Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

In Vitro Anti-Cancer Alkaloid and Flavonoid Extracted from the Erythrina variegata (Leguminoseae) Plant Herlina, Tati; Supratman, Unang; Subarnas, Anas; Sutardjo, Supriyatna; Amien, Suseno; Hayashi, Hideo
Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention Vol 2, No 3 (2011)
Publisher : Indonesian Research Gateway

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4.399 KB)

Abstract

Erythrina plants, locally known as “dadap ayam”, are higher plant species and have been used as a folk medicine for treatment of cancer. To prove the effectiveness of the leaves and stem bark of E. variegata as an anti-cancer agent, the assay in this research was focused on in vitro  test  towards  breast  cancer  cell  T47D.  In  the course  of  our  continuing  search  for novel anti-cancer agent from Erythrina plants, the methanol extract of the leaves and stem bark of  E. variegata  showed  significant  anti-cancer  activity  against  breast  cancer  cell  T47D  in  vitro  using the Sulphorhodamine B (SRB) assay. By using the anti-cancer activity to follow the separations, the methanol extract was separated by combination of column chromatography. The chemical structure  of  an  anti-cancer  compounds  were  determined  on  the  basis  of  spectroscopic evidence  and  comparison  with  the  previously  reported  and  identified  as  an  erythrina  alkaloid (1)  and  isoflavonoid  (2).  Compounds  (1-2)  showed  anti-cancer  activity  against  breast  cancer cell  T47D  used  with  IC50  of    1.0  and  3.3  µg/mL,  respectively.  This  results  strongly  suggested that E. variegata is promising sources for anti-cancer agents.Keywords: Anti-cancer, Erythrina variegata, Leguminoseae
Pupuk anorganik sebagai alternatif media untuk pertumbuhan eksplan nilam (Pogostemon cablin Benth) kultivar Sidikalang dan Tapaktuan secara in-vitro Amien, Suseno; Wiguna, M. F.
Kultivasi Vol 15, No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Pertanian UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.867 KB)

Abstract

Kultur jaringan selama ini dipahami oleh sebagian masyarakat merupakan suatu teknologi yang mahal, terutama dalam menyediakan bahan kimia untuk media. Hasil percobaan sebelumnya menunjukkan bahwa percobaan dengan media pupuk anorganik dapat digunakan sebagi  media tanam in-vitro. Namun media tersebut belum diteliti secara rinci manfaatnya untuk tanaman nilam. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh media pupuk anorganik yang sesuai untuk pertumbuhan kultivar nilam (Pogostemon cablin Benth) Sidikalang dan Tapak Tuan. Penelitian dilakukan di laboratorium teknologi kultur jaringan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dari bulan Mei sampai Agustus 2010. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua faktor perlakuan dan diulang sebanyak tiga kali. Faktor pertama adalah kultivar nilam (n) yang terdiri dari dua taraf yaitu kultivar Sidikalang (n1) dan Tapak-tuan (n2). Faktor kedua adalah media yang digunakan (m), terdiri dari lima taraf yaitu media MS (m1), Gandasil (m2), Growmore (m3), Hyponex (m4) dan Vitabloom (m5).Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi antara kultivar dan media untuk karakter waktu pem-bentukan tunas, tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, dan bobot basah plantlet. Media MS dibandingkan dengan empat media pupuk anorganik yang diuji merupakan media  terbaik untuk karakter jumlah daun dengan rata-rata 28 buah, tinggi tunas dengan rata-rata 2,25 cm dan bobot basah plantlet dengan rata-rata 0,69 g. Media hyponex menunjukkan pengaruh terbaik untuk karakter jumlah akar dengan rata-rata 56 cm dan panjang akar dengan rata-rata 1,85 cm. Kata kunci :  Nilam ∙ Kultur jaringan ∙ Media pupuk anorganik ∙ Planlet 
Keragaan tiga jenis planlet anggrek Phalaenopsis asal Protocorm yang diinduksi Ethyl Methyl Sulfonate (EMS) secara in vitro Romiyadi, Romiyadi; Komariah, Ai; Amien, Suseno
Kultivasi Vol 17, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Pertanian UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1018.873 KB)

