

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menetapkan jumlah dan pola penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap di salah satu rumah sakit swasta di Bandung. Data penggunaan antibiotik diperoleh dari instalasi farmasi pada Februari–September 2011. Data diolah dengan metode ATC/DDD dan DU90%. Terdapat 390,98 DDD/100 hari rawat dan 381,34 DDD/100 hari rawat pada total penggunaan antibiotik tahun 2009 dan 2010. Sebanyak 39 jenis antibiotik dikonsumsi pada tahun 2009 dan terdapat 11 jenis antibiotik yang masuk segmen 90% penggunaan (seftriakson, amoksisilin, sefotaksim,  iprofloksasin, levofloksasin, metronidazol, sefiksim, doksisiklin, tiamfenikol, sefodoksim, sefaleksin). Tahun 2010 terdapat 44 jenis antibiotik yang dikonsumsi, 18 jenis antibiotik yang masuk segmen 90% penggunaan (seftriakson, siprofloksasin, amoksisilin, sefiksim, levofloksasin, sefadroksil, sefotaksim, metronidazol, tiamfenikol,doksisiklin, klindamisin, kloramfenikol, amikasin, sulbaktam, gentamisin, streptomisin, sefoperazon, kanamisin). Terdapat penurunan penggunaan antibiotik yang diikuti penurunan jumlah hari rawat pada tahun 2009–2010, tetapi jenis dan jumlah antibiotik yang masuk ke dalam segmen 90% penggunaan meningkat.Kata kunci: Penggunaan antibiotik, ATC/DDD, DU90%, resistensi antibiotikIdentification of Antibiotic Use Pattern as an Effort to ControlAntibiotic ResistanceAbstractThe objective of this study is to determine quantity and pattern of antibiotic use in hospitalized patients at one of Bandung’s private hospital that can give benefit in control of antibiotic resistance andprocurement planning of antibiotic. Data of antibiotic consumption were obtained from hospital pharmacy department on February–September 2011. Data were processed using the ATC/DDD and DU90% method. There were 390,98 DDD/100 bed days and 381,34 DDD/100 bed days total of an-tbiotic use in 2009 and 2010. Thirty nine antibiotic were consumed in 2009 within 11 kind of antibiotics in DU90% segment (ceftriaxone, amoxicillin, cefotaxime, ciprofloxacin, levofloxacin, metronidazole, cefixime, doxycycline, thiamphenicol, cefodoxime, cefalexin) and 44 antibiotic were consumed in 2010 within 18 kind of antibiotics in DU90% segment (ceftriaxone, ciprofloxacin, amoxicillin, cefixime, levofloxacin, cefadroxil, cefotaxime, metronidazole, thiamphenicol, doxycycline, clindamycin, chloramphenicol, amikacin, sulbactam, gentamycin, streptomycin, cefoperazone, canamycin). There were decline of antibioticuse that followed decline number of bed days/year in 2009–2010, but in both antibiotic kind and quantity of DU90% antibiotic group were increased.Key words: Antibiotic utilization, ATC/DDD, DU90%, antibiotic resistance
Binding Modes of Doxorubicin Compared to Estratetrol and Tamoxifen Ghozaly, Muchammad R.; Febrina, Ellin; Zaenudin, Achmad
Pharmacology and Clinical Pharmacy Research Vol 2, No 1
Publisher : Universitas Padjadjaran, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.283 KB) | DOI: 10.15416/pcpr.v2i1.16215

