cover
Contact Name
Heppy Yohanes
Contact Email
heppyyohaneslim@gmail.com
Phone
+6287878968652
Journal Mail Official
info@pspindonesia.org
Editorial Address
Perum Puri Bengawan Indah Jl. Karandan Rt.007 Rw.005, Joyontakan, Serengan, Surakarta
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
ISSN : 2797717X     EISSN : 27977676     DOI : https://doi.org/10.54403/rjtpi
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia merupakan wadah untuk memublikasi hasil penelitian ilmiah para dosen / peneliti pada bidang Teologi. Fokus dan Scope pada Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia adalah: Sejarah pada Teologi Kajian Teologi Pentakosta Tokoh gereja Liturgi Musik Gereja Misiologi Kepemimpinan Kristen Pastoral Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia is a forum for publishing the scientific of lecturers / researchers in the field of Theology. Focus and scope on Jurnal Pentakosta Indonesia are: History of Theology The Pentacostal Analysis Theology Church Figure Liturgy Church Music Missiology Christian Leadership Pastoral
Articles 51 Documents
Implementasi Galatia 3:28-29 Terhadap Teologi Hitam James H. Cone dalam Menghapus Isu Rasial Endik Firmansah; Andreas Joswanto; Simon Simon
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.38

Abstract

Whatever the reason, racialism must be abolished in Christianity because it is not in accordance with the teachings of God's Word. Christians who are still racist must repent by accepting the Lord Jesus as their personal Savior and free themselves from racist attitudes. The racial phenomenon that exists in Christianity is a challenge that must be faced and resolved by the church. This is very possible because within Christianity there are still people who see each other through a certain skin color, hair shape, ethnicity and even gender. In discussing the implementation of Galatians 3:28-29 on James H. Cone's Black Theology in eliminating racial issues, the author will describe the contents of Gal. 3:28-29 as a supporting verse to remove racial issues that exist in Christianity. Where from the racial issues that developed, James H. Cone's Black Theology was chosen to be the object of research for comparison with the verses discussed, because Cone is a Black figure who pioneered Black Theology which is quite popular and has contributed theology that can be a reference or reference that seems would justify racial issues within Christianity. So it is hoped that with this discussion the author can add thoughts to free Christians from racist attitudes.ABSTRAKApapun alasannya, rasieme harus dihapuskan dalam kekristenan karena tidak sesuai dengan ajaran Firman Tuhan. Orang Kristen yang masih bersikap rasis harus bertobat dengan menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya dan membebaskan dirinya dari sikap yang rasis. Fenomena rasial yang ada di dalam kekristenan adalah tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh gereja. Hal ini sangat mungkin karena di dalam Kristen sendiri masih ada orang yang melihat sesamanya melalui warna kulit tertentu, bentuk rambut, suku dan bahkan jenis kelamin. Dalam pembahasan mengenai implementasi Galatia 3:28-29 terhadap Teologi Hitam James H. Cone dalam menghapus isu rasial, penulis akan memaparkan isi dari Gal. 3:28-29 sebagai ayat pendunkung untuk menghapus isu rasial yang ada di dalam Kristen. Dimana dari isu rasial yang berkembang, Teologi Hitam James H. Cone dipilih menjadi obyek yang diteliti untuk dikomparasikan dengan ayat yang dibahas, karena Cone adalah tokoh Hitam pencentus Teologi Hitam yang cukup popular dan telah memberikan sumbangsih teologi yang dapat menjadi rujukan atau referensi yang seakan-akan membenarkan isu rasial di dalam Kristen. Sehingga diharapkan dengan pembahasan ini penulis dapat menambahkan sumbangsih pemikiran untuk membebaskan umat Kristen dari sikap yang rasis. Kata Kunci: Galatia 3, Teologi Hitam, James H. Cone, Rasial 
Analisis Terhadap Sebutan Nama Tuhan Keadilan Kita di Yeremia 33:16 dan Aplikasinya dalam Kehidupan Kharisda Mueleni Waruwu; Priyantoro Widodo
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.39

