cover
Contact Name
Otto Fajarianto
Contact Email
ofajarianto@gmail.com
Phone
+6281296890687
Journal Mail Official
hukumresponsif@gmail.com
Editorial Address
Jl. Terusan Pemuda No. 1A Cirebon,45132 Jawa Barat-Indonesia, Kampus 3 Gedung Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati
Location
Kota cirebon,
Jawa barat
INDONESIA
Hukum Responsif : Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
ISSN : 20891911     EISSN : 27234525     DOI : http://dx.doi.org/10.33603/responsif
Core Subject : Humanities, Social,
HUKUM RESPONSIF diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati. HUKUM RESPONSIF tujuannya merupakan kumpulan karya tulis ilmiah hasil riset maupun konseptual bidang ilmu hukum dengan ruang lingkup Hukum pidana, Hukum perdata, Hukum tata negara, Hukum administrasi negara, Hukum international, Hukum masyarakat pembangunan, Hukum islam, Hukum bisnis, Hukum acara, dan Hak asasi manusia. HUKUM RESPONSIF menerima tulisan dari para akademisi maupun praktisi dengan proses blind review, sehingga dapat diterima disetiap kalangan dengan penerbitan jurnal ilmiah berkala terbit setiap dua kali dalam setahun periode Februari dan Agustus dengan nomor p-ISSN 2089-1911 serta e-ISSN 2723-4525.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 84 Documents
PERALIHAN KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (ANGKUTAN KOTA) DARI PERORANGAN MENJADI BADAN HUKUM (Studi pada Dinas Perhubungan Kota Cirebon) Vivied Novidia Anugrah; Ayih Sutarih
Hukum Responsif Vol 9, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v9i1.5038

Abstract

Usaha angkutan kota saat ini mayoritas tidak berbentuk badan hukum melainkan masih kepemilikan perorangan. Penelitian ini mempergunakan Metode Yuridis Normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori, konsep, asas hukum serta peraturan perundang-undangan. Sumber bahan hukum yang digunakan ialah Primer, yaitu rancangan Undang-Undang dan peraturan lainnya. Sekunder, yaitu berupa bahan hukum yang bukan merupakan dokumen resmi tetapi mempunyai korelasi untuk mendukung penelitian ini. Bahan hokum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian yang didapat untuk menjawab rumusan masalah yaitu sebagai berikut, bahwa peralihan kepemilikan angkutan kota ada dua pilihan yaitu dengan mendirikan badan hukum atau bergabung pada Koperasi Kowatron yang dibina ORGANDA. Proses peralihannya dengan balik nama pada STNK angkot tersebut dari perseorangan menjadi atas nama koperasi. Sedangkan akibat hukum yang diperoleh apabila angkutan kota tidak menjadi badan hukum yaitu pencabutan ijin trayek. Masih banyak angkutan kota yang belum berbadan hukum dikarenakan pemilik pengusaha kurang mengetahui prinsip-prinsip dasar dan arti pentingnya badan hukum sehingga banyak keraguan dari pengusaha jika menjadi badan hukum. Maka dari itu seharusnya Dinas Perhubungan lebih memaksimalkan sosialisasi dan pembinaan untuk para pemilik angkutan kota yang belum bergabung pada badan hukum.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA YANG IJAZAH NYA DIJADIKAN JAMINAN OLEH PERUSAHAAN PEMBERI KERJA (STUDI PENELITIAN DI DISNAKER KOTA CIREBON) RIZKY NAAFI ADITYA; TINA MARLINA
Hukum Responsif Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i1.5022

