Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search
Journal : Jurnal Kelautan Tropis

Penilaian Sumber Pencemar Non Logam di Waduk Asin Pusong Kota Lhokseumawe Berdasarkan Analisis Multivariat Riri Ezraneti; Syahrial Syahrial; Erniati Erniati
Jurnal Kelautan Tropis Vol 24, No 1 (2021): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkt.v24i1.9617

Abstract

Human anthropogenic activities have resulted in an important transformation in the aquatic environment for decades, so the study of the assessment of non-metallic pollutant sources in the salty reservoir Pusong in Lhokseumawe City was conducted in October 2020 which was reviewed based on multivariate analysis. The study aims to find out the source of non-metallic pollutants in the salt reservoir waters of Pusong Kota Lhokseumawe with the collection of primary data conducted by observation at five observation stations, where water samples are taken using van dorn water sampler at a depth of ± 0 – 1 m with three repetitions per station. The results showed that non-metallic contaminants of total ammonia nitrogen, nitrate, and phosphate had exceeded the established quality standards (>5.00 mg/L, >0.30 mg/L, >0.008 mg/L and >0.015 mg/L), then based on PCA analysis, eigenvalues of each variable indicate the formation of two new components namely Component 1 consisting of non-metallic nitrate contaminants and total nitrogen ammonia (3.05), while Component 2 consists of non-metallic contaminants total coliform and BOD5 (1.93) with a data diversity of 82.99%. Besides, non-metallic contaminants of total nitrogen ammonia, as well as phosphates, have a significant relationship to temperature parameters, while non-metal nitrate contaminants have significant links to pH parameters, turbidity, and salinity. Furthermore, the complexity of the study area between observation stations based on CA analysis was divided into two groups, the first group consisted of Stations 2, 4, and 5 with non-metallic contaminants source nitrate, BOD5 as well as total coliform, while the second group consisted of Stations 1 and 3 with non-metallic contaminants of total ammonia nitrogen, phosphate, and surfactants. Kegiatan antropogenik manusia telah menghasilkan transformasi penting dalam lingkungan akuatik selama beberapa dekade, sehingga kajian penilaian sumber pencemar non logam di waduk asin Pusong Kota Lhokseumawe dilakukan pada bulan Oktober 2020 yang ditinjau berdasarkan analisis multivariat. Kajian bertujuan untuk mengetahui sumber pencemar non logam di perairan waduk asin Pusong Kota Lhokseumawe dengan pengumpulan data primernya dilakukan secara observasi di lima stasiun pengamatan, dimana sampel air diambil menggunakan van dorn water sampler pada kedalaman ± 0–1 m dengan tiga kali pengulangan setiap stasiunnya. Hasil kajian memperlihatkan bahwa sumber pencemar non logam total amonia nitrogen, nitrat maupun fosfat sudah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan (>5.00 mg/L, >0.30 mg/L, >0.008 mg/L dan >0.015 mg/L), kemudian berdasarkan analisis PCA, nilai eigen dari masing-masing variabel mengindikasikan adanya pembentukan dua komponen baru yaitu Component 1 terdiri dari sumber pencemar non logam nitrat dan total amonia nitrogen (3.05), sedangkan Component 2 terdiri dari sumber pencemar non logam total coliform dan BOD5 (1.93) dengan keragaman datanya sebesar 82.99%. Selain itu, sumber pencemar non logam total amonia nitrogen maupun fosfat memiliki hubungan yang signifikan terhadap parameter suhu, sedangkan sumber pencemar non logam nitrat memiliki hubungan yang signifikan terhadap parameter pH, kekeruhan dan salinitas. Selanjutnya, kompleksitas wilayah studi antar stasiun pengamatan berdasarkan analisis CA terbagi atas dua kelompok, kelompok pertama terdiri dari Stasiun 2, 4 dan 5 dengan sumber pencemar non logam nitrat, BOD5 serta total coliform, sedangkan kelompok kedua terdiri dari Stasiun 1 dan 3 dengan sumber pencemar non logam total amonia nitrogen, fosfat serta surfaktan.
Rumput Laut yang Tumbuh Alami di Pantai Barat Pulau Simeulue, Aceh Indonesia: Faktor Lingkungan dan Variasi Geografik Erniati Erniati; Syahrial Syahrial; Imanullah Imanullah; Erlangga Erlangga; Cut Meurah Nurul ‘Akla; Wilman Shobara; Jihad Nasuha; Gara Hasonangan Ritonga; Anggi Mayulina Daulay; Hamdi Romansah; Ibnu Amni; Tambah Lambok Berutu
Jurnal Kelautan Tropis Vol 25, No 1 (2022): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkt.v25i1.12645

