Claim Missing Document
Check
Articles

Hubungan Intensitas Penggunaan Facebook Terhadap Intensitas Interaksi Face To Face Remaja dengan Orang Tua PRAJWALITA PRAJWALITA; Nurul Hasfi, S. Sos, MA
Interaksi Online Vol 2, No 2: April 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.206 KB)

Abstract

KARYA ILMIAHPraktek Penelitian KomunikasiHubungan Intensitas Penggunaan Facebook Terhadap Intensitas Interaksi Face ToFace Remaja dengan Orang Tua.PENDAHULUANI.1 LATAR BELAKANGSocial Networking atau Jaringan Sosial merupakan konsep pengembangan yang bisadimanfaatkan didalam dunia pendidikan. Social networking diaplikasikan kedalam bentuksitus jejaring sosial. Selain berguna untuk menjalin silaturrahim juga berguna untukmenunjang didalam meningkatkan efektifitas belajar. . Social Networking merupakan salahsatu layanan yang ada pada Internet (ade gustiann,2010).Internet merupakan teknologi baru yang diciptakan untuk mempermudah orangmencari informasi dengan cepat dan akurat.Fungsi lain dari penggunaan internet adalah untuk memudahkan orang menghubungi kerabatyang berada jauh diluar pulau, diluar negeri, bahkan berbeda benua. Ada e-mail yang bisadigunakan atau chating dengan sarana yahoo messenger atau social networking yangmemudahkan anda mencari teman baru seperti friendster atau facebook.Setelah habis masa jaya friendster yang sudah dianggap tidak canggih. Maka,muncullah facebook yang diciptakan oleh seorang mahasiswa harvard yang tadinyamenciptakan facebook hanya untuk memudahkan komunikasi dengan komunitasnya. Namun,siapa sangka hal ini coba dikembangkan untuk situs pertemanan yang lebih baik darifriendster. Maka, mulailah facebook merambah dunia sebagai situs jejaring sosial yang palingdiminati.Adanya Facebook bukanlah tanpa masalah. Banyak remaja yang terpengaruhfacebook sehingga mengabaikan kualitas hubungan antar manusia. Seperti halnya lupa kapanterakhir kali bicara dengan orang yang diajak chatting di facebook secara langsung ataukapan terakhir kali makan bersama orang tua di meja makan. Bahkan sering kali ketika adawaktu bersama dengan orang tua. Remaja mengabaikannya karena sibuk dengan facebook.Sehingga, waktu berkualitas bersama keluarga tanpa sadar terabaikan akibat kencanduanfacebook.Ditahun-tahun awal beredarnya facebook di amerika banyak anak usia remaja yangmenghilang akibat kopi darat dengan teman barunya yang baru dia kenal lewat facebook. Halini juga sedang banyak terjadi di sini selain, memungkinkan banyak orang menyalahgunakanfacebook untuk tindakan kriminal (okezone.com/seputarindonesia). Orang tua juga kadangkurang awas dalam hal mengawasi apa yang menjadi akses para remaja di dunia maya.Mereka cenderung percaya dan membiarkan mereka mengakses sitis-situs tanpa ada batasandari orang tua. Bahkan, dengan santainya menempatkan komputer pribadi pada kamar anakmereka tanpa khawatir mereka terjerumus dalam pergaulan yang salah melalui internet.Mudahnya remaja mengakses internet dan kelonggaran orang tua dalam mengawasimerupakan celah dimana jarak hubungan antara orang tua dan remaja terjadi yangmengakibatkan terkadang remaja lebih percaya dan nyaman bicara atau chatting denganorang lain melalui Facebook daripada bicara dengan orang tua mereka. Sepanjang tahun 2010Komisi Nasional Perlindungan Anak sudah menerima 36 laporan terkait kasus Anak yangmenjadi korban kejahatan Facebook.Remaja juga rentan mengalami problem adiksi. Ketertarikan yang mendalam dapatberubah menjadi ketergantungan, bahkan berakselerasi dalam pola hidup yang tidakterpisahkan dari keseharian masyarakat, terutama remaja. Remaja dapat menghabiskan waktuberjam-jam untuk mengakses internet dan Facebook, baik di sekolah, di rumah maupun diluar rumah. Secara psikologis, dampak negatif kecanduan Facebook dapat dibagi atas:a. Pribadi yang antisosial, yaitu yang menunjukkan perilaku menjauh dari norma sosial.b. Dualisme kepribadianKetika berinteraksi di dunia maya, banyak orang yang tidak bersikap sebagaimanatampilannya sehari-hari. Secara kognitif, ia memperlihatkan kesan ideal self yangdiidamkannya. Misalnya dengan menunjukkan kelebihan sosial yang sebenarnya tidakdimilikinya.c. Lingkungan paranoidFacebook membuat orang menjadi merasa tidak aman (insecure). Facebook secara tidaklangsung menciptakan masyarakat yang penuh kecemasan karena Kurangnya pengetahuananak muda akan dunia dan praktek norma-norma sosial yang diharapkan dari dirinya. Secaraumum, anak muda memiliki akses terbatas dalam memandang dunia sekitar secara objektif.Komunikasi interpersonal merupakan hal yang paling mendasar dalam berinteraksidan bersosialisasi dengan orang lain. Melalui komunikasi interpersonal kita dapat mengenalorang lain secara lebih mendalam, sehingga pada akhirnya muncul saling keterbukaan diriyang jika dilakukan dengan baik secara berkesinambungan bisa meningkatkan hubunganmenuju tingkatan yang lebih akrab. Seperti hubungan remaja dengan orang tua dalam sebuahkeluarga. Saat anak masih kecil mungkin orang tua mengenal kepribadiannya. Namun, ketikaia beranjak remaja komunikasi yang lebih intense perlu dilakukan karena remaja merupakanfase yang paling harus diperhatikan oleh orang tua belum tentu anak yang beranjak remajadapat dikenal dengan baik oleh orang tuanya. Semakin sering melakukan pembicaraandengan anak yangtumbuh remaja maka diharapkan anak dapat menaruh kepercayaan padaorang tuanya begitu pula sebaliknya.Salah satu manfaat komunikasi interpersonal adalah mengatasi adanyaketidakpercayaan remaja dan orang tua dalam sebuah keluarga. Ketidakpercayaan orang tuapada anak remajanya terjadi karena kurangnya intensitas komunikasi face to face antarakeduanya. Komunikasi interpersonal saat ini banyak dimanfaatkan dalam segala aspekkehidupan tak terkecuali dalam hubungan keluarga antara remaja dan orang tuanya. Salahsatu wujud pemanfaatan komunikasi interpersonal dalam keluarga adalah adanya interaksiface to face antara remaja dan orang tua dalam keluarga.Begitu pula dengan komunikasi antara anak dan orang tua dalam penelitian ini objekutamanya adalah hubungan orangtua dan anak khususnya remaja. Dalam hal ini facebookmengambil porsi yang cukup besar karena dianggap sebagai penyebab utama berkurangnyaintensitas komunikasi antara orang tua dan remaja. Bagaimana tidak ketika situasi dirumahyang seharusnya mengutamakan quality time dalam keluarga harus tergerus dengan intensitassang remaja dengan komputer di rumah demi mengakses facebook padahal, orang tua hanyamemiliki waktu yang sedikit untuk berada di rumah karena kesibukan mereka bekerja. Hal inimenghambat proses komunikasi yang seharusnya terjadi di rumah dan pada masa remaja halini dianggap sangat penting guna mengetahui pergaulan sang remaja dalam kehidupankesehariannya.I.2 PERUMUSAN MASALAHMerebaknya kasus-kasus negatif yang berhubungan dengan penggunaan facebook inimenimbulkan kekhawatiran orang tua. Peran orang tua sangat penting untuk ikut terlibatbersama anak-anak mereka dalam penggunaan internet guna membentuk pemikiran kritis.Terlebih dalam berhubungan dengan orang-orang yang mereka jumpai saat online. Olehkarena itu, penelitian ini digunakan untuk mempertanyakan bagaimana intensitas interaksiface to face yang dilakukan oleh orang tua dan remaja mereka dalam memberikanpemahaman mengenai penggunaan situs jejaring sosial facebook.I.3 TUJUAN PEMBUATAN PENELITIANUntuk mengetahui hubungan intensitas penggunaan facebook terhadap interaksi faceto face remaja dengan orang tua.I.4 KEGUNAAN PENELITIANa). Kegunaan AkademisPenelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan bidang ilmu komunikasi, khususnyakomunikasi massa baru dalam kajian hubungan media maya dengan komunikasi antarpribadi. Selain itu hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan atau referensi untuk penelitianselanjutnya.b). Kegunaan PraktisPenelitian ini memuat saran untuk pengguna facebook agar dapat menggunakan mediajejaring sosial dengan lebih bijak dan bagi orang tua yang mempunyai anak remaja lebihdapat meluangkan waktu untuk mengawasi remaja agar komunikasi yang terjalin antaraorang tua dan remaja tetap dekat.I.5 KERANGKA TEORITeori New Media (Digital Theory)Pada tahun 1990, Mark Poster meluncurkan buku besarnya, The Second Media Age,yang menandai periode baru di mana teknologi interaktif dan komunikasi jaringan, khususnyadunia maya akan mengubah masyarakat. Gagasan tentang era media kedua yang sebenarnyatelah dikembangkan sejak tahun 1980-an hingga saat ini menandai perubahan yang pentingdalam teori media. Bagi seseorang, hal ini melonggarkan konsep “media” dari komunikasi“massa” hingga berbagai media yang berkisar dari jangkauan yang sangat luas hingga yangsangat pribadi. Kedua, konsep tersebut menarik perhatian kita pada bentuk-bentukpenggunaan media yang baru yang dapat berkisar dari informasi individu dan kepemilikanpengetahuan hingga interaksi. Ketiga, tesis tentang era media kedua membawa teori mediadari kesamaran yang relatif pada tahun 1960-an pada populeritas yang baru pada tahun 1990-an dan seterusnya.Kekuatan media dalam dan dari media itu sendiri kembali menjadi fokus, termasuksebuah minat baru dalam karakteristik penyebaran dan penyiaran media.Era media yang pertama digambarkan oleh :1. Sentralisasi produksi (satu menjadi banyak).2. Komunikasi satu arah.3. Kendali situasi, untuk sebagian besar.4. Reproduksi stratifikasi sosial dan perbedaan melalui media.5. Audiens massa yang terpecah, dan6. Pembentukan kesadaran sosial.Era media kedua, sebaliknya, dapat digambarkan sebagai:1. Desentralisasi2. Dua arah.3. Di luar kendali situasi.4. Demokratisasi.5. Mengangkat kesadaran individu, dan6. Orientasi individu.Mungkin ada dua pandangan yang dominan tentang perbedaan antara era mediapertama, dengan penekanannya pada penyiaran, dan era media kedua, dengan penekanannyapada jaringan. Kedua pandangan tersebut adalah pendekatan interaksi sosial (socialinteraction) dan pendekatan integrasi sosial (social integration).Pendekatan interaksi sosial membedakan media menurut seberapa dekat mediadengan model interaksi tatap muka. Bentuk media penyiaran yang lebih lama dikatakan lebihmenekankan pada penyebaran informasi yang mengurangi peluang adanya interaksi. Mediatersebut dianggap sebagai media informasional dan karenanya menjadi mediasi realitas bagikonsumen. Sebaliknya, media baru lebih interaktif dan menciptakan sebuah pemahaman barutentang komunikasi pribadi. Mungkin pendukung pandangan ini yang paling terkemukaadalah Pierre Levy yang menulis buku terkenal berjudul Cyberculture. Levy memandangWorld Wide Web sebagai sebuah lingkungan informasi yang terbuka, fleksibel dan dinamis,yang memungkinkan manusia mengembangkan orientasi pengetahuan yang baru dan jugaterlibat dalam dunia demokratis tentang pembagian kuasa yang lebih interaktif danberdasarkan pada masyarakat.Dunia maya memberikan tempat pertemuan semu yang memperluas dunia sosial,menciptakan