cover
Contact Name
Oscar Lontoh
Contact Email
oscarlontoh@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
oscarlontoh@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen
ISSN : 27227421     EISSN : 2722662x     DOI : -
Core Subject : Religion, Education,
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi yang dilakukan oleh setiap dosen dari berbagai Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen di Indonesia, praktisi Kristen, teolog, yang ingin berkontribusi bagi kemajuan pemikiran Kristen di Indonesia secara khusus. THRONOS diterbitkan oleh Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen di Indonesia. Focus dan Scope penelitian THRONOS adalah: Teologi Biblikal Teologi Sistematika Teologi Praktika Teologi Kontekstual Teologi Historika Misiologi THRONOS menerima artikel dari dosen dan para praktisi teologi yang ahli di bidangnya, dari segala institusi teologi yang ada, baik dari dalam maupun luar negeri. Artikel yang telah memenuhi persyaratan akan dinilai kelayakannya oleh reviewer yang ahli di bidangnya melalui proses double blind-review. THRONOS terbit dua kali dalam setahun, yakni Juni dan Desember.
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 1: Desember 2022" : 10 Documents clear
Makna Naadang Adatia sebagai Pendampingan Pastoral dalam Perkawinan di Masyarakat Dadibira Hesty Marlena Datemoli
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 4, No 1: Desember 2022
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v4i1.50

Abstract

This article aims to analyze the meaning of “naadang adatia” in the marriage context in the Dadibira community Kecamatan Pulau Pura Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur. In the tradition of the Dadibira community, there is a concept known as naadang adatia. Naadang adatia is a tradition and a meal after the wedding. Naadang adatia has a meaning: First, the togetherness value can be seen from the community involvement in every aspect of life, both joy and sorrow. Next, Naadang adatia for the value of pooling and sustainer; this value shows us how the family supports each other, so this can create harmony in the middle of the community. And last, the meaning of Naadang adatia is for peace that contains hope and prayer so that in carrying out “naadang adatia”, the people in the community can avoid conflict and live happily and in harmony in the community life. This method of research used descriptive analysis with a qualitative approach. This approach will describe naadang adatia as cultural heritage values used as a marriage counseling assistance in the Dadibira community. This article aims to understand the sacred importance of naadang adatia as a companion assistant in the pastoral approach to see local knowledge as the approach pattern. AbstrakTujuan penulisan artikel ini, untuk menganalisisi makna naadang adatia pada konteks perkawinan di Masyarakat Dadibira Kecamatan Pulau Pura Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur.  Tradisi perkawinan di masyarakat Dadibira terdapat konsep yang di kenal sebagai naadang adatia. Naadang adatia merupakan tradisi makan adat yang dilakukan setelah melangsungkan acara perni-kahan. Naadang adatia memiliki makna sebagai berikut yaitu: Pertama, nilai kebersamaan terlihat dari masyarakat yang melibatkan diri dalam setiap aspek kehidupan baik dalam suka cita maupun duka-cita. kedua naadang adatia sebagai nilai penyatuan dan penopang, nilai ini memperlihatkan bagai-mana keluarga saling menopang satu sama lain sehingga tercipta kerukunan di tengah masyarakat. Ketiga makna dari naadang adatia sebagai perdamaian yang mengandung harapan dan doa agar dalam melaksanakan naadang adatia masyarakat terhindar dari konflik dan hidup bahagia serta harmonis dalam kehidupan bermasyarakat. Metode penelitian menggunakan analisis deskriptis dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini akan mendeskripsikan naadang adatia sebagai nilai-nilai warisan budaya yang digunakan sebagai pendampingan konseling dalam perkawinan di masyarakat Dadibira. Tujuan dari penulisan artikel ini, untuk memahami nilai kesakralan naadang adatia sebagai pendekatan pendampingan dalam pastoral dengan melihat kearifan lokal sebagai pola pendekatan.  
Refleksi Kehidupan melalui Tripusat Iman Hana dalam Narasi 1 Samuel 1:1-28 Carolina Etnasari Anjaya; Yonatan Alex Arifianto; Samuel Purdaryanto
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 4, No 1: Desember 2022
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v4i1.52

