Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

VALIDITAS GEJALA KLINIS SEBAGAI INDIKATOR UNTUK MEMPREDIKSI KASUS MALARIA DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010) Anastasia, Hayani; Jastal, Jastal; Nurjana, Made Agus
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 23, No 4 Des (2013)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.206 KB)

Abstract

AbstrakSalah satu upaya yang cukup efektif dalam surveilans malaria adalah melakukan screening (penapisan) malaria untuk meningkatkan sistem kewaspadaan dini di kelompok masyarakat daerah endemis malaria. Hasil penapisan positif atau meragukan harus dirujuk ke dokter untuk penegakkan diagnosis dan pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis validitas gejala klinis sebagai indicator untuk memprediksi kasus malaria di Indonesia dengan menggunakan disain cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah semua responden yang diwawancarai, dilakukan pemeriksaan darah dengan Rapid Diagnostic Test (RDT). Validitas gejala klinis diukur dengan melakukan summary statistic untuk diagnostic test. Di wilayah endemis tinggi sensitivitas gejala klinis demam saja sebagai prediktor malaria hanya 26,9% (95% CI: 22-32,2) dan PPV 11,4% (95% CI: 9,2-13,9) dengan spesifisitas 96% (95% CI: 95,6-96,3). Sensitivitas, PPV, dan spesifisitas gejala demam saja di daerah endemis sedang secara berturut-turut adalah sebesar 26,1% (95% CI: 17,5-36,3), 5.0% (95% CI: 3,2-7,4), dan 96,9% (95% CI: 96,6-97,2). Di daerah endemis rendah sensitivitas demam sebagai alat diagnosa kasus malaria hanya sebesar 3,5% (95% CIH: 1,6-6,6) dengan PPV 1,1% (95% CI: 0,5-2,1) sedangkan spesifisitas 98% (95% CI: 97,8-98,1). Kombinasi gejala klinis demam, menggigil, sakit kepala, berkeringat, mual, dan muntah dalam analisis data Riskesdas menunjukkan sensitifitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan demam saja (36,4%). Sebaliknya PPV kombinasi gejala tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan PPV demam saja (3,8%). Gejala klinis malaria kurang valid untuk digunakan untuk mendeteksi kasus malaria baik pada daerah endemis tinggi, sedang, maupun rendah. Akan tetapi penggunaannya untuk daerah endemis tinggi masih dimungkinkan, seperti yang direkomendasikan oleh WHO terutama untuk anak-anak.Kata kunci: malaria, gejala klinis, validitas, sensitivitas, spesifisitasAbstractOne of the effective ways in malaria surveillance is screening to improve early warning system in communities in malaria endemic area. Positive screening or doubted results should be referred to physician for diagnosis and treatment. The aim of this study was to analyse the validity of clinical symptoms as an indicator to predict malaria case in Indonesia. Samples of this study were all respondents interviewed by the National Health Research in 2010 whose blood were examined for malaria using RDT. Validity of clinical symptoms was analysed by using summary statistic for diagnostic test. The results showed that the sensitivity of fever alone as a predictor of malaria in high endemic area was only 26.9% (95% CI: 22-32.2). However, the specificity was 96% (95% CI: 95.6-96.3) and positive predictive value (PPV) 11.4% (95% CI: 9.2-13.9). In low endemic area, sensitivity and PPV of fever alone were low with 3.5% (95% CI: 1.6-6.6) and 1.1% (95% CI:0.5-2.1) respectively. On the other hand, the specificity was relatively high with 98% (95% CI: 97.8-98.1). Combination of fever, chill, headache, sweat, nausea, and vomit showed higher sensitivity (36.4%; 95% CI:28.9-40.5) and specificity (84.2%; 95% CI: 83.6-84.8) compare to fever alone in high endemic area, whereas the PPV was lower (3.8%: 95% CI: 3.1-4.6). In low endemic area, symptoms combination had a higher sensitivity (14.7%; 95% CI: 10.6-19.7) compare to fever alone. However, the specificity and PPV were lower with 91.2% (95% CI: 90.9-91.4) and 1% (95% CI: 0.7-1.4) respectively. Conclusion: The validity of clinical signs and symptoms to diagnose malaria is low in high and low transmission area. However, the use of clinical symptoms as a predictor of malaria is still possible in high transmission area as recommended by WHO, particularly for children.Key words: malaria, clinical symptoms, validity, sensitivity, specificity
DETEKSI ANTIGEN EKSKRETORI-SEKRETORI Schistosoma japonicum DENGAN METODE ELISA PADA PENDERITA SCHSISTOSOMIASIS DI NAPU SULAWESI TENGAH Samarang, Samarang; Satrija, Fadjar; Murtini, Sri; Nurjana, Made Agus; Chadijah, Sitti; Maksud, Malonda; Tolistiawaty, Intan
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 25, No 1 Mar (2015)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.206 KB)