Abstract

Abstract. This research was conducted to determine the effect of concentration of Ethyl Methyl Sulfonate (EMS) to performance of three types of Phalaenopsis Planlets and to know the optimum concentration of EMS on any type of Phalaenopsis orchids. The experiment was conduc-ted at Tissue Culture Laboratory of the Faculty of Agriculture, Winaya Mukti University, Sumedang. It used a completely randomized design (CRD) with factorial pattern, that consisted of two factors and replicated twice.The first factor was the type of Phalaenopsis that resulted form hybridization which consisted of v1 (Phalaenopsis 717 X Phalae-nopsis Fire Bird), v2 (Phalaenopsis Tianong Rose X Sibling), and v3 (Phalaenopsis Luchia Pink X Phalae-nopsis Chain Xen Mammon). The second factor was the concentration of EMS that consisted of e0 (0% EMS/control), e1 (0,05% EMS), e2 (0,10% EMS), e3 (0,15% EMS), e4 (0,20% EMS), and e5 (0,25% EMS). Explant protocorm of three types of Phalae-nopsis soaked in a solution of EMS by each treat-ment for 3 hours, and cultured on MS medium Basal Modified Multiplication Shoot for 10 weeks. The experimental results showed that there are interaction between the three types of Phalae-nopsis result of a cross with a concentration of EMS to variable number of roots. Orchids P. 717 X P. Fire Bird had higher  number of leaves, number of roots, leaf leang, and root length than the other. The result showed that there were interaction between three species of Phalaenopsis orchid from the crossing with EMS concentration on root variables. Orchid P. 717 X P. Fire Bird has the number of leaves, the number of roots, the number of shoots, leaf length and root length better than other types. EMS concentrations independently at all levels of treatment can not increase the number of leaves, the number of roots, fresh weight of planlet, leaf length, and root length.Keywords: Phalaenopsis, the concentration of EMS, in vitro cultureSari. Penelitian ini mempelajari dan mengetahui pengaruh konsentrasi Ethyl Methyl Sulfonate (EMS) terhadap keragaan planlet tiga jenis anggrek Phalaenopsis asal protocorm dan mencari konsentrasi optimum EMS untuk setiap jenis anggrek Phalae-nopsis secara in vitro.Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Winaya Mukti Sumedang. Eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial, yang terdiri atas dua faktor dan diulang sebanyak dua kali.Faktor pertama adalah jenis anggrek Phalaenopsis hasil persilangan yang terdiri atas tiga jenis, yaitu v1 (Phalaenopsis 717 X Phalaenopsis Fire Bird), v2 (Phalaenopsis Tianong Rose X Sibling), dan v3 (Phalaenopsis Luchia Pink X Phalaenopsis Chain Xen Mammon). Faktor kedua adalah EMS yang terdiri atas enam taraf perlakuan, yaitu e0 (0% EMS/kontrol), e1 (0,05% EMS), e2 (0,10% EMS), e3 (0,15% EMS), e4 (0,20% EMS), dan e5 (0,25% EMS). Eksplan berupa protocorm dari tiga jenis anggrek Phalaenopsis hasil persilangan yang direndam dalam larutan EMS berdasarkan masing-masing perlakuan selama 3 jam, dan dikulturkan pada media MS Modified Multiplication Shoot Basal selama 10 minggu.Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara tiga jenis anggrek Phalaenopsis hasil persilangan dengan konsentrasi EMS terhadap variabel jumlah akar.Anggrek P. 717 X P.Fire Bird memiliki jumlah daun, jumlah akar, jumlah tunas, panjang daun dan panjang akar yang lebih baik dibandingkan jenis lainnya. Konsentrasi EMS secara mandiri pada semua taraf perlakuan tidak dapat meningkatkan jumlah daun, jumlah akar, bobot segar planlet, panjang daun, dan panjang akar.Kata Kunci: Phalaenopsis, Konsentrasi EMS, dan Budidaya In Vitro
Keragaan tiga jenis planlet anggrek Phalaenopsis asal Protocorm yang diinduksi Ethyl Methyl Sulfonate (EMS) secara in vitro Romiyadi Romiyadi; Ai Komariah; Suseno Amien
Kultivasi Vol 17, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1018.873 KB) | DOI: 10.24198/kultivasi.v17i1.16077