Abstract

Environmental factors and geographical variations in an ecosystem are important steps in explaining the dynamics of marine communities, a study of seaweed that grows naturally on the west coast of Simeulue Island was conducted with the purpose of learning about the environmental characteristics, geographical variations, and environmental parameters that affect their distribution. The study was conducted in October 2021, and it included 5 observation stations with environmental factors measured in situ and geographic variation data using line transects along 50 m perpendicular to the shoreline and sample plots measuring 1 x 1 m every 10 m. Environmental factors that influence vegetation conditions and geographic variations of seaweed were analyzed using PCA. The study's findings revealed that conditions in the Indian Ocean with a high pH (average 07.72 ± 00.20) with moderate salinity and current velocity (average 32.47‰± 01.72 and 00.32 m/s ± 00.11, respectively) influenced the seaweed vegetation habitat. Then 21 seaweed species were identified, all of which have not been evaluated on the IUCN Red List, and their distribution is relatively rare, with a frequency of only 20%, and the seaweed zoning found at a depth of 0 - 150 cm at the lowest tide and a distance of up to 40 m inland from the edge. Furthermore, the distribution of seaweed on Simeulue Island's west coast is largely determined by DO conditions, salinity, and current velocity, whereas pH and temperature have less influence on seaweed distribution.  Faktor lingkungan dan variasi geografik di suatu ekosistem merupakan langkah penting dalam menjelaskan dinamika komunitas laut, sehingga kajian rumput laut yang tumbuh alami di Pantai Barat Pulau Simeulue dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik lingkungan, variasi geografik dan parameter lingkungan yang mempengaruhi distribusinya. Kajian dilaksanakan pada bulan Oktober 2021 yang terdiri dari 5 stasiun pengamatan dengan faktor lingkungannya diukur secara in situ dan data variasi geografiknya menggunakan transek garis sepanjang 50 m tegak lurus garis pantai serta dibuat petak contoh berukuran 1 x 1 m disetiap 10 m dan faktor lingkungan yang mempengaruhi kondisi vegetasi maupun variasi geografik rumput lautnya dianalisis menggunakan PCA. Hasil kajian memperlihatkan bahwa habitat vegetasi rumput lautnya dipengaruhi oleh kondisi Samudera Hindia dengan konsentrasi pH perairannya tergolong tinggi (rata-rata 07.72 ± 00.20) dan konsentrasi salinitas maupun kecepatan arusnya tergolong sedang (rata-rata 32.47‰ ± 01.72 dan rata-rata 00.32 m/s ± 00.11), kemudian rumput lautnya teridentifikasi sebanyak 21 spesies yang keseluruhannya belum terevaluasi di IUCN Red List dan distribusinya tergolong jarang dengan frekuensi relatifnya kecil dari 20% serta zonasi rumput lautnya ditemukan pada kedalaman ± 0 – 150 cm saat surut terendah dan berjarak hingga ± 40 m ke arah daratan dari tubir. Selanjutnya, untuk distribusi rumput laut di pantai Barat Pulau Simeulue sangat ditentukan oleh kondisi DO, salinitas dan kecepatan arus, sedangkan parameter pH dan suhu kurang memberikan pengaruh yang baik terhadap distribusi rumput lautnya. 
Gastropoda Telescopium telescopium (Linnaeus, 1758) di Hutan Mangrove Desa Cut Mamplam Provinsi Aceh, Indonesia Ida Marina Harahap; Syahrial Syahrial; Erniati Erniati; Erlangga Erlangga; Imanullah Imanullah; Riri Ezraneti
Jurnal Kelautan Tropis Vol 25, No 2 (2022): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkt.v25i2.13353