Abstract

bstrakDeteksi antigen ekskretori-sekretori Schistosoma japonicum (S.japonicum) dengan metode ELISA pada penderita schistosomiasis dilakukan di Napu Kabupaten Poso selama sembilan bulan, yaitu dari April hingga Desember 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai optical density (OD)pada penderita positif schistosomiasis dengan infeksi tinggi, sedang, dan rendah. Menetapkan nilai sensitivitas dan spesifiitas dari konformasi ELISA yang digunakan. Kegiatan dalam penelitian yang dilakukan meliputi kegiatan di lapangan dan kegiatan di laboratorium. Kegiatan di lapangan antara lainsurvei tinja dan survei darah. Kegiatan di labotarorium adalah optimasi ELISA. Hasil penelitian yaitu diperoleh nilai absorbansi pada infeksi rendah berkisar 0.468 ± 0.699 dengan kepadatan telur 1-10 telur/ slide, pada infeksi sedang nilai absorbansinya berkisar 0.700 ± 0.899 dengan kepadatan telur 11-20telur/slide dan untuk infeksi tinggi nilai absorbansinya yaitu 0.900 ± 1.166 dengan kepadatan telur 21-44 telur/slide. Nilai sensitivitas sebesar 74% dan untuk nilai spesifiitasnya sebesar 90%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode ELISA yang dikembangkan mempunyai nilai sensitivitas dan spesifiitasbaik untuk mendeteksi AgES S. japonicum pada serum penderita schistosomiasis.Kata Kunci: Schistosomiasis, ELISA, Sensitivitas, Spesifiitas, Indonesia.AbstractDetection of Schistosomajaponicum (S.japonicum) excretory-secretory antigens by ELISA method in human schistosomiasiswas conducted in Poso district Napu valey for nine months, from April to December 2013. The purpose of the study was to get the optical density for the low, medium, and high infection at human schistosomiasis and than to determine the specifiity and sensitivity ELISA conformation. The activities in this study with the laboratory and the fild. The fild activities included stool survey and blood survey. The laboratory activities was optimization of the ELISA method. The results of the study obtained value of sensitivity was 74% and specifiity 90%. Absorbance values ranges from 0699±0468 with density of eggs 1-10 eggs/slide was low infection, the absorbance values was 0.700±0.899 for medium infection the density of eggs 11-20 eggs/slide and high infection the absorbance values were 0.900±1,166 with density of eggs 21-44 eggs/slide. Therefore, it can be concluded of this study that developed ELISA method has good sensitivity and specifiity values for detecting ESAg S.japonicumin human schistosomiasis.Keywords: Schistosomiasis, ELISA, sensitivity, specifiity, Indonesia
Faktor Risiko Terjadinya Tuberculosis Paru Usia Produktif (15-49 Tahun) di Indonesia Nurjana, Made Agus
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 25, No 3 Sep (2015)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (84.713 KB)

