Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

Pengaruh Suhu pada Pengeringan Tepung Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) Sulistiawati, Endah; Santosa, Imam; APS, Yunizar Rizka; Saka, Arya Aji
CHEMICA: Jurnal Teknik Kimia Vol 2, No 2 (2015): Desember 2015
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.335 KB) | DOI: 10.26555/chemica.v2i2.4568

Abstract

Taro flour can be used as an alternative for wheat. This study aims to determine the optimal conditions on the operation of the drying resulting in minimal water content, but did not damage the properties of the desired material. This research will be obtained the parameters that can be used to design a dryer with a larger scale. After the taro peeled, washed, chopped and soaked with a solution of salt. Samples inserted into a dryer equipped with a balance, so that it can be read sample weight at a certain time. The drying process is stopped until the weight remains. The process of making flour baked, steamed after soaking the taro, and then do the drying process as the raw flour. The variables studied were temperature drying. The result showed that higher drying temperatures will accelerate the achievement of equilibrium moisture content, which means the drying operation requires a shorter period of time. Lower values of equilibrium moisture content on 0,02 (g water / g dry matter) can be achieved at a temperature of 90 0C, with a time of 80 minutes.
PEMBUATAN GARAM MENGGUNAKAN KOLAM KEDAP AIR BERUKURAN SAMA Santosa, Imam
SPEKTRUM INDUSTRI Vol 12, No 1: April 2014
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.684 KB) | DOI: 10.12928/si.v12i1.1652

Abstract

Di Indonesia garam sebagian besar diperoleh dari Air Laut yang diuapkan, namun demikian persoalan garam merupakan persoalan nasional yang sampai kini tidak kunjung selesai permasalahannya. Disatu sisi kualitas garam nasional kurang memenuhi syarat sebagai garam industri karena kandungan NaCl-nya kurang 97% disisi lain masih rendahnya kualitas kebersihan garam untuk dikonsumsi sebagai makanan. Untuk mendapatkan garam berkualitas baik maka dikembangkan pembuatan garam menggunakan kolam kedap air berukuran sama. Air laut dari pantai goa cemara dianalisa kandungan ion makronya, dibandingkan dengan standar yang ada. Air laut ditampung dalam wadah taransparan yang lebar dan dalam, diamati penurunan ketinggian tiap hari, untuk menghitung laju penguapan harian. Setelah laju penguapan didapatkan dibuat skema tata letak terpal untuk memproduksi garam dari air laut. Skema ini dicoba dengan skala kecil menggunakan ember. Kemudian hasil garamnya dianalisa secara kualitatif. Hasil analisa densitas air laut dari pantai goa cemara sebesar 1,025 gr/cc dengan kandungan padartan 4,131 gr/100 gr air laut. Secara kuantitatif produksi garamnya 80 % dari laut umumnya karena cukup dekat dengan muara, namun kualitas garam yang dihasilkan lebih bagus karena kandungan sulfat yang kecil. Laju penguapan air laut rata-rata per hari adalah 0,5 cm, pada kondisi cuaca yang cerah. Metoda kolam kedap air menjanjikan masa panen garam yang fleksibel, dapat diaplikasikan dengan baik dan menghasilkan garam dengan kualitas yang baik. Kata kunci : air laut, garam, kolam berukuran sama.
DELIGNIFIKASI BAMBU PETUNG (DENDROCALAMUS ASPER) DENGAN EKSTRAK ABU JERAMI PADI DAN KAYU Sulistiawati, Endah; Santosa, Imam
SPEKTRUM INDUSTRI Vol 10, No 2: Oktober 2012
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3171.198 KB) | DOI: 10.12928/si.v10i2.1631

