Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Characteristics of Edible Film Made from Pectin of Papaya Peel Yuniwaty Halim; Carinna Ruth Darmawan
Reaktor Volume 21 No. 3 September 2021
Publisher : Dept. of Chemical Engineering, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.448 KB) | DOI: 10.14710/reaktor.21.3.116-123

Abstract

Papaya (Carica papaya L.) peel contains a considerable amount of pectin, high molecular weight polysaccharides that can be used in edible film making due to its ability to form gels. However, edible film from pectin usually has poor moisture barrier properties. Therefore, pectin is generally combined with glycerol as plasticizer and starch. This research aimed to utilize pectin from papaya peel with the addition of corn starch in edible film making to determine the characteristics of pectin from papaya peel and the effect of pectin and corn starch concentration on edible film characteristics. Pectin extracted from papaya peel was classified as low methoxyl pectin (LMP). The pectin was then utilized in edible films making together with corn starch addition. Two factors were used in this research, which included pectin amount (0.75 g, 1.0 g, 1.25 g) and corn starch concentration (40%, 50%, 60%, based on pectin). The selected edible films formulation was an edible film made from a pectin amount of 1 g with 50% corn starch (based on pectin weight). This formulation showed low water vapor transmission rate (WVTR) of 3.447±0.270 g.mm/m2/hour, a moderate tensile strength of 1.3121±0.0720 MPa, a moderate elongation percentage of 9.42±0.08%, and a thickness of 0.11±0.01 mm.Keywords: corn starch; edible films; papaya peel; pectin
Utilization of Crude Intracellular Chitinase Enzyme from Providencia stuartii for Glucosamine Production from Shrimp Shells Hardoko Hardoko; Titri Siratantri Mastuti; Desy Puspasari; Yuniwaty Halim
Reaktor Volume 19 No. 2 June 2019
Publisher : Dept. of Chemical Engineering, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (455.841 KB) | DOI: 10.14710/reaktor.19.2.62-67

Abstract

Chitin hydrolysis using enzyme is one of the methods to produce glucosamine in shorter time compared to using microbial cells, but the ability to produce glucosamine at enzyme’s optimum condition is influenced by substrate concentration and fermentation time. The objective of this research was to determine the optimum substrate concentration and fermentation time of shrimp shells’ chitin to produce glucosamine at the optimum pH and temperature of crude intracellular chitinase enzyme from Providencia stuartii. Method used was experimental method, started by extraction of intracellular enzyme from P. stuartii, followed by determination of optimum pH and temperature of enzyme. The optimum condition was used for experiment of shrimp shells’ chitin fermentation with treatments of chitin substrate concentration (0.5; 1.0; 1.5; 2.0%) and fermentation time (2, 4, 6 and 24 hours). Results showed that optimum enzyme activity occurred at pH of 5.0 and temperature of 40oC, which was about 6.03 U/ml. Concentration of chitin substrate and fermentation time influenced the amount of glucosamine obtained. Fermentation of shrimp shells’ chitin using crude intracellular enzyme was optimum at 1.0% substrate concentration and 6 hours fermentation time, which produced glucosamine about 1680.06±58.49 ppm. Keywords: intracellular chitinase enzyme, glucosamine, shrimp shells’ chitin, P. stuartii
Immobilization of Providencia stuartii Cells in Papaya Trunk Wood for N-acetylglucosamine Production from Pennaeus vannamei Shrimp Shells Yuniwaty Halim; Steven Fausta Tantradjaja; Hardoko Hardoko; Ratna Handayani
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 13 No. 2 (2021): JURNAL ILMIAH PERIKANAN DAN KELAUTAN
Publisher : Faculty of Fisheries and Marine Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jipk.v13i2.28011