Abstract

TB paru merupakan penyakit yang paling banyak menyerang usia produktif dan masih menjadimasalah kesehatan dunia termasuk Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktorrisiko terjadinya TB paru pada usia produktif di Indonesia dan faktor risiko yang paling dominan. Studicross-sectional telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2013. Data bersumber dari data Riskesdas2013 yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Kesehatan. Sampel yang dianalisis usia 15 – 49 tahunsebanyak 522.670 orang. Data dianalisis dengan logistic regression complex samples. Hasil analisismenunjukkan bahwa faktor risiko TB paru pada usia produktif di Indonesia yaitu pendidikan, indekskepemilikan, bahan bakar memasak, kondisi ruangan dan perilaku merokok. Faktor risiko yang palingdominan adalah pendidikan. Untuk mendukung global tuberculosis control maka program pengenalansedini mungkin TB paru pada Sekolah Dasar dan pemanfaatan media informasi perlu ditingkatkan gunapenurunan kasus dan kematian akibat TB paru khususnya pada usia produktif
ASPEK SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BERKAITAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA SIDOAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG SULAWESI TENGAH Ningsi, Ningsi; Anastasia, Hayani; Nurjana, Made Agus
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2010: Supplemen
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v0i0.745.

Abstract

Village Sidoan district Tinombo, Parigi Moutong is a malaria endemic area. Based on the residís of MBS (Mass Blood Survey) there were patients with Falciparum 85 people, patients vivax 235. Generally, residential community located near the area of rice fields, beaches, swamps, rivers and livelihoods, and mostly are farmers and fishermen. Aimed This study sofare to identify socio-cultural aspects of society includes the knowledge, attitude and behavior of the community related with malaria. The research method is qualitative method with narrative analysis. The results showed that communities knowledge about malaria particular of the causes, prevention, modes of transmission, treatment are still based on traditional knowledge. Some people still have beliefs about the causes and cures whit based on traditions. The indeep interviewed result showed that some of the informants said that caused of illness heat like malaria, fever etc caused by the four elements that is fire, earth, water and air. Communities behavior/ during the night are watching television, defecate, bathing in the river, working the fields, chatting with neighbors while playing chess and cards.   Keywords: Malaria, knowledge, attitude, behaviour, Sidoan
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Posyandu di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah Rosmini, Rosmini; Anastasia, Hayani; Nurjana, Made Agus; Veridiana, Ni Nyoman; Patuba, Riri Arifah
Publikasi Penelitian Terapan dan Kebijakan Vol 9 No 2 (2015): Jurnal Pembangunan Manusia
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepadatan dan Tingkat Infeksi Serkaria Schistosoma japonicum pada Keong Oncomelania hupensis lindoensis dengan Kasus Schistosomiasis di Daerah Endemis Schistosomiasis, Sulawesi Tengah Anis Nurwidayati; Junus Widjaja; Samarang Samarang; Made Agus Nurjana; Intan Tolistiawaty; Phetisya PFS
Buletin Penelitian Kesehatan Vol 46 No 1 (2018)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.076 KB) | DOI: 10.22435/bpk.v46i1.59

