cover
Contact Name
Nurzamzam
Contact Email
zamzam.law@gmail.com
Phone
+6285242942361
Journal Mail Official
bolrev.borneo@gmail.com
Editorial Address
Jalan Amal Lama No 1 Tarakan Kalimantan Utara
Location
Kota tarakan,
Kalimantan utara
INDONESIA
Borneo Law Review Journal
ISSN : 25806750     EISSN : 25806742     DOI : https://doi.org/10.35334/bolrev.v4i2
Core Subject : Social,
Jurnal Borneo Law Review is the Journal of Legal Studies that focuses on law science. The scopes of this journal are: Constitutional Law, Criminal Law, Civil Law, Islamic Law, Environmental Law, Human Rights and International Law. All of focus and scope are in accordance with the principle of Borneo Law Review.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 102 Documents
PENANGANAN STATUS KEPENDUDUKAN ETNIS ROHINGYA (STUDI KASUS KOTA MAKASSAR) Asmar, Abd. Rais
Borneo Law Review Journal Volume 3, Nomor 1, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1004.267 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i1.1010

Abstract

AbstractThe handling of Rohingya ethnic refugees who entered the city of Makassar due to persecution in their home countries, Myanmar is very necessary because of the vulnerability experienced by Rohingya ethnic refugees, especially this is an international community agreement through the 1951 Convention on Refugees. This vulnerability can occur in children, women, and vulnerability to refugee status. Determination of refugee status is a full right of UNHCR because Indonesia has not ratified the 1951 Convention so that there is no government involvement in this matter both in terms of regulation and action. The fact is that Makassar City is one of the destinations for Rohingya ethnic refugees who want to improve their destiny. The government has issued Presidential Regulation No. 125 of 2016 concerning handling refugees but not yet adequate. As a result, they do not get residence status so they can enjoy educational, health, legal assistance and other needs because of administrative document problems. Therefore, national regulations are needed for them and the role of non-governmental institutions so that ethnic Rohingya refugees can enjoy the facilities available in Makassar City.Keywords: Rohingya Refugees, Population Status???????????????? ?Abstrak??????????????? Penanganan pengungsi etnis rohingya yang masuk ke Kota Makassar akibat persekusi di negara asalnya yaitu Myanmar sangat diperlukan karena kerentanan yang dialami oleh para pengungsi etnis rohingya apalagi ini merupakan kesepakatan masyarakat internasional melalui Konvensi 1951 tentang Pengungsi. Kerentanan tersebut dapat terjadi pada anak-anak, perempuan, maupun kerentanan status pengungsi. Penetapan status pengungsi menjadi hak penuh dari UNHCR karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 sehingga tidak ada keterlibatan pemerintah dalam hal ini baik dalam hal regulasi maupun aksi. Faktanya Kota Makassar menjadi salah satu tujuan pengungsi etnis rohingya yang ingin memperbaiki nasib. Pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 125 Tahun 2016 tentang penanganan pengungsi tetapi belum memadai. Akibatnya mereka tidak mendapatkan status kependudukan sehingga dapat menikmati fasilitas pendidikan, kesehatan, bantuan hukum dan kebutuhan lainnya karena terbentur masalah dokumen adminstrasi. Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi nasional yang memadai bagi mereka dan peran lembaga-lembaga non pemerintah agar pengungsi etnis rohingya dapat menikmati fasilitas yang ada di Kota Makassar.Kata Kunci: Pengungsi etnis rohingya, Status kependudukan
BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK TERKAIT (NEIGHBOURING RIGHTS) Makka, Zulvia
Borneo Law Review Journal Volume 3, Nomor 1, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (698.167 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i1.1011