peluang pengetahuan baru, dan menyediakan tempat untuk berbagi pandangansecara luas.Tentu saja, media baru tidak seperti interaksi tatap muka, tetapi memberikan bentukinteraksi baru yang membawa kita kembali pada hubungan pribadi dalam cara yang tidak bisadilakukan oleh media sebelumnya. Ada beberapa masalah dalam membuat perbandingan ini,dan beberapa orang yakin bahwa media yang baru lebih “termediasi” daripada yang akandiyakini oleh para pendukungnya. Media baru juga mengandung kekuasaan dan batasan,kerugian dan keuntungan, dan kebimbangan. Sebagai contoh, media baru mungkinmemberikan penggunaan yang terbuka dan fleksibel, tetapi dapat juga menyebabkanterjadinya kebingungan dan kekacauan.Media yang baru memang pilihan yang sangat luas, tetapi pilihan tidak selalu tepatketika kita membutuhkan panduan dan susunan. Perbedaan adalah salah satu nilai besardalam media baru, tetapi perbedaan juga dapat menyebabkan adanya perpecahan danpemisahan. Media baru mungkin memberikan keluwesan waktu dalam penggunaan, tetapijuga menciptakan tuntunan yang baru.Media yang lebih baru menciptakan sesuatu yang terlihat seperti interaksi, tetapi tidakmirip dengan interaksi tatap muka yang sebenarnya. Malahan, media yang lebih barumenciptakan interaksi dengan simulasi komputer. Ada tingkat interaksi yang tinggi, tetapidengan komputer, tidak dengan individu tertentu. Gagasan ini didukung oleh teori persamaanmedia (media-equation theory), yang menyatakan bahwa kita memperlakukan media sepertima Cara kedua yang membedakan media adalah integrasi sosial. Pendekatan inimenggambarkan media bukan dalam bentuk informasi, interaksi, atau penyebarannya, tetapidalam bentuk ritual, atau bagaimana manusia menggunakan media sebagai cara menciptakanmasyarakat. Media bukan hanya sebuah instrumen informasi atau cara untuk mencapaiketertarikan diri, tetapi menyatukan kita dalam beberapa bentuk masyarakat dan memberikankita rasa saling memiliki dan berinteraksi dengan media seolah-olah mereka nyata.CMC (Computer Mediated Communication)Adapun komunikasi dengan menggunakan komputer lazim disebut sebagaiKomunikasi Media Komputer (Computer-Mediated Communication). Dampak KMK kedalam dua bagian. Pertama, dampaknya bagi perkembangan bahasa dan kedua dampaknyabagi struktur komunikasi bahasa Indonesia. Berbagai istilah baru bermunculan. Istilah-istilahtersebut mayoritas berasal dari bahasa Inggris. Dampak bagi perkembangan bahasa. Makabeberapa dari kita akan merasa akrab dengan istilah, seperti unduh, unggah, tetikus, daring,dan sebagainya. Kebanyakan merasa lebih nyaman menggunakan kata download, up-load,mouse, dan on-line. Dampak bagi struktur komunikasi. Sampai awal 2000-an, Internet RelayChat masih menjadi sarana komunikasi yang relatif populer. Setelah itu, Instant Messengersemacam Yahoo! Messenger menjadi salah satu yang relatif umum. Meskipun demikian,prinsip dasarnya tetap sama. Sehingga dampaknya bagi struktur komunikasi bahasa Indonesia(termasuk juga bahasa lainnya) secara umum tetap sama. Black et al sebagaimanadiungkapkan Lewis Hassel, menyebutkan bahwa setiap jenis media yang digunakan untukberkomunikasi akan mempengaruhi struktur interaksi komunikasi. Namun, itu bukan berartibahwa komunikasi yang dilakukan tidak berlangsung dengan baik. Bahkan bila dilihat darisudut pandang wacana, rangkaian komunikasi tersebut merupakan wacana yang memilikikesatupaduan.I.6. HipotesisAdapun hipotesa dari pemaparan diatas adalah terdapatnya hubungan penggunaanfacebook terhadap intensitas interaksi face to face remaja dengan orang tua. Artinyasemakin tinggi tingkat penggunaan facebook berarti semakin berkurang tingkat intensitasinteraksi face to face antara remaja dengan orang tua.I.7. Definisi Konseptual1) Intensitas menggunakan FacebookAdalah kualitas penggunaan Facebook .2) Interaksi face to face remaja dengan orang tuaAdalah Interaksi face to face terhadap remaja dan orang tua dalam keluarga.I.8. Definisi Operasional1) Intensitas menggunakan Facebooka) Frekuensi menggunakan Facebook per hari.b) Pengetahuan tentang fitur Facebook.c) Durasi menggunakan Facebook.2) Interaksi face to face terhadap remaja dan orang tuaa) Frekuensi interaksi antara remaja dengan orang tua.b) Aktivitas yang dilakukan remaja dengan orang tua.c) Durasi interaksi antara remaja dengan orang tua.1.9.Metoda Penelitian1.9.1. Tipe PenelitianTipe yang dipakai dalam penelitian ini adalah eksplanatori, yaitu tipe penelitian yangmenjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis(Singarimbun dan Effendi, 1989: 5).Variabel bebas dalam penelitian ini adalah hubungan penggunaan Facebook (X) yangberpengaruh terhadap variabel terikat, yaitu Intensitas interaksi face to face terhadapremaja dengan orang tua (Y).1.9.2. Populasi dan Sampel1.9.2.1.PopulasiPopulasi adalah obyek penelitian sebagai sasaran untuk mendapatkan danmengumpulkan data. (Subagyo, 1997: 23).Berdasarkan ensiklopedi Indonesia, Edisi Khusus,1992. Remaja dapat diartikantahap pertumbuhan anak menuju dewasa sejak masa pubertas usia 11-20 tahunbagi perempuan dan 12-21 tahun bagi laki-laki. Sementara itu Facebookmembatasi pengguna jejaring sosialnya berada diatas usia 17 tahun.1.9.2.2.SampelSampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakanteknik tertentu yang disebut teknik sampling. Penelitian ini menggunakanStratified Sampling. Teknik ini digunakan oleh peneliti apabila terdapatkelompok-kelompok subjek, yang di antara kelompok satu dengan lainnya adatingkatan yang membedakan. Peneliti mengambil wakil dari unit-unit populasitersebut dengan sistem perwakilan yang berimbang (Bungin, 2006, h.114).Berdasarkan teknik ini, populasi yang digunakan adalah Siswa-Siswi SMA N 4Semarang Kelas XI. Sampel ini diambil dengan pertimbangan siswa-siswi SMA N4 Semarang kelas XI adalah anak-anak dengan rentang usia 17-18 tahun yangdianggap oleh peneliti sebagai usia yang cocok untuk penelitian ini. Karena dimasa-masa ini banyak anak mengalami proses pencarian jati diri yang seringmengalami ketidakcocokan dengan pandangan orang tua dan cenderung sukamencoba hal-hal baru yang terkadang membahayakan dirinya sendiri.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakanrumus Frank Lynch:. (1 ). . ( 1 )2 22N d z p pN z p p pn Keterangan:n = besar sampelN = besar kerangka sampelZ = nilai formal untuk tingkat kepercayaan 95%=1,96P = harga patokan tertinggi= 0,5d = sampling error = 0,1219.(0,1) (1,96) (0,5)(0,5)219.(1,96) .(0,5)(0,5)2 22n n = 67,75 dibulatkan menjadi 68Berdasarkan perhitungan di atas, besarnya sampel adalah 68 siswa.1.9.3. Teknik Pengambilan SampelMetode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah StratifiedSampling.1.9.4. Jenis dan Sumber Data1.9.4.1.Jenis DataJenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.1.9.4.2.Sumber Data1) Data PrimerData primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat,baik yang dilakukan dalam wawancara, observasi, dan alat lainnya. (Subagyo,1997: 87).Data primer diperoleh melalui hasil kuesioner dari responden dan checklistyang dilakukan terhadap responden.2) Data SekunderData sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyekpenelitian, yaitu sumber-sumber tertulis yang terdapat dalam dokumendokumen,data statistik dan referensi lainnya yang berhubungan denganpersoalan yang diteliti (Subagyo, 1997: 88).1.9.5. Skala PengukuranMenurut Sekaran dalam Zulganef (2008: 163), skala pengukuran adalah alat ataumekanisme membedakan individu atau unit analisis berdasarkan variabel-variabeldalam penelitian.a) Variabel bebasVariabel bebas dalam penelitian ini adalah intensitas penggunaanFacebook yang diukur menggunakan skala nominal, yaitu skala yangdigunakan untuk membedakan subjek berdasarkan klasifikasi saja(Zulganef, 2008: 98). Variabel bebas ini diklasifikasikan:i. Rendahii. Kurangiii. Cukupiv. Tinggib) Variabel terikatVariabel terikat dalam penelitian ini adalah interaksi face to face remajadengan orang tua yang diukur menggunakan skala ordinal, yaitu skalayang digunakan untuk membedakan subjek berdasarkan klasifikasi saja(Zulganef, 2008: 98).Variabel terikat ini diklasifikasikan:i. Tinggiii. Tidak tinggi1.9.6. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah surveimelalui kuesioner yang diberikan kepada responden.Penelitian survei merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan menggunakanpertanyaan terstruktur atau sistematis yang sama kepada banyak orang kemudianjawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah, dan dianalisis. (Prasetyo danJannah, 2005: 141).1.9.7. Instrumen PenelitianAlat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.Kuesioner merupakan pertanyaan-pertanyan yang telah tersusun secara kronologisdari yang umum mengarah pada khusus untuk diberikan kepada responden yangumumnya merupakan daftar pertanyaan. (Subagyo, 1997: 55).1.9.8. Teknik AnalisisAnalisa kuantitatif, merupakan analisis data yang ditujukan pada data-data berupaangka-angka. Setelah data terkumpul kemudian diklasifikasikan dalam kategorikategorimaka dihitung dengan analisa kuantitatif yang dilakukan denganmenggunakan uji statistik berupa uji korelasi (Kriyantono, 2006: 163).BAB IIPENJABARAN TENTANG FACEBOOKDANKOMUNIKASI ORANG TUA DAN REMAJAII.1. ASAL-USUL JEJARING SOSIAL FACEBOOKMichael zuchkerberg yang mengawali adanya jejaring sosial ini. Michael yang padaawal mulanya membuat jaringan sosial ini hanya untuk memudahkan hubungan komunikasilewat dunia maya antar anggota organisasi di harvard tidak pernah terpikir untukmengkomersialkan jaringan komunikasi kampusnya menjadi pesaing friendster yang telahmendunia. Berawal dari keisengan membuat blog yang menyebarkan seluruh data pribadipenghuni kampus. Michael yang dicap sebagai mahasiswa gagal di universitas harvardmemulai pemberontakannya pada pihak kawan seangkatan hingga kawan satu kampusdengan menyebarkan data-data pribadi milik mahasiswa harvard dan di publikasikan seanterokampus. Akibat perbuatannya banyak mahasiswa yang keberatan dan ada pula yang merasasangat diuntungkan karena bisa lebih kenal atau mengetahui bahwa kenalannya ada juga dijaringan maya tersebut. Kemudian atas saran dari para sahabatnya maka michael mengubahblog kampus menjadi The facebook yang merupakan awal mula dari bentuk facebook.Facebook diluncurkan pertama kali pada tanggal 4 Februari 2004 oleh MarkZuckerberg sebagai media untuk saling mengenal bagi para mahasiswa Harvard. Dalamwaktu dua minggu setelah diluncurkan, separuh dari semua mahasiswa Harvard telahmendaftar dan memiliki account di Facebook. Tak hanya itu, beberapa kampus lain di sekitarHarvard pun meminta untuk dimasukkan dalam jaringan Facebook. Dalam waktu 4 bulansemenjak diluncurkan, Facebook telah memiliki 30 kampus dalam jaringannya(http://publishedmind.blogspot.com/).Tidak ada situs jejaring sosial lain yang mampu menandingi daya tarik Facebookterhadap user. Pada tahun 2007, terdapat penambahan 200 ribu account baru perharinyaLebih dari 25 juta user aktif menggunakan Facebook setiap hari dan rata-rata penggunamenghabiskan waktu sekitar 19 menit perhari untuk melakukan berbagai aktifitas diFacebook (http://www.crunchbase.com/company/Facebook).Menurut Alexa.com (2010) yang memonitor arus internet, hampir 4 % daripengunjung harian Facebook berasal dari Indonesia, yang menjadikannya berada di tempat ke5 setelah pengunjung dari Amerika, Inggris, Perancis dan Italia (www.thejakartapost.com).Data tersebut merupakan keseluruhan pengguna Facebook yang sebagian besar masih remaja.Dari Jumlah pengguna facebook dari indonesia ternyata laki laki lebih mendominasidengan jumlah pengguna 18,7 juta. sedangkan pengguna perempuan hanya 12,9 juta.Sedangkan, berdasarkan usia, 18-24 tahun merupakan rentang usia terbesar, yakni13,1 juta pengguna (41,5 persen). Disusul rentang usia remaja 14-17 tahun sebesar 8 jutapengguna (25,4 persen), lalu rentang usia 25-34 tahun sebesar 6,8 juta pengguna (21,6persen). Sisanya, tidak lebih dari 20 persen.II. 2. KOMUNIKASI ORANG TUA DAN REMAJAKeluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana iabelajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya(Kurniadi,2001: 271).Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina,sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan.Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk darihubungan laki – laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lamauntuk menciptakan dan membesarkan anak – anak.Hafied Cangara ( 2002 : 62 ) menjelaskan fungsi komunikasi dalam keluarga adalahmeningkatkan hubungan insani ( Human relation ), menghindari dan mengatasi konflik –konflik pribadi dalam keluarga, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagipengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.Menurut Rogers (dalam Depari, 1988, 16) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang terjadi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatapmuka antara beberapa pribadi. Fokus pandangan berpikir Rogers (dalam Depari, 1988 : 18)apabila dihubungkan dengan penelitian ini berupa komunikasi antara orang tua denganremaja. Saluran dari mulut ke mulut meliputi komunikasi verbal (bahasa lisan) dan nonverbal (isyarat) sewaktu orang tua memberi nasehat atau memberi informasi dan sebaliknyamenerima tanggapan dari remaja.Bagaimana orang tua harus bertindak dalam menyikapi tuntutan kemandirian seorang remaja,berikut ini terdapat beberapa saran :Komunikasi. Berkomunikasi dengan anak merupakan suatu cara yang paling efektif untukmenghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tentu saja komunikasi diisi harus bersifat duaarah, artinya kedua belah pihak harus mau saling mendengarkan pandangan satu dengan yanglain. Dengan melakukan komunikasi orang tua dapat mengetahui pandangan-pandangan dankerangka berpikir anaknya, dan sebaliknya anak-anak juga dapat mengetahui apa yangdiinginkan oleh orangtuanya.Tanggung jawab bertanggung jawab terhadap segala tindakan yang diperbuatmerupakan kunci untuk menuju kemandirian. Dengan berani bertanggung jawab (betapapunsakitnya) remaja akan belajar untuk tidak mengulangi hal-hal yang memberikan dampakdampaknegatif (tidak menyenangkan) bagi dirinya.Konsistensi orang tua menerapkan disiplin dan menanamkan nilai-nilai kepada remaja dansejak masa kanak-kanak di dalam keluarga dan menjadi panutan bagi remaja untuk dapatmengembangkan kemandirian dan berpikir secara dewasa. Orang tua yang konsisten akanmemudahkan remaja dalam membuat rencana hidupnya sendiri dan dapat memilih berbagaialternatif karena segala sssesuatu sudah dapat diramalkan olehnya.Sarwono (1998) mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan primer padasetiap individu. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang luas ia terlebih dahulumengenal lingkungan keluarganya, karena itu sebelum seorang anak mengenal norma-normadan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikannya bagian darikepribadiannya. Orang tua berperan penting dalam emosi remaja, baik yang memberi efekpositif maupun negatif. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua masih merupakan lingkunganyang sangat penting bagi remaja (“Remaja”,2004).Menurut Naland (1998) ada beberapa sikap yang harus dimiliki orang tua terhadapanaknya pada saat memasuki usia remaja :1. Orang tua perlu lebih fleksibel dalam bertindak dan berbicara.2. Kemandirian anak diajarkan secara bertahap dengan mempertimbangkan danmelindungi mereka dari resiko yang mungkin terjadi karena cara berpikir yang belummatang. Kebebasan yang diberikan terlalu dini akan memudahkan remaja terperangkap dalampergaulan buruk, obat-obatan terlarang, aktifitas seksual yang tidak bertanggung jawab, danlain-lain.3. Remaja perlu diberi kesempatan melakukan eksplorasi positif yang memungkinkanmereka mendapat pengalaman dan teman yang baru, mempelajari berbagai keterampilanyang sulit dan memperoleh pengalaman yang memberikan tantangan agar mereka dapatberkembang dalam berbagai aspek kepribadiannya.4. Sikap orang tua yang tepat adalah sikap yang authoritative, yaitu dapat bersikaphangat, menerima, memberikan aturan dan norma serta nilai-nilai secara jelas dan bijaksana.Menyediakan waktu untuk mendengar, menjelaskan, berunding dan bisa memberikandukungan pada pendapat anak yang benar.BAB IIITEMUAN PENELITIAN HUBUNGAN PENGGUNAAN FACEBOOKTERHADAP INTERAKSI FACE TO FACE REMAJA DENGAN ORANG TUABab ini menguraikan mengenai temuan penelitian di lapangan mengenai hubunganpenggunaan facebook (X) terhadap interaksi face to face remaja dengan orang tua (Y).Berdasarkan kusioner yang telah dibagikan kepada pelajar SMA Negeri di Semarang, makaakan diuraikan hasil jawaban dari kuesioner tersebut dalam bentuk tabel beserta penjelasandan analisisnya.3.1. Intensitas Penggunaan Facebook3.1.1. Frekuensi Penggunaan FacebookTabel 3.1.1Presentase Penggunaan FacebookJumlah Update Status Frekuensi PersentaseLebih dari 10 kali 2 2,95 %Antara 7-10 kali 44 64,70 %Antara 1-2 kali 22 32,35 %Sesekali / tidak pernah 0 0 %Total 68 100 %3.1.2. Pengetahuan Tentang Fitur FacebookTabel 3.1.2Frekuensi Pengetahuan Tentang Fitur FacebookFitur Facebook Frekuensi PresentaseUpdate Status 66 16,5 %Update Foto / video 65 16,25 %Chattimg 66 16,5 %Message 65 16,25 %Update Berita / Notifikasi 62 15,5 %Belanja 41 10,25 %Instagram 35 8,75 %3.1.3. Durasi Membuka FacebookTabel 3.1.3Presentase Durasi Membuka FacebookDurasi Frekuensi Presentasi24 Jam Non stop 54 79,41 %Setiap Jam 11 16,17 %lebih dari 2 jam 1 1,48 %Hanya 1 jam 2 2,94 %Total 68 100 %3.2. Interaksi Face To Face Remaja Dengan Orang Tua.3.2.1. Frekuensi Interaksi Face To Face Remaja Dengan Orang Tua.3.2.1.A. Frekuensi bertemu dengan Orang tuaTabel 3.2.1.AFrekuensi bertemu dengan Orang TuaWaktu bertemu Frekuensi PresentaseAda 6 8.82 %Jarang ada 1 1,47 %Tidak tentu waktunya 59 86,76 %Tidak ada 2 2.95%Total 68 100 %3.2.1.B. Berdasarkan pengetahuan orang tua tentang facebook remajanya.Tabel 3.2.1.B.Frekuensi orang tua tahu tentang facebook remajanyaPengetahuan orang tua Frekuensi PresentaseTahu 65 95,58 %Tidak tahu 1 1,47 %Pura-pura tidak tahu 0 0 %Tidak mengerti 2 2,95 %Total 68 100 %3.2.2. Frekuensi aktivitas ketika berinteraksi dengan Orang Tua.Tabel 3.2.2.Frekuensi aktivitas ketika berinteraksi dengan Orang Tua.Aktivitas F. 1x seminggu Presentase F. 2x seminggu PresentaseMakanbersama22 22,22 % 42 25,76 %Pergi bersama 37 54,41 % 29 17,79 %Berbicara /ngobrol24 35,29 % 47 28,83 %Nonton TVbersama16 11,92 % 45 27,62 %Total 99 100 % 163 100 %3.2.3. Durasi lamanya bertemu dengan Orang Tua.Tabel 3.2.3.Frekuensi Durasi lamanya bertemu dengan Orang TuaLamanya waktu Frekuensi PresentaseBerjam-jam 2 2,95 %Lebih dari 2 jam 22 32,35 %2 jam saja 43 63,23 %Kurang dari 2 jam 1 1,47 %Total 68 100 %3.2.4. Tingkat kedekatan dengan Orang Tua.Tabel 3.2.4.Tingkat Kedekatan dengan Orang tuaTingkat kedekatan Frekuensi PresentaseSahabat 11 16,18 %Teman 8 11,76 %Hanya orang tua 46 67,64 %Orang yang ditakuti 3 4,42 %Total 68 100 %3.3. Hubungan silang antara penggunaan Facebook terhadap interaksi face to faceremaja dengan Orang tua.Tabel 3.3Tabel Silang Penggunaan Facebook terhadap interaksi Face To Face Remaja denganOrang tuaPenggunaan facebook Interaksi remaja dengan orangtuanyaTotalTidak dekat DekatTinggi 19(59,38%)13(40,62%)32(100%)Cukup 8(30,43%)9(69,57%)17(100%)Kurang 2(42,86%)7(57,14%)9(100%)Rendah 0(0%)10(100%)10(100%)Total 29(43,29%)39(56,71%)68(100%)BAB IVPENUTUPBerikut merupakan rangkuman kesimpulan dan saran dari peneliti terhadappenelitian Hubungan penggunaan Facebook terhadap Intensitas Interaksi Face to faceantara orang tua dan remaja:4.1. KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hipotesis penelitian ini terbukti,yaitu adanya hubungan antara penggunaan facebook terhadap interaksi face to faceremaja dengan orang tua. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 68 respondenditemukan hasil ketika penggunaan facebook tinggi. Maka, remaja akan memilkikecenderungan interaksi dengan orang tua pada tataran rendah. Sebaliknya, ketikapenggunaan facebook rendah. Maka, remaja memiliki kecenderungan interaksidengan orang tua pada tataran yang tinggi. Hal ini terlihat pada tabel silang yangmenunjukkan adanya tingkat penggunaan facebook yang tinggi sebanyak 59,38 %maka tingkat kedekatan dengan orang tua hanya 40,62 %. Sementara ketika tingkatpenggunaan facebook berkisar antara 30,43 % - 0 % maka tingkat kedekatan denganorang tua berkisar antara 69,57 % - 100 %. Selain faktor penggunaan facebook yangtinggi ada pula faktor yang turut mempengaruhi tingkat kedekatan antara orang tuadan remaja. Yaitu, faktor dimana aktivitas antara remaja dengan orang tua merupakanhal yang tidak bisa dihindarkan untuk meningkatkan keakraban antara remaja denganorang tua.4.2.SaranSehubungan dengan temuan penelitian yang diperoleh, maka peneliti mengajukanbeberapa saran dengan harapan dapat bermanfaat bagi pihak terkait berikut ini: Dalam menggunakan Facebook hendaknya remaja dalam pengawasan orang tua.Sehingga, kedekatan orang tua dan remaja dapat terus terjadi baik dalam komunikasioffline maupun online. Bagi orang tua baiknya mengikuti perkembangan teknologi guna mengawasiperkembangan pengetahuan teknologi remaja yang sangat dekat denganperkembangan teknologi khususnya internet. Orang tua hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup tentang fasilitas facebooksehingga dapat mengontrol penggunaannya serta memberikan penjelasan yang cukuptentang diperbolehkan atau tidaknya san remaja memiliki account Facebook.
SELF PRESENTATION ANGGOTA KOMUNITAS MOTOR RX-KING MRC (KAJIAN DRAMATURGI TENTANG PRESENTASI DIRI ANGGOTA KOMUNITAS MOTOR RX-KING DI KOTA SALATIGA) Muhammad Bariqi Najman; Nurul Hasfi
Interaksi Online Vol 7, No 4: Oktober 2019
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.68 KB)