Abstract

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Untuk dapat bekerja pada perusahaan, seseorang menempuh pendidikan terlebih dahulu untuk mendapatkan ijazah sebagai bukti bahwa dirinya telah selesai menempuh pendidikan. Pada beberapa perusahaan ada yang menerapkan sistem penahanan terhadap ijazah asli pekerja. Peraturan perusahaan itu dibuat secara sepihak oleh pengusaha secara tertulis yang memuat ketentuan tentang syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Hal ini mengakibatkan adanya kekosongan hukum terkait boleh atau tidaknya dilakukan penahanan ijazah. Kekosongan hukum yang terjadi terhadap penahanan ijazah asli pekerja perlu adanya pengaturan terkait sehingga dapat menjadi payung hukum demi melindungi hak dan kepentingan pekerja maupun pengusaha agar sama-sama tidak ada yang merasa dirugikan dalam melaksanakan hubungan kerja. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang ijazah nya dijadikan jaminan oleh perusahaan dan Bagaimanakah peran dan upaya disnaker terhadap ijazah tenaga kerja yang dijaminkan oleh perusahaan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti pustaka atau data sekunder. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa belum adanya aturan atau regulasi hukum yang mengatur tentang permasalah jaminan ijazah dan disnaker dalam hal ini berperan sebagai mediator terhadap perselisihan antara tenaga kerja/pekerja dengan perusahaan pemberi kerja dengan adanya proses mediasi disnaker dapat melihat permasalahan yang sebenarnya. Dan perlu adanya aturan yang jelas mengenai penahanan ijazah yang dilakukan perusahaan, karena pada saat ini tidak ada aturan yang secara eksplisit mengatur tentang itu. Dan juga Dinas tenaga kerja perlu melakukan sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan agar tidak melakukan penahanan ijazah karena itu merupakan pelanggaran HAM dan tidak ada dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi sanusi sanusi
Hukum Responsif Vol 8, No 2 (2017): Hukum Responsif
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v8i2.4520

Abstract

PENGEMBALIAN.KERUGIAN.KEUANGAN.NEGARADALAM TINDAK PIDANA KORUPSIDr. Sanusi, SH., MH Suci Hati HandayaniProgram Studi Ilmu HukumFakultas Hukum Unswagati CirebonABSTRAKPengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi pada tataran praktek masih.mengalami sejumlah permasalahan. Diantaranya penerapan delik formil yang hanya mensyaratkan terpenuhinya unsur tanpa harus ada akibat yang benar-benar terjadi. Rumusan ini menimbulkan problem tersendiri ketika dihadapkan pada pidana pembayaran uang pengganti. Karena pembayaran uang pengganti harus.nyata dan pasti.jumlahnya, sementara korupsi.sebagai delik formil cukup dengan potensi kerugian negara sudah dapat dipidana. Kendati dalam perkembangannya Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya nomor 25/PUU-XIV/2016 frasa kata dapat merugikan keuangan negara terkait.Pasal. 2 dan 3 UU.Tipikor dihapuskan, namun dalam.praktek masih menimbulkan ketidakpastian, terlebih keengganan pelaku korupsi beritikad baik untuk mengembalikan uang hasil korupsi dalam masa penyelidikan maupun penyidikan mengalami kekhawatiran karena dalam ketentuan pasal 4 UU TPK menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidananya.Identifikasi masalah terdiri dari (1) Bagaimana pelaksanaan pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi ? (2) Apakah pengembalian kerugian keuangan negara dapat menjadi alasan penghapusan pidana dalam tindak pidana korupsi.Penelitian.ini menggunakan pendekatan hukum.normatif (yuridis normatif). Spesifikasi penelitian adalah deskriptif analisis. Jenis data.menggunakan.data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan atau studi dokumen dan teknik analisis menggunakan pendekatan kualitatif karena.tidak menggunakan.rumus-rumus tertentu dan.angka-angka.Upaya pengembalian kerugian keuangan negara dalam perkara tindak pidana korupsi dapat ditempuh dengan mekanisme administrasi, pidana maupun perdata, serta pengembalian kerugian keuangan negarasebagaimana ketentuan pasal 4 UU TPK tidaklah dapat menjadi alasan penghapusan pidana dalam perkara tindak pidana korupsi, justru menjadi kendala bagi pelaku yang dalam masa proses penyelidikan maupun penyidikan memiliki inisiatif pengembalian.Kata Kunci : Tindak.Pidana.Korupsi, Pengembalian. Kerugian Keuangan.Negara.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DEBT COLLECTOR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERAMPASAN DALAM KREDIT BERMASALAH Prika Handayani; Teddy Asmara
Hukum Responsif Vol 10, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v10i2.5059