Abstract

ABSTRAKHak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta yang merupakan hak ekslusif bagi pelaku pertunjukan, producer fonogram, atau lembaga penyiaran. Berdasarkan pengertian hak terkait tersebut maka dapat dipahami bahwa yang merupakan pemilik hak terkait adalah pelaku pertunjukan, produser fonogram (lebih dikenal sebagai produser rekaman), dan lembaga penyiaran. Perlu adanya perlindungan untuk pelaku karena pelaku pertunjukan memiliki hak moral dan hak ekonomi yang terdapat pada pasal 23 UUHC. Yang memuat pada pelaku pertunjukan yang tidak dapat dihilang atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun. Namun pada prakteknya seringkali hak terkait ini dikesampingkan, karena lingkup perlindungan tidak hanya mencakup hak ekonomi dan hak moral. Permasalahan diatas menimbulkan isi hukum bentuk perlindungan terhadap hak terkait menurut undang-undang Hak Cipta dan perolehan Hak Terkait dalam Hak Cipta Isu hukum ini diteliti dengan menggunakan metode dengan tipe penelitian Normatif.Bentuk pelindungan Hukum terhadap Hak Terkait menurut Undang-Undang Hak Cipta terdiri dari 2 (dua) yaitu, perlindungn hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perolehan hak terkait dalam UUHC yaitu hak moral dan hak ekonomis. Hak moral pelaku pertunjukan merupakan hak yang melekat pada pelaku pertunjukan yang tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak terkait telah dialihkan. Hak Ekonomi Pelaku Pertunjukan adalah suatu hak yang diberikan oleh Undang-undang secara eksklusif kepada Pencipta untuk untuk memanfaatkan keuntungan suatu ciptaan yang biasanya berupa publikasi suatu salinan ciptaan atau fonogram supaya dapat tersedia untuk publik dalam jumlah tertentu.?Kata Kunci : Perlindungan, Hak Terkait, Hak Moral, Hak Ekonomi ?AbstractRelated rights are rights relating to copyright which are exclusive rights for performers, producer phonograms, or broadcasters. Based on the understanding of related rights, it can be understood that those who are related rights holders are performers, phonogram producers (better known as record producers), and broadcasting institutions. There needs to be protection for the perpetrators because the performers have the moral rights and economic rights contained in article 23 of UUHC. Which includes the performers who cannot be lost or cannot be removed for any reason. But in practice often these related rights are ruled out, because the scope of protection does not only cover economic rights and moral rights. The above issues give rise to the contents of the law in the form of protection of related rights according to the Copyright law and the acquisition of Related Rights in Copyright This legal issue is examined using methods with normative research types.The form of legal protection against Related Rights according to the Copyright Act consists of 2 (two), namely, preventive legal protection and repressive legal protection. The acquisition of related rights in the UUHC is moral rights and economic rights. The moral rights of performers are the rights inherent in the performers who cannot be removed or cannot be removed for any reason even though the related rights have been transferred. The Economic Rights of Performers is a right granted by the Law exclusively to the Creator to utilize the benefits of a work which is usually in the form of the publication of a copy of a work or phonogram so that it can be available to the public in a certain amount.?Keywords: Protection, Related Rights, Moral Rights, Economic Rights
KEDUDUKAN TIM PENGAWAL DAN PENGAMANAN PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH (TP4D) DALAM RANGKA UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI Junaidi, Muhammad; Marthin, Marhin
Borneo Law Review Journal Volume 3, Nomor 1, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (584.912 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i1.1012