Abstract

Abstract Schistosomiasis in Indonesia only found in Napu and Bada Highlands, Poso district and Lindu Highlands in Sigi district, Central Sulawesi Province. Schistosomiasis in Indonesia caused by Schistosoma japonicum and Oncomelania hupensis lindoensis is the intermediate snail host. The mapping of snail foci areas in 2017 showed that there was a significant change in the spread of the snail's foci. This paper aimed to describe the density and infection rate of S. japonicum cercariae in the snail host in the endemic areas of schistosomiasis in Central Sulawesi Province. The mean O.hupensis lindoensis snail density in Napu ranged from 0.9 to 6.6/m2, with mean rates of cercariae infections ranging from 0.4% to 21.4%. The snail density average in Lindu ranging from 3/m2 to 69,1/m2, with 4.4%-72.9% of cercariae infections. In bada the snail density ranged from 0.1 to 4.9/m2, with mean rates of cercariae infections ranging from 0% to 14.9%. Bivariate analysis showed there was no correlation between snail density and cercariae infection rate with schistosomiasis case (p value> 0.05). Keywords : Schistosomiasis, density, infection rate, Oncomelania hupensis lindoensis, Central Sulawesi Abstrak Schistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di Propinsi Sulawesi Tengah, yaitu Dataran Tinggi Napu dan Dataran Tinggi Bada, Kabupaten Poso serta Dataran Tinggi Lindu, Kabupaten Sigi. Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh Schistosoma japonicum dengan hospes perantara keong Oncomelania hupensis lindoensis. Pemetaan daerah fokus pada tahun 2017 menunjukkan bahwa terdapat perubahan yang signifikan dalam penyebaran fokus keong. Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan kepadatan dan infection rate serkaria S.japonicum pada keong perantara schistosomiasis di wilayah endemis schistosomiasis di Provinsi Sulawesi Tengah. Rerata kepadatan keong O.hupensis lindoensis di Napu berkisar dari 0,9 – 6,6/m2, dengan rerata tingkat infeksi serkaria berkisar antara 0,4% sampai 21,4%, di Lindu kepadatan keong berkisar antara 3/m2 sampai 69,1/m2, dengan tingkat infeksi serkaria 4,4%¬72,9%, dan di Bada kepadatan keong berkisar antara 0,1 – 4,9/m2, dengan rerata tingkat infeksi serkaria berkisar antara 0 % sampai 14,9%. Analisis bivariat menunjukkan tidak ada korelasi antara kepadatan keong dan tingkat infeksi serkaria dengan jumlah kasus schistosomiasis nilai p value > 0.05. Kata kunci: Schistosomiasis, kepadatan, tingkat infeksi, Oncomelania hupensis lindoensis, Sulawesi Tengah
Hubungan Perilaku Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Diabetes Mellitus di Indonesia Ni Nyoman Veridiana; Made Agus Nurjana
Buletin Penelitian Kesehatan Vol 47 No 2 (2019)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (324.199 KB) | DOI: 10.22435/bpk.v47i2.667

Abstract

Abstrak Prevalensi Diabetes mellitus (DM) mengalami peningkatan secara global baik di negara berpenghasilan tinggi maupun negara berpenghasilan rendah dan menengah termasuk di Indonesia. Indonesia menduduki urutan ke empat dengan prevalensi diabetes tertinggi di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengkaji hubungan pola konsumsi dan aktivitas fisik dengan kejadian DM di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei - Juni 2013 di 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota di Indonesia. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 722.329 responden yang berusia 15 tahun ke atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik merupakan faktor risiko dominan terhadap kejadian DM di Indonesia. Masyarakat yang memiliki kebiasaan hanya melakukan aktifitas ringan mempunyai peluang untuk terkena DM 2,9 kali dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki kebiasaan melakukan aktifitas berat, sedangkan masyarakat yang memiliki kebiasaan melakukan aktivitas sedang mempunyai peluang lebih rendah terkena DM yaitu 1,8 kali dibandingkan dengan aktivitas berat. Semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan maka semakin sedikit kemungkinan terkena DM. Dalam mencegah semakin tingginya prevalensi DM di Indonesia maka diperlukan peningkatkan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan intensitas aktivitas fisik terutama bagi masyarakat yang aktivitas fisiknya rendah. Kata kunci : Diabetes mellitus, perilaku konsumsi, aktivitas fisik Abstract Prevalency Diabetes Mellitus (DM) experience increasing globally either in high income states or in the low and middle income states including Indonesia. Indonesia is the fourth prevalency Diabetes Mellitus in the world after India, China, and United States. The aim of this study is to analyze the relationship between consumsion pattern and physical activity on DM in Indonesia based on Riskesdas data in 2013. Data are gathered from may up to June 2013 in 33 provinces and 497 regencies/cities in Indonesia. The research is cross sectional design. The samples are 722.329 respondents aging among 15 years and over. The results show that the physical activity is the risk factor dominantly on the DM in Indonesia. Society having only light activity have a tendency to get DM 2.9 times compared to those who have the strongest activity, while those who are stronger activity have lower tendency to get DM that is 1.8 times compared to those who have the strongest activity. To prevent higher prevalency DM in Indonesia, it is expected to rise the societal care to increase physical activity intensity primarily for those who has the low physical activities. Keywords : Diabetes mellitus, consumtive behavior, physical activity
Faktor Risiko Dominan Mempengaruhi Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Indonesia Tahun 2018 Hasrida Mustafa; Made Agus Nurjana; Junus Widjaja; Anis Nur Wdayati
Buletin Penelitian Kesehatan Vol 49 No 2 (2021)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/bpk.v49i2.4773