Abstract

Highlight Research AbstractChitin is a natural compound found abundantly in shrimp shells. Chitin can be degraded to produce N-acetylglucosamine, which has wide applications in the food and pharmaceutical fields. Fermentation using chitinolytic microorganisms can be used to produce N-acetylglucosamine from shrimp shells’ chitin. One of the strong chitinolytic bacteria that was isolated from previous research was Providencia stuartii. To provide better stability and efficiency in fermentation, P. stuartii cells were immobilized using entrapment method in papaya trunk wood. The aims of this research were to determine the optimum papaya trunk wood size, ratio of papaya trunk wood and growth medium, as well as the optimum fermentation cycle to produce N-acetylglucosamine from P. vannamei shrimp shells using submerged fermentation method. The research used experimental method with treatment of different sizes of papaya trunk wood (1 x 1 x 1 cm3, 1.5 x 1.5 x 1.5 cm3, and 2 x 2 x 2 cm3), different ratio of papaya trunk wood and growth medium (1:10, 1:15 and 1:20), and 4 fermentation cycles. Results showed that papaya trunk wood with size of 1 x 1 x 1 cm3 and ratio (w/v) of 1:10 could immobilize 87.08±2.05% of P. stuartii cells and produce the highest N-acetylglucosamine concentration, which was 238177.78±3153.48 ppm. The highest N-acetylglucosamine production was obtained from first fermentation cycle and decreased over the last three cycles, but still produced high concentration of N-acetylglucosamine. Therefore, it is possible to perform continuous N-acetylglucosamine production from shrimp shells using P. stuartii cells immobilized in papaya trunk wood. 
PELATIHAN PEMBUATAN BISKUIT DAN COOKIES BERBASIS PAKCOY DI KELOMPOK WANITA TANI DUMAY, TANGERANG SELATAN Yuniwaty Halim; Lucia Crysanthy Soedirga; Ratna Handayani; Tagor Marsillam Siregar
Jurnal PkM Pengabdian kepada Masyarakat Vol 4, No 2 (2021): Jurnal PkM : Pengabdian kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Indraprasta PGRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30998/jurnalpkm.v4i2.6363