Abstract

The stability of faith is a vital necessity in human life, especially when facing difficult or complex situations. This study aims to describe Hana's steadfast belief in living a stressful life and outline her theological reflections on the lives of today's believers. The method used in this study is descriptive qualitative with a narrative analysis approach to the Bible text 1 Samuel 1:1-28. The study results show that Hana's faith is built by the tri-center synergy of faith: first, remain grateful for whatever happens. Second, keep earnestly hoping and trusting God fully. Third, stay focused and faithful to do your part.   AbstrakKekokohan iman merupakan kebutuhan vital dalam kehidupan manusia, terlebih ketika menghadapi situasi sulit atau berat. Kajian ini bertujuan memberikan deskripsi tentang keteguhan iman Hana dalam menjalani  hidup yang penuh tekanan dan menguraikan refleksi teologisnya bagi kehidupan umat percaya masa kini. Metode yang dipergunakan dalam kajian ini adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan analisis naratif terhadap teks Alkitab 1 Samuel 1:1-28. Hasil kajian menunjukkan bahwa iman Hana dibangun oleh sinergitas tripusat iman yaitu: pertama, tetap bersyukur atas apapun yang terjadi. Kedua, tetap bersungguh-sungguh berharap dan percaya penuh kepada Tuhan. Ketiga, tetap fokus dan setia melakukan bagiannya.  
Fondasi Iman Kristen tentang Monoteisme dan Kristologi dalam Kolose 1:15-20 Sunarno Sunarno; Sariyanto Sariyanto
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 4, No 1: Desember 2022
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v4i1.35

Abstract

Christology and monotheism are often debated in Christian circles, having to do with the existence of Jesus Christ. Where Jesus is often considered to be just an ordinary man and not God, as believed by Jehovah's Witnesses and the New Age Movement, this teaching developed and spread to bring down the faith of Christians. This movement developed through various Eastern mystical thoughts, philosophies, psychology, and modern thinking. So the Christology referred to here is to explain and give an apology for Jesus being God; He is the One God (monotheism), as embraced by the Jewish mind and belief in the Old Promise (Deut. 6:4-5).  The method used in this study is exegesis, which seeks to investigate based on text and context and then draw out the meaning contained in Colossians 1:15-20. The purpose of this research is to try to answer and find biblical principles in Paul's thinking in Colossians about the existence of the One God, the existence of Christ Jesus as God who is equal and equal to God the Father, and God the Holy Spirit. The Apostle Paul, in his epistle to the Colossians, sought to give an apt answer about the existence of Christ and his equality with God the Father. The results in this study show that Paul's teaching was an attempt to fortify the Christian faith from the influence of heresy, namely, Jesus is Lord, He is the One God, the Past and the Later (Isa. 44:6). The true Jesus is God, He who has also emptied himself into man (living in the flesh). Paul explained his teaching that Yesua is the Word, and for the Apostle Paul, one God in Christ and one body in Christ are fundamental principles for the life of believers in the face of the teaching of false teachers.  AbstrakKristologi dan monoteisme kerapkali menjadi perdebatan dalam kalangan Kristen, yaitu berkaitan dengan keberadaan Yesus Kristus. Dimana Yesus sering dianggap hanya manusia biasa dan bukan Tuhan, sebagaimana dipercayai oleh Saksi Yehova, dan Gerakan Zaman Baru. Ajaran ini berkembang dan merebak memiliki tujuan untuk menjatuhkan iman orang-orang Kristen. Gerakan ini berkembang melalui berbagai pemikiran kebatinan Timur, filasfat, psikologi maupun pemikiran modern. Sehingga Kristologi yang dimaksud di sini adalah hendak menjelaskan dan memberikan apologet tentang Yesus adalah Tuhan, Ia adalah Allah yang Esa (monotheisme), sebagaimana yang dianut oleh alam pikiran dan keyakinan Yahudi dalam Perjanjilan Lama (Ul. 6:4-5). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksegese yaitu berupaya untuk menyelidiki berdasarkan teks dan konteks kemudian menarik keluar, makna yang terdapat di dalam Kolose 1:15-20. Tujuan penelitan ini adalah berusaha menjawab dan menemukan prinsip Alkitab dalam pemikiran Paulus dalam Kolose mengenai keberadaan Allah yang Esa, keberadaan Kristus Yesus sebagai Tuhan yang sejajaran dan sederajat dengan Allah Bapa, dan Allah Roh Kudus. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat Kolose berupaya memberi jawab secara tepat tentang eksistensi Kristus dan kesetaraannya dengan Allah Bapa. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengajaran Paulus sebagai upaya untuk membentengi iman Kristen dari pengaruh ajaran sesat, yaitu Yesus adalah Tuhan, Ia adalah Allah yang Esa, Yang terdahulu dan terkemudian (Yes. 44:6). Yesus yang sesungguhnya adalah Allah, Ia yang juga telah mengosongkan diri menjadi manusia (hidup dalam daging). Paulus memaparkan pengajarannya bahwa Yesua adalah Sang Firman, dan bagi Rasul Paulus, satu Allah dalam Kristus dan satu tubuh di dalam Kristus adalah prinsip yang sangat mendasar bagi kehidupan orang percaya, dalam menghadapi pengajaran guru-guru palsu. 
Meningkatkan Pelayanan Misi Melalui Literasi Teologis di Era Supremasi Digital Penas Dionisius Manurung; Yanto Paulus Hermanto
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 4, No 1: Desember 2022
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v4i1.44