Abstract

Kasus penagihan hutang terhadap debitur oleh kreditur dengan memakai penagih hutang (debt collector) dalam menagih hutang dengan cara paksaan. Meskipun demikian, kasus perampasan yang dilakukan debt collector di jalan masih marak terjadi khususnya di Kota Cirebon.Sehingga perlu diketahui sejauhmana pertanggungjawaban debt collector yang melakukan tindak pidana dengan merampas paksa kendaraan yang mengalami kredit bermasalah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pertanggungjawaban pidana Debt Collector yang melakukan perampasan atas kendaraan sebagaimana menjadi obyek perjanjian Leasing dalam kredit bermasalah dan Bagaimanakah status kendaraan milik konsumen yang menjadi objek perampasan yang dilakukan oleh Debt collector. Metode Penelitian dengan pendekatan Yuridis Normatif, yaitu pendekatan yang berusaha menelusuri mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh Debt Collector dalam hal melakukan perampasan kendaraan bermotor milik konsumen dalam kredit bermasalah serta pertanggungjawaban pidananya dari sudut pandang normatif dan mengkajinya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian menghasilkan bahwa debt collector yang melakukan penarikan paksa dengan kekerasan wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana yang mana pertanggungjawabannya diatur di dalam KUHP. Kasus ini sudah melanggar ketentuan di dalam Pasal 365 ayat (1) Jo Pasal 365 ayat (2) ke-2 Jo Pasal 53 KUHP dan Pasal 55 KUHP Ayat 1 angka 1 dan 2. Sedangkan proses penarikannya menurut Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011, satu-satunya pihak yang berhak menarik kendaraan kredit bermasalah adalah kepolisian. Pasal 8 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan syarat-syarat administrasi yang harus dilampirkan olehperusahaan pembiayaan konsumen untuk antara lain salinan akta jaminan fidusia, salinan sertifikat fidusia, surat peringatan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya, identitas pelaksana eksekusi, dan surat tugas pelaksanaan eksekusi. Surat peringatan kepada debitur yang dibuktikan dengan tanda terima. debt collector yang melakukan penarikan paksa dengan jalan ancaman dan kekerasan kepada konsumen harus dipertanggungjawabkan secara pidana. Seharusnya pihak debt collector lebih memperhatikan tindakannya apabila menjalankan tugasnya, jangan melakukan penarikan secara paksa dengan jalan kekerasan yang bersifat merugikan pihak konsumen.
EFEKTIFITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG FIDUSIA TERHADAP PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN KENDARAAN BERMOTOR alip rahman
Hukum Responsif Vol 7, No 1 (2015): Jurnal Hukum Responsif
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v7i1.1105

Abstract

ABSTRACTThe presence of a wide range of financial institutions is a form of progress in community economic development, Fiduciary itself is an old term that has been known in the Indonesian language. According to Law No. 42 of 1999 About Fiducia is also called "handover of property rigths in trust". Contructions fiduciary of property rights on goods belonging to the debtor to the creditor being physical control over the goods that remain in debtors (constitutum Possesorium) with the proviso that when borrowers repay their debts, then creditors must restore the property rights over the goods to the debtor , How is the implementation of the provision of credit to the  motor vehicle  laws pertaining of fiduciary?. and how is the settlement of bad loans againts collateral of motor vehicles with fiduciary?. The method used to solve this problem is a normative juridical approach is the approach to the understanding of the science of law or juridical aspects of the effective  credit agreement with the guarantee of a motor vehicle. Bank in providing pasilitas credit to customers (borrowers) should pay attention to in terms of prudence and the extension of credit by the bank to the debtor does not just happen, but it should do the information on prospective debtors by using some of the principles, with the aim of reducing the risks that will occur at a later time. The steps taken in securing bank credit, in essence, can be classified into two, namely the securing of preventive and repressive security. Preventive security safeguards are taken to prevent the credit crunch. While the repressive security safeguards are taken to complete the credits have experienced ketidaklancaran or congestion (debius) .With this, the credit protection is essentially to minimize the risk, even at eliminating the risks that may arise or has arisen or occurred. Keywords: Effectiveness, the Credit Agreement, Motor Vehic
IMPLEMENTASI KEWAJIBAN PERUSAHAAN TERHADAP HAK-HAK PEKERJA PEREMPUAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Cintya Maullany Nabbillah; Montisa Mariana
Hukum Responsif Vol 9, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v9i2.5049