Abstract

Understanding of the designation for God among Christians, of course, some know and also have understood it and even become a familiar name. The designation for the name of God or the title given to that name, always has a different background according to what the people experienced at that time. For example "The Lord is my shepherd", the title of this title is motivated by David's reflection in his work as a shepherd over the sheep, David realized how the real relationship between him and his God himself so David said "The Lord is my shepherd ..." (Psalm 23:1). The title "God provided" (Gen 22:14) a name that Abraham remembered when he was tested and God provided a ram to be sacrificed in place of Isaac. The use of the name has a different background which will lead a person to give his own title to his experience of God. However, in the Old Testament there is also a name/title of God that is used without having a story to understand why that name is used. As in Jeremiah 33:16 "Lord our justice!" Based on these problems, the researchers will examine the meaning of the use of the name Tihan our justice. The researcher will use a term study method based on a language dictionary and parsing analysis. In research using this method, the researcher concludes that the name of the God of our justice is related to the Israelites and Judah in a time of suffering in exile. So that they will be called, God who speaks the truth (because He does not break His promise) God is the one who provides justice for humans, especially through His Son, Jesus ChristPemahaman tentang sebutan bagi Tuhan dalam kalangan umat Kristiani tentunya sebagian mengetahui dan juga telah memahaminya bahkan menjadi sebuah nama yang tidak asing lagi. Sebutan untuk nama Tuhan atau gelar yang diberikan kepada nama itu, selalu memiliki latar belakang yang berbeda-beda sesuai dengan apa yang dialami umat pada saat itu. Sebagai contoh “Tuhan adalah gembalaku,” sebutan akan gelar ini dilatar belakangi oleh perenungan Daud dalam pekerjaannya sebagai gembala atas domba-domba, Daud menyadari bagaimana hubungan yang sebenarnya antara ia dengan Allahnya sendiri sehingga Daud berkata “Tuhan adalah gembalaku….” (Mzm 23:1). Sebutan “Tuhan menyediakan” (Kej 22:14) sebuah nama yang dikenang oleh Abraham ketika mengalami ujian dan Allah menyediakan domba jantan untuk dikurbankan sebagai pengganti Ishak. Penggunaan nama tersebut memiliki latar belakang yang berbeda yang akan membawa seseorang memberikan gelar sendiri akan pengalamannya tentang Allah. Namun, dalam Perjanjian Lama juga ada nama/gelar Tuhan yang dipakai dengan tidak memiliki cerita yang menjadi pemahaman mengapa nama tersebut dipakai. Seperti dalam Yeremia 33:16 “Tuhan keadilan kita!.” Berdasarkan masalah tersebut, maka peneliti akan meneliti makna dari penggunaan nama Tuhan keadilan kita. Peneliti menggunakan metode studi istilah berdasarkan kamus bahasa dan analisa parsing. Dalam penelitian menggunakan metode tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa nama Tuhan keadilan kita berkaitan dengan bangsa Israel dan Yehuda dalam masa penderitaan dalam pembuangan. Sehingga mereka akan dipanggil pulang; Tuhan  yang mengucapkan kebenaran (karena Dia tidak mengingkari janji-Nya) Tuhanlah yang menyediakan keadilan bagi manusia terutama melalui Anak-Nya, yaitu Yesus Kristus.
Implementasi Pemimpin Kristen Berhati Hamba Menurut Markus 5:21-43 Heru Subagyo; Yonathan Salmon Efrayim Ngesthi
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.41

Abstract

A leader is a person who gives orders to his followers. To lead means to walk in front, to show the way for followers to follow. This means that the leader is a figure who becomes an example or role model. The concept of Christian leadership is based on the leadership of Jesus. Jesus' leadership style was “servant leadership” and not being served. The purpose of this paper is to make the servant-hearted leadership style a role model for every Christian leader, the figure who becomes the servant-hearted leader is Jairus.This research uses a descriptive literature method, which is to learn about servant-hearted leaders according to Mark 5:21-43. The conclusions that can be conveyed are, first, servant-hearted leadership becomes the lifestyle of every Christian leader. Second, Christian leaders can impart their exemplary ministry style so that it has an impact on the character of the congregation or other God's ministries. Third, it can encourage the emergence of new leaders who have a servant's heart.Pemimpin, adalah orang yang memberi perintah kepada pengikutnya. Memimpin berarti berjalan di depan, menunjukkan jalan agar pengikutnya mengikutnya. Ini artinya pemimpin adalah figur yang menjadi contoh atau teladan. Konsep kepemimpinan kristen berdasar pada kepemimpinan Yesus. Gaya kepemimpinan Yesus adalah “kepemimpinan yang melayani” dan bukan dilayani. Tujuan karya tulis ini agar gaya kepemimpinan berhati hamba menjadi panutan  bagi setiap pemimpin Kristen, tokoh yang menjadi figur pemimpin berhati hamba adalah Yairus.Penelitian ini menggunakan metode diskritif literatur, yaitu mempelajari tentang Pemimpin yang berhati hamba menurut Markus 5:21-43 Kesimpulan yang dapat disampaikan, pertama, kepemimpinan berhati hamba menjadi gaya hidup setiap pemimpin Kristen. Kedua, para pemimpin Kristen dapat mengimpartasikan teladan gaya pelayanannya sehinga berdampak pada karakter jemaat atau pelayanan Tuhan lainnya. Ketiga, dapat mendorong munculnya  pemimpin-pemimpin baru yang memiliki hati hamba.
Review of The Battle For Bali: The Story of Rodger and Lelia Lewis John P. Lathrop
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.43

