cover
Contact Name
Muhammad Aditya Pratama
Contact Email
adityapratama@ikj.ac.id
Phone
+6285693972062
Journal Mail Official
imaji@ikj.ac.id
Editorial Address
Jalan Sekolah Seni No.1 (Raden Saleh, Kompleks Taman Ismail Marzuki Jl. Cikini Raya No.73, RT.8/RW.2, Cikini, Jakarta, Central Jakarta City, Jakarta 10330
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal IMAJI
ISSN : 19073097     EISSN : 27756033     DOI : https://doi.org/10.52290/JI
Core Subject : Humanities, Art,
Journal IMAJI accommodates a collection of various topics of film / audio-visual studies that contain ideas, research, as well as critical, fresh, and innovative views on the phenomenal development of cinema in particular and audio-visual in general. This journal aims to provide research contributions to film and audio-visual media which are expected to encourage the development of film, including photography, television and new media in Indonesia, so that they are superior and competitive at the national level and in the international world.
Articles 94 Documents
Penggunaan Ruang 360o untukPenekanan Dramatik dan Psikologis Karakter di dalam Scene Danu Murti
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 11 No. 1 (2020): Bentuk, Gaya, dan Persepsi Penonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kesinambungan editing merupakan cara yang paling banyak digunakan oleh pembuat film di seluruh dunia dalam menyampaikan ceritanya dengan lancar dan jelas melalui serangkaian pengambilan gambar. Salah satu elemen yang digunakan adalah sistem 180o. Melalui sistem 180o, pembuat film membangun ruang melalui sumbu aksi, memastikan bahwa posisi subjek dalam frame konsisten, dalam pengambilan shot dengan posisi kamera yang berbeda, subjeek akan menempati posisi yang relatif sama. Pada perkembangannya, pembuat film menggunakan ruang 360o yang menyeberangi sumbu aksi, untuk penekanan dramatik dalam film yang menggunakan kesinambungan editing sebagai cara bertutur utamanya.
Penyutradaraan Televisi di dalam Program Olahraga Sepak Bola Hanief Jerry
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 11 No. 1 (2020): Bentuk, Gaya, dan Persepsi Penonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagai negara yang memiliki ketertarikan yang sangat kuat terhadap sepak bola, Indonesia harus memiliki sistem penyiaran pertandingan sepak bola yang baik. Sebuah sistem penyiaran sepak bola yang baik dimulai dari bagaimana seorang sutradara penyiaran televisi bisa menyampaikan pesan serta cerita kepada penontonnya. Seorang sutradara penyiaran televisi yang baik, terutama dalam acara live production atau siaran langsung, harus menyiapkan beberapa hal sebelum dimulainya sebuah siaran. Sutradara tersebut harus memulai dengan membuat filosofi penyutradaraan atas acara yang akan disutradarainya. Lalu, dari filosofi tersebut dijadikan dasar konsep penyutradaraan yang akan dilakukan. Konsep tersebut harus bisa diinformasikan dan diterangkan dengan baik kepada seluruh kru penyiaran, sehingga siaran bisa berlangsung dengan lancar dan baik, serta pesan dan cerita yang ingin disampaikan melalui siaran bisa sampai kepada penonton. Sistem multi-kamera juga digunakan untuk mempermudah sutradara dalam penyampaian cerita dan pesan programnya secara langsung kepada penonton. Layaknya seorang sutradara film fiksi, sutradara program televisi juga harus bisa menyampaikan konsepnya kepada penonton dengan menggunakan berbagai macam alat yang diberikan kepadanya.
Makna Pernikahan pada Dua Generasi Perempuan Batak dalam Film Demi Ucok Suzen Tobing
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 11 No. 1 (2020): Bentuk, Gaya, dan Persepsi Penonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk membedah diskursus pernikahan pada dua generasi perempuan Batak yang diangkat dalam film drama komedi, Demi Ucok (2013). Film karya Sammaria Simanjuntak ini merupakan film indie yang kental dengan kritik atas budaya Batak, khususnya dalam hal pernikahan. Dengan menggunakan metodologi diskursus, studi ini ingin membedah konstruksi sosial yang mempengaruhi persepsi atas pernikahan dari dua orang tokoh utama, Glo dan ibunya, Mak Gondut. Berdasarkan studi ini diketahui faktor memori dan kelekatan dengan apparatus adat mempengaruhi perbedaan persepsi di antara kedua perempuan Batak tersebut. Kemudian pada bagian akhir film diketahui Mak Gondut mengalami transgresi makna pernikahan setelah melalui dinamika konflik dengan Glo.