Abstract

Chronic Energy Deficiency (CED) is one of the main problems that often occurs among pregnant women. This study aimed to describe the Dominant Risk Factors for CED pregnant women in Indonesia. This study used data from the 2018 Basic Health Research on all pregnant women in Indonesia. Data analysis used with simple logistic regression. The results of multivariate analysis showed that several factors had an effect on the incidence of CED, but the most significant factor was tuberculosis disease (p= 0.002; OR 6.770; 95% CI 1.964-23.341). It was concluded that pregnant women with tuberculosis had a 6.7 times increase risk for developing CED compared to those without tuberculosis. This variable was the most dominant variable related to CED in pregnant women in Indonesia in 2018. Keywords : risk factos, Chronic Energy Deficiency (CED), pregnant women Abstrak Kurang Energi Kronis (KEK) merupakan salah satu masalah utama yang masih sering terjadi pada Ibu hamil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor risiko dominan mempengaruhi KEK pada ibu hamil di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 pada seluruh ibu hamil di Indonesia. Analisis data yang digunakan dengan Simple Logistic Regression. Hasil analisis multivariate menunjukkan beberapa faktor berpengaruh terhadap kejadian KEK, akan tetapi faktor yang paling signifikan adalah penyakit infeksi tuberkulosis (p=0,002; OR 6,770; 95% CI 1,964-23,341). Disimpulkan ibu hamil dengan tuberculosis (TB) berisiko menjadi KEK sebesar 6,7 kali dibandingkan dengan tanpa tuberkulosis. Variabel ini meupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan KEK pada ibu hamil di Indonesia tahun 2018. Kata kunci: Faktor risiko, Kurang Energi Kronis (KEK), ibu hamil
Faktor Internal dan Eksternal Kejadian Pneumonia pada Anak Bawah Dua Tahun di Indonesia Ni Nyoman Veridiana; Octaviani Octaviani; Made Agus Nurjana
Buletin Penelitian Kesehatan Vol 49 No 3 (2021)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/bpk.v49i3.4802

Abstract

Pneumonia is an infectious disease that can cause death in children. The prevalence of this disease has increased and is mostly found in the 12-23 month age group. This paper aims to examine the internal and external factors associated with the incidence of pneumonia in children under two years of age in Indonesia. The data analyzed comes from secondary data from Riskesdas 2018. The Riskesdas design was cross-sectional. The research sample was all children under two years of age who were collected at the Riskesdas 2018 as many as 36,248 children. Bivariate data analysis using schi-square test and multivariate data analysis using logistic regression test. The results of the analysis showed that the risk factors for pneumonia in children under two years were the child's weight at birth (OR: 1,393; CI 95%: 1,009-1,923), the habit of opening a kitchen window (OR: 1,434; CI 95%: 1,097-1,874) and the smoking habit of other household members in the house (OR: 1,311; CI 95%: 1,088-1,580). These factors together can influence the incidence of pneumonia at under two years of age in Indonesia. Therefore, it is necessary to make efforts to change people's behavior to pay more attention to the health of LBW children, change smoking habits and get used to opening the kitchen window. These efforts can be carried out through outreach activities using various media, both formal and informal, and increasing community participation through the healthy living movement. Keywords: Internal, External, Children under two years of age, Pneumonia, Indonesia Abstrak Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian pada anak. Prevalensi penyakit ini mengalami peningkatan dan paling banyak ditemukan pada kelompok umur 12-23 bulan. Tujuan dari tulisan ini adalah mengkaji faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak bawah dua tahun di Indonesia. Data yang dianalisis bersumber dari data sekunder Riskesdas 2018. Desain Riskesdas adalah cross sectional. Sampel penelitian adalah seluruh anak berusia di bawah dua tahun yang terkumpul pada Riskesdas 2018 sebanyak 36.248 anak. Analisis data bivariat menggunakan uji chi-square dan analisis data multivariat menggunakan uji regresi logistik. Hasil analisis menunjukkan bahwa yang menjadi faktor risiko pneumonia pada anak baduta yaitu berat badan anak pada waktu lahir (OR: 1,393; CI 95%: 1,009-1,923), kebiasaan membuka jendela dapur (OR: 1,434; CI 95%: 1,097-1,874) dan kebiasaan merokok anggota rumah tangga lainnya di dalam rumah (OR: 1,311; CI 95%: 1,088-1,580). Faktor tersebut secara bersama-sama dapat mempengaruhi kejadian pneumonia pada baduta di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya merubah perilaku masyarakat untuk lebih memperhatikan kesehatan bayi BBLR, merubah kebiasaan merokok dan membiasakan diri membuka jendela dapur. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dengan menggunakan berbagai media baik formal maupun informal dan meningkatkan peran serta masyarakat melalui gerakan hidup sehat. Kata kunci: Internal, External, Baduta, Pneumonia, Indonesia
Analisis Air Minum dan Perilaku Higienis dengan Kejadian Diare pada Lansia di Indonesia Phetisya PF Sumolang; Made Agus Nurjana; Junus Widjaja
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol 29 No 1 (2019)
Publisher : Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/mpk.v29i1.123