Abstract

The RX-King motorcycle community is one of hundreds of well-known motorcycle communities in Indonesia. This community is seen as a frightening community because of the image of the RX-King itself which is famous as the "Jambret" motorcycle. The existence of this RX-King community actually wants to change the society stigma about this community which is considered negative. This can be seen from the activities inside and outside their community. In RX-King community scene, they have the characteristics of "revving up engine" and "giving a thumbs up" when they meet fellow RX-King motorcycle users on the road. The characteristic of the RX-King itself is often understood by the public as a negative thing, in fact it is a way of communicating between RX-King motorcycle users. The purpose of this study was to analyze the Self Presentation by members of the RX-King MRC motorcycle community in Salatiga City. This study uses a constructivist paradigm with descriptive qualitative research methods to see how the Front Stage and Back Stage of the RX-King community members MRC in the symbolic communication process. The theory used to describe this phenomenon is Goffman's dramaturgy and aspects of symbolic interactionism carried by George Herbert Mead. Informants in this study amounted to 6 people who are active members of the RX-King MRC community in Salatiga City who have different occupational backgrounds. The results of this study show that the front stage and back stage of MRC community members are very different. In the front stage the members of the RX-King MRC community conduct community activities that they usually do and in the back stage they carry out activities according to the routine that they usually do such as working and socializing in the community. By looking at actions, gestures, symbols, minds, self, we can see that members can match themselves according to conditions and situations. That the negative stigma attached to members of the RX-King MRC community is not entirely true because there are many positive activities including social service activities, charity activities, helping houses of worship that they always carry out in their community.
Memahami Strategi Komunikasi Pesan Akademi Berbagi di Twitter Retno Palupi; Yanuar Luqman; Nurul Hasfi
Interaksi Online Vol 2, No 2: April 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar BelakangAkademi Berbagi merupakan salah satu gerakan sosial yang ada di Indonesia.Keberadaannya sejak Juni 2010 telah berhasil menyedot perhatian masyarakatmelalui twitter. Tidak hanya masyarakat biasa yang ingin terus belajar, tetapi jugaorang-orang yang telah ahli dan memiliki cukup ilmu. Akademi Berbagimenyelenggarakan kelas – kelas pendek kepada semua orang secara gratis.Mereka datang dan belajar tanpa perlu membayar dan gurunya pun secarasukarela membagikan ilmunya. Ilmu – ilmu yang dipelajari bersama di kelas dapatberasal dari berbagai macam disiplin ilmu, terutama ilmu aplikatif, seperti iklan,creative writing, fotografi, budaya, kesehatan dan lain-lain. Dengan tagline“Berbagi Bikin Happy”, Akademi Berbagi menyebarkan virus berbagai ke seluruhpelosok negeri.Berawal dari keinginan inisiatornya, Ainun Chomsun, untuk belajarcopywriting dengan Subiakto (CEO Hotline Advertising) pada Juli 2010, sebuahkelas kecil berisi 30 orang telah dimulai pada saat itu. Dilanjutkan dengan kelaskecil berikutnya, tentang jurnalistik bersama Budiono Darsono (CEO Detikcom),hingga saat ini Akademi Berbagi telah menyelenggarakan banyak kelas kecil di 35kota di Indonesia, termasuk Singapura. Jika dibayangkan, hal tersebut tidak akanbisa terjadi tanpa twitter. Bagaimana tidak? Gerakan sosial ini bermula danberkembang melalui twitter. Kemampuan twitter menyebarkan berita atauinformasi secara cepat dan luas menjadi modal dan alasan utama pemilihan mediaini.Akademi berbagi menjadikan twitter sebagai media utama dalampenyebarannya. Dalam kurun waktu dua tahun, tidak heran jika penyebaraannyabegitu cepat hingga mencapai 35 kota di Indonesia, termasuk Singapura. Dari kotabesar seperti Jakarta hingga kota kecil seperti Madiun bahkan Batu andBondowoso, semua mulai terjangkit virus berbagi yang disebarkan AkademiBerbagi. Kelas-kelas pendek diadakan seara rutin di seluruh kota sehinggamemungkinkan orang untuk dapat belajar gratis secara rutin.Seperti halnya Akademi Berbagi, dewasa ini, dalam prakteknya twitterkemudian digunakan sebagai media utama untuk menyebarkan segala macaminformasi dan pesan. Jaringannya yang sangat luas, real time, tidak terbatas dancepat menjadikan orang lebih “membaca” twitter daripada media-media lain.Terlebih lagi, suara satu orang di twitter dapat lebih berpengaruh daripada suarasebuah media massa tradisional dan sebuah brand. Setiap user di twitter memilikikemampuan untuk mem-boost-up sebuah berita.Dapat diakses secara mobile juga menjadikan orang semakin tidak bisalepas dari aktivitas twitter. Dalam sekali mengakses twitter, orang bisamendapatkan berbagai macam informasi melalui timeline yang secara aktif terusmeng-update berbagai macam informasi dengan sangat cepat. Adanya trendingtopic yang bisa diakses berdasarkan worldwide, negara, maupun kota jugamenjadikan orang dapat mengetahui topik apa yang sedang dibicarakan orangorangdalam cakupan wilayah tersebut dan memungkinkan orang untuk masuk kedalam topik tersebut dengan bebas dan gratis.II. Perumusan MasalahKemampuan twitter untuk menyebarkan sebuah isu atau berita secara cepat, luas,dan tanpa batas menjadikannya dijadikan pilihan utama oleh pihak-pihak tertentuuntuk menyebarluaskan sebuah informasi atau pesan kepada khalayak luas.Begitupun dengan Akademi Berbagi. Gerakan sosial ini menggunakan twittersebagai media utama dalam komunikasinya dengan khalayak. Semakin lama,gerakan sosial ini semakin luas walaupun baru dua tahun lebih berdiri.Hingga pada tanggal 29 Desember 2012, followers Akademi Berbagi ditwitter mencapai angka 30.271. (https://twitter.com/akademiberbagi yang diaksespada 29 Desember 2012 pukul 23.16). Berdasarkan angka tersebut, dapatdisimpulkan bahwa gerakan sosial ini benar-benar memaksimalkan twitter sebagaimedia utama untuk persebarannya. Dan semakin lama, semakin banyak orangyang terkena terpaan untuk mengikuti gerakan ini baik secara aktif denganmengikuti kegiatan offline-nya maupun secara pasif dengan mem-follow akuntwitter Akademi Berbagi.Berdasarkan fenomena tersebut, maka yang akan dikaji dalam penelitianini adalalah bagaimana strategi komunikasi pesan yang digunakan AkademiBerbagi di twitter sehingga menjadikannya dapat tersebar hingga begitu cepat danluas, bahkan ke kota kecil dan negara tetangga sekalipun.III. Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami strategi komunikasi pesan yangdigunakan oleh Akademi Berbagi.IV. Kerangka TeoriDi ranah media baru, terdapat beberapa situs social media yang kontennyadiciptakan dan didistribusikan melalui interaksi sosial. Sosial media bisaditerjemahkan menjadi komunikasi dari banyak orang ke banyak orang sejakpenggunanya juga merupakan sumber konten informasi. (Straubhaar, LaRose,Davenport: 2012: 20).Pada tahun 1990, Mark Poster meluncurkan buku besarnya, The SecondMedia Age, di mana ada dua pandangan tentang perbedaan antara era mediapertama dengan era media kedua dengan penekanannya pada jaringan, yaitu:pendekatan interaksi sosial (sosial interaction), membedakan media menurutseberapa dekat media dengan interaksi tatap muka, yang mana di twitter, orangorangbertemu secara maya, real time serta non stop untuk berbagai keperluan,termasuk di dalamnya saling berbagi pengetahuan, ilmu dan pandangan sertamemperluas dunia jaringan orang per orangan, dan pendekatan integrasi sosial(social integration), menggambarkan media bukan hanya sebuah instrumentinformasi atau cara untuk mencapai ketertarikan diri, tetapi menyatukan kitadalam beberapa bentuk masyarakat dan member kita rasa saling memiliki.Munculnya berbagai sosial movement adalah bukti dari sosial integration di eramedia kedua.Strategi adalah keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yangakan dijalankan guna mencapai tujuan. Jadi, dalam merumuskan strategikomunikasi juga terutama memperhitungkan kondisi dan situasi khalayak. (Arifin,1984: 10). Di dalam penyusunan strategi komunikasi, terdapat 5 tahap yang harusdiperhatikan menurut Joep Cornelissen dalam bukunya CorporateCommunications, yaitu: strategic analysis yang meliputi demografi, ekonomi,sosial, teknologi, ekologi dan politis; analisis pasar dan kompetitor; strategicintent yang berfungsi untuk menetapkan arah yang ditempuh berupa wujud dalambentuk sasaran dan aksi tindakan yang akan diambil untuk mencapai sasaran;strategic action yang terdiri dari menspesifikasikan peran komunikasi danmenegaskan sasaran specific (spesifik), measurable (dapat diukur), actionable(dapat dilaksanakan secara nyata, realistic (realistis) dan targeted (dapatditargetkan), merencanakan teknik-teknik komunikasi, menentukan tatananorganisasi; serta tracking dan evaluasi.Strategi komunikasi tidak hanya digunakan oleh brand yang berorientasiprofit dan menggunakan segala bentuk saluran komunikasi. Akan tetapi,organisasi non profit seperti Akademi berbagi yang notabene lahir danberkembang melalui twitter, pun turut serta menggunakan strategi dalampengomunikasikan pesannya. Janel M. Radtke dalam bukunya StrategicCommunication for Nonprofit Organization (1998) menjelaskan ada 7 Langkahdalam menciptakan strategi komunikasi untuk organisasi non profit, yaitu:memajukan misi, mengidentifikasi dan menentukan target audiens, menargetkandan menciptakan pesan, praktis strategi memilih alat yang tepat, membangunrencana, membuat eksekusi, membuat rencana terjadi, mengevaluasi apa yangterjadi.V. Metodologi PenelitianTipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subyek penelitian iniadalah strategi komunikasi pesan Akademi Berbagi di twitter. Data primerdiperoleh dari dua orang, yaitu founder Akademi Berbagi sebagai orang yangmerencanakan strategi komunikasi pesan Akademi Berbagi sejak awal berdiri danadmin twitter Akademi Berbagi sebagai eksekutornya di twitter. Data sekunderdiperoleh dari dua ahli komunikasi digital dan audiens Akademi Berbagi. Masingmasinginforman dipilih melalui goodness criteria. Data diperoleh melaluiwawancara mendalam kepada kelima informan.VI. Kesimpulan1. Dalam penyampaian pesan dan penyebarannya, Akademi Berbagimenggunakan beberapa strategi komunikasi pesan di twitter, yaitu:a. Membuat sebuah cerita (Story Of I), berupa cerita dari perorangan relawanyang kemudian dipublikasikan melalui berbagai online media.b. Membuat narasi yang kuat (Story Of Us), merupakan cerita bersama tentangAkademi Berbagi yang kemudian juga dipublikasikan melalui berbagai onlinemedia.c. Menggunakan endorser, biasanya adalah mereka yang menjadi opinion leaderdalam bidang tertentu.d. Mengikuti kegiatan-kegiatan pada momentum tertentu agar Akademi Berbagisemakin dikenal.e. Branding Akademi Berbagi di twitter dengan mengusung tentang pendidikansebagai benang merahnyaf. Membuat konten pesan yang singkat dan sederhana agar mudah dipahami olehaudience terutama mereka yan masih belum mengenal Akademi Berbagi.2. Selain beberapa strategi komunikasi pesan di atas, ada dua faktor yang jugaberperan penting dalam penyebaran Akademi Berbagi, yaitu jaringankomunikasi pribadi dari masing – masing relawan dan word of mouth (WOM)yang berasal dari pengalaman nyata orang – orang yang pernah terlibat aktifmengikuti Akademi Berbagi.DAFTAR PUSTAKABukuAnwar, Arifin. 1984. Strategi Komunikasi. Bandung: CV ArmicoAssael, Henry. 1998. Customer Behavior and Marketing Action, 6th Edition.Boston: Wadsworth Inc.Cornelissen, Joep 2004. Corporate Communication. London: Sage PublicationLtdDrucker, Peter Ferdinand. 1992. Managing The Non-Profit Organization.Massachusetts: Butterworth-Heinemann PublishingFisher. Aubrey B,. 1986. Teori-Teori Komunikasi (Perspektif Mekanistis,Psikologis, Interaksional dan Pragmatis). Bandung: CV Penerbit RemajaKaryaGuba, Egon G,. 1990. The Paradigm Dialog. Michigan: Sage PublicationHasan, Ali S.E., M.M., 2010. Marketing dari Mulut ke Mulut Word of MouthMarketing . Yogyakarta: Media Presindo.Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatifdan Kuantitatif. Yogyakarta: Penerbit ErlanggaKotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. Jakarta: ErlanggaLittlejohn, Stephen W, dan Foss, Karen A,. 2009. Teori Komunikasi: Theory OfHuman Communication (9th Edition). Jakarta: Penerbit Salemba HumanikaMoleong, Lexy J,. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: P.T. RemajaRosdakaryaMcQuail, Dennis. 2011. Teori Komunikasi Massa (6th Edition). Jakarta: PenerbitSalemba HumanikaNurrudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: P.T. Raja GrafindoPersadaRadtke, Janel M., 2008. Strategic Communication for Non Profit Organizations.Wiley Non Profit SeriesRogers, Everest M. dan D. Lawrence Kincaid. 1980. Communication Network.London: Collier Macmillan PublisherSchramm Wilbur. 1995. The Process Effect Of Mass Communication. UniversityOf Illinois Press UrbanaSmith, Andy. 2011. The power of storytelling: What Non Profits Can Teach ThePrivate Sector About Social Media. London: McKinsey & CompanyStaubhaar, Joseph, Robert LaRose and Lucinda Davenport. 2012. Media Now:Understanding Media, Culture, and Technology (7th edition). MA:Wadsworth Cengage LearningSunarto, Kamanto. 2002. Pengantar Sosiologi Edisi Revisi. Depok: LembagaPenerbit Fakultas Ekonomi Universitas IndonesiaSutisna. 2001. Perilaku Konsumen & Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya.WebsiteAnonim. 2012. Microblogging Definition. http://www.hudsonhorizons.com/Our-Company/Internet-Glossary/Microblogging.htm. Diakses pada 15 Mei2012 pukul 2025Bill Moyer. 2010. The Eight Stages of Successful Social Movements.http://paceebene.org/nonviolent-change-101/building-nonviolentworld/methods/eight-stages-successful-social-movements yang diakses pada 18Februari 2013 pukul 09.01Dan Schawbel. 2009. Personal Branding 101. http://mashable.com/2009/02/05/personalbranding-101/ yang diakses pada 22 Februari 2013 pukul 02.10Julian, Leonita. 2012. Personal Branding Emang Perlu.http://leonisecret.com/personal-branding-emang-perlu/ yang diakses pada21 Febriaru 2013 pukul 17.18McGee, Nathan. 2008. http://socialmediatoday.com/index.php?q=SMC/45510 yangdiakses pada 18 Februari 2013 pukul 08.55Novosti, Ria. 2010. Website Group. Twitter: The World In 140 Character.http://en.rian.ru/infographics/20120523/173579422.html. Diakses pada 13Mei 2012Proud, Indonesia. 2012. http://www.youtube.com/watch?v=iYfN8rGZGrs yang diaksespada 1 Januari 2013 pukul 22.34We Are Social Singapore. 2011. We Are Socials Guide To Social Digital Mobile InIndonesia. http://www.slideshare.net/wearesocialsg/we-are-socials-guide-tosocial-digital-mobile-in-indonesia-nov-2011-10407653 yang diakses pada 21Februari 2013 pukul 22.21http://akademiberbagi.org/ yang diakses pada 31 Desember 2012 pukul 22.07http://en.wikipedia.org/wiki/Models_of_communication yang diakses pada 13Mei 2012 pukul 21.06http://id.linkedin.com/pub/ainun-chomsun/27/305/3b8 yang diakses pada 16Januari 2013 pukul 16.11http://id.linkedin.com/in/bangwin yang diakses pada 16 Januari 2013 pukul 16.14http://id.linkedin.com/pub/karmin-winarta/52/25/b59 yang diakses pada 16Januari 2013 pukul 16.20http://id.linkedin.com/in/nukman yang diakses pada 16 Januari 2013 pukul 16.31https://mail.google.com/mail/u/0/#inbox/13c0342cc694cf01 yang diakses pada 2Januari 2013 pukul 09.02http://salingsilang.com/baca/niat-tulus-ida_baik-dan-proses-berbelit-dari-airasiaid.Diakses pada 15 Mei 2012 pukul 20.03http://salingsilang.com/baca/air-asia-airasiaid-sudah-tanggapi-keluahanida_baik_. Diakses pada 15 Mei 2012 pukul 20.05http://thejakartaglobe.com/lifeandtimes/a-virtually-inspiring-idea/453394 yang diaksespada 2 Januari pukul 08.41http://tv.detik.com/readvideo/2012/10/28/142832/121028006/120726017/121028606/akademi-berbagi-penyebar-virus-berbagi-dan-belajar yang diakses pada 2 Januari2013 pukul 08.22https://twitter.com/akademiberbagi yang diakses pada 1 Januari 2013 pukul 23.16JurnalGreenhalgh, Trisha, Glenn Robert, Paul Bate, Olympia Kyriakidon, FraserMacFarlane Richard Peacock. 2004. How To Spread Good Ideas – ReportFor The National Co-ordinating Center For NHS Service Delivery andOrganization R&D (CN CCSDO). University Of LondonGeser, Hans. 2011. Has Tweeting Become Inevitable: Twitter’s Strategis Role InThe World Of Digital Communication.http://socio.ch/intcom/t_hgeser26.pdf yang diakses pada 21 Februari pukul10. 51Shenton, Andrew K., 2004. Strategies for ensuring trustworthiness in qualitativeresearch projects. Division of Information and Communication Studies,School of Informatics, Lipman Building, Northumbria University,Newcastle.http://www.angelfire.com/theforce/shu_cohort_viii/images/Trustworthypaper.pdf yang diakses pada 17 Desember 2012 pukul 23.11Lain-LainAdi S. Nugroho. 2012. Digitalk, dalam Akademi Berbagi JakartaAinun Chomsun. 2012. Membangun Brand di Social Media, dalam SeminarCaraka Creative FestivalPutri, Dibyareswari U,. 2012. Skripsi: Peran Media Dalam Membentuk GerakanSosial (Studi Kasus pada Individu yang Terlibat dalam Indonesia Unite diTwitter). Universitas Indonesia
VIDEO REPORTASE INVESTIGASI: “MENGUAK JOKI SKRIPSI DI PERGURUAN TINGGI DI SEMARANG” Louisa Yunita Pia Duna; Muchamad Yulianto; Nurul Hasfi
Interaksi Online Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.096 KB)