Abstract

Banyak orang menganggap Bali sebagai tempat liburan yang indah. Memiliki cuaca yang hangat, sinar matahari, dan pemandangan yang indah, ini adalah tempat yang ingin dikunjungi banyak turis. Namun, mungkin sedikit yang berpikir tentang spiritualitas Bali. Ada banyak agama di sana, tetapi itu bukan agama cahaya. Dalam buku ini A. Rodger Lewis membagikan kisah mereka tentang mencoba membawa orang Bali keluar dari kegelapan dan masuk ke dalam terang Kristus.Many people think of Bali as a beautiful vacation spot. It has warm weather, sunshine, and wonderful views, it is a place that many tourists would like to go to. However, few probably think about the spirituality of Bali. There is plenty of religion there, but it is not the religion of light. In this book A. Rodger Lewis shares their story of trying to bring the people of Bali out of darkness and into the light of Christ.
Mengkonfirmasi Ulang Kemesiasan Judaisme di Era Antar Testament (Sebuah Pengenalan ke dalam Perjanjian Lama) Hery Budi Yosef
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 2 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i2.44

Abstract

This article presents some of the messianic thoughts that fall within the range of the Inter-Testament especially on the apocryphal books. The author begins with some important terms about the "messiah" that are often used in the Israelite tradition, even in this modern era, of course with a new hermeneutical version of the modern rabbinic version. The discussion is based on a search for sources about the messiah in the Apocryphal books, related to the Messiah contained in additional stories that are also in the additional canon (read: deuterocanonical, and equivalent). It also includes the "Messiah" which describes a strong character contained in the "hero" who is brave and has the spirit to defend his nationalism. And to this day especially after the Temple was torn down, rabbinic speculates about the Messiah, even rebuilding a new qualification (read: worldview) connected with the prophet's sayings throughout the Tanakh. The methodology used by the author is to collect some literature that explains the messiahship in the apocryphal books, along with the meanings implied in the thoughts of the authors of the book. According to Subagyo, qualitative methods in religious contexts, especially those related to texts or scriptures, of course prioritize assessment in the form of comparisons to the object under study. Of course, this refers to interpretation, especially the dynamic assumptions about messiahship in some selected Apocryphal booksArtikel ini menghadirkankan beberapa pemikiran mesianik yang berada di dalam kisaran Antar Testament khususnya pada kitab-kitab apokrifa.  Penulis mengawalinya dengan beberapa istilah penting tentang “mesias” yang sering digunakan dalam tradisi Israel, bahkan di era modern ini, tentunya dengan hermeneutis yang baru versi para rabinik modern.  Pembahasannya berdasarkan penelusuran sumber tentang mesias di kitab-kitab Apokrif, terkait dengan Mesias yang tertuang pada cerita-cerita tambahan yang juga di kanon tambahan (baca: deuterokanonika, dan setaranya).  Di dalamnya juga telah hadir “Mesias” yang menggambarkan sebuah karakter kuat yang terdapat di dalam diri sang “pahlawan” yang berani dan semangat untuk mempertahankan nasionalismenya.  Dan hingga sekarang ini khususnya setelah Bait Suci diruntuhkan, para rabinik berspekulasi tentang sosok Mesias, bahkan membangun kembali kualifikasi baru (baca: worldview) yang terhubung dengan ucapan-ucapan nabi di seluruh kitab Tanakh. Metodologi yang digunakan oleh penulis yakni mengumpulkan beberapa literatur yang menjelaskan tentang kemesiasan dalam kitab-kitab apokrifa, berikut dengan pemaknaan yang tersirat dalam pemikiran penulis kitab tersebut.  Menurut Subagyo metode kualitatif dalam konteks keagamaan, khususnya terkait dengan teks atau kekitaban, tentunya mengedapankan penilaian berupa perbandingan terhadap obyek yang diteliti.  Tentunya disini mengacu kepada penafsiran, khususnya asumsi-asumsi yang dinamis mengenai kemesiasan di beberapa kitab Apokrifa terpilih
Misi Afirmatif Allah Tritunggal Dalam Misi Kristus Vista Matius 3:13-17 Fati Aro Zega
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 3 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i3.40