Abstract

ABSTRAK?Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Kejaksaan Republik Indonesia yang telah membentuk struktur organisasi baru yaitu Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan atau dikenal dengan nama (TP4). TP4 ini berlokasi di pusat (Kejaksaan Agung) dan ditiap-tiap daerah ( Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri). Kelahiran TP4 mulanya untuk meningkatkan peran Kejaksaan dibidang perdata dan tata usaha negara (DATUN) tetapi pada akhirnya berada di bidang Intelijen. Selain itu, pembentukan TP4 merupakan salah satu respon Kejaksaan adanya Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2015 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2015. Pembentukan tim TP4 bertujuan untuk mengawal dan mengawasi pembangunan di daerah serta mendukung keberhasilan pemerintahan dan pembangunan melalui upaya upaya pencegahan secara preventif dan persuasif. Kejaksaan sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan memiliki wewenang untuk melakukan penuntutan dan juga dapat bertugas sebagai penyidik untuk perkara tertentu sesuai dengan peraturan perundangan. Dalam penanganan perkara terdakwa tindak pidana korupsi, kejaksaan memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan. Dalam pelaksanaannya tim TP4D banyak kemungkinan akan dihadapkan situasi rawan Penyimpangan- penyimpangan dan indikasi terjadinya tindak pidana korupsi terhadap proyek Pembagunan yang sedang dikawal, untuk menghindari hal tersebut sehingga Tim TP4D diharapkan mampu bekerja secara profesional. Selain itu, pembentukan TP4D, juga diharapkan dapat memaksimalkan daya serap anggaran Pembangunan kurang dikarenakan Pemerintah ketakutan untuk melaksanakan pembangunan, sehingga dengan adanya Tim TP4D pemerintah tidak ragu untuk melaksanakan pembangunan.??? Kata Kunci: TP4D, Pembangunan dan Tindak Pidana Korupsi???AbstractThis research was motivated by the Attorney General of the Republic of Indonesia which has formed a new organizational structure, namely Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan, also known as (TP4). These TP4s are located in the center (Attorney General's Office) and in each region (High Prosecutor's Office and Public Prosecutor's Office). The birth of TP4 was originally to increase the role of the Prosecutor in the civil and state administration (DATUN) but ultimately was in the field of Intelligence. In addition, the formation of TP4 was one of the attorneys' responses to the Presidential Instruction No. 7 of 2015 concerning the Action on the Prevention and Eradication of Corruption in 2015. The formation of the TP4 team aims to guard and supervise development in the region and support the success of government and development through preventive and persuasive prevention efforts. Prosecutors in accordance with the provisions of Law Number 16 of 2004 concerning the Prosecutor's Office have the authority to prosecute and can also serve as investigators for certain cases in accordance with laws and regulations. In handling cases of accused of corruption, the prosecutor's office has the authority to carry out investigations. In its implementation, the TP4D team is likely to be faced with situations prone to irregularities and indications of corruption in the development project being escorted, to avoid this so that the TP4D Team is expected to be able to work professionally. In addition, the formation of TP4D was also expected to maximize the absorption capacity of the development budget due to the Government's fear of implementing development, so that with the presence of the TP4D Team the government did not hesitate to carry out development.Keywords: TP4D, Development and Corruption Crime
PENDEKATAN MULTI REZIM HUKUM ( MULTI DOOR SYSTEM) PADA TINDAK PIDANA PERIKANAN Kharisma, Hamzah; Syafruddin, Syafruddin
Borneo Law Review Journal Volume 3, Nomor 1, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (727.705 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i1.1013

Abstract

ABSTRAK?Kejahatan perikanan yang terjadi di dunia, khususnya Indonesia, dewasa ini tidak lagi terbatas pada masalah administrasi saja, Banyak tindak pidana lain yang juga terjadi bersamaan terjadi dalam tindak pidana perikanan. Perbuatan pidana di atas masing-masing mempunyai konsekuensi tersendiri yang tidak sama, ada kalanya suatu tindakan pidana yang ternyata diatur dalam lebih dari satu ketentuan pidana. Tindak pidana perikanan sebagai pidana asal (predicate crime) sering kali tidak maksimal dalam penanganannya dikarenakan kewenangan penyidik perikanan sesuai Undang undang No. 45 tahun 2009 sebagimana telah diubah dan ditambah dengan Undang undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang terbatas mengakibatkan tidak terprosesnya tindak pidana lain. Tindak pidana perikanan sebagai kejahatan ekonomi dan lingkungan yang merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime) sehingga harus ditangani dengan cara luar biasa (extraordinary act). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendekatan multi-rezim hukum (multi door approach) terhadap tindak pidana perikanan dan tindak pidana lain terkait perikanan dapat dilakukan dengan penerapan concursus realis.?Kata Kunci : Tindak Pidana Perikanan, Multi-rezim hukum, dan Concursus realis.?AbstractFisheries crimes that occur in the world, especially Indonesia, today are no longer limited to administrative problems. Many other crimes that occur simultaneously occur in criminal acts of fisheries. The criminal acts above each have their own unequal consequences, there are times when a criminal act turns out to be regulated in more than one criminal provision. Fisheries criminal acts as predicate crime are often not optimal in handling due to the authority of fisheries investigators in accordance with Law No. 45 of 2009 as already amended and supplemented by Law No. 31 of 2004 concerning limited fisheries resulted in the non-processing of other criminal acts. Crime of fisheries as an economic and environmental crime which is an extraordinary crime (extraordinary crime) so it must be handled in an extraordinary way (extraordinary act). The results of this study indicate that a multi-regime approach to law (multi-door approach) to criminal acts of fisheries and other criminal acts related to fisheries can be done by applying Concursus realist.?Keywords: Fisheries Crime, Multi-regime law, and Concursus Realist
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERAN DAN FUNGSI ADVOKAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA Manurung, Darwis
Borneo Law Review Journal Volume 3, Nomor 1, Juni 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (963.294 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i1.1014