Abstract

The growth of an organism can provide fundamental ecological data and serve as a primary parameter for describing an organism's population dynamics. Telescopium telescopium gastropods were studied in September 2021 using purposive sampling in the mangrove forest of Cut Mamplam Village, Aceh Province. This study aims to provide fundamental data for mangrove management in Indonesia. Data were collected by creating a 40 m perpendicular to the coastline line transect, followed by 10 x 10 m sample plots and five 1 x 1 m sub plots. Following the collection of samples, additional analysis of the density, length and weight relationship, demographic structure, spatial distribution patterns based on the Morisita index, and growth characteristics were conducted as unique characteristics when compared to T. telescopium in other areas analyzed using PCA. The study's findings indicated that the density was low (< 7 ind/m2), the allometric length and weight relationship was negative (b < 3), the dominant growth demographic structure was mature (dominant SL 79.36 – 86.34 mm), the distribution pattern was clustered (Iδ = 02.75), and the BT, BWL, and AL morphometrics, in particular, had a variance of 95.91%. Pertumbuhan suatu organisme dapat menyediakan data ekologi dasar dan merupakan salah satu parameter yang utama dalam mengambarkan dinamika populasi suatu organisme, sehingga kajian gastropoda Telescopium telescopium di hutan mangrove Desa Cut Mamplam Provinsi Aceh dilakukan menggunakan purposive sampling pada bulan September 2021 dengan tujuan sebagai data dasar dalam pengelolaan mangrove di Indonesia, dimana data dikumpulkan dengan cara membuat transek garis sepanjang 40 m tegak lurus garis pantai, kemudian dibuat petak-petak contoh berukuran 10 x 10 m dan selanjutnya dibuat sub plot berukuran 1 x 1 m sebanyak 5 sub plot. Setelah sampel terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis kepadatan, hubungan panjang berat tubuh, struktur demografi, pola penyebaran spasial berdasarkan indeks Morisita dan karakteristik pertumbuhannya sebagai penciri khusus bila dibandingkan dengan T. telescopium di kawasan lain yang dianalisis menggunakan PCA. Hasil kajian memperlihatkan bahwa kepadatannya rendah (< 7 ind/m2), hubungan panjang beratnya allometrik negatif (b < 3), struktur demografi pertumbuhan yang dominan ditemukan tergolong dewasa (SL dominan 79.36 – 86.34 mm), pola penyebarannya mengelompok (Iδ = 02.75) dan morfometrik BT, BWL maupun AL sebagai penciri khususnya memiliki varian 95.91%.  
Gastropoda Laut dan Chiton di Mikrohabitat Bangunan Pelindung Pantai Pelabuhan Krueng Geukueh Provinsi Aceh Cut M. N. ‘Akla; Fitra Wira Hadinata; Nur Ikhsan; Welmar Olfan Basten Barat; Hendrik V. Ayhuan; Muhammad Hatta; Riri Ezraneti; Syahrial Syahrial
Jurnal Kelautan Tropis Vol 25, No 3 (2022): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkt.v25i3.14950

