cover
Contact Name
Susanto Dwiraharjo
Contact Email
jurnalgraciadeo@gmail.com
Phone
+6282310002924
Journal Mail Official
jurnalgraciadeo@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta barat,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL TEOLOGI GRACIA DEO
ISSN : 26556871     EISSN : 26556863     DOI : 10.46929
Jurnal Teologi Gracia Deo merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi yang berkaitan dengan bidang ilmu teologi dan Pendidikan Kristiani, dengan nomor ISSN: 2655-6863 (online), ISSN: 2655-6871(print), diterbitkan dan dikelola oleh Sekolah Tinggi Teologi Baptis Jakarta. Focus dan Scope dalam Jurnal ini adalah: Teologi Biblikal Teologi Sistematika Teologi Pastoral Misiologi Kepemimpinan Kristen Pendidikan Kristiani
Articles 92 Documents
Membaca Narasi Penciptaan Mazmur 19:1-6 Melalui Perspektif Kosmologi Intelligent Design: Irreducible Complexity Yahya Afandi
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 3, No 1 (2020): Juli 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (465.751 KB) | DOI: 10.46929/graciadeo.v3i1.46

Abstract

This article examines: is science and theology so wide apart from each other; is the suffering of bible scholars who have a "second class" status in academic conversation impossible to end? The advancement of science which should illuminate the theological-biblical notions which are textually unexplainable in scientific detail has in fact created such a sharp split point. The idea of Intelligent design: irreducible complexity promoted by Michael J. Behe provides a kind of “theistic interstice" that can be used as a lens to see the existence of an intelligent designer of the universe narrated in Psalms 19: 1-6. The existed complexity, cannot be reduced because the condition itself is threatening the universal system. This article concludes with the identification: if the assumptions of an intelligent designer who refers to God is considered too premature; the framework of an intelligent designer then provides an imaginative space to grapple with the possibility of His involvement in the universe. Abstrak Artikel ini mempertanyakan ulang: Apakah ilmu pengetahuan dan teologi alkitabiah sudah sedemikian jauh terpisah satu sama lain? Apakah penderitaan para sarjana kitab suci yang diklaim berstasus “kelas dua” dalam percakapan akademik mustahil diakhiri? Kemajuan ilmu pengetahuan yang semestinya menerangi terminologi teologis-alkitabiah, yang barangkali memang secara tekstual tidak dijelaskan secara detail-ilmiah khususnya isu kosmologi dan kosmogoni, nyatanya justru telah menciptakan titik pisah yang begitu tajam. Gagasan kosmologi Intelligent design: irreducible complexity yang diusung oleh Michael J. Behe memberi semacam “celah teistik” yang dapat dipergunakan sebagai lensa untuk melihat kemungkinan keberadaan Sang Perancang Cerdas semesta raya dalam narasi Mazmur 19:1-6. Kerumitan yang ada, tidak dapat dikurangi, tidak boleh tidak ada. Mengingat situasi tersebut justru berpeluang mengancam sistem semesta. Artikel ini diakhiri dengan identifikasi, bahwa jika dugaan perancang cerdas yang merujuk kepada keberadaan Tuhan dinilai terlalu prematur, maka pemikiran intelligent designer menyediakan ruang imajinatif-intelektual untuk menggumuli kemungkinan keberadaan dan keterlibatan-Nya atas semesta.
Misi di Tengah Krisis Multidimensi Bobby Kurnia Putrawan; Ramot Peter
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 2, No 2 (2020): Januari 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (363.191 KB) | DOI: 10.46929/graciadeo.v2i2.38