Abstract

The era of digital supremacy does not always bring good things because there will always be positive and negative impacts, such as fast and widely circulating hoax information, increasingly sophisticated crimes, acts of fraud, and spiritual deception due to low literacy. On the other hand, there are duties and responsibilities for everyone who believes in Jesus to be involved in missionary service. The mission of preaching the good news must be proclaimed and carried out amid various challenges and the progress of the times. This research was conducted by library research, reviewing several journal articles and books related to improving missionary services through theological literacy in the era of digital supremacy. The research was carried out based on data in the field that already existed in previously published books or journals to find the best solution to answer the existing problems. From this research, good theological literacy will result in a broader and better range of missionary services. Therefore efforts are needed to take advantage of technological developments in the era of digital supremacy to improve the quality of existing theological literacy. These theological literacy materials can be packaged or converted into media formats more relevant to the current context. A good level of theological literacy will impact growing Christian awareness and responsibility for missions, witnessing, and making disciples, increasing the faith and love of believers so that, in the end, it supports the improvement and achievement of missionary service tasks. AbstrakEra supremasi digital tidak selalu membawa hal baik, karena akan selalu ada dampak positif dan negatifnya, seperti informasi hoax yang cepat dan banyak beredar, semakin canggihnya tindak kejahatan, tindak penipuan dan termasuk penyesatan-penyesatan rohani akibat dari literasi yang rendah. Di sisi yang lain, ada tugas dan tanggung jawab setiap orang yang percaya kepada Yesus untuk terlibat dalam pelayanan misi. Misi memberitakan kabar baik harus tetap dikumandangkan dan dijalankan di tengah berbagai tantangan dan kemajuan zaman yang terjadi. Penelitian ini dilakukan dengan riset kepustakaan atau library research, meninjau beberapa artikel jurnal dan buku-buku yang berkaitan dengan meningkatkan pelayanan misi melalui literasi teologi di era supremasi digital. Penelitian dilakukan dengan dasar data-data di lapangan yang sudah ada di dalam buku-buku atau jurnal terbitan terdahulu untuk kemudian menemukan solusi yang terbaik dalam menjawab permasalahan yang ada. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa literasi teologis yang baik akan menghasilkan jangkauan pelayanan misi yang lebih luas dan lebih baik. Oleh karenanya diperlukan upaya-upaya untuk dapat memanfaatkan perkembangan teknologi di era supremasi digital demi meningkatkan kualitas literasi teologis yang sudah ada. Bahan-bahan literasi teologis tersebut dapat dikemas atau dikonversi ke format media yang lebih relevan dengan konteks masa kini. Tingkat literasi teologis yang baik akan berdampak pada tumbuhnya kesadaran dan tanggung jawab orang Kristen untuk bermisi, bersaksi, dan memuridkan, meningkatkan keimanan dan kasih orang percaya sehingga pada akhirnya mendukung peningkatan dan pencapaian dari tugas-tugas pelayanan misi.  
Studi Sastra Narasi Tentang Konsekuensi Ketidaksetiaan Abraham dalam Menantikan Perjanjian Allah Menurut Kejadian 16:1-16 Dina Kristiani; Paulus Kunto Baskoro
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 4, No 1: Desember 2022
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v4i1.55

