Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

Spawning potential ratio of comercially important spiny lobster in Donggala Waters Central Sulawesi Muh Saleh Nurdin; Salim Salim; Nur Hasanah; Aswad Eka Putra; Teuku Fadlon Haser; Akbar Marzuki Tahya; Novalina Serdiati; Kasim Mansyur; Madinawati Madinawati
Arwana: Jurnal Ilmiah Program Studi Perairan Vol 5 No 1: Mei 2023
Publisher : Program Studi Akuakultur, Fakultas Pertanian, Universitas Almuslim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51179/jipsbp.v5i1.1765

Abstract

Currently, spiny lobster fishery in Indonesia ranks third as an export commodity from the crustacean subphylum after shrimp and blue swimming crab – mud crab. Most of the spiny lobster export needs still rely on wild population resulting in fishing pressure. To ensure the sustainability of spiny lobster stocks, information of the Spawning Potential Ratio (SPR) is needed. This study aims to analyze SPR of spiny lobsters of Panulirus femoristriga and P. versicolor species. The research was conducted in May − November 2022 in Donggala Regency waters. SPR analysis uses the Length-Based SPR method. The results showed that the stock status of P. femoristriga and P. versicolor had experienced growth overfishing and recruitment overfishing with estimated SPRs of 17 and 11%, respectively. Fishing regulations are needed to maintain a sustainable spiny lobster fishery through increased participation of stakeholders in the implementation, monitoring and evaluation of the regulations set by the government. In addition, it is necessary to reduce of efforts 27 − 33% from the current exploitation rate to E50 0.28.
Penggunaan madu sebagai bahan seks reversal alami untuk ikan cupang Betta splendens (Teleostei: Osphronemidae) melalui perendaman embrio Muh. Herjayanto; Madinawati; Irawati Mei Widiastuti
Intek Akuakultur Vol. 7 No. 1 (2023): Intek Akuakultur
Publisher : Program Studi Budidaya Perairan Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Individu jantan Betta splendens memiliki warna dan bentuk yang digemari di pasar ikan hias dibandingkan betina. Karena itu budidaya cupang dapat dilakukan melalui produksi jantan menggunakan teknologi seks reversal dalam mengarahkan perkembangan kelamin ikan menjadi jantan (maskulinisasi). Bahan alami yang telah digunakan untuk maskulinisasi ikan adalah madu. Karena itu tujuan penelitian adalah mengkaji penggunaan madu melalui perendaman embrio untuk maskulinisasi ikan cupang. Keberhasilan maskulinisasi dianalisis melalui karakteristik madu, persentase ikan jantan, tingkat penetasan telur, mortalitas tiap 15 hari, dan sintasan pada akhir pemeliharaan. Embrio yang digunakan berumur 20 jam setelah pembuahan. Perlakuan penelitian adalah perendaman embrio cupang di dalam larutan madu (mL L-1) 5, 10, 15, 20, dan 25. Perendaman dilakukan selama 7 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa madu yang digunakan memiliki kalium 0,31% dan pH 4. Pada penelitian ini pemberian madu tidak berpengaruh terhadap jumlah cupang jantan. Pemberian madu 25 mL L-1 air menghasilkan 56,98±4,58% jantan, tingkat penetasan telur 99,17±1,67%, dan sintasan umur 90 hari setelah menetas 79,89±4,50%. Mortalitas terjadi pada awal pemeliharaan larva. Setelah umur 60 hari setelah menetas tidak terjadi kematian pada cupang. Nilai tingkat penetasan telur dan sintasan yang tinggi menunjukkan bahwa madu adalah bahan alami yang aman digunakan untuk maskulinisasi ikan dalam budidaya monoseks.Individu jantan Betta splendens memiliki warna dan bentuk yang digemari di pasar ikan hias dibandingkan betina. Karena itu budidaya cupang dapat dilakukan melalui produksi jantan menggunakan teknologi seks reversal dalam mengarahkan perkembangan kelamin ikan menjadi jantan (maskulinisasi). Bahan alami yang telah digunakan untuk maskulinisasi ikan adalah madu. Karena itu tujuan penelitian adalah mengkaji penggunaan madu melalui perendaman embrio untuk maskulinisasi ikan cupang. Keberhasilan maskulinisasi dianalisis melalui karakteristik madu, persentase ikan jantan, tingkat penetasan telur, mortalitas tiap 15 hari, dan sintasan pada akhir pemeliharaan. Embrio yang digunakan berumur 20 jam setelah pembuahan. Perlakuan penelitian adalah perendaman embrio cupang di dalam larutan madu (mL L-1) 5, 10, 15, 20, dan 25. Perendaman dilakukan selama 7 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa madu yang digunakan memiliki kalium 0,31% dan pH 4. Pada penelitian ini pemberian madu tidak berpengaruh terhadap jumlah cupang jantan. Pemberian madu 25 mL L-1 air menghasilkan 56,98±4,58% jantan, tingkat penetasan telur 99,17±1,67%, dan sintasan umur 90 hari setelah menetas 79,89±4,50%. Mortalitas terjadi pada awal pemeliharaan larva. Setelah umur 60 hari setelah menetas tidak terjadi kematian pada cupang. Nilai tingkat penetasan telur dan sintasan yang tinggi menunjukkan bahwa madu adalah bahan alami yang aman digunakan untuk maskulinisasi ikan dalam budidaya monoseks.
MASKULINISASI IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) MENGGUNAKAN AIR KELAPA DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA Nugra Findayani; Madinawati Dina
Jurnal TROFISH Vol 1 No 2 (2022): Agustus
Publisher : Fakultas Perikanan Universitas Alkhairaat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31970/trofish.v1i2.107