Abstract

AbstrakAdvokat adalah orang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang undangan? yang berprofesi untuk memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Peran seorang advokat dalam memberikan layanan hukum dalam perkara perdata adalah bahwa Advokat sebagai penerima kuasa dari pihak penggugat atau tergugat untuk mewakili dalam beracara di depan Pengadilan untuk menjelaskan dan meluruskan fakta dan bukti yang diajukan oleh klien, sehingga mereka dapat membantu dan memfasilitasi hakim dalam mengambil keputusan.Dalam menjalankan fungsinya dan perananya dalam perkara perdata selaku kuasa hukum wajib menjalankan kode etiknya profesi selaku Advokat. Pekerjaan advokat atau kuasa hukum adalah pekerjaan atas dasar kepercayaan. Demikianlah hubungan antara advokat dengan klien harus diawali dengan hubungan kepercayaan. Sehingga hubungan antara kuasa hukum dengan klien dapat berjalan sesuai dengan kode etik yang telah ditentukan untuk profesi advokat. Para advokat dalam melaksanakan tugas-tugas profesinya dilarang untuk membedakan klien berdasarkan gender, agama, ras, keturunan, politik, atau latar belakang sosial dan budaya.Kata kunci: advokat, penyelesaian perkara perdata?AbstractAdvocates are people who fulfill the requirements in accordance with statutory provisions that work to provide legal services both inside and outside the Court. The role of an advocate in providing legal services in civil matters is that the Advocate as the proxy of the plaintiff or the defendant to represent the proceedings in front of the Court to explain and straighten the facts and evidence submitted by the client, so that they can assist and facilitate the judge in making decisions.In carrying out its functions and its role in civil cases as attorneys must carry out the professional code of ethics as Advocates. The work of an advocate or attorney is work based on trust. Thus the relationship between advocates and clients must begin with a trust relationship. So that the relationship between attorneys and clients can run in accordance with the code of ethics that has been determined for the advocate profession. Advocates in carrying out their professional duties are prohibited from distinguishing clients based on gender, religion, race, descent, politics, or social and cultural background.Keywords: advocate, settlement of civil matters
STRATEGI HARMONISASI PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH MELALUI MEKANISME EXECUTIVE PREVIEW Syaprillah, Aditya
Borneo Law Review Journal Volume 3, No 2, Desember 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (750.777 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i2.1077