Abstract

Perlindungan terhadap pekerja sangat diperlukan mengingat kedudukannya yang lemah. Oleh sebab itu, perusahaan wajib memberikan hak kepada pekerja berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kewajiban perusahaan terhadap hak-hak pekerja perempuan diatur berdasarkan Pasal 76 ayat (4) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha wajib menyediakan angkutan antarjemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00, Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja di perusahaan yang diatur berdasarkan Permenaker No. 6 Tahun 2016 dan waktu kerja lembur dan upah kerja lembur yang diatur berdasarkan Kepmenakertrans RI NO.KEP.104/IV/2004. Permasalahan yang dikaji dalam penulisan ini meliputi 2 (dua) hal, yaitu Bagaimanakah implementasi kewajiban perusahaan terhadap hak-hak pekerja perempuan berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Bagaimanakah peran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pemenuhan hak-hak pekerja perempuan. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah Yuridis Empiris, yaitu suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan mengkaji suatu permasalahan berdasarkan fakta-fakta yang ada dilapangan sebagai suatu gejala sosial untuk menemukan solusi atas permasalahan yang diteliti oleh penulis. Yaitu kewajiban perusahaan terhadap hak-hak pekerja perempuan belum sesuai dengan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 2 dan 3 Permenaker No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja di perusahaan dan Kepmenakertrans RI NO.KEP/104/IV/2004 tentang waktu kerja lembur dan upah kerja lembur. Peran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pemenuhan hak-hak pekerja perempuan hanya memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara pekerja dengan perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis memberikan saran bahwa perusahaan harus mentaati dan melaksanakan ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku dalam hal pemenuhan hak-hak pekerja perempuan. Dan disarankan memberikan sanksi tegas atau teguran kepada perusahaan yang belum menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi diskriminasi kepada pekerja perempuan.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENANGKAPAN BENIH LOBSTER SECARA ILLEGAL Fajar Rahimi Sukma; Agus Dimyati
Hukum Responsif Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v12i1.5028

Abstract

Penyelundupan ini marak terjadi dikarenakan bisnis komoditi hasil laut sangat menggiurkan, dengan cara yang cukup sedehana transaksi miliaran rupiah dapat dilaksanakan secara illegal. Saat ini pemerintah Indonesia sedang melakukan upaya pencegahan terhadap penyelundupan hasil laut yang dilarang ekspor. Selain merugikan Negara, hal tersebut juga dapat membuat biota laut semakin langka ditambah dengan kerugian yang mencapai triliunan rupiah. Modus yang dilakukan pada umumnya mengakali berbagai fasilitas kemudahan ekspor-impor yang diberikan Bea Cukai. Dari uraian latar belakang di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan yang akan di bahas sebagai berikut ini: Bagaimana Implementasi Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 terhadap praktik penangkapan benih lobster (benur) oleh para nelayan? dan Bagaimana upaya penegak hukum dalam melakukan penerapan hukum terhadap penangkapan benih lobster (Benur digunakan dalam penelitian ini adalah jenis) secara tidak sah (illegal)? Metode penelitian yaitu yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu dan Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu metode penelitian yang berasal menggambarkan fenomena-fenomena atau kejadian-kejadian berdasarkan kenyataan dan fakta-fakta yang ada di nelayan dikaitkan dengan teori hukum. Upaya penegak hokum dalam melakukan penerapan hukum terhadap penangkapan benih lobster (benur) yaitu: Upaya preventif dengan cara Melakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum, dalam hal ini yang disosialisasikan merupakan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 serta Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 yaitu terkait pelarangan penangkapan benih lobster (benur) serta aturan hukum tindak pidana perikanan yang mengaturnya dan melakukan pengawasan perairan di laut. Upaya represif yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yaitu melakukan penangkapan, pemeriksaan serta melakukan penegakan hukum yang dilakukan secara tegas kepada pelaku, dengan menangkap beberapa orang penangkap benih lobster (benur) dan menetapkan beberapa orang tersangka yang diduga merupakan pengepul dari benih lobster itu sendiri.
DEKONSTRUKSI PEMAHAMAN PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS (EKONOMI DAN KEUANGAN) BERASPEK PIDANAMELALUI PROSEDUR PERDAMAIAN. Menuju Proses Peradilan Pidana Rekonsiliatif IBNU ARTADI
Hukum Responsif Vol 1, No 1 (2011): Hukum Responsif
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v1i1.87