Abstract

Kebutuhan tekstil di Indonesia terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Selama ini pemenuhan tekstil sebagian besar diimpor dari beberapa negara, antara lain: India, China, dan Jepang. Di sisi lain, Indonesia merupakan negara agraris, dengan limbah pertanian yang melimpah. Juga tanaman bambu tumbuh subur dan banyak terdapat di negeri ini. Keunggulan serat tekstil bambu adalah bersifat antiseptik, tahan terhadap mikroba. Penelitian ini merupakan salah satu langkah dalam pembuatan serat tekstil alami dari bambu petung (Dendrocalamus asper) dan limbah pertanian yaitu abu jerami padi dan kayu, yaitu tahap delignifikasi. Tujuan penelitian ini mencari waktu perendaman bambu dalam ekstrak abu yang memberikan hasil terbaik. Bambu dipotong dan dibelah tipis, berukuran panjang 15 cm, setebal 0,5 mm. Mula-mula sampel bambu ditimbang (antara 12 sampai 57 gram), lalu direndam dalam ekstrak abu (jerami padi dan kayu) sebanyak 500 ml dalam sebuah botol berkapasitas 600 ml dan ditutup. Perendaman dilakukan pada suhu kamar. Waktu perendaman bervariasi dari 4 jam hingga 80 jam. Setelah perendaman selesai, hasil disaring. Sampel filtrat dititrasi untuk diketahui konsentrasi alkali aktifnya. Bambu yang telah direndam lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 110ºC sampai berat tetap. Selisih berat antara bambu awal dan akhir (kering) dihitung, dan dianggap sebagai lignin yang terdegradasi. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa perendaman menggunakan ekstrak abu jerami padi memberikan hasil yang lebih baik dari pada ekstrak abu kayu, karena pengurangan berat padatan lebih besar. Hasil yang tertinggi pada perendaman menggunakan ekstrak abu jerami padi selama 76 jam, dengan selisih berat (basis kering) mencapai 44,5%. Kata kunci: delignifikasi; bambu petung; ekstrak abu.
Kajian Sifat Kimia dan Uji Sensori Tepung Ubi Jalar Putih Hasil Pengeringan Cara Sangrai Santosa, Imam; Winata, Andinni Putri; Sulistiawati, Endah
CHEMICA: Jurnal Teknik Kimia Vol 3, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (689.756 KB) | DOI: 10.26555/chemica.v3i2.9226

Abstract

Currently, the white-sweet potato (Ipomoea batatas L. Lam) has been developed as raw material of flour. The form of semi-finished sweet potato products is dry, durable, and has a long shelf life, such as dried cassava, fructose sugar, alcohol, various flour, starch. This form of semi-finished sweet potatoes can be developed into a variety of forms of processing that is done at the industrial level. The aims of this research were to determine the physical properties and examine the sensory test of sweet potato flour. The research was conducted by roasting at the temperature of  95-100 °C. The results showed that the flour had the water content of 7.63% and ash content of 1.998%. The sensory test performed in this study were color, odor, texture and shape of  the white-sweet potato flour.
Optimasi Proses Pengeringan Cara Sangrai Pada Pembuatan Tepung Ubi Jalar Dengan Suhu Terkendali Santosa, Imam; Sulistiawati, Endah
CHEMICA: Jurnal Teknik Kimia Vol 4, No 2 (2017): Desember 2017
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.321 KB) | DOI: 10.26555/chemica.v4i2.9250

Abstract

Sweet potato (Ipomoea batatas L. Lam) potential to be used as industrial raw materials. Sweet potatoes have a high carbohydrate content that is in the fourth position after rice, corn, and cassava. Sweet potato flour can replace the function of wheat flour because when fermented with yeast will produce CO2 gas, which is needed in texture making and increase the volume of bread. As a raw material for cookies and cakes, the use of sweet potato flour can substitute 100% flour.The study offers a simple drying method and is expected to produce good quality sweet potato flour without chemical treatment. Small pieces or grated sweet potatoes will be roasted at a temperature and for a certain amount of time with oil bath-like tools until they are dry, then bolted.Over 250 grams of yam using a cheese solvent produces good dry chips. The best process at 100 0C takes 60 minutes, resulting in bright chip colors, sweet potato odor, flouriness, and a sweet tinge. 50 grams of purple, white, yellow and yellow honey consumed 90 minutes to 0% moisture content, yielding bright chip color according to original color, slightly sweet potato odor, flouriness, sweet tinge, 32-36,5% of rendemen.
DELIGNIFIKASI BAMBU PETUNG (DENDROCALAMUS ASPER) DENGAN EKSTRAK ABU JERAMI PADI DAN KAYU Endah Sulistiawati; Imam Santosa
Spektrum Industri Vol 10, No 2: Oktober 2012
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3171.198 KB) | DOI: 10.12928/si.v10i2.1631