Abstract

AbstrakImplementasi otonomi daerah hendaknya dapat dipahami sebagai suatu kesempatan untuk dapat mengembangkan daerah dengan keleluasaan yang telah diberikan Pemerintah melalui desentralisasi yang berujung pada kewenangan dalam membentuk Perda. Perda merupakan instrumen hukum yang dibuat oleh pemerintah di daerah dalam menyelenggarakan kewenangannya untuk mewujudkan otonomi yang dimiliki, disamping merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan kewenangan tersebut dimana Perda mengalami peningkatan jumlah yang sangat tidak terkendali, jarang dari Perda tersebut dibatalkan dengan berbagai alasan. Permasalahan Materi muatan Perda yang tumpang tindih dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu penataan harmonisasi penyusunan Perda melalui mekanisme executive preview oleh pemerintah atasan dalam mengevaluasi Perda yang dibentuk oleh pemerintah bawahan. Kewenangan pemerintah pusat (Menteri) dan Pemerintah Daerah (Gubernur) yang melakukan executive preview dalam bentuk evaluasi Perda dan Keputusan Kepala Daerah Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota) Dan Hasil evaluasi dan pemberian nomor register tersebut merupakan langkah pengawasan preventif yang sudah sangat tepat dilakukan oleh pemerintah daerah.Kata Kunci: Pemerintah, Peraturan, Pengawasan.AbstractThe implementation of regional autonomy should be understood as an opportunity to be able to develop regions with the flexibility that has been given by the Government through decentralization which ends in the authority to form a Regional Regulation. The regional regulation is a legal instrument made by the regional government in exercising its authority to realize its autonomy, besides providing further elaboration of the higher statutory regulations. With this authority where the Regional Regulation has increased in an uncontrolled number, it is rare that the Regional Regulation has been canceled for various reasons. Problems the content of local regulations is overlapping and contradictory to higher laws and regulations. To overcome these problems, it is necessary to arrange harmonization of the compilation of local regulations through an executive preview mechanism by the superior government in evaluating the regional regulations established by subordinate governments. The authority of the central government (the Minister) and the Regional Government (the Governor) conducting the executive preview in the form of an evaluation of the Regulations and Decisions of the Regency / City Regional Head (Regent / Mayor) regional government.Keywords: Government, Regulation, Supervision.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA PADA SEKTOR PERIKANAN DI KOTA TARAKAN Khairi, Mawardi; Sulaiman, Sulaiman
Borneo Law Review Journal Volume 3, No 2, Desember 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (743.073 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i2.1078

Abstract

ABSTRAKKota Tarakan memiliki empat kecamatan yaitu Tarakan Utara,Tarakan Barat,Tarakan Tengah dan Tarakan Timur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Tarakan tahun 2018 terdapat 37.894 tenaga kerjawanita dan terdapat 918 orang tenaga keja wanita yang bekerja pada sector perikanan. Perlindungan hokum terhadap tenaga kerja wanita merupakan amanat konstitusi,karena itu Negara harus berpastisipasi aktif untuk melindungi hak-hak pekerja wanita agar kodrat wanita tetap terjaga. Keberadaan tenaga kerja wanita pada sector perikanan sangatlah penting,karena sector perikanan adalah salah satu komoditas unggulan pemerintah daerah Kota Tarakan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normative empiris yaitu penelitian yang mengkombinaskan antara ketentuan ketentuan normative hokum dengan pelaksanaan hukum di lapangan (law in book and law in action). Adapun tujuan penelitian ini menitik beratkan pada pelaksanaan perlindungan hokum terhadap tenaga kerja wanita yang bekerja pada sector perikanan baik oleh perusahaan maupun oleh pemerintah serta menelaah hambatan-hambatan yang menjadi penghalang tidak dapat di penuhinya hak-hak tenaga kerja wanita di sector perikanan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,penulis menyimpulkan bahwa baik perusahaan maupun pemerintah telah memenuhi hak-hak tenaga kerja wanita sesuai ketentuan peraturan perundang ? undangan khususnya tenga kerja wanita sebagai pegawai tetap perusahaan,akan tetapi belumefektif yang di akibatkan oleh rendahnya kemampuan keuangan perusahaan,petugas pengawas ketenagakerjaan yang terbatas serta perilaku tenaga kerja wanita yang terkadang tidak mematuhi ketentuan ?ketentuan norma dalam bidang ketenagakerjaan.Keyword: Perlindungan,Perikanan dan Tenaga Kerja WanitaABSTRACTTarakan City has four districts namely North Tarakan, West Tarakan, Central Tarakan and East Tarakan. Based on data from the Tarakan City Central Statistics Agency in 2018 there were 37,894 female workers and there were 918 female workers working in the fisheries sector. Legal protection for women workers is a mandate of the constitution, therefore the State must actively participate in protecting the rights of women workers so that the nature of women is maintained. The existence of women workers in the fisheries sector is very important, because the fisheries sector is one of the leading commodities of the local government of Tarakan City.This study uses empirical normative research methods, namely research that combines the provisions of normative legal provisions with the implementation of law in the field (law in books and law in action). The purpose of this study focuses on the implementation of legal protection of women workers who work in the fisheries sector, both by companies and by the government, and examines the barriers that are barriers to the fulfillment of women's labor rights in the fisheries sector.Based on the results of research that has been done, the authors conclude that both companies and the government have fulfilled the rights of women workers in accordance with statutory provisions - particularly the workforce of women as permanent employees of the company, but not yet effective due to the low financial capability of the company, limited labor inspectors and the behavior of women workers who sometimes do not comply with norms in the field of employment.Keyword: Protection, Fisheries and Women Labor
URGENSI KAMPANYE PARTAI POLITIK SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN POLITIK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM Syahran, Akhmad
Borneo Law Review Journal Volume 3, No 2, Desember 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (713.898 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i2.1079

