cover
Contact Name
Haekal Al Asyari
Contact Email
haekal.al.asyari@ugm.ac.id
Phone
+62274-512781
Journal Mail Official
hk-mimbar@ugm.ac.id
Editorial Address
Unit Riset dan Publikasi FH UGM, Gedung IV Lantai 2 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Jalan Sosio Yustisia Nomor 1 Bulaksumur, Yogyakarta 5528.
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Mimbar Hukum
ISSN : 0852100X     EISSN : 24430994     DOI : 10.22146/jmh
Core Subject : Social,
Mimbar Hukum is an academic journal for Legal Studies published by Journal and Publication Unit of the Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada. Mimbar Hukum contains several researches and reviews on selected disciplines within several branches of Legal Studies (Sociology of Law, History of Law, Comparative Law, etc.). In addition, Mimbar Hukum also covers multiple studies on law in a broader sense. We are interested in topics which relate generally to Law issues in Indonesia and around the world. Articles submitted might cover topical issues in, Civil Law, Criminal Law, Civil Procedural Law, Criminal Procedure Law, Commercial Law, Constitutional Law, International Law, State Administrative Law, Adat Law, Islamic Law, Agrarian Law, Environmental Law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 57 Documents
KRITIK TERHADAP PERPU DI MASA PANDEMI: PEMBATASAN HAK TANPA KEDARURATAN Victor Imanuel W. Nalle
Mimbar Hukum Vol 33 No 1 (2021): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (299.708 KB) | DOI: 10.22146/mh.v33i1.1939

Abstract

Abstract After establishing a public health emergency with Presidential Decree No.11 of 2020, President Joko Widodo issued a Government Regulation in Lieu of Law No. 1 of 2020 (Perppu No.1 of 2020). Perppu No. 1 of 2020 was like becoming emergency legislation by suspending the right to examine government administration decisions. This article criticizes the arguments that place Perppu No. 1 of 2020 as emergency legislation which then allows the violation of the rule of law or suspends the rights of citizens. This article uses the comparative law method by examining the concept of fast-track legislation in the UK and Ecuador and comparing it to the concept of emergency legislation as a basis for criticism of the Perppu no. 1 of 2020. This criticism is carried out from the perspective of both emergency legislation and fast-track legislation. This article shows that the Perppu No. 1 of 2020 should be classified as limited as fast track legislation that cannot suspending citizens’ rights. Intisari Setelah menetapkan darurat kesehatan masyarakat dengan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020, Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2020 (Perppu No. 1 Tahun 2020). Perppu No. 1 Tahun 2020 seolah-olah menjadi legislasi darurat dengan menangguhkan hak untuk menguji keputusan administrasi pemerintahan. Artikel ini mengkritik argumen yang menempatkan Perppu No. 1 Tahun 2020 sebagai legislasi darurat yang kemudian memungkinkan penyimpangan aturan hukum atau menangguhkan hak warga negara. Artikel ini menggunakan metode perbandingan hukum dengan mengkaji konsep legislasi jalur cepat di Inggris dan Ekuador dan membandingkannya dengan konsep legislasi darurat sebagai dasar kritik bagi konsep Perppu No. 1 Tahun 2020. Artikel ini menunjukkan bahwa Perppu No. 1 Tahun 2020 seharusnya diklasifikasikan sebatas sebagai legislasi jalur cepat yang tidak dapat menangguhkan hak warga negara.
SERTIFIKAT GANDA DAN URGENSI PEMUTAKHIRAN PETA DASAR PENDAFTARAN TANAH Syukron Salam; Tri Andari Dahlan
Mimbar Hukum Vol 33 No 1 (2021): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (324.46 KB) | DOI: 10.22146/mh.v33i1.1940

Abstract

Abstract This article attempts to uncover the high rate of land disputes in court. The research was conducted by examining court decisions on certificates that overlapped with one another. From court decisions, this research examines the process of overlapped certificates in Semarang City. Regarding the research approach, multiple case study approaches and cross-case analyses were used. The research showed that there were technical problems related to the absence of a comprehensive land registration mapping. The process of modifying regulations on land registrations was not followed by updating the land registration map data. Additionally, the migration process on the former land registration with an analogue mapping system raised problems during migrating or updating the data, specifically on the land registration map data using digital systems. Consequently, the objective of achieving a faster systematic and comprehensive land registration was not achieved and potentially raised legal disputes due to not being preceded by data updates and improvements on the migration mapping process. Intisari Artikel ini mencoba untuk mengetahui fenomena tingginya perkara berobjek tanah yang disengketakan di pengadilan. Penelusuran dilakukan dengan melakukan penelitian terhadap sengketa sertifikat ganda yang telah diputus oleh pengadilan. Berangkat dari putusan pengadilan, penelitian ini menelusuri proses terjadinya sertifikat ganda di Kota Semarang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan multiple case study dengan menggunakan cross-case analyses. Hasil penelitian menunjukkan adanya permasalahan teknis berkaitan dengan belum terselenggaranya peta pendaftaran tanah yang komprehensif. Proses perubahan peraturan tentang pendaftaran tanah belum dibarengi dengan pemutakhiran data peta pendaftaran tanah. Proses migrasi pendaftaran tanah lama dengan sistem pemetaan analog mengalami kendala ketika dilakukan migrasi atau pemutakhiran data peta pendaftaran tanah dengan sistem digital. Dengan kondisi ini, program percepatan pendaftaran tanah sistematis dan lengkap tanpa didahului dengan pemutakhiran data dan penyempurnaan proses migrasi pemetaan berpotensi menimbulkan masalah hukum.
PENGGUNAAN DISKRESI OLEH KEPALA DAERAH UNTUK KONSISTENSI PENATAAN RUANG Erma Ekawati Purnama; Retno Widodo Dwi Pramono
Mimbar Hukum Vol 33 No 1 (2021): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (389.422 KB) | DOI: 10.22146/mh.v33i1.1942