Abstract

INVESTIGATION REPORT VIDEO: “INVESTIGATING THESIS “JOKI” IN AUNIVERISITY AT SEMARANGABSTRACTThesis is one of the requirements in achieving undergraduate degree. The purpose isenable the students to arrange and write their scientific paper according to their subject major.The problem raises when the students feel that they are unable to compose thesis by themselves.It causes a phenomenon called thesis jockey. Thesis jockey is an illegal action where a personearns someone to do a thesis. Thesis jockey appears because there is a demand and order fromthe students. It is also because of the low academic culture, market doer (a thesis jockey), andunclear regulation. The government regulation also becomes the problem. This investigation canbe a reflection that this case really happens in Indonesian education. It can be a bad image foreducation. The investigation of the fact was based on the curiosity of the journalist inellaborating the truth. This bussiness, thesis jockey is influenced by some factors. One of themis the low awareness of the students in doing scientific research among the academicenvironment in university.This bussiness has been spreading out throughout the universities and it challenges forthe university to overcome it. Thesis jockey is an ilegal action that can give bad image foreducation. It will produce unqualified undergraduate students. The students tended to use thesisjockey because there was no regulation which can give punishment to the doer. Thisinvestigation could be a reflection on the existance of thesis jockey within education institution.The result of investigation could be used as the reference for the parents, educators, and thestudents in order to increase the quality of education in Indonesia.The investigation was done in order to obtain the facts. This investigation also used amethod which consists of some phases namely, pre-production, production, and post production.This investigation report has been broadcasted by Cakra TV Semarang on Monday June 17th2013. This investigation video was broadcasted after getting an agreement and negoitation.Keywords: investigation, students, thesis jockey, televisionVIDEO REPORTASE INVESTIGASI: “MENGUAK JOKI SKRIPSI DI PERGURUANTINGGI DI SEMARANG”____________________________________________________________________ABSTRAKSkripsi merupakan syarat seorang mahasiswa menyelesaikan pendidikan sarjanadengan tujuan agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai denganbidang ilmunya. Permasalahan muncul ketika mahasiswa merasa tidak cukup mampu untukmenyelesaikan tugas penulisan skripsi. Fenomena joki skripsi hadir karena adanya permintaandan penawaran. kultur akademik yang rendah, adanya pelaku pasar (para joki), serta regulasiyang tidak jelas. Regulasi pemerintah juga menjadi problem tersendiri. Investigasi ini dapatmenjadi gambaran bagi masyarakat dan dunia akademik tentang adanya praktek joki skripsi yangmencoreng institusi pendidikan. Penelusuran fakta dalam jurnalisme investigasi didasarkan padakeinginan wartawan untuk mengetahui. Penelusuran fakta dilakukan untuk memaparkankebenaran. Maraknya bisnis joki skripsi dipengaruhi pula oleh beberapa faktor, diantaranyaadalah rendahnya budaya penelitian di kalangan civitas akademika perguruan tinggi.Maraknya jasa pembuatan skripsi di beberapa kota merupakan tantangan serius bagiperguruan-perguruan tinggi. Joki skripsi merupakan salah satu hal yang merusak citra pendidikankarena melahirkan sarjana yang tidak berkualitas. Mahasiswa cenderung menggunakan jasa jokiskripsi karena belum adanya sanksi yang menjerat. Sanksi terhadap pengguna jasa joki skripsibelum ada. Investigasi ini menjadi gambaran bagi masyarakat dan dunia akademik tentangadanya praktek joki skripsi yang mencoreng institusi pendidikan. Hasil dari investigasi ini dapatmenjadi referensi bagi orang tua, tenaga pendidik, dan mahasiswa agar menghindari praktekperjokian skripsi untuk memperbaiki kualitas pendidikan.Investigasi perlu dilakukan untuk mendapatkan fakta lebih lanjut. Cara kerjamenggunakan metode investigasi yang terdiri dari beberapa tahap: pra produksi, produksi danpaska produksi. Reportase investigasi ini ditayangkan oleh stasiun televisi yaitu programTarget Investigasi di Cakra TV Semarang pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013.Penyangan karya bidang pada program Target Investigasi dilakukan setelah proses negosiasi dandirasa cocok dengan program acara tersebut.Kata kunci : investigasi, mahasiswa, joki skripsi, televisiPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangBerdasarkan definisi awam yang dirumuskan skripsi mengandung komponenpengertian berikut : karya tulis ilmiah hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswaberkualifikasi sarjana (Rahyono FX,2010:23). Skripsi merupakan syarat seorangmahasiswa menyelesaikan pendidikan sarjananya dengan tujuan agar mahasiswa mampumenyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswayang mampu menulis skripsi dianggap mampu memadukan pengetahuan danketrampilannya dalam memahami, menganalisis, menggambarkan dan menjelaskanmasalah yang berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. Skripsi merupakanpersyaratan untuk mendapatkan status sarjana (S1) di setiap Perguruan Tinggi Negeri(PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di Indonesia. Menurut kamusbesar bahasa Indonesia, skripsi diartikan sebagai suatu karangan ilmiah yang diwajibkansebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis.Permasalahan mulai muncul ketika mahasiswa merasa tidak cukup mampu untukmenyelesaikan tugas penulisan skripsi. inilah yang membuat beberapa pihakmemanfaatkan kesempatan untuk sekedar membuka jasa pengetikan ataupun melayanipengolahan data. Selain itu muncul juga jasa pembuatan skripsi yang semakin bertebarandan mudah untuk ditemui. Jika dahulu mungkin dilakukan dengan sembunyi-sembunyi,dan informasi di sebarkan dari mulut ke mulut, maka saat ini jasa penulisan skripsidengan mudah diakses oleh mahasiswa melalui internet. Hanya dengan memasukkan katakunci “konsultasi skripsi” dengan mesin pencari, hasilnya adalah 23.400 file padawww.yahoo.com, 90.300 file pada www.google.com. Bahkan para penyedia jasapembuatan skripsi tidak segan untuk menempel iklan di beberapa tempat misalnyadinding atau pohon di sekitar kampus. Jasa seperti ini seolah-olah dilegalkan, karenatidak pernah terdengar ada yang biro jasa skripsi yang dimeja hijaukan. Fenomena jokiskripsi hadir karena adanya permintaan dan penawaran. Sistem yang dibangun duniapendidikan ternyata memuat kekuatan-kekuatan pasar yang terbilang anomin (Wahono,2001:4-9).Ada berbagai alasan mengapa joki skripsi menjadi hal yang makin marak dan jasaini diminati oleh mahasiswa tingkat akhir. Menurut Nugroho, Dosen Fakultas IlmuPendidikan (FIP) Unnes, ada tiga variabel yang menyebabkan maraknya bisnis jokiskripsi. Yakni kultur akademik yang rendah, adanya pelaku pasar (para joki), sertaregulasi yang tidak jelas. Regulasi pemerintah juga menjadi problem tersendiri.Pemerintah memaksakan agar kuantitas lulusan perguruan tinggi meningkat. Program ituditangkap secara jeli oleh perguruan tinggi dengan menyelenggarakan perkuliahan"instan", model ekstensi atau semester pendek. Alhasil, perguruan tinggi menjadiprodusen sarjana berkualitas fast food. (Suara Merdeka, 21 April 2005). Programperkuliahan ekstensi banyak dinilai menjadi salah satu faktor mengapa joki skripsi tetapberjaya di tengah-tengah masyarakat. Bisnis joki skripsi ini kian menyeruak saatperguruan tinggi ramai-ramai membuka program ekstensi. (Suara Merdeka, 14 April2005, hal 10).Alasan lain mengapa joki skripsi kian marak juga tidak lepas dari dosenpembimbing yang kurang maksimal dalam memberikan pelayanan pada mahasiswa.Wakil Direktur Bidang Akademik Sekolah Pascasarjana UGM menyatakan, ketikapembimbing itu overload, punya kesibukan yang banyak di luar kegiatan belajarmengajarmaka ada kecenderungan di dalam menyikapi tugas pembimbingan hanyasebagai rutinitas yang harus dia lakukan. Akhirnya, dosen-dosen pembimbing akancenderung untuk kemudian menjadi stereotipik. (Edhi Martono, 2009).1.2 Perumusan MasalahRumusan masalah yang dapat ditarik dari hal ini adalah : Bagaimanakah modus parapenyedia jasa joki skripsi?1.3 JudulMenguak joki skripsi di Perguruan Tinggi1.4 TujuanProgram ini dibuat untuk menginvestigasi praktek joki skripsi yang dilakukan olehmahasiswa S1 di Semarang.1.5 Penayangan karya bidangProgram : Target InvestigasiStasiun TV : Cakra TV SemarangPenayangan : Senin, 19.00-19.30 WIB1.6 Analisis target audiensPenayangan karya bidang ini akan ditayangkan di salah satu stasiun TV lokal diSemarang yaitu Cakra TV. Cakra TV Semarang merupakan salah satu stasiun televisilocal Semarang yang dimiliki oleh Indonetwork yang saat ini mempunyai beberapaprogram tayangan berita yang berkonten lokal cukup tinggi dan dinilai memiliki peluanguntuk dapat menayangkan program investigasi karya bidang tersebut. Target audienceCakra Semarang TV:Jenis Kelamin : Pria dan WanitaUmur : Primer 15-65 tahunSekunder <14 tahunTersier > 65 tahunDapat disimpulkan bahwa audiens Cakra Semarang TV merupakan masyarakat di usiaproduktif sehingga karya bidang berupa investigasi ini nantinya dapat disaksikan olehmasyarakat dari berbagai lapisan umur untuk dijadikan pengalaman dan pengetahuan.1.7 Durasi30 menit durasi penayangan di Cakra TV dengan rincian sebagai berikut:-Video : 26 menit-Iklan : 3 menit-Credit title : 1 menit1.8 Signifikansia. AkademisInvestigasi dibuat dalam bentuk video berdurasi 30 menit, merupakan salah satu bagiandari aplikasi mata kuliah konsentrasi jurnalistik yaitu Produksi Berita TV dan JurnalistikInvestigasi. Diharapkan karya bidang ini dapat memberikan kontribusi dalam bidangjurnalistik.b. PraktisSecara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang fenomenajoki skripsi. Investigasi ini merupakan bentuk aplikasi riil mahasiswa dari berbagai matakuliah seperti : Produksi Berita TV, dan Jurnalisme Investigasi yang sudah diajarkan diperkuliahan, sehingga apa yang telah dipelajari di perkuliahan dapat diaplikasikan dalambentuk karya bidang.c. SosialInvestigasi ini dapat menjadi gambaran bagi masyarakat dan dunia akademik tentangadanya praktek joki skripsi yang mencoreng institusi pendidikan. Selain itu dapat jugamenjadi referensi bagi orang tua, tenaga pendidik, dan mahasiswa agar menghindaripraktek perjokian skripsi untuk memperbaiki kualitas pendidikan.SEKILAS BISNIS JOKI SKRIPSI DAN PROGRAM TARGET INVESTIGASIBanyaknya perjokian skripsi dapat dilihat dari berbagi sisi, secara sosiologis, Soekantomenyebutkan bahwa maraknya perjokian skripsi merupakan salah satu budaya tanding terhadapkultur akademik perguruan tinggi, yang muncul dalam bentuk penyimpangan ataupenyelewengan (Soekanto,1995:190-191). Penyimpangan layanan bimbingan skripsi dianggapsebagai praktek penyelewengan di dunia akademik. Penulisan skripsi menjadi pranata sosialyang menuntut mahasiswa untuk dapat menyelesaikannya..Dari hasil survei maka, banyak data dan informasi yang membantu dalam menelusurilayanan perjokian skripsi. Berdasarkan penelusuran, cara pemasaran yang dilakukan oleh biropenyedia layanan bimbingan skripsi ini adalah dari mulut ke mulut. Selain itu untuk menunjangpemasaran bisnisnya, para penyedia jasa ini memasang iklan di jalan-jalan yang mudah dilihatorang bahkan ada juga yang memasang iklan di media massa seperti surat kabar. Cara klienmelakukan komunikasi juga dapat dilakukan melalui SMS dan juga telfon untuk membuat janjidan jadwal pertemuan. Sedangkan untuk proses bimbingan,klien dapat bertatap muka langsungdengan pembimbing yang telah ditunjuk atau dapat juga memalui email. Email menjadi andalankarena merupakan sarana yang praktis untuk mengirimkan data-data, sehingga pemakai jasahanya cukup berkonsultasi melalui email, apabila ada revisi maka hanya cukup denganmengirimkan melalui email saja. Waktu bimbingan dapat ditentukan bersama, klien dapatdengan mudah kapanpun menghubungi pembimbing atau joki skripsinya. Berbeda denganpembimbing dari kampus yaitu dosen yang memberikan batasan waktu untuk konsultasi,penyedia layanan joki skripsi menyediakan waktu secara maksimal bagi para kliennya. Waktulayananpun 2-3 kali pertemuan dalam satu minggu dengan durasi 1-2 jam dalam tiappertemuannya.Para penyedia layanan bimbingan skripsi ini rata-rata mampu mengerjakan skripsi parakliennya selama kurang dari satu semester, apabila semakin sering melakukan bimbingan, makasemakin cepat proses penyelesaian skripsi tersebut. Jaminan ini yang menjadi titik kuncikepuasan para pengguna jasa joki skripsi. Penyedia jasa layanan bimbingan atau pembuatanskripsi menerima berbagi bidang dalam pengerjaan skripsi, hanya saja tarif yang ditawarkanpunberagam tergantung tingkat kesulitan, bidang hukum berbeda tarif dengan bidang teknik, begitujuga penelitian kualitatif akan berbeda dengan kuantitatif. Joki skripsi memberikan garansi mulaidari dari pemilihan judul, revisi tiap bab, bahkan hingga revisi setelah ujian skripsi. Pengarahanjuga diberikan sebelum klien menghadapi sidang supaya klien benar-benar mempersiapkan diriuntuk menghadapi sidang.Cakra Semarang TV memiliki jam siaran sebanyak 17 jam per harinya dimulai pukul06.30- 23.30 WIB. Cakra Semarang TV memiliki tak kurang dari 30 program acara. Targetinvestigasi sendiri, termasuk dalam salah satu program Cakra Semarang TV. Program ini tayangsetiap hari Senin pukul 19.00- 19.30 WIB. Target Investigasi adalah program yang mengulassecara mendalam mengenai suatu peristiwa atau isu yang hangat untuk disajikan dengan formatinvestigasi. Penayangan karya bidang kami dalam program Target Investigasi sangat tepat karenaprogram tersebut khusus menayangkan reportase investigasi.PELAKSANAAN, EVALUASI, DAN ANALISISJurnalisme investigatif adalah sebuah terminologi yang memberikan atribut penyelidikan,keingintahuan dan misi tertentu dari para wartawannya. Penelusuran fakta dalam pada jurnalismeinvestigasi didasarkan pada keinginan wartawan untuk mengetahui sesuatu, bukan seperti liputanregular seperti pada bentuk jurnalisme biasa. Penelusuran fakta dilakukan untuk memaparkankebenaran. Kebenaran yang ditemukan mempunyai tujuan untuk memperbaiki suatu keadaan didalam masyarakat yang salah. Jurnalisme investigasi mengungkap kebenaran dengan landasannilai-nilai moral.Tujuan reportase investigasi adalah sebagai berikut:1. Mengungkapkan informasi yang menyangkut kepentingan masyarakat, sehinggamasyarakat dapat berpartisipasi mengambilo keputusan2. Tidak hanya menyampaikan hal-hal yang secara operasional tidak sukses, namun jugasampai pada konsep yang keliru3. Beresiko tinggi dan bisa menimbulkan kontroversi, kontradiksi hingga konflik. Olehkarenanya harus menggali bahan-bahan yang dirahasiakan4. Karena beresiko tinggi, maka sebelumnya harus dipertimbangkan lebih dulu manfaat dankerugian bagi pihak-pihak yang terlibat5. Diperlukan idealisme, integritas, sikap adil, tenang dan tidak emosional pada diriwartawan maupun medianya.Tahap kerja wartawan investigasi:1. Tahap Pra ProduksiTahapan ini merupakan tahap awal dimana dilakukan persiapan perencanaan.Dimulai dari munculnya ide hingga pengembangan ide tersebut. (Darwanto, 2007; 175).Dalam pengembangan ide-ide awal, diperlukan langkah-langkah untuk mengumpulkandata awal.2. Tahap ProduksiPembuatan janji dengan narasumber dan pemilihan lokasiPenulis membuat janji dengan narasumber untuk melakukan wawancara dengan paranarasumber. Ada beberapa narasumber yaitu pengguna jasa joki skripsi, joki skripsi,pakar pendidikan dan psikolog.3. Pasca ProduksiPenulis sebagai reporter pada tahap paska produksi bertugas sebagai presenteryang menyajikan acara. Pengambilan gambar dilakukan sebanyak 2 kali, pertamapengambilan gambar dilakukan di rumah Amelia, namun karena oleh produser TargetInvestigasi dirasa kurang maka untuk pembuka dan penutup dirubah dengan melakukanpengambilan gambar ulang yaitu di kampus salah satu kampus perguruan tinggi swasta.Pemilihan lokasi dilakukan oleh pihak Cakra TV. Dalam tahap ini video sudah siapditayangkan karena sudah pada tahap akhir dan pihak dari Cakra TV bersediamenayangkan karya tersebut pada hari Senin 17 Juli 2013.SIMPULAN DAN SARANDalam karya bidang berbentuk produk jurnalistik dengan format video investigasi ini, adabeberapa kesimpulan yang dapat diambil selama proses pengerjaan yang dimulai dari tahap praproduksi, produksi, dan paska produksi.4.1 Kesimpulan1. Sebagai ReporterPenulis yang menjadi reporter melaksanakan tugas mulai dari mencari informasi,melakukan wawancara dan juga mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama kuliahkhusunya dalam mata kuliah jurnalistik investigasi.2. Sebagai EditorPenulis memegang tanggung jawab sebagai editor dengan meminta bantuan daripihak luar sebagai operator edit yang bekerja saling membantu dengan penulis dalamproses editing video. Proses editing ini dilakukan selama kurang lebih 2 minggu dandisesuaikan dengan naskah.4. 2 SaranBagi reporter selanjutnya: mempersiapkan diri sebaik mungkin dan mempertajaminformasi yang diperoleh dari narasumber yang ada. Dalam melakukan pengamatanlangsung dilapangan, siapkan catatan. Bagi editor selanjutnya: editor harus lebih jelidalam melakukan proses pemilihan gambar.Daftar PustakaDarwanto. (2007). Televisi Sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta: PustakaBelajar.Gaines, William. C. (2007). Laporan Investigasi untuk Media. Jakarta: ISAI.Kovach, Bill., dan Rosenstiel, Tom. (2006). Sembilan Elemen Jurnalisme.Jakarta: Yayasan Pantau.Laksono, Dhandy D. (2009). Menyingkap Fakta: Panduan Liputan InvestigasiMedia Cetak, Radio, dan Televisi. Jakarta: AJI.Muda, Deddy Iskandar. (2003). Jurnalistik Televisi. Bandung: Rosdakarya.Sanaky, Hujair dkk. (2011). Academics Underground. Yogyakarta: PusatStudi Islam UII.Santana K, Septiawan.( 2003). Jurnalisme Investigatif. Jakarta: YayasanObor.Santana K, Septiawan. (2005). Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: YayasanObor.Suhandang, Kustadi. (2004). Pengantar Jurnalistik. Bandung: PenerbitNuansa.Vivian, John. (2008). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana.
Representasi Sosok Anak-Anak Pedalaman Papua dalam Film Denias, Senandung di Atas Awan Daeng Lanta Mutiara Rato R; Triyono Lukmantoro; Nurul Hasfi
Interaksi Online Vol 1, No 3: Agustus 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.306 KB)