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini dilatar belakangi adanya undang-undang Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Umum khususnya berkaitan masa kampanye partai politik yang pengaturannya masih bersifat umum dan tidak jelas. Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Pertama, Menganalisis dan menjelaskan masa kampanye partai politik dalam perspektif undang-undang pemilihan umum. Kedua, menganalisis dan menjelaskan pendidikan politik dalam masa kampanye partai politik dalam perspektif undang-undang pemilihan umum. Metode penelitian ini menggunakan hukum normatif dengan dua pendekatan yaitu, pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach), adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriftif kualitatif. Hasil penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa: Pertama, masa kampanye partai politik dalam perspektif undang-undang pemilihan umum adalah mengatur batasan kampanye pemilu yang diatur dalam undang-undang pemilu namun pengaturannya bersifat umum dan tidak komperensif sehingga terdapat kekaburan norma hukum. Kedua, pendidikan politik dalam masa kampanye partai politik dalam perspektif undang-undang pemilu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kampanye dan diatur dengan jelas dalam undang-undang pemilu, namun partai politik tidak menjalankan sesuai dengan amanah undang-undang. Rekomendasi dalam penelitian ini yaitu: Pertama, diperlukan adanya revisi undang-undang pemilu pasal 276 ayat (1) huruf a, b, c, d dan ayat (2) huruf f, g terkait masa kampanye pemilu. Kedua, partai politik hendaknya dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dan pemilih sesuai dengan tujuan dari pendidikan politik yakni: meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa sehingga dapat meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilihan umum.Kata Kunci: Pemilihan Umum, Masa Kampanye, Pendidikan Politik.ABSTRACTThis research is motivated by the existence of Law No. 7 of 2016 concerning General Elections, especially relating to the campaign period of political parties whose arrangements are still general and unclear. The campaign period of a political party in the perspective of the electoral law is to set the boundaries of the electoral campaign regulated in the electoral law but the regulation is general and not comprehensive so there is a lack of legal norms. Political education in the campaign period of political parties in the perspective of election law is an inseparable part of the campaign and is clearly regulated in electoral law, but political parties do not carry out according to the mandate of the law. So it is necessary to revise the election law article 276 section (1) letters a, b, c, d and section (2) letters f, g related to the election campaign period. Second, political parties should be able to carry out their duties and obligations in providing political education to the public and voters in accordance with the objectives of political education namely: increasing awareness of the rights and obligations of the community in the life of society, nation and state, increasing political participation and community initiatives in social life , nation and state, and increasing independence, maturity, and building the character of the nation in order to maintain national unity and integrity so as to increase voter participation in elections.Keywords: General Election, Campaign Period, Political Education.
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP ZONASI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL DI PROVINSI KALIMANTAN UTARA Yusuf, Nurul Ridwan
Borneo Law Review Journal Volume 3, No 2, Desember 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (754.392 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i2.1080