Abstract

The study was carried out in March 2022 at 8 observation stations in the Krueng Geukueh Harbor coastal protection facility in Aceh Province, using the visual encounter method for 120 minutes. The Shannon-Weaver diversity index, Simpson dominance, and Shannon-Weaver uniformity were used to generate the gastropod ecology index, while PCA was used to examine dominance by specific species and CA was used to analyze similarities in species composition. The study's findings included 20 species, 7 families, and a group of chitons. Gastropods Littorina angulifera, Echinolittorina puncatata, Nerita chamaeleon, Mauritia arabica, Thais mancinella, Morula musiva and Herba corticata are classified as rare (relative frequency < 20%); Littorina undulata, Nerita planospira, Cypraea mauritiana and Chiton sp. classified as occasional (relative frequency 21 – 40%); Littorina brevicula and Echinolittorina placida are relatively common (relative frequency 41 – 60%); Nerita albicilla, Nerita costata, Tylothais virgata and Tenguella granulata are relatively common (relative frequency 61 – 80%); and Thais (Thalesa) aculeata, Trochus radiatus and Cellana radiata were found to be relatively abundant (relative frequency > 80%). The gastropod diversity and uniformity indices were both low (1.49 and 0.48, respectively), where as the dominance index was moderate (0.52). The PCA analysis revealed that the dominant gastropod species were C. mauritiana, M. arabica, and M. musiva, and the CA analysis revealed the establishment of three groups based on the species composition discovered as a result of human activities near the study site.  Kajian dilakukan pada bulan Maret 2022 di 8 stasiun pengamatan pada bangunan pelindung pantai Pelabuhan Krueng Geukueh Provinsi Aceh menggunakan metode visual encounter selama 120 menit. Indeks ekologi gastropoda dihitung dengan indeks keanekaragaman Shannon-Weaver, dominansi Simpson dan keseragaman Shannon-Weaver, sedangkan dominansi oleh spesies tertentu dianalisis menggunakan PCA dan kesamaan komposisi spesiesnya dianalisis menggunakan CA. Hasil kajian mendapatkan 20 spesies dan 7 famili serta ditemukan juga kelompok chiton. Gastropoda Littorina angulifera, Echinolittorina puncatata, Nerita chamaeleon, Mauritia arabica, Thais mancinella, Morula musiva dan Herba corticata tergolong langka ditemukan (frekuensi relatif < 20%); Littorina undulata, Nerita planospira, Cypraea mauritiana dan Chiton sp. tergolong sesekali ditemukan (frekuensi relatif 21–40%); Littorina brevicula dan Echinolittorina placida tergolong sering ditemukan (frekuensi relatif 41–60%); Nerita albicilla, Nerita costata, Tylothais virgata dan Tenguella granulata tergolong umum ditemukan (frekuensi relatif 61–80%); serta Thais (Thalessa) aculeata, Trochus radiatus dan Cellana radiata tergolong melimpah ditemukan (frekuensi relatif >80%). Indeks keanekaragaman dan keseragaman gastropodanya tergolong rendah (1.49 dan 0.48), sedangkan indeks dominansinya tergolong sedang (0.52). Dari analisis PCA didapatkan spesies gastropoda yang mendominasi adalah C. mauritiana, M. arabica dan M. Musiva, kemudian hasil analisis CA memperlihatkan adanya pembentukan tiga kelompok berdasarkan
Analisis Multivariat pada Struktur Komunitas Mangrove di Kecamatan Rupat Utara Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Syahrial Syahrial; Muhammad Hatta; Chandrika Eka Larasati; Arina Ruzanna; Al Muzafri; La Ode Abdul Fajar Hasidu; Windi Syahrian; Zan Zibar
Jurnal Kelautan Tropis Vol 26, No 2 (2023): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkt.v26i2.15622