Abstract

Technological developments and changes in civilization in the era of globalization sweeping the world today has caused a multidimensional crisis so that the necessary mission service activities for outreach souls that need to be saved. Mission activities are the fulfillment of God's mission for the salvation of all humanity. The Holy Spirit must be present in every mission of mission, not just with funds and resources. This article discusses mission in a biblical perspective in the midst of a multidimensional crisis sweeping the world and its impacts with a qualitative descriptive method from literature study. The results and discussion show how important the role of mission is by involving church leaders who have a vision to mobilize local congregations involved in missionary activities for the salvation of God's people. Abstrak Perkembangan teknologi dan perubahan peradaban pada era globalisasi melanda dunia saat ini telah menimbulkan krisis multidimensi sehingga diperlukan kegiatan pelayanan misi untuk penjangkauan jiwa-jiwa yang perlu diselamatkan. Kegiatan misi merupakan penggenapan misi Allah bagi keselamatan seluruh umat manusia. Roh Kudus harus dihadirkan dalam setiap pengutusan kegiatan misi, bukan hanya sekedar dengan dana dan daya. Artikel ini membahas misi dalam perspektif alkitab di tengah krisis multidimensi yang melanda dunia serta dampak-dampaknya dengan metode deskriptif kualitatif dari kajian pustaka. Hasil dan pembahasan menunjukkan betapa pentingnya peranan misi dengan melibatkan pemimpin jemaat yang memiliki visi untuk memobilisasi jemaat lokal terlibat dalam kegiatan misi untuk keselamatan umat Tuhan.
Kajian terhadap Fenomena Dipenuhi Roh Kudus Berdasarkan Efesus 5:18-21 Jacob Timisela
JURNAL TEOLOGI GRACIA DEO Vol 2, No 1 (2019): Juli 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (935.495 KB) | DOI: 10.46929/graciadeo.v2i1.29

Abstract

This study aims to present biblical facts about the consequences when believers are filled with the Holy Spirit based on Ephesians 5: 18-21. Some people are taught that people who are filled with the Holy Spirit must be able to speak in tongues or what is called tongues. This research is qualitative research using the method of exegesis and inductive exposition approach to Ephesians 5: 18-21, so that its contents are expected to provide input in the form of the correct understanding of the consequences of being filled with the Holy Spirit in the lives of believers. As a result, being filled with the Holy Spirit results in believers having a right relationship with God, and having a relationship and communication spiritually and effectively with others, both in words and in attitudes of life, so that they are not limited to understanding that, filled with the Holy Spirit can result in someone having to be able to speak in tongues or in tongues. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan fakta alkitabiah tentang akibat apabila orang percaya dipenuhi dengan Roh Kudus berdasarkan Efesus 5:18-21. Sebagian umat diajarkan bahwa, orang-orang yang dipenuhi dengan Roh Kudus itu harus dapat berkata-kata dalam bahasa roh atau yang disebut sebagai bahasa lidah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan eksegesis dan eksposisi secara induktif terhadap Efesus 5:18-21, sehingga hasinya diharapkan dapat memberikan masukan berupa pemahaman yang benar tentang akibat dipenuhi dengan Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Hasilnya, dipenuhi dengan Roh Kudus mengakibatkan orang percaya memiliki hubungan secara benar dengan Tuhan, dan memiliki hubungan dan komunikasi secara rohani dan efektif dengan yang sesamanya, baik dalam perkataan maupun dalam hal sikap hidup, sehingga tidak hanya dibatasi pada pemahaman bahwa, dipenuhi dengan Roh Kudus dapat mengakibatkan seseorang harus bisa berbahasa roh atau bahasa lidah.
Kajian Eksegetikal Amanat Agung menurut Matius 28:18-20 Susanto Dwiraharjo
JURNAL TEOLOGI GRACIA DEO Vol 1, No 2 (2019): Januari 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (738.378 KB) | DOI: 10.46929/graciadeo.v1i2.8