Abstract

Abstract. This research was conducted to determine the effect of concentration of Ethyl Methyl Sulfonate (EMS) to performance of three types of Phalaenopsis Planlets and to know the optimum concentration of EMS on any type of Phalaenopsis orchids. The experiment was conduc-ted at Tissue Culture Laboratory of the Faculty of Agriculture, Winaya Mukti University, Sumedang. It used a completely randomized design (CRD) with factorial pattern, that consisted of two factors and replicated twice.The first factor was the type of Phalaenopsis that resulted form hybridization which consisted of v1 (Phalaenopsis 717 X Phalae-nopsis Fire Bird), v2 (Phalaenopsis Tianong Rose X Sibling), and v3 (Phalaenopsis Luchia Pink X Phalae-nopsis Chain Xen Mammon). The second factor was the concentration of EMS that consisted of e0 (0% EMS/control), e1 (0,05% EMS), e2 (0,10% EMS), e3 (0,15% EMS), e4 (0,20% EMS), and e5 (0,25% EMS). Explant protocorm of three types of Phalae-nopsis soaked in a solution of EMS by each treat-ment for 3 hours, and cultured on MS medium Basal Modified Multiplication Shoot for 10 weeks. The experimental results showed that there are interaction between the three types of Phalae-nopsis result of a cross with a concentration of EMS to variable number of roots. Orchids P. 717 X P. Fire Bird had higher  number of leaves, number of roots, leaf leang, and root length than the other. The result showed that there were interaction between three species of Phalaenopsis orchid from the crossing with EMS concentration on root variables. Orchid P. 717 X P. Fire Bird has the number of leaves, the number of roots, the number of shoots, leaf length and root length better than other types. EMS concentrations independently at all levels of treatment can not increase the number of leaves, the number of roots, fresh weight of planlet, leaf length, and root length.Keywords: Phalaenopsis, the concentration of EMS, in vitro cultureSari. Penelitian ini mempelajari dan mengetahui pengaruh konsentrasi Ethyl Methyl Sulfonate (EMS) terhadap keragaan planlet tiga jenis anggrek Phalaenopsis asal protocorm dan mencari konsentrasi optimum EMS untuk setiap jenis anggrek Phalae-nopsis secara in vitro.Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Winaya Mukti Sumedang. Eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial, yang terdiri atas dua faktor dan diulang sebanyak dua kali.Faktor pertama adalah jenis anggrek Phalaenopsis hasil persilangan yang terdiri atas tiga jenis, yaitu v1 (Phalaenopsis 717 X Phalaenopsis Fire Bird), v2 (Phalaenopsis Tianong Rose X Sibling), dan v3 (Phalaenopsis Luchia Pink X Phalaenopsis Chain Xen Mammon). Faktor kedua adalah EMS yang terdiri atas enam taraf perlakuan, yaitu e0 (0% EMS/kontrol), e1 (0,05% EMS), e2 (0,10% EMS), e3 (0,15% EMS), e4 (0,20% EMS), dan e5 (0,25% EMS). Eksplan berupa protocorm dari tiga jenis anggrek Phalaenopsis hasil persilangan yang direndam dalam larutan EMS berdasarkan masing-masing perlakuan selama 3 jam, dan dikulturkan pada media MS Modified Multiplication Shoot Basal selama 10 minggu.Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara tiga jenis anggrek Phalaenopsis hasil persilangan dengan konsentrasi EMS terhadap variabel jumlah akar.Anggrek P. 717 X P.Fire Bird memiliki jumlah daun, jumlah akar, jumlah tunas, panjang daun dan panjang akar yang lebih baik dibandingkan jenis lainnya. Konsentrasi EMS secara mandiri pada semua taraf perlakuan tidak dapat meningkatkan jumlah daun, jumlah akar, bobot segar planlet, panjang daun, dan panjang akar.Kata Kunci: Phalaenopsis, Konsentrasi EMS, dan Budidaya In Vitro
Pengaruh perlakuan ethyl methanesulphonate terhadap perkecambahan dan pertumbuhan kentang granola (biji) Hanifah Nuraeni Suteja; Neni Rostini; Suseno Amien
Kultivasi Vol 18, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.603 KB) | DOI: 10.24198/kultivasi.v18i1.19110