Abstract

Increasing human activity in all aspects of life has contributed to the decline of mangrove forests, a multivariate analysis study on the structure of the mangrove community was conducted in July 2018 in North Rupat District, Bengkalis Regency, Riau Province with the objective of estimating or assessing the condition of the mangrove community structure. Data on the condition of mangrove vegetation was collected in six observations using line transects and plots measuring 10 x 10 m. Mangrove diversity was analyzed using the Shannon-Weaver and Simpson indexes, and variations in mangrove community the structure was analyzed using clusters, non-metric MDS, ANOSIM, and SIMPER. The study discovered 12 mangrove species in North Rupat District, Bengkalis Regency, Riau Province, which was classified into 6 families based on diversity analysis (H') Shannon Weaver indexes ranging from 01.34 to 01.72 and Simpson indexes ranging from 02.43 to 02.81. Furthermore, the results of the mangrove diversity analysis using multivariate clusters and non-metric MDS were divided into four groups, and while the cluster analysis based on the value of the mangrove density had a similarity of 60%, the variation in the significance of mangrove density was significantly different (R = 0.689, p = 0.000), and the mangrove species that compose varies between stations. Moreover, the trunk diameter of mangrove vegetation in North Rupat District, Bengkalis Regency, Riau Province is dominated by mangrove stands with a trunk diameter of 01.00 - 20.00 cm, with the mangrove vegetation that grows and develops at Stations 2 and 6 being relatively younger than the other stations. Stations 3 and 4 are considered more mature in terms of growth and development.  Peningkatan aktivitas manusia di segala setor kehidupan telah mendorong penurunan hutan mangrove, sehingga kajian analisis multivariat pada struktur komunitas mangrove di Kecamatan Rupat Utara Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau telah dilakukan pada bulan Juli 2018 dengan tujuan untuk mengestimasi atau menilai kondisi struktur komunitas mangrovenya. Data kondisi vegetasi mangrove dikumpulkan pada enam stasiun pengamatan dengan membuat transek garis dan plot yang berukuran 10 x 10 m, kemudian keanekaragaman mangrovenya dianalisis menggunakan indeks Shannon-Weaver dan Simpson, sedangkan variasi struktur komunitas mangrovenya dianalisis berdasarkan cluster, non-metric MDS, ANOSIM dan SIMPER. Hasil kajian menemukan 12 spesies mangrove di Kecamatan Rupat Utara Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau yang tergolong ke dalam 6 famili dengan analisis keanekaragaman (H’) indeks Shannon Weaver berkisar antara 01.34 – 01.72 dan indeks Simpson berkisar antara 02.43–02.81, kemudian hasil analisis keanekaragaman mangrovenya dengan multivariat cluster dan non-metric MDS terbagi atas empat kelompok, sedangkan analisis cluster berdasarkan nilai kerapatan mangrovenya memiliki kemiripan ± 60%, variasi signifikansi kerapatan mangrovenya berbeda nyata (R = 0.689, p = 0.000) serta spesies mangrove penyusun antar stasiun pengamatannya bervariasi. Selain itu, diameter batang vegetasi mangrove di Kecamatan Rupat Utara Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau didominasi oleh tegakan mangrove berdiameter batang 01.00 – 20.00 cm, dimana vegetasi mangrove yang tumbuh dan berkembang di Stasiun 2 maupun 6 tergolong lebih muda dibandingkan stasiun yang lainnya, sedangkan vegetasi mangrove yang tumbuh dan berkembang di Stasiun 3 maupun 4 tergolong lebih matang.
Kepiting Genera Scylla di Pesisir Kota Langsa: Distribusi, Dimensi Tangkapan Alami dan Analisis Bioekonominya Muhammad Jamil; Andika Putriningtias; Silvia Anzhita; Helmy Akbar; Syahrial Syahrial; Hanisah Hanisah; Teuku Muhammad Faisal; Sorbakti Sinaga
Jurnal Kelautan Tropis Vol 26, No 2 (2023): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkt.v26i2.17780

Abstract

A study of the Scylla genera of crabs was conducted in May in five villages in Langsa City to know their distribution, dimensions of natural catch, and bioeconomic analysis. The method used was the accidental sampling of 30 respondents. Then the information was collected on the demographics and characteristics of the respondents as well as the distribution and dimensions of the Scylla genera crab catch. Respondents indicated that the Scylla genera crabs were distributed in 12 villages, namely Cinta Raja Village, Sungai Lueng, Alue Pineung Timue, Kapa, Lhok Banie, Simpang Lhee, Seuriget, Matang Seulimeng, Sungai Pauh, Kuala Langsa, Sungai Pauh Pusaka, Sungai Pauh Firdaus, and Sungai Pauh Tanjong. The highest catch composition was 4 kg/trip (40%) and the sizes of crabs were all sizes (100%). Furthermore, the dominant duration of the profession of crab catcher is 4 – 6 years (37%) with the predominant age of a crab catcher being 30 – 44 years (53%). The results of the bioeconomic analysis show that the Scylla crab fisheries in Langsa City are still profitable because any increase in catch costs does not reduce total income at all.   Kajian kepiting genera Scylla dilakukan pada bulan Mei di 5 desa Kota Langsa dengan tujuan untuk mengetahui distribusi, dimensi tangkapan alami dan analisis bioekonominya. Metode yang digunakan adalah accidental sampling pada 30 responden, kemudian informasi yang dikumpulkan mengenai demografi dan karakteristik responden serta distribusi dan dimensi penangkapan kepiting genera Scylla. Responden menunjukkan bahwa kepiting genera Scylla terdistribusi di 12 desa yaitu Desa Cinta Raja, Sungai Lueng, Alue Pineung Timue, Kapa, Lhok Banie, Simpang Lhee, Seuriget, Matang Seulimeng, Sungai Pauh, Kuala Langsa, Sungai Pauh Pusaka, Sungai Pauh Firdaus dan Sungai Pauh Tanjong dengan komposisi tangkapan tertingginya adalah 4 kg/trip (40%) dan ukuran kepiting genera Scylla yang diambil adalah semua ukuran (100%). Selanjutnya lamanya profesi sebagai penangkap kepiting yang telah dijalani dominannya adalah 4 – 6 tahun (37%) dengan usia penangkap kepiting dominannya adalah 30 – 44 tahun (53%). Sementara hasil analisis bioekonomi memperlihatkan bahwa kondisi perikanan tangkap kepiting genera Scylla di Kota Langsa masih menguntungkan karena setiap kenaikan biaya tangkapan sama sekali tidak menurunkan total pendapatan.
Keberadaan Gastropoda Mangrove Pasca 18 Tahun Tsunami dan 16 Tahun Rehabilitasi Pantai di Kota Banda Aceh Syahrial Syahrial; C.M.N. ‘Akla; Riri Ezraneti; Repki Prasetyo; Shela Annisa Batubara; Jasmine Wiyanda Fadillah; Reslina Tumangger; Helda Diah Ananda; Muhammad Afif Tri Putra
Jurnal Kelautan Tropis Vol 26, No 3 (2023): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkt.v26i3.15987