Abstract

The Great Commission is an integral part of the life of believers. This is the message of Christ for all citizens of the kingdom of God. It is called the Great Commission that does not mean its position is more important than other parts of the Bible. But this has demands that every believer must do. On the other hand it can be confirmed that the Great Commission is nothing but the pulse of the believer. In Matthew 28: 18-20, discussions about the Great Commission can be divided into three main parts. These three parts stand to support one another, and refer to the central theme of the Great Commission. First, the Great Commission is based on the authority of the Father bestowed on Christ. Second, the Great Commission is a continuous activity that is always inherent in the lives of believers. When the Great Commission is sustained by the ability or inclusion of Christ. These three things are the essence or essence of the interpretation of the Great Commission in the daily life of believers. Abstrak Amanat Agung adalah bagian integral hidup orang percaya. Ini adalah amanat Kristus bagi semua warga kerajaan Allah. Disebut Amanat Agung itu bukan berarti kedudukannya lebin penting dari bagian lain di dalam Alkitab. Namun ini memiliki tuntutan yang harus dilakukan oleh setiap orang percaya. Di sisi lain dapat dipertegas bahwa Amanat Agung tidak lain adalah denyut nadi orang percaya. Dalam Matius 28:18-20, pembahasan tentang Amanat Agung dapat dibagi ke dalam tiga bagian utama. Ketiga bagian ini berdiri untuk saling menopang satu dengan yang lain, dan mengacu pada tema sentral tentang Amanat Agung. Pertama, Amanat Agung itu didasarkan pada otoritas Bapa yang dilimpahkan kepada Kristus. Kedua, Amanat Agung itu merupakan aktivitas berkesinambungan yang selalu melekat dalam hidup orang percaya. Ketika Amanat Agung itu ditopang oleh abilitas atau penyertaan Kristus. Ketiga hal ini merupakan hakekat atau intisari dari intepretasi Amanat Agung dalam hidup harian orang percaya.
Strategi Mengatasi Kemarahan Melalui Perumpamaan Berdasarkan Yunus 4 Muryati Muryati; Yusak Setianto; Priskila Issak Benyamin; Alex Frans Nathanael Nasution
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 3, No 1 (2020): Juli 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.381 KB) | DOI: 10.46929/graciadeo.v3i1.45

Abstract

This study aims to formulate a strategy to overcome anger through parables based on the book of Jonah 4. This research is a research and development model that adopts the 10 steps of development from Borg and Gall. Of the 10 steps, this study focuses on two main stages, namely the model development stage and the model validation stage. This study only limits it to expert testing and does not continue to test respondents. The model developed is a procedural model in the form of a strategy. Model development was carried out through hermeneutic and exegetical studies of Yunus 4. The developed model was then validated by 33 experts and practitioners by using a questionnaire technique that had its validity and reliability testing. The model is declared valid if the validation results are above the success criteria after going through the one-sample t-test assisted by SPSS 25. The results of this study are in the form of syntax or algorithm to overcome anger which consists of the following steps: (1) There is a cause of anger; (2) The occurrence of stage 1 anger; (3) parable; (4) The occurrence of stage 2 anger; (5) Presenting an explanation of the cause of the anger compared to the parable given; (6) Impact of explanation. This model has been validated by the validator with a t value of 2.09 which is significant at an error rate of 0.044 (less than 0.05). Thus, the model developed is well-validated, and feasible to use. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi mengatasi kemarahan melalui perumpamaan yang didasarkan pada kitab Yunus 4. Penelitian ini adalah penelitian pengembangan model (Research and Development) yang mengadopsi 10 langkah pengembangan dari Borg and Gall. Dari 10 langkah yang ada, penelitian ini berfokus pada dua tahap utama, yaitu tahap pengembangan model dan tahap validasi model. Model yang dikembangkan adalah model prosedural berupa strategi. Pengembangan model dilakukan melalui kajian hermeneutik dan eksegesi terhadap Yunus 4. Model yang telah dikembangkan kemudian divalidasi oleh 33 pakar dan praktisi yang dilakukan dengan teknik angket yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Model dinyatakan valid apabila hasil validasi bernilai di atas kriteria keberhasilan setelah melalui pengujian one sample t-test berbantuan SPSS 25. Hasil penelitian ini adalah strategi yang berbentuk prosedur untuk mengatasi kemarahan yang terdiri dari langkah-langkah berikut: (1) Adanya penyebab kemarahan; (2) Terjadinya kemarahan tahap 1; (3) Pemberian perumpamaan; (4) Terjadinya kemarahan tahap 2; (5) Penyampaian penjelasan mengenai penyebab kemarahan yang dibandingkan dengan perumpamaan yang diberikan; (6) Dampak dari penjelasan. Model ini telah tervalidasi oleh validator dengan nilai t sebesar 2,09 yang signifikan pada tingkat kesalahan 0,044 (lebih kecil dari 0,05). Dengan demikian, model yang dikembangan tervalidasi dengan baik, dan layak untuk digunakan.
Aplikasi Pemahaman tentang Sifat Allah dalam Pernyataan "Allah Menyesal" Berdasarkan Yunus 3:10 Sabda Budiman; Astrid Maryam Yvonny Nainupu
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 3, No 2 (2021): Januari 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46929/graciadeo.v3i2.56