Abstract

Kebutuhan tekstil di Indonesia terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Selama ini pemenuhan tekstil sebagian besar diimpor dari beberapa negara, antara lain: India, China, dan Jepang. Di sisi lain, Indonesia merupakan negara agraris, dengan limbah pertanian yang melimpah. Juga tanaman bambu tumbuh subur dan banyak terdapat di negeri ini. Keunggulan serat tekstil bambu adalah bersifat antiseptik, tahan terhadap mikroba. Penelitian ini merupakan salah satu langkah dalam pembuatan serat tekstil alami dari bambu petung (Dendrocalamus asper) dan limbah pertanian yaitu abu jerami padi dan kayu, yaitu tahap delignifikasi. Tujuan penelitian ini mencari waktu perendaman bambu dalam ekstrak abu yang memberikan hasil terbaik. Bambu dipotong dan dibelah tipis, berukuran panjang 15 cm, setebal 0,5 mm. Mula-mula sampel bambu ditimbang (antara 12 sampai 57 gram), lalu direndam dalam ekstrak abu (jerami padi dan kayu) sebanyak 500 ml dalam sebuah botol berkapasitas 600 ml dan ditutup. Perendaman dilakukan pada suhu kamar. Waktu perendaman bervariasi dari 4 jam hingga 80 jam. Setelah perendaman selesai, hasil disaring. Sampel filtrat dititrasi untuk diketahui konsentrasi alkali aktifnya. Bambu yang telah direndam lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 110ºC sampai berat tetap. Selisih berat antara bambu awal dan akhir (kering) dihitung, dan dianggap sebagai lignin yang terdegradasi. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa perendaman menggunakan ekstrak abu jerami padi memberikan hasil yang lebih baik dari pada ekstrak abu kayu, karena pengurangan berat padatan lebih besar. Hasil yang tertinggi pada perendaman menggunakan ekstrak abu jerami padi selama 76 jam, dengan selisih berat (basis kering) mencapai 44,5%. Kata kunci: delignifikasi; bambu petung; ekstrak abu.
PEMBUATAN GARAM MENGGUNAKAN KOLAM KEDAP AIR BERUKURAN SAMA Imam Santosa
Spektrum Industri Vol 12, No 1: April 2014
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.684 KB) | DOI: 10.12928/si.v12i1.1652

Abstract

Di Indonesia garam sebagian besar diperoleh dari Air Laut yang diuapkan, namun demikian persoalan garam merupakan persoalan nasional yang sampai kini tidak kunjung selesai permasalahannya. Disatu sisi kualitas garam nasional kurang memenuhi syarat sebagai garam industri karena kandungan NaCl-nya kurang 97% disisi lain masih rendahnya kualitas kebersihan garam untuk dikonsumsi sebagai makanan. Untuk mendapatkan garam berkualitas baik maka dikembangkan pembuatan garam menggunakan kolam kedap air berukuran sama. Air laut dari pantai goa cemara dianalisa kandungan ion makronya, dibandingkan dengan standar yang ada. Air laut ditampung dalam wadah taransparan yang lebar dan dalam, diamati penurunan ketinggian tiap hari, untuk menghitung laju penguapan harian. Setelah laju penguapan didapatkan dibuat skema tata letak terpal untuk memproduksi garam dari air laut. Skema ini dicoba dengan skala kecil menggunakan ember. Kemudian hasil garamnya dianalisa secara kualitatif. Hasil analisa densitas air laut dari pantai goa cemara sebesar 1,025 gr/cc dengan kandungan padartan 4,131 gr/100 gr air laut. Secara kuantitatif produksi garamnya 80 % dari laut umumnya karena cukup dekat dengan muara, namun kualitas garam yang dihasilkan lebih bagus karena kandungan sulfat yang kecil. Laju penguapan air laut rata-rata per hari adalah 0,5 cm, pada kondisi cuaca yang cerah. Metoda kolam kedap air menjanjikan masa panen garam yang fleksibel, dapat diaplikasikan dengan baik dan menghasilkan garam dengan kualitas yang baik. Kata kunci : air laut, garam, kolam berukuran sama.
Optimasi Proses Pengeringan Cara Sangrai Pada Pembuatan Tepung Ubi Jalar Dengan Suhu Terkendali Imam Santosa; Endah Sulistiawati
CHEMICA: Jurnal Teknik Kimia Vol 4, No 2 (2017): Desember 2017
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (353.321 KB) | DOI: 10.26555/chemica.v4i2.9250