Abstract

Sari. Tujuan penelitian adalah mengevaluasi pengaruh ethyl methanesulphonate (EMS) terhadap pertumbuhan tanaman kentang Granola dari biji botani dan memperoleh konsentrasi efektif untuk mendapatkan mutan berdaya hasil tinggi. Percobaan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan di laboratorium kultur jaringan BALITSA, Lembang, yang terdiri dari tahap perlakuan EMS pada biji dengan konsentrasi  0,01%; 0,03%; 0,05%; 0,07%; 0,10%; 0,13%; 0,15%; 0,17%; dan 0,20%; selama 3 dan 6 jam, penanaman biji pada media kultur MS, perbanyakan planlet dan pengamatan planlet. Tahap kedua dilakukan di rumah kasa di Pangalengan yang terdiri dari tahapan aklimatisasi menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 14 perlakuan EMS yang diulang 3 kali dan pengamatan pertumbuhan tanaman. Hasil menunjukkan bahwa EMS menyebabkan penurunan pada daya kecambah. Pengamatan pertumbuhan di rumah kasa menunjukkan tinggi tanaman, jumlah daun, indeks kandungan klorofil, dan berat ubi pertanaman hasil perlakuan memiliki hasil yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Konsentrasi EMS 0,07% dengan perendaman 3 jam dan konsentrasi 0,01% dengan perendaman 6 jam menghasilkan genotipe 3D12 dan 6A8 yang memiliki hasil panen tinggi. Kata kunci: kentang, EMS, mutasi, pertumbuhan. Abstract. The aim of the study was to evaluate the effect of ethyl methanesulphonate (EMS) on true potato seed germination and growth of potato Granola also obtained effective concentrations of EMS to produce mutants with high yield. Experiment was conducted in two stages. The first stage was carried out in BALITSA tissue culture laboratory, Lembang which consisted of EMS treatment steps in seeds with concentrations of 0.01%, 0.03%, 0.05%, 0.07%, 0.10%, 0.13%, 0.15%, 0.17%, and 0.20% for 3 and 6 hour; seeds planting on MS culture media; planlet propagation and plantlets observations. The second stage was carried out in screen house in Pangalengan which consisted of acclimatization stages using a randomized block design with 14 EMS treatment repeated 3 times and observations of plant growth, and yield. The results showed that EMS caused a decrease in germination. Growth observation results at screen house showed plant height, number of leaves, chlorophyll content index, and weight of tubers from treatment had lower than controls. Treatment with 0.07% EMS concentration for 3 hours and 0.01% consentration for 6 hours produced 3D12 and 6A8 mutan genotypes which had high yields.  Keywords: potato, EMS, mutation, growth.
Multiplikasi cepat tunas tiga aksesi stevia secara in vitro Suseno Amien; Dion Nugraha Aji; Tuti Mamluatul
Kultivasi Vol 19, No 3 (2020): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v19i3.29468