Abstract

The concept of God's regret in Jonah 3:10 may be confusing to today's Christians if they do not get a proper understanding. God is All-knowing and All-wise. If God is sovereign why can He change in His decisions and become remorseful. Knowing the nature of Alah based on the understanding of this text is indispensable to today's Christians. In addition, a clear understanding of the nature of God based on the text of Jonah 3:10 will lead the present Christian mat to understand what should be done based on that understanding. This paper will provide a clear understanding of the concept of God's regret through the exeegese method and library research of the text from Jonah 3:10 Today's Christians understand the nature of God in the concept of god's regret clearly based on the text of Jonah 3:10 and respond correctly based on an understanding of the concept. So be not allah of those who show mercy. He knew that the Ninevites would repent, which is why He forced Jonah to go to Nineveh. He was also a merciful God even against evil pagans like Nineveh. And whatever the situation, he remains unchanged and fully sovereign. He is all-knowing and all-wise. Abstrak Konsep Allah yang menyesal di dalam Yunus 3:10 mungkin membingungkan bagi orang Kristen masa kini jika tidak mendapatkan pemahaman yang tepat. Jika Allah Mahatahu mengapa Allah menyesal. Jika Allah berdaulat mengapa Ia bisa berubah di dalam keputusan-Nya dan menjadi menyesal. Mengenal sifat Alah berdasarkan pemahaman terhadap teks ini sangat diperlukan oleh umat Kristen masa kini. Selain itu juga pemahaman tentang sifat Allah yang jelas berdasarkan teks Yunus 3:10 akan membawa mat Kristen masa kini untuk mmengerti apa yang seharusnya dilakukan berdasarkan pemahaman tersebut. Tulisan ini akan memberikan pemahaman tentang konsep menyesallah Allah secara jelas melalui metode eksegese dan penelitian pustaka terhadap teks dari Yunus 3:10 umat Kristen masa kini memahami sifat Allah di dalam konsep menyesallah Allah secara jelas berdasarkan teks Yunus 3:10 dan meresponi dengan benar berdasarkan pemahaman terhadap konsep tersebut. Karena sangat jelas bahwa Allah yang menyesal itu adalah Allah yang tetap Mahatau. Dia telah tahu bahwa orang Niniwe akan bertobat itulah sebabnya Ia memaksa Yunus untuk tetap pergi ke Niniwe. Ia juga Allah yang penuh dengan belas kasihan bahkan terhadap bangsa kafir yang jahat seperti Niniwe. Dan apapun situasinya, Ia tetap tidak berubah dan berdaulat sepenuh-Nya. Penyesalan-Nya justru membuktikan Ia Mahatahu, Mahakasih dan Mahaberdaulat.
Pembinaan Pastoral Konseling Terhadap Kelompok “Wanita-Pria” Veydy Yanto Mangantibe; Olyvia Yusuf
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 3, No 2 (2021): Januari 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46929/graciadeo.v3i2.61