Abstract

The Bible begins with the statement that God exists, He lives and works. Creator of all creation. From Genesis to Revelation He reveals Himself as a Triune God working in three Persons who brought about not only together in creation, but also in the program of providence and redemption, saving mankind who had fallen into sin. The Triune God carries out a common mission as missio Dei, that is, a mission that is rooted directly from the essence of God Himself. Using descriptive qualitative, it can be concluded that God can use various means and means, from its preparation to the affirmation and perfect execution of His mission. In all the activities of missio Dei, the three persons of the Trinity are involved in a complementary way, so that missio Dei is the missio trinitarian. Even though they differ in the implementation of tasks, each person acts in a unified mission objective. One of the missions of the Triune God is described in Matthew 3:13-17. In this mission the Father as the authority proclaimed the Son. Jesus, the Son, carried out His incarnate mission, and the Holy Spirit confirmed the Son's mission by dwelling in the Son, who gave power without limits. Through the procession of Jesus' baptism, the Triune God has a mission by affirming Christ's mission in God's program of salvation.Alkitab dimulai dengan pernyataan Allah itu ada, Dia hidup dan bekerja. Pencipta segala ciptaan. Mulai dari Kitab Kejadian sampai Wahyu Dia menyatakan diri sebagai Allah Tritunggal yang bekerja dalam tiga Pribadi yang melantaskan bukan hanya bersama dalam penciptaan, bahkan juga dalam program providensia dan menebus, menyelamatkan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Allah Tritunggal melaksanakan misi bersama  sebagai missio Dei, yaitu misi yang berakar langsung dari hakikat Allah sendiri. Menggunakan kualitatif deskritif  dapat disimpulkan bahwa Allah dapat memakai berbagai cara dan sarana, mulai dari persiapannya sampai pada penegasan dan pelaksanaannya secara sempurna misi-Nya. Dalam semua aktivitas missio Dei, ketiga oknum Tritunggal terlibat secara komplementer, sehingga missio Dei adalah missio trinitaris. Sekalipun berbeda dalam pengimplementasian tugas,  namun masing-masing Oknum bertindak dalam satu kesatuan tujuan misi. Salah satu misi Allah Tritunggal terdeskripsi di dalam Matius 3:13-17.  Dalam misi ini Bapa sebagai pemegang otoritas memproklamasikan Anak. Yesus, Sang Anak, menjalankan misi inkarnasi-Nya, dan Roh Kudus meneguhkan misi Anak dengan tinggal berdiam di dalam Anak, yang memberikan kuasa tanpa batas. Melalui prosesi baptisan Yesus, Allah Tritunggal bermisi dengan mengafirmasi misi Kristus dalam program keselamatan Allah. 
Studi Analisis Tentang Konsep Penebusan Berdasarkan Injil Yohanes 3:15-19 dan Implikasinya Bagi Pengajaran Kekristenan Masa Kini Roganda Ronggur Simbolon; Sugiono Sugiono
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 3 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i3.52