Abstract

Abraham is a figure of faith. Abraham is also called a friend of God. But in his life, Abraham failed to wait for God’s promise about getting offspring. Abraham’s obedience and disloyality in deciding are two very contrasting things. God’s design never fails, even though humans experience failure in waiting for God;s covenant. The researscher uses a descriptive qualitative method using hermeneutics in the form of a narrative genre as a particular study and exposition method using several general methods of interpretation, namely literal or standard interpretation. The aims of this research are: First, to examine as part of a narrative study of Abraham’s unfaithfulness in Genesis 16:1-16. Second, studying and providing the principles contained in the narrative study of Abraham’s disloyality for today’s believers. So the conclusion is that when humans make mistakes and try to find solutions to their problems by not asking God, God will often leave things as if He doesn’t care, but what He has said will indeed be fulfilled.  AbstrakAbraham adalah seorang tokoh orang beriman. Abraham juga disebut sebagai sahabat Allah. Namun dalam kehidupannya, Abraham mengalami kegagalan untuk menantikan perjanjian Allah tentang mendapatkan keturunan. Ketaatan dan ketidaksetiaan Abraham dalam membuat sebuah keputusan merupakan dua hal yang sangat kontras. Rancangan Allah tidak pernah gagal sekalipun manusia mengalami kegagalan dalam menantikan perjanjian Allah. Metode yang peneliti gunakan adalah  metode kualitatif deskritif dengan cara hermeneutika dalam bentuk genre narasi sebagai kajian khusus dan metode eksposisi dengan menggunakan beberapa metode penafsiran yang bersifat umum yaitu penafsiran literal atau normal. Tujuannya lewat penelitian ini adalah: Pertama, mengkaji sebagai bagian studi narasi dari ketidaksetiaan Abraham dalam Kejadian 16:1-16. Kedua, mempelajari dan memberikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam studi narasi ketidaksetiaan Abraham bagi orang percaya masa kini. Sehingga kesimpulannya adalah saat manusia melakukan kesalahan dan berusaha mencari jalan keluar untuk masalahnya sendiri dengan tidak bertanya kepada Tuhan, maka seringkali Tuhan akan membiarkan seperti seolah-olah Dia tidak peduli, tetapi apa yang sudah difirmankan-Nya pasti akan dipenuhi. 
Yesus Sang Transformator: Sebuah Kajian Reflektif Teologisasi Injil Matius David Sarju Sucipto
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 4, No 1: Desember 2022
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v4i1.34

Abstract

Society, in general, has the assumption that teachers are people who are responsible for educating the nation. A teacher must be able to bring change to his students intellectually, socially, morally, and spiritually. A transformer teacher is a professional educator in educating, teaching, guiding, directing, training, assessing, and evaluating students. The teaching profession has dedication and loyalty in guiding and fostering students. Teachers as transformers, need to be able to develop intellectually, guide, stimulate creativity, and build communication for the personality development of their students. Research on the teacher as a transformer according to the Gospel of Matthew aims to find out and analyze the description of the teacher in general, the theological definition of the teacher about the profile of Jesus, and the description of the transformer about Jesus as the transformer teacher. This research used a non-interactive qualitative approach with a descriptive exegesis method. The author relies on data from documents by collecting, identifying, analyzing data, and then interpreting the data. The study's results found that 1) Transformer teachers always focus on making changes for the better. 2) Transformer teachers pass on eternal values from God to students. 3) Transformer teachers instill scientific responsibilities to serve God and fellow human beings. AbstrakMasyarakat secara umum memiliki anggapan, bahwa guru adalah orang yang bertanggungj awab untuk mencerdaskan bangsa. Seorang guru harus bisa membawa perubahan terhadap anak didiknya baik secara intelektual, sosial, moral dan spiritual. Guru transformator adalah seorang pendidik yang profesional dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Profesi guru memiliki dedikasi dan loyalitas dalam membimbing dan membina anak didik. Guru sebagai transformator perlu memiliki kemampuan untuk mengembangkan intelektual, membimbing, merangsang kreatifitas dan membangun komunikasi bagi pengembangan kepribadian anak didiknya. Penelitian tentang guru sebagai transformator menurut Injil Matius bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis gambaran guru secara umum, gambaran guru secara teologis dalam hubungannya dengan profil Yesus, gambaran tentang transformator dalam hubungannya dengan Yesus sebagai guru transformator. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif non interaktif dengan metode deskriptif eksegesis. Penulis mengandalkan data dari dokumen-dokumen dengan cara menghimpun, mengindentifikasi, menganalisis data kemudian menginterpretasikan data tersebut. Hasil penelitian ditemukan bahwa 1) Guru transformator selalu berfokus melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. 2) Guru transformator mewariskan nilai-nilai abadi yang bersumber dari Allah bagi anak didik 3) Guru transformator menanamkan tanggung jawab keilmuan untuk melayani Allah dan sesama manusia. 
Proselitasi Rut: Sebuah Refleksi Teologis Membangun Misi melalui Dialog dan Komunikasi Lintas Budaya Sugihyono Sugihyono
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 4, No 1: Desember 2022
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v4i1.47