Abstract

Sweet potato (Ipomoea batatas L. Lam) potential to be used as industrial raw materials. Sweet potatoes have a high carbohydrate content that is in the fourth position after rice, corn, and cassava. Sweet potato flour can replace the function of wheat flour because when fermented with yeast will produce CO2 gas, which is needed in texture making and increase the volume of bread. As a raw material for cookies and cakes, the use of sweet potato flour can substitute 100% flour.The study offers a simple drying method and is expected to produce good quality sweet potato flour without chemical treatment. Small pieces or grated sweet potatoes will be roasted at a temperature and for a certain amount of time with oil bath-like tools until they are dry, then bolted.Over 250 grams of yam using a cheese solvent produces good dry chips. The best process at 100 0C takes 60 minutes, resulting in bright chip colors, sweet potato odor, flouriness, and a sweet tinge. 50 grams of purple, white, yellow and yellow honey consumed 90 minutes to 0% moisture content, yielding bright chip color according to original color, slightly sweet potato odor, flouriness, sweet tinge, 32-36,5% of rendemen.
Pengaruh Suhu pada Pengeringan Tepung Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) Endah Sulistiawati; Imam Santosa; Yunizar Rizka APS; Arya Aji Saka
CHEMICA: Jurnal Teknik Kimia Vol 2, No 2 (2015): Desember 2015
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.335 KB) | DOI: 10.26555/chemica.v2i2.4568

Abstract

Taro flour can be used as an alternative for wheat. This study aims to determine the optimal conditions on the operation of the drying resulting in minimal water content, but did not damage the properties of the desired material. This research will be obtained the parameters that can be used to design a dryer with a larger scale. After the taro peeled, washed, chopped and soaked with a solution of salt. Samples inserted into a dryer equipped with a balance, so that it can be read sample weight at a certain time. The drying process is stopped until the weight remains. The process of making flour baked, steamed after soaking the taro, and then do the drying process as the raw flour. The variables studied were temperature drying. The result showed that higher drying temperatures will accelerate the achievement of equilibrium moisture content, which means the drying operation requires a shorter period of time. Lower values of equilibrium moisture content on 0,02 (g water / g dry matter) can be achieved at a temperature of 90 0C, with a time of 80 minutes.
Karakteristik Fisiko-Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu dengan Proses Perendaman Menggunakan Asam Sitrat Imam Santosa; Acnes Meyta Puspa; Delvi Aristianingsih; Endah Sulistiawati
CHEMICA: Jurnal Teknik Kimia Vol 6, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26555/chemica.v6i1.12061

Abstract

A study has been made in making purple sweet potato flour through the hydrolysis process using dilute citric acid. Sweet potatoes cut 3-5 mm, soaked in citric acid in various concentrations for a certain period, washed and drained. Sweet potatoes were then roasted at 70 degrees Celsius for 24 hours and then sieved with a mesh size of 200. The sieve results were analyzed for their physical, physicochemical content and compared with wheat flour. Soaking purple sweet potato using 0.01% citric acid produces purple sweet potato flour which is brightly colored, fine flour, decreasing the ash content with a very slight acid flour odor. The carbohydrate content of sweet potatoes is almost the same as wheat flour, and the fiber content of sweet potatoes is higher.