Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

SITUASI FILARIASIS SETELAH PENGOBATAN MASSAL TAHUN KETIGA DI KABUPATEN MAMUJU UTARA jek managerxot; Made Agus Nurjana; Sitti Chadijah; Ni Nyoman Veridiana; Octaviani Octaviani; Hayani Anastasia; Rosmini Rosmini; Mujiyanto Mujiyanto; Leonardo Taruk Lobo
JURNAL EKOLOGI KESEHATAN Vol 16 No 2 (2017): JURNAL EKOLOGI KESEHATAN VOLUME 16 NOMOR 2 TAHUN 2017
Publisher : Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jek.16.2.361.93-103

Abstract

Program pengobatan massal filariasis telah dilakukan selama tiga tahun berturut-turut di KabupatenMamuju Utara, namun penilaian terhadap keberhasilan pelaksanaan pengobatan tersebut belum pernahdilakukan. Untuk mengetahui perubahan situasi filariasis serta perubahan pengetahuan, sikap dan perilakumasyarakat pasca tiga tahun pelaksanaan pengobatan massal, telah dilakukan Survei Darah Jari (SDJ) danwawancara pada masyarakat setempat dari bulan Maret sampai dengan November 2015. Survei darah jaridilakukan di dua desa terpilih pada masyarakat yang berusia lima tahun keatas (≥ 5 tahun), dan wawancaradilakukan pada masyarakat di 30 desa terpilih yang berusia lima belas tahun keatas (≥ 15 tahun). Hasilpenelitian menunjukkan bahwa angka microfilaria rate di Kabupaten Mamuju Utara sebesar 1,39%, dengan spesies Brugia malayi. Hasil wawancara terhadap 1.586 responden menunjukkan bahwapengetahuan tentang penyakit filariasis dan kegiatan pengobatan massal masih rendah, demikian halnyadengan perilaku masyarakat terkait pencegahan dan konsumsi obat massal. Sebaliknya masyarakatcenderung bersikap positif terhadap kegiatan pencegahan, pengendalian dan pengobatan filariasis. Angkamicrofilaria rate yang masih diatas 1% (≥1%), serta pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang penyakitfilariasis dan perilaku masyarakat terkait pencegahan dan konsumsi obat massal masih kurang, hal inimenunjukkan pelaksanaan POMP belum menunjukan hasil seperti yang diharapkan. Disarankan kegiatanpengobatan massal filariasis di Kabupaten Mamuju Utara masih perlu dilanjutkan sampai dengan limatahun, sesuai dengan prosedur dan dilakukan pemantauan yang ketat terhadap daerah dengan kasus kronisdan positif mikrofilaria.
Pengaruh Tempat Penampungan Air dengan Kejadian DBD di Kabupaten Bangka Barat Tahun 2018 Octaviani Octaviani; Muhammad Putra Kusuma; Tri Yunis Miko Wahyono
Jurnal Vektor Penyakit Vol 15 No 1 (2021): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/vektorp.v15i1.3263

Abstract

ABSTRACT Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an endemic disease in the tropical area. The spread of the disease can occur fast if it is not controlled. DHF is caused by the dengue virus that is transmitted through Aedes aegypti dan Aedes albopictus. According to Bangka District Health Office, It was reported that the number of DHF cases in 2017 was 51 and 50 cases in 2018 (until March 2018). The objective of this study was to know the association between the water container and DHF cases in West Bangka District in 2018. This was a case- control study with a total respondent of 183 respondents and the ratio of case and control was 1:2. The results showed that the presence of Aedes larvae (OR=0,007; p-value=0,007; 95% CI: 1,59-19,96), presence of water container (OR=5,12; p-value=0,01; 95% CI: 1,47- 17,86), water container opened/closed (OR=2,72; p-value=0,063; 95% CI: 0,94-7,84) were associated with DHF cases. Houses where Aedes larvae were founded, in or outside the house (with container index >20%) have a 5.6 times higher risk to be contracted with DHF compare to houses with no Aedes larva. In addition, houses with water containers can be founded near the houses have a 5.1 times higher risk to be contracted with DHF. Houses with opened water containers were associated with DHF with 2.7 times higher risk to be infected with DHF. Therefore, community participation in eliminating mosquitoes breeding places needs to be encouraged. ABSTRAK Upaya pengendalian demam berdarah dititik beratkan pada penggerakan potensi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam Pengendalian Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3M plus. Tempat Penampungan Air (TPA) merupakan salah satu tempat perkembangbiakan jentik Aedes Aegyti, semakin banyak TPA yang digunakan berpotensi untuk menjadi tempat perkembangbiakan jentik. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat jumlah kasus DBD pada tahun 2017 sebanyak 51 kasus dan sampai bulan maret 2018 sebanyak 50 kasus terlaporkan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh tempat penampungan air dengan kejadian DBD di Kabupaten Bangka Barat. Desain penelitian adalah case control dengan jumlah total responden adalah 183 responden dengan perbandingan kasus dan kontrol adalah 1:2. Hasil penelitian menunjukkan tempat penampungan air terbuka/tertutup (OR=2,72; p-value=0,063; 95% CI: 0,94-7,84), keberadaan jentik (OR=0,007; p-value=0,007; 95% CI: 1,59-19,96), tempat penampungan air (OR=5,12; p-value=0,01; 95% CI: 1,47-17,86). Rumah dengan tempat penampungan terbuka mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk transmisi DBD, rumah yang ditemukan jentik di tempat penampungan air dalam maupun di luar rumah (CI >20%) mempunyai risiko 5,6 kali lebih besar untuk terkena DBD dan rumah yang disekitarnya ditemukan tempat penampungan air berisiko 5,1 kali lebih besar untuk menderita DBD. Pengelola program DBD agar terus melaksanakan kegiatan – kegiatan penanggulangan dan tatalaksana kasus DBD.
EFEKTIVITAS EKSTRAK BIJI JARAK MERAH (Jatropha gossypiifolia), JARAK PAGAR (J. curcas) DAN JARAK KASTOR (Riccinus communis) FAMILI EUPHORBIACEAE TERHADAP HOSPES PERANTARA SCHISTOSOMIASIS, KEONG Oncomelania hupensis lindoensis Anis nurwidayati; Ni nyoman veridiana; Octaviani octaviani; Yudith l
BALABA: JURNAL LITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA Volume 10 Nomor 1 Juni 2014
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Banjarnegara Badan Litbangkes Kemenkes RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1443.138 KB) | DOI: 10.22435/blb.v10i01.692