Abstract

This study aims to conduct a Biblical study of the story and background of Ruth becoming a proselite (conversion, culture, and nation). In Ruth chapter 1, it is clear that Naomi's role as her mother-in-law has contributed to Ruth's proselytization process. This is what the author refers to in discussing and developing this research, especially finding patterns of building dialogue in diversity with people of different cultures. Using a qualitative approach with a literature study method through the source of books and literature correlates with this research problem.  From this research, it can be concluded that Naomi's lifestyle, communication, and relationship-building approach succeeded in bringing Ruth to convert from a devotee of the god Kamos to a worshiper of the God of Israel. AbstrakPenelitian ini bertujuan melakukan kajian Biblis terhadap kisah dan latar belakang Rut menjadi seorang proselit (pindah agama, budaya dan bangsa). Dalam rangkaian Rut pasal 1 nampak jelas adanya  peran Naomi sebagai ibu mertuanya yang telah berkontribusi dalam proses proselitisasi Rut. Inilah yang menjadi acuan penulis dalam membahas dan mengembangkan penelitian ini, khususnya menemukan pola membangun dialog dalam keberagaman kepada orang-orang yang berbeda budaya. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka, melalui sumber buku-buku dan literatur yang berkorelasi dengan masalah penelitian ini.  Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pola hidup, komunikasi dan pendekatan membangun hubungan yang dilakukan Naomi berhasil membawa Rut pindah agama atau kepercayaan, dari penyembah dewa Kamos menjadi penyembah Allah Israel.  
Kristus Sebagai Jalan Pendamaian: Studi Kata hilasterion Sesuai Struktur Gramatikal dan Leksikal dalam Roma 3:25 Andreas Danang Rusmiyanto; Rofer Ourano Michael Tendean
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 4, No 1: Desember 2022
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v4i1.46

Abstract

Paul's letter to the Romans is known for its in-depth doctrinal discussion, one of which is the teaching of salvation in Jesus Christ. In Romans 3:25, Paul says that Christ is the “way of atonement,” which comes from the word ἱλαστήριον (hilasterion). This word refers to the closing of the ark of the covenant in the Most Holy. Therefore, this research aims to conduct a more in-depth word study by looking at the grammatical and lexical structure of the word to see what Paul means by using this word. As a result: the use of the word hilasterion is a typology that refers to the Day of Atonement in Leviticus 16. Lexically, the word hilasterion refers to the lid of the ark of the old covenant, which was sprinkled with the blood of the atoning sacrifice on the annual day of penance. While grammatically, it states that Jesus is "the way of atonement" for sinners because of His blood, and he died on the cross as an atoning sacrifice so that everyone who believes in Him obtains salvation.  AbstrakSurat Paulus kepada jemaat Roma merupakan surat yang dikenal dengan pembahasan doktrinal yang sangat mendalam, salah satunya adalah pengajaran tentang keselamatan didalam Kristus Yesus. Dalam Roma 3:25 Paulus mengatakan bahwa Kristus sebagai ‘jalan pendamaian’ yang berasal dari kata ἱλαστήριον (hilasterion). Secara harfiah kata ini menunjuk kepada penutup tabut perjanjian di Ruang Mahakudus. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah melakukan studi kata secara lebih mendalam dengan melihat struktur gramatikal dan leksikal dari kata ἱλαστήριον untuk melihat apa yang dimaksud oleh Paulus menggunakan kata ini. Sebagai hasilnya: penggunaan kata hilasterion merupakan tipologi yang menunjuk kepada Hari Raya Pendamaian dalam Imamat 16. Secara leksikal, kata hilasterion mengarah kepada tutup tabut perjanjian lama yang diperciki dengan darah korban penebusan pada hari penebusan dosa tahunan. Sedangkan secara gramatikal, menyatakan bahwa Yesus adalah “jalan pendamaian” bagi orang-orang yang berdosa, oleh karena dengan darahNya, dan mati di kayu salib sebagai korban penebusan, sehingga setiap orang yang beriman kepada-Nya memperoleh keselamatan.  
Dualisme Konsep Yom YHWH dalam Pengharapan Mesianik Nabi Zefanya Gernaida Krisna R. Pakpahan
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 4, No 1: Desember 2022
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v4i1.58