Abstract

ABSTRAKKewenangan Pemerintah Daerah Terhadap Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil Di Provinsi Kalimantan Utara oleh Nurul Ridwan Yusuf dan dibimbing oleh Dr. Marthen B. Salinding, S.H., M.H dan Dr. Marthin Balang., S.H., M.Hum. Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang diangkat antara lain: 1. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Mengelola Sumberdaya Perikanan, 2. Upaya Pemerintah Daerah dalam meminimalisir konflik Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Provinsi Kalimantan Utara. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara normatif dan mengkaji isu hukum menggunakan prinsip hukum serta dengan menggunakan metodologi pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan kasus (case approach). dan disajikan dalam bentuk diskriptif analitik dengan menggambarkan hasil dari penelitian ini secara jelas sesuai dengan pendekatan yang dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat memecahkan kebuntuan dan kevacuman serta permasalahan atas kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berdasarkan kewenangan pemerintah provinsi Kalimantan utara, dengan rumusan masalah diantaranya tentang bagaimana implementasi kewenangan pemerintah provinsi Kalimantan utara dalam pengelolaan sumberdaya perikanan serta upaya pemerintah meminimalisir konflik pengelolaan sumberdaya perikanan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konsep yang dilakukan masih bersifat sederhana dan cenderung berorientasi pada upaya memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga upaya percepatan untuk mensejahterahkan nelayan belum maksimal sebagaimana diharapkan. Terhadap kewenangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan pada pelaksanaannya tidak terjadi pelanggaran kewenangan akan tetapi pemerintah provinsi Kalimantan utara belum maksimal dalam memanfaatkan kewenangan yang telah diberikan untuk mensejahterahkan masyarakatnya, sedangkan terkait upaya meminimalisir konflik pengelolaan sumberdaya perikanan, pemerintah provinsi Kalimantan utara telah melakukan beberapa upaya akan tetapi upaya yang dilakukan lebih pada upaya meredam dan bersifat sementara tidak menyelesaikan permasalahan dan cenderung menimbulkan masalah diantaranya tumpang tindih daerah penangkapan ikan, kepastian hukum dan keadilan serta perlindungan bagi nelayan kecil/tradisional.Kata Kunci: Kepastian hukum, Batas Wilayah Pengelolaan, Keadilan dan Penyelesaian KonflikABSTRACTThe authority to manage fisheries resources carried out by the regional government is in accordance with the division of functions authorized by the regional government of the province of North Kalimantan and has been carried out since regional autonomy began in the region. Until now, the concept of fisheries resource management carried out by the northern Kalimantan government is still simple and tends to be oriented towards efforts to obtain Local Revenue (PAD) so that the acceleration of efforts to prosper fishermen has not been maximized as expected. Regarding the authority in the management of fisheries resources in its implementation, there is no violation of authority, but the North Kalimantan provincial government has not been maximized in utilizing the authority that has been given to the welfare of its people. In an effort to minimize conflict over fisheries resource management, the North Kalimantan provincial government has made several efforts but the efforts made are more on efforts to reduce and temporarily not solve problems and tend to cause problems including overlapping fishing areas, legal certainty and justice and protection for small fishermen /traditional.Keywords: conflict, fisheries resourc
PERLINDUNGAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KERUSAKAN HUTAN Patria, Patria
Borneo Law Review Journal Volume 3, No 2, Desember 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (704.746 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v3i2.1081