Abstract

SariStevia (Stevia rebaudiana (Bertoni)) telah menjadi pelengkap untuk memenuhi kebutuhan bahan pemanis yang terus meningkat di Indonesia. Jumlah varietas unggul Stevia di Indonesia masih terbatas. Keterbatasan ini perlu diimbangi dengan metode perbanyakan yang cepat. Multiplikasi tunas merupakan salah satu metode dalam kultur jaringan yang dapat dimanfaatkan untuk perbanyakan cepat bibit Stevia. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh respon  aksesi-aksesi stevia  terhadap multiplikasi tunas stevia pada komposisi media berbeda. Penelitian telah dilaksanakan dalam dua tahap percobaan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang masing-masing terdiri atas dua faktor. Percobaan pertama terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah tiga aksesi stevia yakni aksesi Bogor, Garut dan Tawangmangu dan faktor kedua adalah jenis sitokinin yakni tanpa sitokinin (kontrol), Zeatin, Kinetin, TDZ, 2-IP dan BA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi Stevia Garut  memberikan respon paling baik dalam multiplikasi tunas dan  BA merupakan jenis sitokinin yang paling efektif untuk multiplikasi tunas  pada media DKW. Konsentrasi BA 1 mgL-1 merupakan konsentrasi paling efektif dalam multiplikasi tunas stevia. Jumlah tunas yang dihasilkan 7,45 tunas. Aksesi Tawangmangu menunjukkan respon paling baik untuk  tinggi tunas dengan penambahan Zeatin 1,5 mg.L-1 dengan tinggi tunas rata-rata 8,2 cm. Pertumbuhan akar terbaik diperoleh dari media DKW  tanpa penambahan BA untuk aksesi Garut yaitu dengan rata-rata 10,52 akar.Kata kunci: Stevia, Aksesi, Benzyl Adenin, Multiplikasi, In vitro AbstractStevia (Stevia rebaudiana (Bertoni)) has become a complement to the growing demand for sweeteners in Indonesia. The number of superior varieties of Stevia in Indonesia is still limited. This limitation needs to be solved with a fast propagation method. Shoot multiplication is a method in tissue culture that can be used for rapid propagation of Stevia seeds. This study aims to obtain the response of stevia accessions to the multiplication of stevia shoots at different media compositions.  This research comprised two experiments arranged in completely randomized design with factorial pattern and two factors in each experiment. The first experiment, first factor was three accession of stevia, i.e. Bogor accession, Garut accession and Tawangmangu accession. The second factor was the use of cytokinins i.e. without cytokinins (control), Zeatin, Kinetin, TDZ, 2-IP and BA. The second experiment, second factor was concentration of Benzyl Adenine (BA) i.e. BA 0 mgL-1 (control), BA 0.15 mg L-1, BA 0.5 mgL-1, BA 1 mgL-1, BA 1.13 mgL-1 and BA 1.5 mgL-1. Each treatment was replied five times. The results showed that Stevia Garut accession gave the best response in shoot multiplication and BA was the most effective type of cytokinin for shoot multiplication on DKW media. The concentration of BA 1 mgL-1 is the most effective concentration in the multiplication of stevia shoots. The number of shoots produced was 7.45 shoots. Tawangmangu accession showed the best response to shoot height with the addition of Zeatin 1.5 mg.L-1 with an average shoot height of 8.2 cm. The best root growth was obtained from DKW media without the addition of BA for Garut accession with an average of 10.52 roots.Keywords: Stevia, Accession, Benzyl Adenin, Multiplication, In vitro
Pupuk anorganik sebagai alternatif media untuk pertumbuhan eksplan nilam (Pogostemon cablin Benth) kultivar Sidikalang dan Tapaktuan secara in-vitro Suseno Amien; M. F. Wiguna
Kultivasi Vol 15, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.867 KB) | DOI: 10.24198/kultivasi.v15i2.11961

Abstract

Kultur jaringan selama ini dipahami oleh sebagian masyarakat merupakan suatu teknologi yang mahal, terutama dalam menyediakan bahan kimia untuk media. Hasil percobaan sebelumnya menunjukkan bahwa percobaan dengan media pupuk anorganik dapat digunakan sebagi  media tanam in-vitro. Namun media tersebut belum diteliti secara rinci manfaatnya untuk tanaman nilam. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh media pupuk anorganik yang sesuai untuk pertumbuhan kultivar nilam (Pogostemon cablin Benth) Sidikalang dan Tapak Tuan. Penelitian dilakukan di laboratorium teknologi kultur jaringan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dari bulan Mei sampai Agustus 2010. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua faktor perlakuan dan diulang sebanyak tiga kali. Faktor pertama adalah kultivar nilam (n) yang terdiri dari dua taraf yaitu kultivar Sidikalang (n1) dan Tapak-tuan (n2). Faktor kedua adalah media yang digunakan (m), terdiri dari lima taraf yaitu media MS (m1), Gandasil (m2), Growmore (m3), Hyponex (m4) dan Vitabloom (m5).Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi antara kultivar dan media untuk karakter waktu pem-bentukan tunas, tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, dan bobot basah plantlet. Media MS dibandingkan dengan empat media pupuk anorganik yang diuji merupakan media  terbaik untuk karakter jumlah daun dengan rata-rata 28 buah, tinggi tunas dengan rata-rata 2,25 cm dan bobot basah plantlet dengan rata-rata 0,69 g. Media hyponex menunjukkan pengaruh terbaik untuk karakter jumlah akar dengan rata-rata 56 cm dan panjang akar dengan rata-rata 1,85 cm. Kata kunci :  Nilam ∙ Kultur jaringan ∙ Media pupuk anorganik ∙ Planlet 
Pendugaan Parameter Genetik, Korelasi Antar Karakter Fenotipik serta Hubungan Kekerabatan Genetik Populasi Bibit Surian (Toona sinensis Roem) Yayat Hidayat; Murdaningsih Haeruman K.; Suseno Amien; Iskandar Zulkarnaen Siregar
Indonesian Journal of Applied Sciences Vol 1, No 1 (2011)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1161.454 KB) | DOI: 10.24198/ijas.v1i1.1851