Abstract

Ikan lele sangkuriang merupakan satu dari sepuluh komoditas unggulan budidaya yang bersaing dan berkelanjutan. Salah satu upaya teknis yang dilakukan dalam mengoptimalkan produksi ikan lele adalah melalui teknik maskulinisasi. Maskulinisasi dilakukan untuk memperoleh ikan jantan yang unggul karena pertumbuhan ikan lele jantan cenderung lebih cepat dari betina. Selain itu, pada proses pemijahan secara buatan pada ikan lele, mengharuskan mematikan ikan lele jantan karena tidak bisa dilakukan stripping. Sehingga menyebabkan ketersediaan ikan lele jantan semakin lama berkurang, sedangkan untuk ketersediaan ikan lele jantan sangat penting dalam keberlanjutan budidaya ikan. Salah satu bahan alami yang digunakan sebagai bahan maskulinisasi yaitu air kelapa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan air kelapa dengan lama perendaman yang berbeda terhadap maskulinisasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan meliputi perlakuan A (kontrol), B (perendaman selama 8 jam), C (perendaman selama 10 jam) dan D (perendaman selama 12 jam). Hasil penelitian menunjukkan lama perendaman menggunakan air kelapa berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap maskulinisasi ikan lele sangkuriang, dengan persentase kelamin jantan tertinggi diperoleh pada perlakuan C (perendaman selama 10 jam) yakni sebesar 82,59%.
Daya Tetas Telur Ikan Mas Koi (Cyprinus rubrofuscus) dengan Perendaman Ekstrak Daun Sukun Artocarpus altilis Sulfa Ayulandari; Madinawati Madinawati; Nur Hasanah; Irawati Mei Widiastuti; Septina F. Mangitung
Jurnal Ilmiah AgriSains Vol. 24 No. 2 (2023): Jurnal Ilmiah AgriSains
Publisher : Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako, Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22487/jiagrisains.v24i2.2023.58-67

Abstract

Pemanfaatan bahan herbal seperti ekstrak daun sukun menjadi alternatifuntuk meningkatkan keberhasilan penetasan. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui pengaruh perendaman ekstrak daun sukun Artocarpus altilisterhadap daya tetas telur ikan mas koi (Cyprinus rubrofuscus). Desainpenelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuandan 5 ulangan sehingga menghasilkan 20 unit percobaan. Perlakuan yangdiujikan yaitu perendaman telur dalam ekstrak daun sukun dengan dosisperlakuan A= 0 g/L, B= 2 g/L, C= 4 g/L, dan D= 6 g/L. Data Daya tetasdianalisis menggunakan analisis ragam ANOVA dengan bantuan Minitab 16.Jika terdapat perbedaan perlakuan maka dilanjutkan dengan uji beda nyatajujur (BNJ). Data uji penapisan fitokimia, kelangsungan hidup, dan kualitasair dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan dosis palingefektif yaitu perlakuan B (2 g/L) dapat mengobati telur yang terinfeksisehingga menghasilkan daya tetas telur sebesar 83,2%. Penggunaanekstrak daun sukun berpengaruh nyata terhadap daya tetas telur ikan maskoi yang terserang jamur. Berdasarkan pemeliharaan larva ikan mas koiselama 14 hari menghasilkan kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan B(2 g/L) yaitu sebesar 94,5%.
PERSENTASE JANTAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) HASIL PERENDAMAN DENGAN EKSTRAK DAUN SENGGANI (Melastoma candidum) DOSIS BERBEDA Muhammad Safir; Indira Ghandi; Novalina Serdiati; Madinawati Madinawati
Jurnal Ruaya : Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmu Perikanan dan Kelautan Vol 11, No 2 (2023): Jurnal Ruaya : Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmu Perikanan dan Kelautan
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29406/jr.v11i2.4888