Abstract

This article discusses pastoral counseling for shemale groups. In the time of creation, Genesis 1:27 “So God created man in His own image, in the image of God He created him; male and female He created them”. This verse provides clear evidence that in terms of sex or gender, there are actually contrasting differences between men and women. Men and women are two different individuals, there is no mixing of both or shemale. However, in reality, it was found that they were male but felt that they were women. In general, shemale experienced errors in identifying their gender. This mistake is caused by a psychological disorder called gender identity disorder. It appears that in society, shemale behavior is seen as abnormal or deviant behavior. They often experience rejection, mockery, insults and even become targets of various acts of violence. In the midst of the negative response from the general public to the existence of transgender women. Abstrak Artikel ini membahasa mengenai pembinaan pastoral konseling terhadap kelompok waria. Dalam masa penciptaan, Kejadian 1: 27 “menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakakan-Nya mereka.” ayat tersebut, memberikan bukti nyata bahwa dari sisi seks atau jenis kelamin, sesungguhnya terdapat perbedaan yang kontras antara laki-laki dan perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan adalah dua pribadi yang berdiri sendiri, tidak ada pencampuran dari keduanya atau Wanita pria, atau yang disingkat waria, namun pada kenyataannya didapati mereka yang berjenis kelamin laki-laki tetapi merasa dirinya adalah perempuan, Secara umum, waria mengalami kekeliruan dalam mengidentifikasi jenis kelaminnya. Kekeliruan tersebut disebabkan oleh gangguan psikologi yang disebut gender identity disorder, Nampak persoalan Dalam masyarakat umum, perilaku waria dipandang sebagai perilaku yang abnormal atau menyimpang. Mereka kerapkali mengalami penolakan, dijadikan bahan ejekan, hinaan bahkan sering menjadi sasaran berbagai tindakan kekerasan. persoalan ini juga tentunya menjadi tanggung jawab bagi kekristenan dalam pelayanan maka perlu adanya tindakan nyata untuk menyikapi persoalan kelompok waria.
Konsep Pembaruan Nous Berdasarkan Surat Roma 12:1-2 Hendi Hendi; Eka Nur Cahyani
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 3, No 2 (2021): Januari 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46929/graciadeo.v3i2.65

Abstract

The Concept of Renewal Nous in Christ Based on Romans 12: 1-2. This article discussing the renewal of nous in Christ through a syntactic and semantic approach to text analysis, namely the focus on the text itself, interactions with other texts and the writings of the Church Fathers. The renewal of nous is the starting point of the consequences of the journey of the believer after being baptized and becoming a Christian is to perfect the image of God in him which continues to be perfected until he becomes like Christ. There are two main points of discussion, namely the process of renewing Nous and the results of renewing Nous. The process of renewing nous is kenosis by offering the body and not becoming conformed to the world as a form of turning off the desires of the flesh so that it is no longer sold in sin. The result of renewal is having a front (the mind of Christ). Only Christians who renew their nous have the mind of Christ, guarding their souls with all vigilance to the likeness of His image. Abstrak Konsep Pembaruan Nous Di dalam Kristus Berdasarkan Surat Roma 12:1-2. Artikel ini membahas tentang pembaruan nous di dalam Kristus melalui pendekatan analisis teks secara sintaksis dan semantis yaitu fokus pada teks itu sendiri, interaksi dengan teks-teks lain dan tulisan para Bapa Gereja. Pembaruan nous adalah titik awal konsekuensi dari perjalanan orang percaya setelah dibaptis dan menjadi orang Kristen adalah menyempurnakan gambar Allah di dalam dirinya yang terus disempurnakan sampai menjadi serupa dengan Kristus. Ada 2 pokok pembahasan yaitu proses pembaruan nous dan hasil dari pembaruan nous. Proses pembaruan nous adalah kenosis dengan mempersembahkan tubuh dan tidak menjadi serupa dengan dunia sebagai wujud dari mematikan keinginan daging sehingga tidak lagi terjual di dalam dosa. Hasil dari pembaruan nous adalah memiliki fronew (pikiran Kristus). Hanya orang Kristen yang memperbarui nousnya yang memiliki pikiran Kristus, menjaga jiwanya dengan segala kewaspadaan hingga serupa gambar dan rupaNya.
Kehambaan Kristus sebagai Model Spirtulitas Kepemimpinan Gereja: Kajian Teologis Filipi 2:5-8 Ari Suksmono Hertanto; Carolina Etnasari Anjaya; Yonatan Alex Arifianto
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 3, No 2 (2021): Januari 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46929/graciadeo.v3i2.66