Abstract

An  experiment to estimate genetic parameter, correlation among traits and genetic relationship of seedling population of Toona siensis Roem that progeny halfsib from 13 parent trees came from four sertified seed stands of surian in Java island was carried out in nursery et ex Faculty of Forestry Winayamukti University Jatinangor, from January until February 2010.  The experment  was arrenge in a randomized block design with four seed stand as treatments and five replications.  The observation was performed on 17 phenotipic  traits of surian seedling six month old after spin out.   The data were analyzed using anova, correlation, pricipal component analysis, and cluster analysis. The results showed that the characters have a large genetic variance, high heritability and high genetic advance were character of the total height, clear leave hight, the robustness of the stem, leaf length and leaf lamina shape. Characters that have a positive phenotypic and genotypic correlation and significant to the total height were clear leave height, colar diameter, leaf length, shoot length, number of leaves, length of leaflets, width of leaflets, distance first leaflet to petiol, and distance widest point of laminae to petiol. Characters that have a positive phenotypic and genotypic correlation and significant to the colar diameter were total height, shoot length, number of levaes, shoot length, number of leaves, length of leaflets, width of leaflets, distance first leaflet to petiol, and distance widest point of laminae to petiol. Group of seedlings from TBI Kendal has a closer genetic relationship to the group of seedlings from TBS Jatinangor, whereas the group of seedlings from TBI Sumedang have a closer genetic relationship with TBI Tasikmalaya.*****Penelitian yang bertujuan untuk menduga parameter genetik, korelasi antar karakter dan hubungan kekerabatan genetik populasi bibit dari keturunan halfsib 13 genotip pohon induk surian yang berasal dari empat populasi tegakan benih surian bersertifikat di Pulau Jawa telah dilakukan di persemaian eks Fakultas Kehutanan Unwim Jatinangor pada Januari hingga Juni 2010. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat populasi tegakan benih sebagai perlakuan yang diulang lima kali. Pengamatan dilakukan terhadap 17 karakter fenotipik pertumbuhan bibit surian umur enam bulan setelah sapih. Analisis data dilakukan melalui analisis ragam, analisis korelasi, analisis komponen utama dan analisis klaster. Hasil penelitian menunjukan bahwa  karakter yang memiliki varians genetik luas, heritabilitas tinggi dan kemajuan genetik tinggi  adalah karakter tinggi total, tinggi bebas daun, kekokohan batang, panjang daun dan bentuk lamina daun. Karakter yang memliki korelasi fenotipik dan genotipik searah dan nyata dengan karakter tinggi total adalah karakter tinggi bebas daun, diameter batang, panjang daun, panjang pucuk, jumlah daun, panjang anak daun, lebar anak daun, jarak anak daun pertama terhdap petiol, panjang petiol dan jarak titik lamina terlebar terhadap petiol. Karakter yang memiliki korelasi fenotipik dan genotipik searah dan nyata dengan karakter diameter batang bibit adalah karakter tinggi total, panjang pucuk, jumlah daun, panjang anak daun, lebar anak daun, jarak anak daun pertama terhadap petiol, dan jarak titik lamina terlebar terhadap petiol. Kelompok bibit asal TBI Kendal memiliki hubungan kekerabatan genetik yang lebh dekat dengan kelompok bibit asal TBS Jatinangor, sedangkan kelompok bibit asal TBI Sumedang memiliki hubungan kekerabatn genetik lebih dekat dengan TBI Tasikmalaya.
Pemanfaatan Gejala Heterosis Beberapa Genotipe Kedelai (Glycine max L. Merill) Melalui Teknik Kultur Jaringan Suseno Amien; Murdaningsih Haeruman K.; Achmad Baihaki
Zuriat Vol 2, No 1 (1991)
Publisher : Breeding Science Society of Indonesia (BSSI) / PERIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/zuriat.v2i1.6613