Abstract

ABSTRAK Schistosomiasis merupakan penyakit endemis di Indonesia, khususnya di Dataran tinggi Napu, Lindu dan Bada, Sulawesi Tengah. Keong perantara schistosomiasis, Oncomelania hupensis lindoensis tersebar luas di Dataran Tinggi Napu. Salah satu upaya pengendalian keong yang telah dilakukan oleh progam pengendalian schistosomiasis adalah penyemprotan moluskisida Bayluscide setiap 6 bulan sekali. Penggunaan moluskisida kimia memiliki kekurangan karena dapat menyebabkan polusi lingkungan. Perlu diteliti penggunaan tanaman sebagai moluskisida untuk alternatif pengendalian keong. Famili Euphorbiaceae diketahui memiliki aktivitas sebagai moluskisida. Tujuan penelitian menentukan efektivitas dari ekstrak dan fraksi biji jarak merah (Jatropha. gossypifolia), ekstrak biji jarak pagar (Jatropha curcas) dan ekstrak biji jarak kastor (Riccinus communis) terhadap keong Oncomelania hupensis lindoensis. Penelitian dilakukan di Laboratorium Schistosomiasis Napu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah pada bulan Maret – Oktober 2009. Keong diuji dengan larutan ekstrak biji jarak merah, jarak pagar dan jarak kastor di laboratorium selama 24 jam. Ekstraksi biji jarak dengan metode perkolasi Jumlah keong yang mati dihitung dan dianalisis probit untuk penentuan nilai LC 50 dan LC 95. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak methanol dari biji jarak merah, jarak pagar dan jarak kastor memiliki daya bunuh terhadap keong Oncomelania hupensis lindoensis. Ekstrak biji jarak merah memiliki daya bunuh yang paling tinggi dibanding ekstrak biji jarak pagar dan kastor, dengan nilai LC 50 10,41 ppm dan LC 95 sebesar 18,6 ppm. Fraksi metanol dari biji jarak merah paling efektif di antara fraksi etil asetat dan n-heksan dari biji jarak merah. Tanaman jarak merah dapat menjadi bahan alternatif dalam pengendalian keong Oncomelania hupensis lindoensis.
Malaria pada Kelompok Rentan di Indonesia: (Analisis Data Riskesdas 2018) Made Agus Nurjana; Samarang Samarang; Ningsi Ningsi; Octaviani Octaviani
Jurnal Vektor Penyakit Vol 16 No 1 (2022): Edisi Juni
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/vektorp.v16i1.6007