Abstract

Doxorubicin, a compound isolated from Streptomyces peucetius var Caesius, is commonlyused in the treatment of breast cancer. This drug works by interacting on human nucleicacids. This work was aimed to study the binding modes of doxorubicin with estrogen receptoralpha (ERα). Estratetrol and tamoxifen were used as natural ligand and standard drug,respectively. Molecular docking simulations was performed by AutoDock v.3.05 using minimumcoordinates -34, -6, -15 (x, y, z) and the maximum coordinates -13, 13, 3 (x, y, z).Tamoxifen formed one hydrogen bond with Glu353 (Ki=3.78 μM); estratetrol binds to Glu-353, Arg394, Gly521, and His524 (Ki=0.01 μM). Doxorubicin only formed one hydrogenbond with Ser317 (Ki=N/A). In conclusion, doxorubicin could not interact appropriatelywith ERα due to its voluminioues structure which hinder its entrance to binding pocket ofthe macromolecule.Keywords: doxorubicin, estrogen receptor alpha.
PENETAPAN KADAR PSEUDOEFEDRIN HCL DAN LORATADIN DALAM KOMBINASI SEDIAAN KAPSUL MENGGUNAKAN METODE KLT VIDEO DENSITOMETRI asnawi, aiyi; Febrina, Ellin; Dinata, Deden Indra; Fazrina, Farizan Nur
JURNAL FARMASI GALENIKA Vol 4 No 3 (2017): Jurnal Farmasi Galenika Volume 4 No. 3, 2017
Publisher : Sekolah Tinggi Farmasi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (494.368 KB)

Abstract

Sediaan pseudoefedrin HCl dan loratadine tersedia di perdagangan dalam bentuk kombinasi campuran. Sediaan yang berupa campuran, memerlukan metode analisis dengan perlakuan lanjut sebelum dilakukan pengukuran dikarenakan adanya perbedaan sifat farmakokimia dari zat yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu diperlukan metode analisis yang akurat, jika memungkinkan sederhana dan murah, untuk menganalisis kandungan sediaan kombinasi tersebut. Salah satu metode yang sederhana yang mampu memberikan hasil yang akurat adalah KLT video densitometri. Tujuan dari penelitian ini untuk memvalidasi metode dalam menetapkan kadar pseudoefedrin HCl dan loratadine dalam sediaan kapsul menggunakan metode KLT video densitometri. Tahapan penelitian meliputi uji kesesuaian sistem menggunakan fase diam plat silika gel GF254 dan fase gerak campuran pelarut metanol-amonia (10mL : 4 tetes, v/v); validasi metode analisis, dan penetapan kadar dalam sediaan yang beredar di pasar. Perekaman gambar dilakukan dibawah lampu UV 255nm menggunakan alat video densitometri dan pengukuran luas dibawah kurva (AUC) dari gambar bercak menggunakan perangkat lunak TLC Analyzer. Penotolan sampel dilakukan secara manual menggunakan pipa kapiler. Hasil pengujian uji kesesuaian sistem diperoleh nilai Rf pseudoefedrin HCl dan loratadine berturut-turut adalah 0,35 dan 0,84. Persamaan kurva kalibarasi untuk pseudoefedrin HCl dan loratadine berturut-turut adalah Y = 0,3003X – 715,94 dan Y = 6,8705X + 222,86. Setelah semua parameter validasi memenuhi persyaratan, diperoleh persen kadar pseudoefedrin HCl dan loratadine dalam sediaan kapsul berturut-turut adalah sebesar 99,42% dan 101%, memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia. Nilai-nilai parameter validasi tersebut memenuhi syarat yang telah ditetapkan sehingga metode KLT video densitometri layak untuk digunakan.
AKTIVITAS ANALGESIK EKSTRAK, FRAKSI N-HEKSAN, ETIL ASETAT, DAN AIR BUAH PANDAN LAUT (Pandanus tectorius) PADA MENCIT DENGAN METODE GELIAT ELLIN FEBRINA; Anas Subarnas; Dika Destiani; Dana Nasrullah
Farmaka Vol 14, No 2 (2016): Farmaka
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (398.39 KB) | DOI: 10.24198/jf.v14i2.9282