Abstract

ABSTRAKHutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia yang perlu dijaga kelestariannya oleh semua pihak. Namun dalam berbagai kesempatan banyak perusakan hutan dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab baik perorangan maupun Korporasi, Karena itu dibuatlah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang P?nc?gahan dan P?mb?rantasan P?rusakan Hutan Permasalahan yang diangkat, yaitu : (1). Ratio Decidendi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2317 K/Pid.Sus/2015 dan (2). Perlindungan hukum pihak ketiga Dalam Tindak Pidana Pelaku Illegal Logging.Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif karena menggunakan bahan hukum primer dan skunder dengan pendekatan konseptual,pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus.Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Ratio Decidendi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2317 K/Pid.Sus/2015 yang telah mengabulkan Kasasi Penuntut Umum atas Putusan Pengadilan Tinggi Palu Nomor 44/PID.SUS/2015/ PT PALtanggal 6 Juli 2015 yang memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Donggala Nomor 54/Pid.B/2015/PN.DGL, tanggal 27 Mei 2015 terhadap barang bukti berupa : 1 (satu) unit mobil Truck merk Mitsubishi canter warna kuning kas merah nomor registrasi DN 8614 VD dirampas untuk Negara, yang secara imperatif telah ditentukan dalam Penjelasan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang menyatakan ?Di samping hasil hutan yang tidak disertai dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan, alat angkut, baik darat maupun perairan yang dipergunakan untuk mengangkut hasil hutan dimaksud dirampas untuk Negara, hal itu dimaksudkan agar pemilik jasa angkutan/pengangkut ikut bertanggung jawab atas keabsahan hasil hutan yang diangkut?Pihak ketiga pemilik barang dalam perkara pidana sering kali kurang mendapatkan perlindungan hukum dalam memperoleh kembali barang miliknya yang terkait dengan tindak pidana. Tidak semua undang -undang yang memerintahkan penyitaan dan perampasan terhadap barang yang terkait dengan tindak pidana memberikan perlindungan kepada pihak ketiga dalam memperoleh barang miliknya. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pihak ketiga dapat diberikan perlindungan hukum dan konsekuensi hukumnya dengan mengajukan gugatan secara perdata atau melakukan intervensi sebelum perkara diputus agar hakim dalam putusannya tidak merampas barang milik pihak ketiga tersebut, dan yang paling utama perlindungan hukum tersebut diberikan oleh hakim melalui putusannya yang mempunyai visi pemikiran ke depan dan mempunyai keberanian moral untuk melakukan terobosan hukum, di mana dalam suatu ketentuan undang-undang yang ada bertentangan dengan kepentingan umum, kepatutan, kesusilaan, dan kemanusiaan, yakni nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka hakim bebas dan berwenang mengambil putusan yang bertentangan dengan pasal undang-undang yang bersangkutan dengan tujuan untuk mencapai kebenaran dan keadilan, sehingga putusan tersebut dapat dijadikan yurisprudensi tetap.Kata Kunci: Perlindungan Pihak Ketiga, dan Illegal Logging.ABSTRACTIndonesian forest is one of the centers of biodiversity in the world that needs to be preserved by all parties. However, in many opportunities, forest destruction is carried out by individuals who are not responsible for either individuals or corporations. Therefore Law No. 18 of 2013 concerning Land and Forest Destruction is made. The issues raised are: (1). Ratio Decidendi Decision of the Supreme Court Number 2317 K / Pid.Sus / 2015 and (2). Third party protection in the crime of illegal logging.The research method used is a normative juridical research method because it uses primary and secondary legal materials with a conceptual approach, a legal approach and a case approach.Based on the results of the study it can be concluded that the Decision Ratio Decidendi of the Supreme Court Number 2317 K / Pid.Sus / 2015 has granted the Cassation of the Public Prosecutor for the Decision of the Palu High Court Number 44 / PID.SUS / 2015 / PT PAL dated July 6, 2015 which corrects the Donggala District Court Decision Number 54 / Pid.B / 2015 / PN.DGL, dated May 27, 2015 for evidence in the form of: 1 (one) Truck unit Mitsubishi brand canter yellow red cash registration number DN 8614 VD seized for the State, which has been imperatively determined in the Elucidation of Article 16 of Law Number 18 of 2013 concerning Prevention and Eradication of Forest Destruction, which states "In addition to forest products not accompanied by a Certificate of Legality of Forest Products, transportation equipment, both land and water used to transport forest products, is seized for the State, this is intended so that the owners of transport services / transporters are also responsible for the legitimacy of the forest products being transported.The third party owner of the goods in a criminal case often lacks legal protection in recovering his property related to a criminal act. Not all laws that ordered the seizure and seizure of goods related to criminal acts provided protection to third parties in obtaining their property. The results of the study concluded that third parties could be given legal protection and legal consequences by filing a lawsuit or intervening before the case was decided so that the judge in his decision did not seize the property of the third party, and the most important legal protection was given by the judge through his decision have a vision of the future and have moral courage to make a legal breakthrough, in which in the provisions of existing laws are contrary to the public interest, decency, decency, and humanity, namely the values that live in society, the judge is free and authorized take decisions that are contrary to the articles of the law concerned with the aim of achieving truth and justice, so that the decision can be made permanent jurisprudence.Keywords: Third Party Protection, and Illegal Logging.

Page 1 of 11 | Total Record : 102