Abstract

The purposes of the reasearch that was conducted on July 2022 are to determine the biodiversity, composition, density, community index, correlation and contribution of gastropods on 18 year post tsunami and 16 year coastal rehabilitation in research observation of Banda Aceh. The method used is purposive sampling with 4 observation stations. Gastropods were collected using a quadratic transect perpendicular to the shoreline. PCA analysis was carried out to determine the level of contribution of gastropod species based on observation stations, while SIMPER and CA analyzes were carried out to compare and classify gastropod communities. A total of 8 families, 8 genera, 10 species and 6945 ind gastropods were found with densities ranging from 37.55 – 136.60 ind/m2. The highest diversity index was found at Station II (0.63), the highest uniformity index was found at Station III (0.86) and the highest dominance index was found at Station I (0.99). Gastropods Nerita planospira, Cassidula aurisfelis, C. nucleus, Sphaerassiminea miniata and Oncidium sp. closely related to Rhizophora mucronata and Avicennia alba growing on muddy substrates, while Morula iostoma, Cerithidea cingulata, Littoraria melanostoma, Nassarius olivaceus and L. scabra were closely related to R. mucronata growing on sandy mud substrates. Furthermore, C. cingulata species contributed at Stations I and IV, while C. aurisfelis species contributed at Stations II and III.  Kajian dilakukan pada bulan Juli 2022 yang bertujuan untuk mengetahui biodiversitas, komposisi, kepadatan, indeks komunitas serta keterkaitan dan kontribusi gastropoda terhadap stasiun pengamatan pasca 18 tahun tsunami dan 16 tahun rehabilitasi pantai di Kota Banda Aceh. Metode yang digunakan adalah purposive sampling dengan 4 stasiun pengamatan. Gastropoda dikumpulkan menggunakan transek kuadrat yang tegak lurus garis pantai. Analisis PCA dilakukan untuk mengetahui tingkat kontribusi spesies gastropoda berdasarkan stasiun pengamatan, sedangkan analisis SIMPER dan CA dilakukan untuk membandingkan serta mengklasifikasikan komunitas gastropodanya. Sebanyak 8 famili, 8 genus, 10 spesies dan 6945 ind gastropoda ditemukan dengan komposisi gastropoda antar stasiun pengamatannya berbeda nyata (p = 0.000) serta kepadatan gastropodanya berkisar antara 37.55 – 136.60 ind/m2. Indeks keanekaragaman tertinggi ditemukan pada Stasiun II (0.63), indeks keseragaman tertinggi ditemukan pada Stasiun III (0.86) dan indeks dominasi tertinggi ditemukan pada Stasiun I (0.99). Gastropoda Nerita planospira, Cassidula aurisfelis, C. nucleus, Sphaerassiminea miniata dan Oncidium sp. berkaitan erat dengan Stasiun II dan III (substratnya berlumpur), sedangkan Morula iostoma, Cerithidea cingulata, Littoraria melanostoma, Nassarius olivaceus dan L. scabra berkaitan erat dengan Stasiun I dan IV (substratnya lumpur berpasir). Selanjutnya, spesies C. cingulata memiliki kontribusi di Stasiun I maupun IV, sedangkan spesies C. aurisfelis memiliki kontribusi di Stasiun II maupun III.