Abstract

DECONSTRUCTION OFDISPUTESETTLEMENTUNDERSTANDINGBUSINESS(ECONOMIC ANDFINANCIAL), WHICH CONTAINSASPECTS OFCRIMINALTHROUGHPROCEDURE OF PEACE. Towardthe Reconciliatory criminal justiceprocessDispute settlementbusiness(economicand financial) containingaspects ofcriminal out of the justice, through theproceduresof peace, is not interpretedas a compromiseby eliminatinglegal process, but it remainsa majorfocusattentionon theestablishment ofharmonyamong theoffender, victimandcommunity.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PELECEHAN SEKSUAL YANG DILAKUKAN PENGEMUDI OJEK ONLINE TERHADAP PENUMPANG Montisa Mariana; Adi Daya
Hukum Responsif Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v11i2.5016

Abstract

Banyaknya terjadi kekerasan seksual yang diberitakan media masa merupakan indikasi meningkatnya berbagai pelanggaran pidana yang terkait dengan kesusilaan. Kekerasan seksual atau pelecehan seksual dapat juga terjadi dengan pelakunya berprofesi sebagai pengemudi ojek online. Berdasarkan fakta tersebut, maka penelitian ini dibuat untuk mengetahui bagaimanakah penegakan hukum terhadap pelaku pelecehan seksual yang dilakukan pengemudi ojek online terhadap penumpang dan bagaimanakah bentuk penyelesaian hukum terhadap tindakan pelecehan seksual yang dillakukan pengemudi ojek online terhadap penumpang. Penelitian ini menggunakan Yuridis Empiris dengan mengkaji bahan hukum tertulis berupa: perilaku masyarakat terhadap aturan yang berlaku, tentunya relevan terhadap topic penelitian dan dengan data lapangan berupa wawancara terhadap perusahaan penyedia aplikasi angkutan online dan wawancara dengan pihak Kepolisian. Hasil penelitian penegakan hukum terhadap pelaku pelecehan seksual yang dilakukan pengemudi ojek online terhadap penumpang dikenakan sanksi di dalam KUHP yaitu tindak pidana kesusilaan. Proses penegakan hukum terhadap pelaku pelecehan seksual yang dilakukan pengemudi ojek online hanya berjalan sampai penyidikan karena adanya pencabutan laporan (pengaduan) dari pihak korban, sehingga kasus ini dianggap tidak ada. Bentuk penyelesaian hukum terhadap pelaku pelecehan seksual yang dillakukan pengemudi ojek online terhadap penumpang yaitu dengan pemutusan kemitraan terhadap pengemudi yang melakukan pelecehan seksual. Bentuk penyelesaian hukum terhadap korban pelecehan seksual yaitu Grab memberikan layanan Psikososial terhadap korban untuk mengurangi trauma akibat menjadi korban pelecehan seksual.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK TENAGA KERJA YANG DI-PHK : STUDI PADA PABRIK GULA (P.G) JATIBARANG-BREBES Irma Maulida
Hukum Responsif Vol 8, No 1 (2016): Hukum Responsif
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v8i1.1183

Abstract

Namely the recognition of legal protection and guarantees provided by the law in relation to human rights. Legal protection of the rights of workers who were laid off to discuss the rights of labor after being laid off. In the implementation of the legal protection of the rights of workers are laid off must be in accordance with applicable regulations, namely the Employment Act No. 13 of 2003 on Labour, Kep. 150 / Men / 2000 regarding the determination of separation, gratuity and compensation. Issues examined in this study are: 1. How is the implementation of the legal protection of the rights granted by employers on workers who had been fired at the Sugar Factory Jatibarang-Brebes? 2. How did the factors that affect the protection of the law of the rights of workers who were laid off as well as a way to resolve the Sugar Factory Jatibarang-Brebes ?. The method used in this study is the use of qualitative methods of descriptive data in the form of words written or spoken of behavior observed. While the objectivity and validity of the data by comparing the data obtained from the study were analyzed interactively from dsata collection, data reduction, data presentation to conclusion. Keywords: Legal Protection, Rights of Labor, layoffs