Abstract

Abstract Diare he a is a condition of abnormal defecation that is more than three times a day with a runny concentration of stool with or without blood or mucus due to an inflammatory process in the stomach or intestine. Indonesia is one of the developing countries with a high incidence of diarrhea seen from the morbidity and mortality rate, and can attack all ages, including toddlers, children, adults and even the elderly. Health problems in the elderly are generally caused by a decrease in the functioning of the body’s organs, so that the body’s activity and metabolism automatically decrease which is followed by a decrease in energy and decreased digestive capacity which generally begins at the age of 50 years. Data analysis was conducted to determine the relationship between drinking water supply and hygienic behavior with the incidence of diarrhea in elderly (adults over 54 years) using logistic regression. The samples analyzed were 138,515 elderly from the 2013 Basic Health Research data. The results of the analysis showed that there was a correlation between hygienic behavior with the incidence of diarrhea in elderly in Indonesia (p value < 0,05) and the most dominant variable was hand washing behavior after defecation. Improving clean and healthy behavior especially in elderly group needs to be improved as a prevention measure for the occurrence of diarrheal in the elderly in Indonesia. Abstrak Diare merupakan suatu kondisi buang air besar tidak normal yang lebih dari tiga kali sehari dengan konsentrasi tinja yang encer dengan atau tanpa disertai darah atau lendir akibat dari proses inflamasi pada lambung atau usus. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan angka kejadian diare masih tinggi dilihat dari angka morbiditas dan mortalitas, serta dapat menyerang semua usia baik balita, anak, dewasa bahkan lansia. Masalah kesehatan pada lansia secara umum disebabkan karena menurunnya fungsi organ tubuh, sehingga aktivitas dan metabolisme tubuh otomatis menurun yang diikuti dengan menurunya energi dan kapasitas pencernaan menurun yang umum dimulai usia 50 tahun. Analisis data telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara penyediaan air minum dan perilaku higienis dengan kejadian diare pada lanjut usia (dewasa dengan usia lebih dari 54 tahun) dengan regresi logistik. Sampel yang dianalisis sebanyak 138.515 orang dewasa dari data Riskesdas 2013. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan distribusi variabel dan analisis regresi logistik untuk mengetahui hubungan antara variabel yang diteliti. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perilaku higienis dengan kejadian diare pada kelompok lanjut usia di Indonesia (p value < 0,05) dan yang paling dominan adalah perilaku cuci tangan setelah buang air besar (BAB). Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya pada kelompok usia lanjut perlu ditingkatkan sebagai tindakan pencegahan terjadinya diare pada lansia di Indonesia.