Abstract

The redemptive work of Christ is one of the central themes in Christian theology that should get attention, especially among Christian teachers today. In fact, this theme is sometimes displaced by other issues or themes that develop in contemporary times. The research objectives to be achieved are first, to analyze the concept of Christ's redemption based on John 3:15-19, second, to describe the theological implications of the results of the analysis in the context of contemporary Christian teaching. The method used in the research of this scientific paper is a qualitative method using an exegesis approach through the application of the principles of hermeneutics. The result of this writing is the atoning work of Christ to reconcile humans with God, against the sinful people, redeemed, chosen, determined and saved by Christ. Christ's redemptive work is effective for those who believe in Him. The application is that Christ's atonement is certain, complete and limited.Karya penebusan Kristus merupakan salah satu tema sentral dalam teologi Kristen yang seharusnya mendapatkan perhatian, khususnya dikalangan pengajar Kristen masa kini.  Kenyataannya tema ini justru kadang tergerser oleh isu atau tema lain yang berkembang pada zaman kontemporer.  Tujuan penelitian yang hendak dicapai ialah pertama, menganalisis tentang konsep penebusan Kristus berdasarkan Yohanes 3:15-19, kedua, menjabarkan implikasi teologis dari hasil analisa kepada konteks pengajaran kristen masa kini. Metode yang dipakai dalam penelitian karya ilmiah ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan eksegesa melalui penerapan prinsip ilmu hermeneutika.  Hasil dari penulisan ini ialah bahwa karya penebusan Kristus itu untuk memperdamaikan manusia dengan Allah, terhadap umat yang berdosa, ditebus, dipilih, ditentukan dan diselamatkan oleh Kristus. Karya penebusan Kristus efektif bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Aplikasinya bahwa penebusan Kristus itu bersifat pasti, tuntas dan terbatas.
Iman Konservatif dalam Dunia Megatrend 2000 dan Relevansinya Bagi Kehidupan Masa Kini Totok Suprijadi
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 3 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i3.53

Abstract

The world is heading for a major change, and conservative faith lives in the midst of the 2000 megatrend world. Conservative faith remains consistent with values originating from the Logos or the Word in dealing with values and a philosophy of life built on the ratio of human arrogance . This study aims to describe how the church maintains a conservative faith amid world changes, cultural changes, economic changes and global changes in the 2000 megatrend era. Conservative faith believes that the Inerancy of the Bible or the Bible is without error, Jesus Christ is God, and Jesus Christ is the only interpreter. congratulations, there is no such thing as many roads to Rome/many roads to Heaven. The method used is descriptive qualitative. The results of the study found that according to conservative faith beliefs, there is only one way to heaven, namely through Christ's sacrifice on the cross. Reflection for today's life is that in facing the times, regardless of the circumstances and pattern, the Bible is the only source of truth and the Lord Jesus the only way to eternity. Dunia sedang menuju perubahan besar, dan iman konservatif hidup di tengah-tengah dunia megatrend 2000.   Iman konservatif tetap konsisten dengan nilai-nilai yang bersumber dari Sang Logos atau Sang Firman di dalam menghadapi nilai-nilai dan filosofi hidup yang dibangun di atas rasio keangkuhan manusia. Kajian ini bertujuan menguraikan bagaimana gereja mempertahankan iman konservatif di tengah perubahan dunia, perubahan budaya, perubahan ekonomi dan perubahan global era megatrend 2000. Iman konservatif percaya bahwa Inerancy Alkitab atau Alkitab tanpa salah, Yesus Kristus adalah Tuhan, dan Yesus Kristus adalah satu-satunya juru selamat, tidak ada istilah banyak jalan menuju Roma/banyak jalan menuju Sorga. Metode yang dipergunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil kajian menemukan bahwa sesuai keyakinan iman konservatif, jalan menuju sorga hanya satu jalan, yaitu melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib. Relevansi bagi kehidupan masa kini adalah bahwa dalam menghadapi perkembangan zaman, bagaimanapun keadaan, tantangan dan polanya, Alkitab sebagai satu-satunya sumber kebenaran dan Tuhan Yesus satu-satunya jalan menuju kekekalan. 
Asketisme dalam Perspektif Kristen Sebuah Pengantar Haryadi Sarjono; Heppy Yohanes
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 3 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i3.51