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan dosis optimum ekstrak daun senggani dalam menghasilkan persentase jantan tertinggi pada ikan nila (Oreochromis niloticus). Penelitian didesain menggunakan rancangan acak lengkap yang teridiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diujikan yakni dosis ekstrak daun senggani; 0 (A/kontrol); 20 (B); 40 (C); 60 (D); 80 ppm (E). Larva ikan nila umur 7 hari direndam dalam air yang berisi ekstrak daun senggani sesuai dosis perlakuan selama 4 jam. Pasca perendaman, larva ikan nila dipelihara selama 60 hari. Pakan berupa cacing sutera diberikan selama 30 hari pertama dan selebihnya diberi pellet. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari (pukul 07.30-08.00, 12.30-13.00, dan 17.30-18.00 Wita). Hasil penelitian menunjukkan persentase kelamin jantan (KJ) pada perlakuan A, B, C, D, dan E secara berurut masing-masing sebesar 45%, 65%, 72%, 77,5%, dan 80%. Laju pertumbuhan harian (LPH) dan kelangsungan hidup (KH) untuk semua perlakuan berkisar antara 7,28-7,58 %/hari dan 85-95%. Hasil analisis menunjukkan persentase KJ ikan nila tertinggi terdapat pada perlakuan 80 ppm yakni sebesar 80%. LPH dan KH tidak berbeda secara signifikan antar semua perlakuan (P>0,05). Kesimpulan, ekstrak daun senggani (M. candidum) dengan dosis 80 ppm menghasilkan persentase jantan tertinggi (80%) pada ikan nila.
PERSENTASE JANTAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) HASIL PERENDAMAN DENGAN EKSTRAK DAUN SENGGANI (Melastoma candidum) DOSIS BERBEDA Muhammad Safir; Indira Ghandi; Novalina Serdiati; Madinawati Madinawati
Jurnal Ruaya : Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmu Perikanan dan Kelautan Vol 11, No 2 (2023): Jurnal Ruaya : Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmu Perikanan dan Kelautan
Publisher : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29406/jr.v11i2.4888

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan dosis optimum ekstrak daun senggani dalam menghasilkan persentase jantan tertinggi pada ikan nila (Oreochromis niloticus). Penelitian didesain menggunakan rancangan acak lengkap yang teridiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diujikan yakni dosis ekstrak daun senggani; 0 (A/kontrol); 20 (B); 40 (C); 60 (D); 80 ppm (E). Larva ikan nila umur 7 hari direndam dalam air yang berisi ekstrak daun senggani sesuai dosis perlakuan selama 4 jam. Pasca perendaman, larva ikan nila dipelihara selama 60 hari. Pakan berupa cacing sutera diberikan selama 30 hari pertama dan selebihnya diberi pellet. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari (pukul 07.30-08.00, 12.30-13.00, dan 17.30-18.00 Wita). Hasil penelitian menunjukkan persentase kelamin jantan (KJ) pada perlakuan A, B, C, D, dan E secara berurut masing-masing sebesar 45%, 65%, 72%, 77,5%, dan 80%. Laju pertumbuhan harian (LPH) dan kelangsungan hidup (KH) untuk semua perlakuan berkisar antara 7,28-7,58 %/hari dan 85-95%. Hasil analisis menunjukkan persentase KJ ikan nila tertinggi terdapat pada perlakuan 80 ppm yakni sebesar 80%. LPH dan KH tidak berbeda secara signifikan antar semua perlakuan (P>0,05). Kesimpulan, ekstrak daun senggani (M. candidum) dengan dosis 80 ppm menghasilkan persentase jantan tertinggi (80%) pada ikan nila.