Abstract

ABSTRACT Toddlers and pregnant women are a group that is vulnerable to contracting malaria because their immune systems are lower than healthy people. A cross-sectional study was conducted to identify the relationship of demographic and environmental characteristics factors to the incidence of malaria in vulnerable groups in Indonesia in 2018. A total of 2915 samples of vulnerable groups were collected at Riskesdas 2018, consisting of 2391 samples of toddlers and 524 samples of pregnant women. Toddlers 0.84% ​​(20/2391) and pregnant women 0.38% (2/524) were positive for malaria based on examination with RDT. Factors related to malaria incidence in children under five are gender, while in pregnant women are age, wastewater disposal, use of mosquito nets, use of electric mosquito repellent, and mosquito netting (p-value <0.05). Using Personal Protective Equipment against mosquito bites is necessary to protect infants and pregnant women from contracting malaria. ABSTRAK Balita dan ibu hamil merupakan kelompok rentan tertular malaria karena sistem kekebalan tubuh yang lebih rendah dibandingkan orang sehat. Studi cross sectional dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan faktor karakteristik demografi dan lingkungan terhadap kejadian malaria pada kelompok rentan di Indonesia tahun 2018. Sebanyak 2915 sampel kelompok rentan dikumpulkan pada Riskesdas 2018 terdiri dari balita 2391 sampel dan ibu hamil 524 sampel. Balita 0,84% (20/2391) dan ibu hamil 0,38% (2/524) positif malaria berdasarkan pemeriksaan dengan RDT. Faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria pada balita yaitu jenis kelamin, sedangkan pada ibu hamil yaitu umur, pembungan air limbah, penggunaan kelambu, penggunaan obat nyamuk elektrik dan kasa nyamuk (p-value < 0,05). Perlunya memproteksi balita dan ibu hamil agar tidak terular malaria melalui penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dari gigitan nyamuk.
Masterplan Pengendalian Schistosomiasis Dalam Upaya mendukung Eliminasi di Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah 2022-2024 Junus Widjaja; Anis Nurwidayati; Hayani Anastasia; Octaviani Octaviani; Ahmad Erlan
Jurnal Vektor Penyakit Vol 16 No 2 (2022): Edisi Desember
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Donggala, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/vektorp.v16i2.6122

Abstract

ABSTRACT Schistosomiasis is a neglected tropical disease caused by blood trematodes of the genus Schistosoma, which remains a major public health problem worldwide. Schistosomiasis japonica, in Asia endemic to China, the Philippines and parts of Indonesia. Schistosomiasis in Indonesia is only found in Central Sulawesi Province, namely Napu Highlands and Bada Highlands, Poso Regency and Lindu Highlands, Sigi Regency. Schistosomiasis can cause anemia and trigger stunting and reduced learning abilities in children. It also causes organ damages, such as severe hepatosplenism, periportal fibrosis, even some cases died. With Indonesia's commitment to realizing Sustainable Development Goals (SDGs) as stated in the 2030 Agenda, schistosomiasis is one of the diseases that will be eliminated in Indonesia. This study used descriptive analysis method with a qualitative approach through in-depth interviews and discussions in the form of meetings. The results of the preparation of the schistosomiasis control master plan 2021-2024. The Masterplan is prepared cross-sectorally between the Health Service, Public Works and Spatial Planning, Livestock and Animal Health Service, Community and Village Empowerment Service, Food Security and Fisheries Service, Food Crops and Horticulture Service, Education and Culture Office and Planning and Research Agency. Area. The structured activities are treatment for humans and animals, environmental modification, control of snail habitat, implementation of surveillance on humans and animals and snails that transmit schistosomiasis, technical capacity building, provision of drinking water and proper and sustainable sanitation. Schistosomiasis control master plan which can be the basis and guideline for schistosomiasis control in Sigi District in 2022-2024. ABSTRAK Schistosomiasis adalah penyakit tropis terbaikan yang disebabkan oleh trematoda darah dari genus Schistosoma, yang tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia. Schistosomiasis japonica, di Asia endemik di Cina, Filipina dan sebagian Indonesia. Schistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di Propinsi Sulawesi Tengah, yaitu Dataran Tinggi Napu dan Dataran Tinggi Bada, Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi. Schistosomiasis ini dapat menyebabkan anemia dan memicu kekerdilan (stunting) dan berkurangnya kemampuan belajar pada anak-anak. Penyakit tersebut juga menimbulkan kerusakan organ spesifik organ seperti hepatosplenisme parah, fibrosis periportal, bahkan beberapa kasus meninggal dunia. Dengan komitmen Indonesia untuk mewujudkan Pembangunan yang Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) sebagaimana tertuang dalam Agenda 2030, maka schistosomiasis menjadi salah satu penyakit yang akan dieliminasi di Indonesia. Penelitian menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dan diskusi dalam bentuk pertemuan. Hasil penelitian adalah tersusunnya masterplan pengendalian schistosomiasis 2021-2024. Penyusunan masterplan dilakukan dengan lintas sektor antara Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan, Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Badan Perencanaan dan Penelitian Daerah. Kegiatan yang termasuk dalam master plan pengendalian schistosomiasis meliputi pengobatan pada manusia dan hewan, modifikasi lingkungan, pengendalian pada habitat keong, pelaksanaan surveilans pada manusia dan hewan serta pada keong perantara schistosomiasis, peningkatan kapasitas teknis, penyediaan air minum dan sanitasi yang layak dan berkesinambungan. Masterplan pengendalian schistosomiasis yang dapat menjadi dasar dan pedoman kegiatan pengendalian schistosomiasis di Kabupaten Sigi Tahun 2022-2024.