Abstract

This article seeks to highlight the problem of the theological complexity of the prophet Zephaniah regarding the idea of yom YHWH, or "the day of the Lord," which contrasts divine judgment with the joy of messianic restoration. The Prophet's oracle quickly turns into two conflicting nodes that show the richness and dynamics of the Prophet's thought. The primary purpose of this analysis is to explore the dual nature of the Lord's day in the book of Zephaniah. Through the historical approach of dualism, the idea of yom YHWH has been expressed in 1) Dimensions of YHWH's judgment: Judah and the nations; 2) YHWH's judgment time: very near and far in the future; 3) The promise of salvation to Judah and the nations; 4) YHWH's judgment in the destruction and restoration of nature; 5) The universal messianic hope. AbstrakArtikel ini berusaha untuk menyoroti masalah kompleksitas teologi dari nabi Zefanya tentang gagasan yom YHWH  atau “hari Tuhan” yang mengontraskan penghakiman ilahi dengan sukacita pemulihan mesianis. Orakel nabi cepat berubah dalam dua titik simpul yang saling bertentangan  yang memperlihatkan kekayaan dan dinamika pemikiran nabi. Tujuan utama dari analisis ini adalah menggali dualisme sifat hari Tuhan yang dalam kitab Zefanya. Melalui pendekatan historis dualisme gagasan yom YHWH dinyatakan dalam: 1) Dimensi penghukuman YHWH: Yehuda dan bangsa-bangsa;  2) Waktu penghakiman YHWH:  sangat dekat dan jauh di masa depan; 3) Janji keselamatan bagi Yehuda dan bangsa-bangsa; 4) Penghakiman YHWH dalam kehancuran dan pemulihan alam; 5) Pengharapan mesianik universal.
Tindakan Saling Melengkapi dalam Pernikahan Kristen Lorens Manuputty
THRONOS: Jurnal Teologi Kristen Vol 4, No 1: Desember 2022
Publisher : Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55884/thron.v4i1.51

Abstract

The principle of Christian marriage is monogamy and the union of two persons of the opposite sex. Not only that, but Christian marriage also does not deny the existence of problems resulting from two complexly different personalities regarding the economy, education, social strata, culture, and church beliefs backgrounds. The article aims to show that fundamentally the union of two people in a Christian marriage is complementary, so differences must be viewed positively and essentially. Using a descriptive method through a literature review, both in the form of books and journal articles, this research shows that complementarity will strengthen Christian marriage.  AbstrakPrinsip pernikahan Kristen adalah monogami dan persatuan dari dua insan berlawan jenis kelamin. Tidak hanya itu, pernikahan kristiani juga tidak mengingkari adanya persoalan akibat dua pribadi yang berlainan secara kompleks, baik dalam hal ekonomi, pendidikan, strata sosial, budaya, hingga aliran gereja. Artikel bertujuan untuk menunjukkan bahwa secara fundamental persatuan kedua insan dalam pernikahan Kristen bersifat saling melengkapi, sehingga perbedaan harus dipandang secara positif dan esensial. Dengan mempergunakan metode deskriptif melalui kajian pustaka, baik dalam bentuk buku dan artikel jurnal, penelitian ini memperlihatkan konsep saling melengkapi akan memperkuat pernikahan Kristen.

Page 1 of 1 | Total Record : 10