Abstract

Representasi Sosok Anak-Anak Pedalaman Papua dalam Film Denias,Senandung di Atas AwanJUDUL : Representasi Sosok Anak-Anak Pedalaman Papuadalam Film Denias, Senandung di Atas AwanNAMA : Daeng Lanta Mutiara Rato RasanaeNIM : 14030110151029ABSTRAKFilm adalah media populer yang digunakan tidak hanya untuk menyampaikanpesan-pesan, tetapi juga menyalurkan pandangan-pandangan kepada khalayak.Perkembangan film Indonesia menjadikan para pembuat film semakin kreatifmengangkat tema dan subjek film, salah satunya tentang anak-anak pedalaman.Ini yang membuat Alenia Pictures memproduksi Denias, Senandung di AtasAwan. Film ini menjadi tema segar di tengah sedikitnya film anak-anak nasional,yang semuanya berlatar kota metropolitan. Film yang diproduksi tahun 2006 inimenceritakan perjuangan anak-anak pedalaman Papua mengejar pendidikan.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui representasi sosok anak-anakpedalaman Papua. Dengan tipe penelitian kualitatif, penelitian menggunakananalisis semiotika. Teknik analisis data menggunakan konsep Kode-Kode Televisiyang dikemukakan John Fiske. Analisis dilakukan dengan tiga level, yakni levelrealitas, level representasi, dan level ideologi. Level realitas dan level representasidianalisis secara sintagmatik, sedangkan analisis secara paradigmatik untuk levelideologi.Hasil penelitian menemukan bahwa anak-anak pedalaman Papuadigambarkan sebagai Other, seperti halnya stereotip terhadap ras kulit hitam.Stereotip ini digambarkan primitif, miskin, bodoh, dan suka berkelahi. Sangatmungkin bagi pembuat film untuk mengonstruksi realitas agar dapatmenempatkan ideologi-ideologi. Di sini, pembuat film menggunakan anak-anaksebagai alat penyalur ideologi dominan. Pendidikan membuat peradaban danpemikiran anak-anak pedalaman lebih modern. Film ini juga menonjolkan sisinasionalis seorang anak pedalaman Papua, serta menjunjung peran militer secarapositif. Konstruksi realitas dilakukan dengan menghilangkan fakta tentang konfliksosial politik di Papua. Selain berusaha mengajak penonton anak-anak semangatbersekolah, film ini juga menyiratkan makna yang kuat bahwa Papua adalahbagian dari wilayah Indonesia yang tidak boleh dipisahkan.Kata kunci: film, representasi, anak-anak, PapuaTITLE : Representation of Papua Inland Children Figure onDenias, Senandung di Atas AwanNAME : Daeng Lanta Mutiara Rato RasanaeNIM : 14030110151029ABSTRACTMovie is popular media that is used not only to convey messages, but also to leadideas to public. Indonesia movie development causes the movie makers gettingcreative in raising movie themes and subjects, one of them is about the inlandchildren. This is the reason why Alenia Pictures produced Denias, Senandung diAtas Awan. The movie becomes a fresh theme in the middle of some nationalchildren movies, which all are set in metropolitan cities. The movie was producedin the year 2006, tells about the Papua inland children who struggle to reacheducation.The research aims to determine the representation of Papua inland childrenfigure. With qualitative type, the research uses semiotics analysis. Data analysistechnique applies the concept of Television Codes put forward by John Fiske. Theanalysis is applied by three levels, namely reality level, representation level, andideology level. Reality and representation level are sintagmatically analyzed,whereas paradigmatically analyzed for ideology level.The final results of the research find out that Papua inland children aredescribed as Other, just as the stereotypes of black race. The stereotypes aredescribed as primitive, poor, foolish, and fight a lot. It is very possible for moviemaker to construct reality so they can put down ideologies. Here, movie makeruse the children as a medium for dominant ideology. Education makes theircivilization and ideas get a little more modern. The movie also shows up theirnationalist side, and positively give a full respect for military role as well. Theconstruction of reality is attempted by missing the facts about social politicconflict in Papua. Beside attempting to invite the children audience to be schoolspirited,the movie implies a strong meaning that Papua is part of Indonesiaterritories that may not be separated.Keyword : movie, representation, children, PapuaPENDAHULUANMedia audio visual telah menjadi bentuk hiburan yang banyak digunakankhalayak, salah satunya film. Selain berfungsi menghibur, film diproduksi sebagaipenyalur pesan dari pembuat film kepada khalayak. Dalam perkembangan filmIndonesia pada kurun dekade terakhir, pembuat film semakin kreatifmengeksplorasi tema-tema baru. Tak hanya menyampaikan pesan, pembuat filmpun meletakkan ideologi-ideologi. Tujuannya selain agar penonton menerimapesan yang dimaksud, juga agar ideologi-ideologi tersebut terserap dan menempeldi benak penonton. Ini menjadikan film sebagai salah satu media komunikasimassa yang efektif.Pembuat film tentu menyadari benak penonton anak-anak dengan mudahmenyerap apa yang mereka lihat dan dengar. Namun, pembuat film juga perlumemilih tema yang sesuai dan disukai anak-anak, yakni film yang mengandungpesan moral dan bertema petualangan. Menurut analisis Heru Effendy (2008: 28),kelompok remaja maupun anak adalah sasaran empuk bagi film-film denganmuatan pendidikan yang baik. Dari segi ekonomis, bisa dideskripsikan bahwalebih dari separuh penonton film Indonesia di bioskop saat ini adalah remaja. Disisi lain, jumlah anak-anak tidak sebanyak remaja, hingga film anak-anak yangdiproduksi tidak sampai 5% dari total produksi film Indonesia.Rumah produksi Alenia Pictures menemukan celah baru yang selama inibelum dirambah film lain. Film Denias, Senandung di Atas Awan menjadi debutAlenia sekaligus film anak-anak pertama yang menyorot kehidupan di pedalamanPapua.Film Indonesia tampaknya masih berkiblat pada perfilman Hollywood, dimana kehidupan pedalaman ditampilkan secara kurang beradab atau masihprimitif. Terlebih pada ras kulit hitam, secara global mereka ditampilkan sebagaisosok yang identik dengan kekerasan, bodoh, miskin, dan primitif. Tak jauhberbeda dengan film tentang pedalaman Papua, pembuat film masihmengadopsi—walau walau tak seesktrem—stereotip-stereotip kulit hitamHollywood tersebut.Adalah kewenangan pembuat film untuk membentuk seperti apa realitas dilayar, terlepas dari sesuai tidaknya dengan dunia nyata. Demikian juga dalam filmDenias, Senandung di Atas Awan, menceritakan keinginan anak-anak pedalamanuntuk belajar, meski hanya di sekolah darurat yang berbentuk Honai sederhana.Denias dan teman-temannya diceritakan sangat akrab dengan seorang TNI-AD,dikenal dengan nama Maleo, yang bertugas di desanya.Namun tak dapat dipungkiri, sebagai daerah yang sedang mengalamikonflik, Papua ada dalam pengawasan TNI. Menurut laporan Human RightsWatch (HRW) pada 2007, wilayah pegunungan/dataran tinggi Papua telah lamamenjadi wilayah konfrontasi antara militer dan polisi Indonesia dengan sel-selkecil Organisasi Papua Merdeka (OPM), sebuah organisasi politik bawah tanahyang didirikan sejak tahun 1965. Organisasi rahasia ini telah berulang kalimelakukan serangan terhadap instalasi militer Indonesia, sementara militerIndonesia dengan gencar melakukan sweeping hingga ke daerah-daerah palingterpencil untuk memberantas kaum yang disebut pemberontak ini. Sweeping yangdilakukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak jarang disertai penjarahan,perusakan barang milik penduduk setempat bahkan tindak kekerasan hinggapemerkosaan dan pembunuhan terhadap rakyat sipil. Menurut laporan terbaruHRW, pengawasan militer untuk daerah dataran tinggi Papua jauh lebih intensifdari daerah-daerah lain di Papua(http://pravdakino.multiply.com/journal/item/24?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem diakses 4 Juli 2012).Mengesampingkan fakta-fakta tentang perlakuan kekerasan TNI di tanahPapua terhadap rakyat sipil, dalam Denias, Senandung di Atas Awan, sosok TNIADyang dipanggil Maleo (diperankan Ari Sihasale) justru sangat akrab dengananak-anak. Maleo merupakan salah satu tokoh panutan Denias yang mengantarsemangatnya mengejar mimpi ke sekolah fasilitas di kota.Di balik kesuksesan Denias, Senandung di Atas Awan menyentuh emosipenonton dalam kegigihan Denias untuk menuntut ilmu, film ini justrumenempatkan—tak hanya orang dewasa Papua seperti film-film sebelumnya,tetapi juga—anak-anak dalam ke-inferioritas-an. Alenia Pictures nampaknyaberhasil menggambarkan keoptimisan seorang anak meraih pendidikan sembarimenjual keibaan terhadap anak-anak Papua itu sendiri. Yang artinya, realitas yangdiadaptasi dari film ini berhasil dikonstruksi sedemikian rupa sehinggamembelokkan stereotip-stereotip miring terhadap orang-orang Papua, menjadilebih beradab lewat sosok anak-anak yang mengejar pendidikan. Namun tetap,terpinggirkan dan inferior bahkan di kampung halamannya sendiri.Berdasarkan sosok orang Papua yang ditampilkan sacara tidak mengancamseperti ini, maka penelitian merumuskan permasalahan tentang representasi sosokanak-anak pedalaman Papua dalam film Denias, Senandung di Atas Awan.ISIPenelitian ini menggunakan tipe deskriptif kualitatif dengan analisis semiotika,yakni menganalisis teks media sebagai suatu kesatuan struktur untuk melihat danmembaca makna yang terkandung di balik teks. Untuk meneliti respresentasisendiri menggunakan tanda (gambar, bunyi dan lain-lain) untuk menghubungkan,menggambarkan, memotret, atau mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindera,dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu (Danesi, 2010: 24).Data yang diperoleh untuk melakukan penelitian ini berdasarkanpengamatan dan pengkajian pada film Denias, Senandung di Atas Awan, denganteknik analisis kode-kode televisi John Fiske. Kode-kode ini meliputi tiga level,yakni level realitas, level representasi, dan level ideologi. Analisis ketiga leveltersebut lebih lanjut akan mengungkapkan bagaimana pembuat filmmerepresentasikan sosok anak-anak pedalaman Papua melalui tanda-tanda,bagaimana realitas dikonstruksi untuk mencapai makna yang mengandungideologi pembuat film.Memahami bagaimana media (termasuk film) merepresentasikan realitas,Croteau dan Hoynes (2000: 214) menjelaskan dalam tiga gagasan. Pertama,representasi bukanlah realitas. Ada proses seleksi di mana terdapat aspek-aspekyang ditonjolkan atau diabaikan. Kedua, media tidak merefleksikan dunia nyata.Disebabkan keterbatasan waktu, sumber daya, atau alasan lain yang tidakmemungkinkan. Ketiga, penggunaan kata nyata. Dalam perspektif konstruksionis,adanya pembingkaian isu menyebabkan representasi realitas tidak pernah benarbenarnyata.Bagi penonton anak-anak yang terbiasa dengan pemandangan kotametropolitan, film ini memiliki daya tarik sendiri. Pembuat film sengajamengenalkan Papua dari pemandangan etnografi yang indah dan eksotis,ditambah dengan budaya dan penampilan fisik orang Papua yang berbeda darikita. Perbedaan yang ditonjolkan ini seperti perulangan dari stereotip kulit hitamyang biasa dilihat di film Hollywood, yang oleh Donald Bogle dalam Hall (1997:251) disebut sebagai Other. Dari lima tipe stereotip yakni Tom, Coon, Mullato,Mammies, dan Bad Bucks, dua