Memahami Persepsi Penonton Melalui Pendekatan Psikologi Gestalt pada Film Joker (2019) Karya Todd Phillips Yohanes Yogaprayuda; Erina Tandian
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 11 No. 1 (2020): Bentuk, Gaya, dan Persepsi Penonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Film menuturkan cerita dalam durasi terbatas. Berdasarkan prinsip ketertutupan dari psikologi Gestalt, otak manusia cenderung mengisi celah-celah yang ada untuk membentuk persepsi akan suatu bentuk yang utuh. Pikiran penonton film secara alami mampu mempersepsikan sendiri keseluruhan adegan berdasarkan potongan-potongan informasi yang diberikan. Film Joker (2019) memiliki beberapa bagian yang membuka ruang interpretasi bagi penontonnya. Sebuah kuesioner daring disebarkan untuk mengetahui persepsi penonton tentang keseluruhan film dan beberapa sekuenss dalam film tersebut, terutama berkaitan dengan adegan offscreen. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah faktor yang membentuk pola persepsi di pikiran penonton.
Meraba Bentuk Inciting Incident dalam Film-film Puzzle Damas Cendekia
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 11 No. 1 (2020): Bentuk, Gaya, dan Persepsi Penonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berfungsi sebagai penggerak cerita, inciting incident dipandang sebagai salah satu elemen wajib dalam film. Sejumlah teori telah menawarkan berbagai bentuk dari titik yang menggoyahkan keseimbangan dunia protagonis ini. Akan tetapi, hadirnya teori-teori bentuk inciting incident hanyalah berdasarkan pada kajian atas film-film naratif konvensional semata. Keberadaan film-film puzzle dengan teknik bertutur yang kompleks seolah terabaikan. Akibatnya, bentuk-bentuk inciting incident menjadi monoton—baku dan tak pernah ada yang baru. Beberapa hal yang berbeda ditemukan ketika film-film puzzle akhirnya juga diteliti.
Depth of Field (II) –Sebuah Telaah Ideologis Ruang Ketajaman: Studi kasus terhadap film Roma (2018) Julita Pratiwi
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 11 No. 2 (2020): Sinema, Ideologi, dan Kritik Sosial
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Depth of field, atau khususnya deep focus, tidak dapat dilihat sebagai teknik sinematografi yang memberikan kontribusi dalam memperlihatkan dimensi spasial sebuah film semata. Namun, semenjak teknik ini mencuri perhatian Andre Bazin, keberadaannya sebagai tawaran stilistik cukup dominan dalam menggaungkan agenda realisme pada sinema. Mitry dan Comolli terhitung sebagai sosok yang memberikan tawaran alternatif akan hal ini: ada agenda terselubung untuk menantang cara pandang Bazin. Esai ini mencoba untuk menilik perkembangan perdebatan ini dan bagaimana penerapan teknik ini dapat dibaca kini. Roma (Alfonso Cuaron, 2018) digunakan sebagai studi kasus.