Abstract

Tumbuhan pandan laut (Pandanus tectrorius) biasa digunakan oleh masyarakat secara tradisional sebagai pereda nyeri. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah pandan laut memiliki aktivitas analgesik pada mencit namun belum diketahui aktivitas analgesik dari fraksi-fraksinya. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas analgesik ekstrak etanol, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi air dari buah pandan laut dengan metode geliat dengan penginduksi nyeri asam asetat 0,7%. Dosis yang digunakan untuk ekstrak dan ketiga fraksi itu adalah 125 mg/kg berat badan (BB) dan aspirin sebagai kontrol positif adalah 65 mg/kg BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak dan fraksi buah pandan laut memberikan aktivitas analgesik. Ekstrak etanol buah pandan laut memberikan efek analgesik paling tinggi dengan daya proteksi sebesar 70,05% diikuti dengan fraksi air (60,25%), fraksi n-heksan (32,14%), dan fraksi etil asetat (13,02%). 
REVIEW ARTIKEL: TINJAUAN AKTIVITAS FARMAKOLOGI EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight.) Walp) PUTY PRIANTI NOVIRA; Ellin Febrina
Farmaka Vol 16, No 2 (2018): Suplemen Agustus
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.428 KB) | DOI: 10.24198/jf.v16i2.17542

Abstract

Obat herbal telah banyak digunakan dan dipercaya oleh masyarakat. Salah satu tumbuhan yang sering digunakan sebagai obat herbal adalah daun salam. Daun salam memiliki banyak aktivitas farmakologi terutama jika berada dalam bentuk ekstraknya. Aktivitas farmakologi daun salam diantaranya antijamur, antibakteri, antimalaria, antidiare, antiinflamasi, antioksidan, antikolesterol, antidiabetes, dan antihiperurisemia, serta dapat digunakan sebagai penghambat pembentukan plak dan karies pada gigi. Kandungan utama daun salam adalah flavonoid. Pelarut yang paling banyak digunakan sebagai pelarut ekstrak daun salam yaitu etanol, air dan metanol. Pada review ini, pencarian data primer dilakukan dengan secara online, berupa jurnal nasional maupun jurnal internasional, buku maupun ebook. Hasil yang didapatkan dari beberapa jurnal dan sumber lainnya dapat diketahui berbagai macam aktivitas farmakologi dari ekstrak daun salam.Kata kunci: Aktivitas Farmakologi, Ekstrak, Daun Salam, Syzygium polyanthum
Review : Edible Film Antimikroba MEGA HIJRIAWATI; Ellin Febrina
Farmaka Vol 14, No 1 (2016): Supplement
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.24 KB) | DOI: 10.24198/jf.v14i1.10778

Abstract

Edible film adalah sediaan lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan. Saat ini, edible film telah banyak diproduksi di berbagai industri, seperti industi makanan, industri farmasi, industri kosmetik, dan industri pertanian. Pengolahan edible film dapat dilakukan dengan empat teknik dasar, salah satunya adalah teknik solvent casting. Teknik ini telah digunakan sejak 100 tahun yang lalu, metode yang dilakukan dalam teknik ini yaitu dengan meratakan larutan edible film di atas piring akrilik, silikon, ataupun teflon, kemudian dikeringkan pada suhu yang terkendali. Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida, dan komposit. Bahan lain yang sering dijumpai dalam pembuatan edible film adalah antimikroba, antioksidan, flavor, dan pewarna. Edible film yang mengandung bahan antimikroba dapat digunakan pada sediaan penyegar nafas untuk menghentikan pertumbuhan bakteri penyebab bau mulut dan pada sediaan pengemas untuk meningkatkan daya tahan dan kualitas bahan pangan selama penyimpanan. Antimikroba yang dapat ditambahkan pada edible film berasal dari ekstrak tanaman seperti ekstrak buah manggis, ekstrak minyak cengkeh, dan minyak atsiri jahe. Tujuan dari review artikel ini adalah untuk memberikan pengetahuan mengenai edible film, pengenalan  aplikasi edible film, metode produksinya, serta karakterisasi edible film yang mengandung bahan antimikroba.Kata kunci: Edible film, Metode Produksi, Formulasi, Antimikroba
Hypoglycemic Effect of Aquatic Extract of Stevia in Pancreas of Diabetic Rats: PPARγ – Dependent Regulation or Antioxidant Potential: Review Abdurahman Ridho; Ellin Febrina
Farmaka Vol 14, No 3 (2016): Farmaka
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jf.v14i3.10580