diantaranya terdapat di film ini. Sosok Denias yanglugu jelas dikategorikan pada tipe Tom. Karakternya adalah anak baik hati danpatuh, sering dianiaya Noel, tidak pernah melawan orang kulit putih(direpresentasikan pada sosok Maleo, Pak Guru, Ibu Gembala, dan Angel), gigihnamun pasrah ketika menyadari usahanya tidak membuahkan hasil. Karakter inicukup berhasil diperankan dengan baik oleh Albert Fakdawer hingga film inimendapat banyak pujian karena sukses menarik simpati penonton. Tapisebaliknya, karakter Noel yang suka berbuat onar mendekati tipe Bad Bucks.Meskipun di akhir cerita, anak nakal ini kapok dan menjadi anak baik sepertiDenias.Pengamatan menemukan bahwa pembuat film dekat dengan pemikirandominan bahwa Papua masih inferior. Tampak dari bagaimana realitas yangdirepresentasikan masih terkait dengan stereotip tentang Papua. Stereotip terkaitdengan pandangan atau judgment atas identitas, baik kondisi fisik, jender, ras,maupun politik. Sederhananya, menurut Richard Dyer (dalam Hall 1997: 257),stereotip didefenisikan sebagai karakteristik yang simpel, gamblang, dapat diingat,mudah diserap, umum dikenal tentang seseorang atau kelompok tertentu.Meskipun melalui karakter polos anak-anak, kepedalaman mereka ditonjolkandengan budaya dan adat yang primitif. Hal utama yang mudah ditangkap sebagaisisi primitif di film Denias, Senandung di Atas Awan tampak menonjol dalampenampilan fisik sebagai penanda tubuh. Bahkan kamera sering mengambilgambar penampilan ini secara close up. Penduduk lokal di latar pedalamantampak menonjol dengan kulit hitam dan penampilannya yang hampir telanjangkarena hanya berpakaian untuk menutupi alat kelaminnya saja. Pakaian ini berupakoteka pada laki-laki, dan sadli pada perempuan. Semuanya bertelanjang dada.Perbedaan dalam merepresentasikan tubuh ini menjadi bukti nyata akan perbedaanras. Ras dianggap sebagai fakta sosial, sebuah bukti diri atas identitas dan karaktermanusia. Di sisi lain, pembuat film memperhatikan sisi estetika berpakaian yangmenyesuaikan budaya kota, yaitu dengan memperlihatkan pakaian menutup auratpada tokoh-tokoh utama film. Selain itu, kehidupan pedalaman Papua yang miskinjuga ditampilkan di film ini. Diceritakan dari hambatan Denias dan Enos masuksekolah fasilitas di kota karena mereka bukan anak siapa-siapa.Kurangnya akses pendidikan di pedalaman direpresentasikan pada sosokanak-anak yang terkesan bodoh karena kepolosannya. Namun di dalam film,kesan bodoh ini justru dijadikan bahan lelucon untuk penonton. Bahkan Deniasyang tergolong paling cerdas di antara teman-teman desanya tidak bisamembedakan sapi, anjing, dan babi, serta tidak bisa menyusun peta Indonesiadengan benar. Sementara itu, stereotip keras pada watak orang Papua pundirepresentasikan pada anak-anak pedalaman ini. Denias dan Noel diceritakanbermusuhan dan mudah terpancing emosi yang berbuntut adu fisik. Teman-temanmereka, bukannya melerai, justru menonton perkelahian mereka dengan senang.Sedangkan secara tersirat, pembuat film memasukkan ideologi ataupandangan dominan. Lewat sosok anak-anak penuh semangat sekolah yangdisajikan di film Denias, Senandung di Atas Awan, Papua terlihat sangat damai.Namun di sinilah ideologi diletakkan, dan dikonstruksi melalui representasi,hingga memunculkan makna baru bagi penonton. Fiske (1987: 11) menyatakankita ini telah menjadi generasi pembaca yang dikonstruksi oleh teks, bahkanmenurut Althusser (1971), konstruksi subjek-dalam-ideologi merupakan praktikideologi utama pada masyarakat kapitalis, yang kemudian disebut ideologidominan. Ini mengapa banyak penonton simpati dengan film ini, karena maknadari pesan pembuat film tersalurkan.Adanya tokoh Maleo, Ibu Gembala, dan Pak Guru menjadi tandaberlakunya ideologi dominan di film ini. Ketiganya tokoh penting bagi hidupDenias, ketiganya pula diceritakan berasal dari Jawa. Di sini pembuat filmmemposisikan Jawa sebagai role model bagi anak-anak pedalaman Papua.Terdapat oposisi biner antara pemikiran anak-anak dan orang dewasa dipedalaman Papua tentang Jawa. Pemikiran anak-anak pedalaman Papua sudahlebih terbuka, maju, dan modern dibanding para orang tua yang kolot. Deniasmemandang belajar di sekolah adalah sebuah keharusan. Denias dan temantemannyabahkan mendambakan seragam merah-putih agar bisa seperti anak-anaksekolah di Jawa. Sementara ayah Denias, Samuel, dan kepala suku berkerasmenilai belajar adalah kewajiban anak-anak di Jawa, tak perlu diterapkan dipedalaman Papua. Ideologi yang disampaikan dalam film ini adalah pandanganmodernisme, yaitu dengan menyetarakan Papua dengan Jawa, tetapi tetapmerendahkan Papua dengan stereotip-stereotip atas Other yang mengacu padarasisme.Ada pun bagi penonton dewasa yang sedikit banyak mengertikompleksnya konflik yang terjadi di Papua, representasi ke-Indonesia-an yang adadi film ini jelas sebuah konstruksi yang berlebihan. Namun bagi penonton anakanak,yang dalam pelajaran di sekolahnya dipatenkan bahwa Papua, yang dulubernama Irian Jaya ini, adalah bagian dari Republik Indonesia, representasinasionalisme di film ini tidak mengada-ada. Berdasarkan argumen Ernest Gellnerdan Hobsbawn dalam Billig (2002: 19), nasionalisme sangat terkait dengankonsep negara-bangsa, yang mana di kondisi ini prinsip politik terlihat alami.Lingkup negara-bangsa adalah segala bentuk karakter dasar tentang modernitas.Sementara sejarawan Watson dan Johnson menyebut munculnya rasa patriotismedan loyalitas. Begitu nasionalisnya seorang Denias, bocah ini hormat di hadapanpeta Indonesia dari kertas karton meski dengan susunan pulau yang salah. Deniasjuga menyanyikan reffrain lagu Indonesia Raya dengan baik, walaupun denganlafal yang keliru: Endonesa. Anak-anak pedalaman ini pun senang bukan kepalangsaat Maleo memberikan masing-masing seragam merah-putih.Dari Maleo pula anak-anak ini belajar tentang Indonesia. Peran Maleo difilm ini tidak menunjukkan fungsi seorang tentara yang bertugas, karenakeberadaannya di desa Denias lebih pada misi sosial. Satu-satunya identitastentara Maleo yang terlihat jelas hanya pada saat ia mengenakan seragamprofesinya dengan lengkap. Menengok beberapa pemikiran Louis Althusser(1969), ideologi diproduksi pada subjek, seperti halnya pemaknaan representasi.Pada masyarakat kapitalis, Althusser menjelaskan pendekatan konseptual peranideologi (Wayne, 2005: 88). Repressive State Apparatus (RSAs) atau AparatusNegara Represif dan Ideological State Apparatus (ISAs) yaitu Aparatus NegaraIdeologis. Kedua pendekatan ini bersama-sama menyokong kekuatan negarauntuk kelas penguasa, dan mempertahankan status quo.Fungsi militer yang ditugaskan di Papua antara lain mengawasi aktivitaswarga setempat. Dari pemberitaan media, kerap terjadi bentrokan antara militerdengan warga sipil. Bahkan berbagai bentuk penindasan hingga pembantaiandilakukan satuan militer, mengakibatkan penderitaan dan tekanan dialami wargasipil. Anak-anak pun menjadi sulit mendapat akses pendidikan karena ketatnyaoperasi militer dijalankan. Dari sini terlihat pendekatan pertama Althusser.Tentara berkuasa, menguasai negara.Anak-anak pedalaman Papua digunakan sebagai alat untuk mengangkatkekuatan militer di Papua, tapi dengan menyinggung sisi lembut seorang militer,yang selama ini identik keras. Jelas bahwa ideologi di sini adalah militerismepemerintah Indonesia, direpresentasikam dengan menjunjung tinggi sosok militersebagai aspek yang ditonjolkan. Dan mengabaikan aspek lainnya seperti apasesungguhnya fungsi militer di tanah Papua, karena dalam film sama sekali tidakditampilkan konflik nyata sedikit pun.PENUTUPFilm ini tidak hanya berusaha menekankan pentingnya pendidikan bagianak-anak, termasuk anak-anak pedalaman Papua. Tetapi juga menyajikankebudayaan Papua, memberi contoh bagaimana menjadi anak Indonesia, hinggamemperkenalkan sosok militer. Penelitian menemukan representasi sosok anakanakpedalaman Papua, juga ideologi-ideologi yang tersimpan di baliknya.a. Anak-anak pedalaman Papua dianggap sebagai Other, yang membedakanmereka dengan anak-anak kita. Perbedaan tidak hanya diperlihatkan dariwarna kulit, tetapi juga kebudayaan, ekonomi, intelektual, dan perilaku.Anak-anak pedalaman berkulit hitam ini direpresentasikan dengankebudayaan primitif, keluarga miskin, tidak pintar, dan suka berkelahi.Representasi atas ke-other-an ini menyiratkan pandangan tentang perbedaanras. Bahwa ras orang Papua masih dianggap lebih rendah dan tidak seberadabkita yang tinggal di Jawa, misalnya.b. Pemikiran anak-anak pedalaman Papua direpresentasikan sudah lebih majudengan menyadari pentingnya pendidikan. Semangat belajar dan menuntutilmu hingga ke kota merupakan bentuk kemajuan peradaban anak-anakpedalaman Papua. Di samping itu, semangat belajar Denias dan teman-temandidorong oleh orang-orang pendatang dari Jawa. Pembuat film memasukkanideologi modernisme, sebagai upaya menyetarakan peradaban Papua denganJawa.c. Pada sosok Denias, anak pedalaman Papua direpresentasikan sebagai pribadiyang nasionalis. Bentuk kecintaannya pada negara ditonjolkan lewatpenghormatan terhadap wilayah Indonesia, seragam sekolah merah-putih,lagu Indonesia Raya, dan upacara bendera. Dengan representasi ini, pembuatfilm mengambil jalan aman, yakni menghilangkan konflik sosial politik diPapua, dan meletakkan nasionalisme sebagai ideologi dominan. Untukmematenkan Papua sebagai wilayah yang tak terpisah dari Negara KesatuanRepublik Indonesia.d. Keseharian hidup anak-anak pedalaman Papua digambarkan tidak lepas dariperan militer. Film merepresentasikan anak-anak pedalaman Papua yangberteman baik dengan TNI-AD yang bertugas di wilayahnya. Keakraban diantara mereka membentuk pencitraan positif militer di Papua. Maka dalamrepresentasi ini terdapat ideologi militerisme, yang mana penontonmenangkap makna bahwa militer adalah pengayom rakyat Papua, berdedikasitinggi untuk misi sosial, antara lain mengusahakan pendidikan yang layakbagi anak-anak pedalaman Papua.DAFTAR PUSTAKABillig, Michael. 2002. Banal Nationalism. London: SAGE Publications.Croteau, David dan William Hoynes. 2000. Media Society: Industries, Images andAudiences. Thousand Oaks: Pine Forge Press.Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra.Effendy, Heru. 2008. Industri Perfilman Indonesia: Sebuah Kajian. Jakarta:Erlangga.Fiske, John. 2001. Television Culture. New York: Routledge.Hall, Stuart. 1997. Representation: Cultural Representations and SignifyingPractices. London: SAGE Publications.Wayne, Mike (ed.). 2005. Understanding Film: Marxist Perspectives. London:Pluto Press.Sumber internet:Veronique. 2008. Problem Representasi dalam Film “Denias, Senandung di AtasAwan”. Dalam http://pravdakino.multiply.com/journal/item/24?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem. Diakses pada 4 Juli 2012.
Strategi Manajemen Media Alternatif Menyelamatkan Eksistensi dan Ideologi di Tengah Pandemi Covid-19 Ulfa Mawaddah Afriliani; Nurul Hasfi
ETTISAL : Journal of Communication Vol 6, No 2 (2021): ETTISAL : Journal of Communication
Publisher : Universitas Darussalam Gontor collaboration with ISKI (Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi Indo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/ejoc.v6i2.6866