Abstract

The modern church needs a leader who can reflect the characteristics of Christ. It is realized that there is no leadership that can fully represent the figure of a biblical leader, not even reflecting Jesus' characters. This article offers a model of servant leadership spirituality that can be applied in church leadership, both in congregational and synod leadership. The method used is an interpretive study of the text of Philippians 2:5-8, concerning the servanthood of Christ. In conclusion, the servanthood of Christ as narrated by Paul in the Philippians letter can be a kind of model for the spirituality of servant leadership in today's postmodern era. AbstrakGereja di masa modern ini membutuhkan sosok pemimpin yang dapat mencerminkan karakteristik Kristus. Memang disadari bahwa tidak ada kepemimpinan yang dapat mewakili secara utuh sosok pemimpin Alkitab, termasuk merefleksikan karakter Yesus. Artikel ini menawarkan sebuah model spiritualitas kepemimpinan hamba yang dapat diterapkan dalam kepemimpinan gereja, baik dalam kepemimpinan jemaat maupun sinode. Metode yang digunakan adalah kajian interpretatif atas teks Filipi 2:5-8, tentang kehambaan Kristus. Kesimpulannya, kehambaan Kristus yang dinarasikan Paulus dalam surat Filipi tersebut dapat menjadi semacam model spiritualitas kepemimpinan hamba di era posmodern sekarang ini.
Hubungan Tingkat Religiusitas terhadap Kecemasan Moral dan Alternatif Pembinaan Moral pada Kenakalan Siswa Rifai Rifai
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 3, No 2 (2021): Januari 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46929/graciadeo.v3i2.63

Abstract

Teenagers as the successors of the Indonesian people have received high expectations from the community in moral behavior. Various challenges faced by adolescents today can be able to plunge adolescents into immoral behavior. Adolescent moral behavior is based on adolescent moral anxiety, namely the existence of a personal sense of blame every time a teenager commits an offense. Moral anxiety of adolescents is influenced by the level of adolescent religiosity, if adolescents with moderate religiosity tend to have high moral anxiety as well. To get adolescents with good moral religiosity and anxiety need an alternative moral guidance for juvenile delinquency. Alternative moral guidance is carried out through the cultivation of the character of faith and devotion to God who is omnipresent. In addition, it is necessary to involve teachers of Religious Education and Human Rights as counselors and the implementation of scout extracurricular activities that can shape the positive character of students. Abstrak Remaja sebagai penerus bangsa Indonesia telah mendapatkan ekspetaksi tinggi dari masyarakat dalam perilaku bermoral. Berbagai tantangan yang dihadapi remaja saat ini bisa dapat menjerumuskan remaja dalam perilaku tidak bermoral. Perilaku bermoral remaja dilandasi dengan kecemasan moral remaja yakni adanya rasa tertuduh secara pribadi setiap kali remaja melakukan pelanggaran. Kecemasan rmoral remaja dipengaruhi oleh tingkat religiusitas remaja, jika remaja dengan religiusitas sedang cenderung tinggi akan memiliki kecemasan moral yang tinggi pula. Untuk mendapatkan remaja dengan religiusitas dan kecemasan moral yang baik perlu alternatif pembinaan moral terhadap kenakalan remaja. Alternatif pembinaan moral dilaksanakan melalui penanaman karakter keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang mahaesa. Selain itu perlu pelibatan guru Pendidikan Agama dan Budi Pekerti sebagai konselor dan pelaksanaan ekstrakurikuler pramuka yang dapat membentuk karakter positif siswa.

Page 3 of 10 | Total Record : 92