Abstract

Kelompok Wanita Tani (KWT) Dumay merupakan salah satu UMKM di Tangerang Selatan yang salah satu kegiatannya adalah membudidayakan tanaman hidroponik. Beberapa tanaman telah aktif dibudidayakan dengan pakcoy sebagai komoditas utamanya, tetapi kelompok ini belum mendapatkan pengetahuan mengenai cara mengolah pakcoy menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi. Pakcoy merupakan sayuran yang banyak dibudidayakan secara hidroponik karena permintaan pasar yang tinggi serta kandungan nutrisinya yang tinggi, walaupun umur simpannya cukup singkat dalam kondisi segar. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pelatihan mengenai teknologi pengolahan yang dapat diaplikasikan oleh KWT Dumay, yaitu pemanfaatan pakcoy untuk diolah menjadi biskuit dan cookies. Metode yang digunakan adalah metode PALS (Participatory Active Learning System), yang terdiri dari presentasi dan praktik pelatihan. Hasil dari kegiatan ini menunjukkan bahwa para anggota KWT Dumay dapat membuat produk biskuit dan cookies berbasis pakcoy untuk meningkatkan umur simpan dan nilai ekonomi pakcoy.
PELATIHAN PEMBUATAN MINUMAN INSTAN BERBASIS DAUN KELOR DI KELOMPOK WANITA TANI CEMARA, PAMULANG BARAT, TANGERANG SELATAN [TRAINING OF DRUMSTICK LEAVES-BASED INSTANT BEVERAGE MAKING AT KELOMPOK WANITA TANI CEMARA, PAMULANG BARAT, TANGERANG SELATAN] Yuniwaty Halim; Hardoko -; Ratna Handayani; Virly -
Jurnal Sinergitas PKM & CSR Vol 2, No 2 (2018): April
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kelompok Wanita Tani (KWT) Cemara mempunyai bahan baku berupa daun kelor tetapi tidak mempunyai teknologi pengolahan, sedangkan tim PkM Jurusan Teknologi Pangan UPH mempunyai teknologi pengolahan daun Kelor.  Tujuan dari PkM yang dilakukan adalah untuk mengajarkan dan melatih KWT Cemara mengenai teknologi pengolahan daun kelor hingga dapat diaplikasikan menjadi produk minuman instan. Metode yang digunakan dalam PkM adalah metode sistem pembelajaran dengan partisipasi aktif (PALS = Partisipatory Action Learning System). Hasilnya menunjukkan bahwa KWT Cemara mampu mempelajari teknologi pembuatan minuman instan daun kelor dan dapat mengembangkan menjadi produk yang siap dijual.
PRODUKSI N-ASETILGLUKOSAMIN DARI KULIT UDANG MENGGUNAKAN KITINASE EKSTRASELULER DARI Providencia stuartii Yuniwaty Halim; Cynthia Cynthia; Hardoko Hardoko; Ratna Handayani
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 4, No 1 (2020): MAY
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Cangkang udang tersusun dari kitin. Salah satu turunan kitin, yaitu glukosamin, biasanya terdapat dalam bentuk N-asetilglukosamin dan dapat diproduksi melalui fermentasi enzimatis terhadap kitin dengan menggunakan mikroorganisme kitinolitik. Salah satu bakteri kitinolitik adalah Providencia stuartii. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kondisi fermentasi optimum, yaitu pH, suhu, konsentrasi substrat, dan lama inkubasi, untuk memproduksi N-asetilglukosamin menggunakan kitinase ekstraseluler dari Providencia stuartii. pH yang digunakan dalam fermentasi adalah 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9, sedangkan suhu yang digunakan adalah 30, 40, 50, 60, 70 and 80oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitinase ekstraseluler kasar memiliki aktivitas optimum pada pH 5 dan suhu 40oC, yaitu berturut-turut sebesar 3,23 ± 0,06 U/ml dan 3,42 ± 0,06 U/ml. Kitinase ekstraseluler semi murni memiliki aktivitas optimum pada pH 7 dan suhu 40oC, yaitu berturut-turut sebesar 4,74 ± 0,06 U/ml and 4,44 ± 0,06 U/ml. Selanjutnya, konsentrasi kitin sebagai substrat yang digunakan adalah sebesar 0,5; 1; 1,5; dan 2% dengan lama inkubasi 2, 4, 6, dan 24 jam. Konsentrasi N-asetilglukosamin tertinggi diperoleh setelah lama inkubasi 6 jam dengan konsentrasi substrat sebesar 1%, yaitu sebesar 933,89 ± 12,55 ppm menggunakan kitinase ekstraseluler kasar dan 1050,56 ± 12,54 ppm menggunakan kitinase ekstraseluler semi murni.
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI MI ANALOG BERBASIS SINGKONG DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN [PHYSICOCHEMICAL AND SENSORY CHARACTERISTICS OF CASSAVA BASED NOODLE ANALOGUE WITH CARRAGEENAN ADDITION] Hardoko Hardoko; Delicia Martha; Yuniwaty Halim
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 5, No 2 (2021): NOVEMBER
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Cassava noodles are considered as a type of non-gluten-based noodles that have stickiness and higher cooking loss than wheat noodles. The addition of several types of hydrocolloids was allegedly able to improve the quality of starch-based analog noodles. The purpose of this study was to determine the characteristics of analogue noodles based on cassava plus carrageenan hydrocolloid compared to wheat noodles. The research method used was the experimental method of adding 0%, 5%, 10%, and 15% carrageenan to the cassava-based analog noodle formulation. The results showed that the addition of carrageenan to cassava-based analog noodles reduced the elasticity, chewability, water absorption and elongation of noodles, but increased the stickiness, tensile strength, and elasticity of analog noodles. Analog noodles whose characteristics of elasticity, stickiness, and hardness are close to that of commercial wheat noodles are those with 10% carrageenan added. The level of preference for cassava-based analog noodles added with 10% carrageenan was still below commercial wheat noodles which reached a hedonic level of moderate liking (score 5.0), however, the level of preference for analog noodles still reached neutral to moderate (4.5-5.0).BAHASA INDONESIA ABSTRAK: Mie singkong dianggap sebagai jenis mie berbasis non-gluten yang  memiliki sifat lengket dan susut masak lebih tinggi daripada mi terigu. Penambahan beberapa jenis hidrokoloid disinyalir dapat memperbaiki mutu mi analog berbasis pati. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristrik mi analog berbasis singkong  yang ditambah hidrokoloid karagenan dibandingkan dengan mi terigu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen penambahan karaginan 0%, 5%, 10%, dan 15% pada formulasi mi analog berbasis singkong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penambahan karagenan pada mi analog berbasis singkong dapat menurunkan kekenyalan, daya kunyah, daya serap air, dan elongasi mi, tetapi menaikkan kelengketan, kuat tarik, dan elastisitas mi analog. Mi analog yang karakteristik kekenyalan, kelengketan, dan kekerasan nya mendekatai mi terigu komersiil adalah yang ditambah karagenan 10%. Tingkat kesukaan terhadap mi analog berbasis singkong yang ditambah karagenan 10% masih dibawah mi terigu komersiil yang mencapai tingkat hedonik agak suka (skor 5,0), meskipun demikian tingkat kesukaan mi analog masih mencapai netral sampai agak suka (4,5-5,0).   
PRODUKSI N-ASTEILGLUKOSAMIN DENGAN KITINASE INTRASELULER DARI Providencia stuartii YANG DIIMOBILISASI MENGGUNAKAN κ-KARAGENAN Yuniwaty Halim
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 5, No 1 (2021): MAY
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kitin merupakan polisakarida yang tersusun dari β-1,4-N-asetil-D-glukosamin. Pada penelitian ini, kitin diisolasi dari cangkang udang windu dan digunakan untuk produksi N-asetilglukosamin menggunakan kitinase intraseluler semi murni dari bakteri Providencia stuartii yang diimobilisasi. Imobilisasi dilakukan dengan metode entrapment menggunakan κ-karagenan sebagai support. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan rasio terbaik antara enzim dan support, dan siklus fermentasi optimum kitinase intraseluler semi murni dari Providencia stuartii yang diimobilisasi menggunakan κ-karagenan. Rasio enzim dan support yang digunakan adalah 1:1; 1,5:1; 2:1, dan rasio terbaik ini digunakan dalam 3 siklus fermentasi untuk menentukan aktivitas enzim dan produksi N-asetilglukosamin optimum. Rasio terbaik antara enzim dan support diperoleh pada rasio 2:1 dengan N-asetilglukosamin yang dihasilkan sebesar 7.573,34 ± 285,97 ppm dan aktivitas kitinase sebesar 11,41 ± 0,43 U/ml. Enzim kitinase dapat digunakan sampai 3 siklus fermentasi dengan mempertahankan aktivitasnya sebesar 27%.
IMOBILISASI KITINASE INTRASELULER Providencia stuartii DENGAN KALSIUM ALGINAT DAN APLIKASINYA DALAM PRODUKSI N-ASETILGLUKOSAMIN Yuniwaty Halim
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 3, No 2 (2019): NOVEMBER
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kitin, polimer linier yang terdiri dari unit ß-1,4-N-asetilglukosamin, ditemukan secara alami pada cangkang udang dan dapat diubah menjadi glukosamin, yang memiliki fungsi yang luas, khususnya di bidang kesehatan untuk mengobati penyakit pada sendi. N-asetilglukosamin (NAG), salah satu bentuk glukosamin, dapat dihasilkan melalui fermentasi kitin menggunakan mikroorganisme kitinolitik seperti kapang atau bakteri. Produksi kitinase oleh Providencia stuartii telah dipelajari, namun imobilisasi kitinase untuk produksi NAG belum secara langsung dievaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh rasio antara kitinase intraselular dan support menggunakan alginat dan pengaruh banyaknya siklus fermentasi terhadap aktivitas enzim kitinase intraseluler yang diimobilisasi dan produksi NAG dari kitin yang diperoleh dari cangkang udang Penaeus monodon. Rasio kitinase: support yang digunakan adalah 1:1, 1,5:1, dan 2:1. Rasio 2:1 menghasilkan aktivitas enzim tertinggi, yaitu sebesar 2,030 ± 0,0405 U/ml. produksi NAG tertinggi diperoleh dari siklus fermentasi pertama yang menghasilkan konsentrasi NAG sebesar 1347,7778 ± 50,1848 ppm. Kitinase intraseluler yang diimobilisasi dengan alginat dapat digunakan hingga 4 siklus fermentasi dengan aktivitas enzim yang dipertahankan adalah sebesar 66,91%.
KARAKTERISTIK EDIBLE FILM DARI KULIT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) DAN UMBI PORANG (Amorphophallus muelleri Blume) [CHARACTERISTICS OF EDIBLE FILM FROM ROBUSTA COFFEE’S SILVER SKIN (Coffea canephora) AND PORANG TUBER (Amorphophallus muelleri Blume)] Yuniwaty Halim; Livia Katherina
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 3, No 1 (2019): MAY
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Coffee silver skin contains pectin, while porang tuber contains glucomannan which can be utilized in edible film making. The aim of this research was to determine the concentrattion of glycerol as a plasticizer and pectin: glucomannan ratio to obtain edible film with the best characteristics. Edible film was made by combining 4 level of glycerol concentration (0%, 1%, 2%, 3%), and 3 level of pectin: glucomannan ratio (1:1, 3:4, 4:3). The best formulation from this research was edible film made from pectin: glucomannan with ratio of 3:4 and 1% glycerol concentration. Selected edible film formulation has thickness of 0.11±0.1 mm, tensile strength of 2.05± 0.04 MPa, elongation of 40.13±0.39% and water vapor transmission rate of 3.50±0.02 g mm/ m2h.BAHASA INDONESIA ABSTRAK:Kulit kopi mengandung pektin, sedangkan umbi orang mengandung glukomanan, sehingga keduanya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan edible film. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi gliserol sebagai plasticizer dan ratio pektin: glukomanan terbaik untuk memperoleh edible film dengan karakteristik terbaik. Edible film dibuat dengan mengkombinasikan 4 level konsentrasi gliserol (0%, 1%, 2%, 3%) dan 3 level rasio pektin: glukomanan (1:1, 3:4, 4:3). Formulasi terbaik dari penelitian ini adalah edible film yang dibuat dari rasio pektin: glukomanan sebesar 3:4 dan konsentrasi gliserol sebesar 1%. Edible film terpilih ini memiliki ketebalan sebesar 0,11±0,1 mm, kuat tarik sebesar 2,05± 0.04 MPa, elongasi sebesar 40,13±0,39%, dan laju transmisi uap air sebesar 3,50±0,02 g mm/ m2.jam.