Indonesia Dalam Bingkai Joshua Oppenheimer: Dekonstruksi Wacana Dominan Terhadap PKI pada Sequence Reka Adegan di Film Jagal dan Senyap Satrio Pamungkas
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 11 No. 2 (2020): Sinema, Ideologi, dan Kritik Sosial
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Konstruksi negatif wacana dominan terhadap komunis dan PKI sangat berlebihan di Indonesia. Ironisnya, konstruksi negatif itu bukan karena cara memandang secara objektif terhadap suatu paham ideologi, melainkan pengaruh kuasa Orde Baru pada rezimnya yang memanfaatkan kuasanya mengkonstruksi PKI dan partai yang berbau komunis lain untuk menjatuhkan lawan politiknya kala itu Soekarno. Soekarno saat itu memang didukung besar-besaran oleh partai PKI dan partai komunis lain dalam pemerintahannya. Film di Indonesia hadir pertama kali dalam bentuk dokumenter yang dilakukan oleh pihak asing. Sampai saat ini banyak pihak asing, yang membingkai Indonesia dengan film dokumenternya termasuk Joshua Oppenheimer dengan film Jagal dan Senyap. Kedua film itu berani mendekonstruksi wacana dominan terhadap PKI. Dengan analisis artikulasi dan melihat dekonstruksi teks pada film ini, Oppenheimer mendekonstruksi wacana dominan terhadap PKI dengan menggunakan sequence reka adegan yang begitu berani, dengan merepresentasikan sebuah kesadisan dari algojo yang terlibat terhadap pembantaian PKI.
Humor sebagai Kritik Sosial dalam Zootopia (2016) Heri Purwoko
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 11 No. 2 (2020): Sinema, Ideologi, dan Kritik Sosial
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Zootopia adalah film animasi anthromorphic yang disukai oleh banyak penonton film, dewasa dan anak-anak. Film ini meraih box office dan sekaligus mampu menepiskan kesangsian di Rotten Tommatoesdan juga mendapat respons positif di beberapa belahan dunia. Tidak hanya menampilkan tema dan rangkaian adegan yang menghibur semata, film ini memberikan eksposur hewan-hewan dengan stereotip tertentu dan sekaligus kritik sosial di dalamnya. Dengan menggunakan pendekatan metode cultural studies, tulisan ini akan menganalisis unsur metafora dalam scene “wortel kecil”, “komunitas yoga”, dan “pengecekan plat mobil” yang memiliki muatan kritik cukup keras dalam ranah urban dan modernitas.
Film Konten Idam Pica dengan Visual Dokumentasi, Animasi, dan Live Action Sito Biosa
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 11 No. 2 (2020): Sinema, Ideologi, dan Kritik Sosial
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulis memahami pentingnya membuat film yang tidak klise dengan dokumentasi visual, animasi, dan live action. Semua rangkaian fenomena, ekstasi ibu, hingga realisasi visual, menciptakan ruang audio visual yang acak, kacau, pecah, tetapi sekali lagi menjawab bahwa tiga bentuk (dokumentasi, animasi, dan aksi langsung) dapat dipahami melalui sensasi logika Deleuze bahwa ada kekuatan yang memiliki kekacauan pada saat yang sama, kekuatan destruktif dan kekuatan hidup. Melalui hal itu, penulis kemudian melakukan penelitian penciptaan dalam menyampaikan fenomena idam pica ke dalam bentuk film dengan judul Pink Pastel. Melalui bentuk modifikasi seperti pada film Pink Pastelakan semakin membantu kita membuka kemungkinan visual sinema lebih luas lagi.
Problem Etika dalam Kasus Dokumenter Jagal (2012) dan Senyap (2014) Budi Wibawa
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 11 No. 2 (2020): Sinema, Ideologi, dan Kritik Sosial
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jagal (2012) dan Senyap (2014) adalah dua film dokumenter yang sempat menyita perhatian dunia. Kedua film itu berhasil mengangkat isu tentang peristiwa Tragedi 1965, sebuah sejarah kelam negara Indonesia di masa Orde Baru dengan cara yang unik. Isu yang diangkat kedua dokumenter tersebut berhasil menstimulus munculnya kembali berbagai perdebatan hangat terkait kebenaran sejarah peristiwa Tragedi 1965. Sayangnya, kajian mengenai dokumenter tersebut sebagai “teks” yang menggunakan medium “gambar bergerak” justru sering terabaikan, tenggelam di tengah kegaduhan isu yang ditawarkannya, yang lebih sebagai “konteks” yang melebar terlalu luas, ketimbang analisis yang berpegang erat pada “teks” yang ditawarkan oleh film-film itu sendiri.

Page 1 of 10 | Total Record : 94