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi NAA (Napthalene Acetic Acid) dan kinetin pada media Murashige dan Skoog yang dimodifikasi pada tiga genotipe tetua F1 hibrida kedelai (Glycine max L. Merill) heterosis dan kemungkinan perbanyakannya melalui cara subkultur berulang. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi NAA 0,1 ppm; 0,2 ppm dan 0,3 ppm. Faktor kedua adalah konsentrasi kinetin 0,5 ppm; 1,0 ppm dan 1,5 ppm dikombinasikan sehingga diperoleh 9 perlakuan dan diulang tiga kali untuk setiap genotipe dari tiga genotipe yang diuji. Peubah yang diamati adalah jumlah akar, jumlah buku serta jumlah daun. Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat perbedaan respons antara genotipe G 110, G 114 dan G 115 terhadap pertumbuhan akar, buku dan daun melalui kultur pucuk embrio yang dikulturkan. Melalui subkultur berulang diperoleh perbanyakan yang cukup tinggi. Selama dua minggu setelah subkultur diperoleh penambahan dua sampai tiga buku dari pemotongan buku yang berasal dari pucuk embrio.
Induksi Kalus dari Daun Nilam Kultivar Lhoksemauwe, SIdikalang, dan Tapaktuan dengan 2,4-D Suseno Amien; Mira Ariyanti; Mohamad Arief; Dani Kurniawan
Zuriat Vol 18, No 2 (2007)
Publisher : Breeding Science Society of Indonesia (BSSI) / PERIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/zuriat.v18i2.6718

Abstract

Kalus merupakan sumber penting dalam meningkatkan keragaman genetik dan pemahaman proses organogenesis dan embriogenesis serta rekayasagenetika kultivar untuk memperoleh bibit unggul nilam. Peneltian bertujuan untuk memperoleh karakteristik kalus yang terbentuk dari daun nilam kultivar Lhoksemauwe,Sidikalang, dan Tapaktuan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh 2,4-D. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dengan dua faktor perlakuan dan diulang tiga kali. Setiap perlakuan terdiri dari dua botol kultur. Faktor pertama adalah kultivar Nilam (A), terdiri dari tiga kultivar (a1 = Lhoksemauwe, a2 = Sidikalang, a3 = Tapaktuan) dan faktor kedua adalah konsentrasi 2,4-D (D) yang terdiri dari enam macam d1 = 0 mg/L, d2 = 0.5 mg/L, d3 = 1.0 mg/L, d4 = 1.5 mg/L, d5 = 2.0 mg/L, d6 = 2.5 mg/L. Hasil percobaan menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dengan kultivar nilam Lhoksemauwe, Sidikalang dan Tapaktuan pada karakter ukuran kalus, persentase terbentuk kalus, bobot biomassa, jumlah tunas dan tinggi tunas. Varietas Lhoksemauwe memberikan respon yang lebih baik daripada varietas Sidikalang dan Tapaktuan pada karakter bobot biomassa kalus, ukuran kalus dan persentase terbentuk kalus. Kalus dapat diinduksi dengan menggunakan media MS dengan penambahan 2,4-D pada konsentrasi 0.5 mg/L, 1.0 mg/L, 1.5 mg/L, 2.0 mg/L dan 2.5 mg/L. Pada media MS tanpa penambahan 2,4-D tunas dapat tumbuh dari kultivar nilam Lhoksemauwe, Sidikalang dan Tapaktuan. Waktu awal terbentuk kalus tercepat diperoleh dari media yang mengandung 2,4-D 0.5 mg/L (d2), 1.0 mg/L (d3), 1.5 mg/L (d4), 2.0 mg/L (d5). Berturutturut waktu pemunculan kalus adalah 11.67; 12.17; 12.00; 12.50 HST. Media MS + 2,4-D 2.0 mg/L sangat baik untuk petumbuhan bobot biomassa kalus, ukuran kalus dan persentase terbentuk kalus pada varietas Tapaktuan.