Abstract

Obat tradisional dengan efek antidiabetes dianggap cocok untuk mengobati diabetes. Di antara tanaman-tanaman herbal, Stevia rebaudiana (Bert.) terkenal karena rasa manis dan efek yang menguntungkan dalam pengaturan glukosa. Namun, sedikit yang diketahui tentang mekanisme yang tepat dari stevia di jaringan pankreas. Oleh karena itu, studi ini meneliti efek yang mungkin dari stevia pada pankreas dalam mengontrol hiperglikemia yang dilihat dengan metode uji toleransi glukosa, induksi streptozotocin, dan aloksan menggunakan tikus Sprague-Dawley dan tikus Wistar. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa stevia bekerja pada jaringan pankreas untuk meningkatkan kadar insulin dan memberikan efek hipoglikemia yang menguntungkan melalui mekanisme yang tergantung PPARγ dan sifat antioksidan stevia.
Pola Peresepan Rawat Jalan: Studi Observasional Menggunakan Kriteria Prescribing Indicator WHO di Salah Satu Fasilitas Kesehatan Bandung Dika P. Destiani; Syahrul Naja; Aminah Nurhadiyah; Eli Halimah; Ellin Febrina
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 5, No 3 (2016)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7961.675 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2016.5.3.225

Abstract

Penelitian ini dilakukan sebagai tahap awal evaluasi peresepan obat di salah satu fasilitas kesehatan yang akan dilakukan berkala untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien dengan menggunakan lima indikator peresepan berdasarkan guideline World Health Organization (WHO) yaitu jumlah obat per lembar resep, penggunaan obat generik, antibiotik, obat injeksi, dan obat esensial. Pengumpulan data resep rawat jalan diambil secara retrospektif pada periode April 2015–Maret 2016 di salah satu fasilitas kesehatan di Bandung. Sebanyak 1.814 lembar resep dengan 3.886 obat yang termasuk kriteria inklusi, diperoleh rata-rata jumlah obat per lembar yaitu 2,13 obat. Penggunaan obat generik sebesar 57,47% dari 3.886 obat. Persentase penggunaan antibiotik sebesar 15,52% dan sediaan injeksi 0,41% dari 1.814 lembar resep, sedangkan penggunaan obat esensial sebesar 39,49% dari 3.886 obat yang diresepkan. Berdasarkan hasil tersebut penggunaan obat generik dan esensial masih sangat jauh dari standar WHO (100%) sedangkan penggunaan antibiotik dan obat injeksi memiliki nilai rendah dibandingkan dengan nilai rujukan World Health Organization. Kata kunci: Indikator peresepan, obat, WHO Prescribing of Outpatient: Observational Study Using WHO Prescribing Indicator in One of Health Care Facilities in Bandung This study was held to evaluate drug pattern in one of the health facilities in Bandung using five World Health Organization guideline for prescribing indicators, which include average number of drugs per encounter, percentage of drugs prescribed by generic name, percentage of encounters with an antibiotic, injection prescribed, and drugs prescribed from essential drugs list or formulary. Outpatient prescriptions were collected retrospectively from April 2015–March 2016. Average number of drugs per encounter 2.13 was gained by dividing 3,886 drugs with 1,814 prescriptions. Percentage of using generic drugs were 57.47%, antibiotics were 15.52 % and 0.41% for injections per encounters, whereas percentage of drugs prescribed from essential drugs list was 39.49%. The result showed that usage of generic and essential drugs were still far from WHO standard (100%) while the usage of antibiotics and injections were lower than World Health Organization recommendation.Keywords: Drug, prescribing indicators, WHO