Abstract

Pandemi Covid-19 tidak hanya berimbas pada media arus utama, namun juga media alternatif. Sebagai media yang tidak berbasis profit, dan tidak memiliki finansial yang kuat layaknya arus utama, tentu masa pandemi Covid-19 membuat eksistensi media alternatif semakin terancam. Untuk itu, media semacam ini memerlukan suatu strategi manajemen media sebagai upaya menyelamatkan eksistensi dan idealisme mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi manajemen media alternatif Serat.id dalam bertahan selama masa pandemi Covid-19. Sebagai upaya mengidentifikasi strategi yang digunakan Serat.id, penelitian ini mengacu pada model manajemen media milik Rahmitasari dan Comedia. Metode penelitian yang digunakan yakni kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi non partisan, wawancara mendalam dengan Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan Social Media Officer, selanjutnya melakukan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi manajerial yang dilakukan Serat tidak sepenuhnya terimplementasi. Hal tersebut disebabkan berbagai faktor yang menjadi penghambat seperti keterbatasan sumber daya manusia, baik dari segi skill maupun waktu. Di sisi lain, strategi yang sudah mereka implementasikan hingga mampu mempertahankan posisi mereka adalah fellowship untuk mensupport dana operasional para jurnalis. Kekuatan fellowship yang dipilih Serat.id dalam menjaga stabilitas medianya di tengah pandemi Covid-19, menjadi temuan berbeda dan unik dari strategi manajemen media yang digunakan di penelitian sejenis lainnya dalam konteks mempertahankan eksistensi. Cara tersebut terbukti mampu membantu menyokong ruang publik Serat.id tanpa harus mempertaruhkan batasan komitmen ataupun ideologi sebagai media alternatif.Abstrak Pandemi Covid-19 tidak hanya berimbas pada media arus utama, namun juga media alternatif. Sebagai media yang tidak berbasis profit, dan tidak memiliki finansial yang kuat layaknya arus utama, tentu masa pandemi Covid-19 membuat eksistensi media alternatif semakin terancam. Untuk itu, media semacam ini memerlukan suatu strategi manajemen media sebagai upaya menyelamatkan eksistensi dan idealisme mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi manajemen media alternatif Serat.id dalam bertahan selama masa pandemi Covid-19. Sebagai upaya mengidentifikasi strategi yang digunakan Serat.id, penelitian ini mengacu pada model manajemen media milik Rahmitasari dan Comedia. Metode penelitian yang digunakan yakni kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi non partisan, wawancara mendalam dengan Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan Social Media Officer, selanjutnya melakukan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi manajerial yang dilakukan Serat tidak sepenuhnya terimplementasi. Hal tersebut disebabkan berbagai faktor yang menjadi penghambat seperti keterbatasan sumber daya manusia, baik dari segi skill maupun waktu. Di sisi lain, strategi yang sudah mereka implementasikan hingga mampu mempertahankan posisi mereka adalah fellowship untuk mensupport dana operasional para jurnalis. Kekuatan fellowship yang dipilih Serat.id dalam menjaga stabilitas medianya di tengah pandemi Covid-19, menjadi temuan berbeda dan unik dari strategi manajemen media yang digunakan di penelitian sejenis lainnya dalam konteks mempertahankan eksistensi. Cara tersebut terbukti mampu membantu menyokong ruang publik Serat.id tanpa harus mempertaruhkan batasan komitmen ataupun ideologi sebagai media alternatif.
The Crisis Management Experiences of Female Media Leaders During The Pandemic Amida Yusriana; Sunarto Sunarto; Nurul Hasfi
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol 25 No 2 (2021): Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Publisher : Balai Pengembangan SDM dan Penelitian Komunikasi dan Informatika (BPSDMP Kominfo) Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46426/jp2kp.v25i2.164

Abstract

The Covid-19 pandemic entered Indonesia in February 2020, one month later most of the institutions changed their work policies. Business processes have also changed. Leaders at all levels are tested to be adaptive to unpredictable conditions, including the media business which is also affected by the effects of the pandemic. The leaders of female countries have shown good performance, as evidenced by the number of countries they lead that have succeeded in reducing the number of Covid-19 transmissions. Women leaders are considered to be more responsive and quick. Even so, how the experiences of women leaders at other leadership levels have not been well covered in any media. So this study will try to understand the experiences of female media leaders during the pandemic in 2020 as well as the initial steps for crisis management. This study uses a critical paradigm with a descriptive approach. The theory used is Standpoint Theory developed by Sandra Harding and Julia T. Wood and Crisis Management. This theory seeks to understand the world through women's eyes. The method used is critical phenomenology. The results showed that women as media leaders act quickly, utilize technology, and adapt business processes. Apart from that, it puts forward four crisis management steps in its implementation.
Omnibus Law Discourse on Television: Support Elite or Public? Hedi Pudjo Santosa; Nurul Hasfi; Triyono Lukmantoro; Himmatul Ulya; Yofiendi Indah Indainanto
Jurnal ASPIKOM - Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 7, No 1 (2022)
Publisher : Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24329/aspikom.v7i1.1017

Abstract

The mass media construct discourses with major impact on the formation of public opinion. This study identifies mass media discourse of the Job Creation Law produced in the 22 television dialogue programs aired by TV One, Metro TV, Kompas TV, and CNN Indonesia. By focusing on indicators of discourses, sources, and duration of speakings this study finds the dominant discourse of positive sentiment towards the Job Creation Law – which is mainly brought by the government elite and businessmen – namely economic improvement and investment. In contrary, television program shaped negatif sentiment of the Law in narrower space – which was brought mainly by activists, academics and laborers – including the Job Creation Law disserve labours, endangers the environment and sighned in unprocerudal mecanism. The data shows that the television dialogue has provide more space for the elite than the public in discussing the controversial issue of the Job Creation Law.
Internet Access and the Potential in Facilitating Online Political Communication of Disabled Nurul Hasfi; Joyo NS Gono; Wiwid Noor Rakhmad
Jurnal ASPIKOM - Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24329/aspikom.v5i1.468

Abstract

Researchers defined Internet as a medium for overcoming the social exclusion of marginal groups, including the disabled. The increasing of the internet penetration in Indonesia should be an opportunity for the group to build inclusive elections. However, in the Indonesian context, non-disabled still controls virtual political space. This paper identifies the potential of the internet as a means of online political participation of disabled groups. Using the case study method in the context of 2018 Central Java Pilgub, researchers conducted in-depth interviews with the disabled, election organizers and disabled educational institutions in the Semarang city. The findings of the study indicate that certain diffables (physical, deaf and mild disabilities) have access to the internet, however there is no access to the interactive political communication. The internet has not functioned optimally as an Assistive Technology (AT) mainly caused by digital divide; skepticism to the internet and limited internet literacy.
Representasi Kepemimpinan Calon Presiden di Twitter Nurul Hasfi; Sunyoto Usman; Hedi Pudjo Santosa
Jurnal ASPIKOM - Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 3, No 2 (2017): Januari 2017
Publisher : Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (571.251 KB)

Abstract