Abstract

Asceticism is a religious phenomenon that is growing rapidly in religious traditions, both in revealed religion and in cultural religions, so that almost all religions have ascetic practices with different patterns. The purpose of this study is to provide knowledge to ordinary people who do not understand what asceticism is and its relation to the theology of poverty. The methodology used is a qualitative descriptive method based on the philosophy of postpositivism which is applied to the condition of natural objects where the researcher is the key instrument of data collection techniques. The results of the discussion obtained are that in the life of asceticism or spiritual practice that is carried out for believers is to struggle against worldly temptations and struggle in faith in God, while the supporting verses in the Bible, among others: 1) practice not to pay attention to worldly things (2 Timothy 2:4-5), 2). exercise to endure suffering (John 16:20-22), 3). exercise to guard the soul from all passions (1 Corinthians 6:11) and 4). training against worldly things through love for God (James 4:4).Asketisme merupakan fenomena keagamaan yang berkembang pesat dalam tradisi keagamaan, baik dalam agama wahyu maupun dalam agama-agama budaya, sehingga hampir semua agama memiliki praktek asketik dengan pola yang berbeda-beda. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada orang awam yang belum mengerti ap aitu asketisme dan kaitannya dengan teologi kemiskinan. Metodologi yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme yang diterapkan kepada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci teknik pengumpulan data.  Hasil pembahasan yang didapat adalah bahwa didalam kehidupan askesis atau latihan rohani yang dilakukan kepada orang percaya adalah berjuang melawan godaan duniawi dan berjuang dalam iman kepada Allah, sedangkan ayat yang mendukung dalam Alkitab, antara lain 1) latihan tidak mementingkan hal-hal duniawi (2 Timotius 2:4-5), 2). latihan untuk bertahan dalam penderitaan (Yohanes 16:20-22), 3). latihan untuk menjaga jiwa dari segala hawa nafsu (1 Korintus 6:11) dan 4). latihan melawan hal-hal duniawi melalui kasih kepada Allah (Yakobus 4:4).
Manajemen Gereja Dan Kepemimpinan Gembala Pasca Pandemi Margaretha Sonya; Suhadi Suhadi; Yonatan Alex Arifianto
Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Vol 2, No 3 (2022): Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia
Publisher : Pusat Studi Pentakosta Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54403/rjtpi.v2i3.50

Abstract

It started at the beginning of the pandemic, where the church had to draw up a management plan in church management. Some decided to meet remotely and a number of resources quickly emerged to help the church overcome strategic and technical challenges. Some refuse to meet remotely and try to implement social distancing and hand-washing protocols, leading to changes to new ordinances and procedures. From these problems, the author uses a library research method with a qualitative approach and interviews with pastors and congregations in the process of church service in the post-pandemic era. Use descriptive methods with literature related to church management to provide a clear picture related to pastoral care and where churches must digitize in the post-pandemic period in the future. The conclusion from the discussion of this article is that the church in the post-pandemic era has adapted its practices in worship and pastoral care to protect vulnerable people during the pandemic, initially, but has also opened up possibilities for innovation within the church. Pastoral leadership as a process of integrating Christian leadership and its contribution to church ministry and carrying out its services properly in information management and administrative management according to technological advances in pastoral care.Dimulai pada awal pandemi, dimana gereja harus menyusun rencana pengelolaan dalam manajemen gereja. Beberapa memutuskan untuk bertemu dari jarak jauh dan sejumlah sumber dengan cepat muncul untuk membantu gereja mengatasi tantangan strategis dan teknis. Beberapa menolak untuk bertemu jarak jauh dan mencoba menerapkan protokol jarak sosial dan cuci tangan, yang membuat perubahan tata cara dan prosedur baru. Dari permasalahan tersebut penulis menggunakan metode penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif serta wawancara dengan gembala sidang dan jemaat dalam proses pelayanan gereja era pasca pandemi. Penggunakan metode deskriptif dengan literatur terkait manajemen gereja untuk memberikan gambaran yang jelas terkait dengan pelayanan penggembalaan dan dimana gereja harus melakukan digitalisasi pada masa pasca pandemi ke depan. Kesimpulan dari hasil pembahasan artikel ini adalah gereja di era pasca pandemi telah menyesuaikan praktik dalam tata ibadah dan penggembalaan untuk melindungi orang-orang yang rentan dalam pandemi, pada awalnya, tetapi juga telah membuka kemungkinan untuk inovasi di dalam gereja. Kepemimpinan gembala sebagai proses integrasi kepemimpinan kristen dan kontribusinya dalam pelayanan gereja dan menjalankan pelayanannya dengan baik secara manajemen informasi dan manajemen administrasi sesuai kemajuan teknologi dalam pelayanan pastoral.