Abstract

Abstract This paper explores the benefits for using discretion on local spatial planning when there is a gap on a system of rules, that must be filled immediately for the local government permit process as an instrument of spatial control for investment. According to Law No. 30 year 2014 on government administration, regional heads can use the discretion. By using empirical legal research, it concludes that the use of the discretion could be possible, and prospectives for improved spatial planning order through establishing urban laws to achieves orderly spatial planning. Intisari Penelitian ini menggali manfaat penggunaan diskresi oleh kepala daerah dalam penataan ruang karena ketiadaan RDTR. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan peluang penggunaan diskresi. Melalui metode penelitian empiris, disimpulkan bahwa penggunaan diskresi dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan akibat ketiadaan RDTR, sepanjang lingkup dan tujuan diskresi memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, dan bermanfaat dalam hal perbaikan kinerja melalui urban law. Pembahasan praktik diskresi di daerah menggunakan contoh penerbitan Peraturan Bupati Sleman Nomor 63 Tahun 2015 tentang Penghentian Sementara Penerbitan Izin Hotel, Apartemen, dan Kondotel.
PERJANJIAN BAGI HASIL PENGGARAPAN LAHAN PERKEBUNAN DITINJAU DARI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM Jalaluddin Fa; Fadia Fitriyanti
Mimbar Hukum Vol 33 No 2 (2021): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.065 KB) | DOI: 10.22146/mh.v33i2.1944

Abstract

Abstract The Indonesia plantation law does not regulate in detail about the plantation profit sharing system, so the legal certainty is questionable. In addition, the agreement in principle of Islam (musaqah) needs to be implemented considering that most of the people involved in this activity are Muslim. Furthermore, people are usually making agreements only based on trust and agreement without a written agreement and there is no deadline for the expiration of the agreement so that often occurring a controversy. The type of this research is a normative juridical research, using the statute approach method and other related regulations. The analytical method used in this research is descriptive analysis method. The results showed that the plantation profit sharing system in Indonesia did not have legal certainty. The agreement on trust and agreement without a written agreement is allowed based on positive and Islamic law. The absence of the date line of agreement base on positive law is allowed because there are no regulations that regulate it, but in Islamic law is not allowed because it is gharar. Abstrak Dalam undang-undang perkebunan tidak mengatur secara rinci mengenai sistem bagi hasil perkebunan sehingga perlu dipertanyakan mengenai kepastian hukumnya. Selain itu perjanjian secara prinsip Islam (akad musaqah) perlu diterapkan mengingat sebagian besar yang terlibat dalam kegiatan ini ada masyarakat muslim. Masyarakat terbiasa melakukan perjanjian hanya atas dasar kepercayaan dan kesepakatan saja tanpa adanya perjanjian tertulis serta tidak adanya batas waktu berakhirnya perjanjian sehingga kerap terjadi sengketa. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hakikat sistem pelaksanaan perjanjian bagi hasil penggarapan lahan perkebunan di Indonesia menurut perspektif hukum positif dan hukum Islam. Jenis Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan serta peraturan terkait. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem bagi hasil perkebunan di Indonesia belum memiliki kepastian hukum. Mengenai perjanjian atas kepercayaan dan kesepakatan tanpa adanya perjanjian tertulis sah menurut hukum positif dan hukum Islam. Mengenai tidak adanya batas waktu perjanjian sah menurut hukum positif karena memang belum ada peraturan yang mengatur akan tetapi tidak sah menurut hukum Islam karena tidak sesuai dengan syarat akad musaqah yang mengharuskan adanya batas waktu agar terhindar dari gharar.
TINJAUAN YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PERJANJIAN PADA JASA TITIP BELI DAN TITIP JUAL Annisa Syaufika Yustisia Ridwan
Mimbar Hukum Vol 33 No 1 (2021): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.127 KB) | DOI: 10.22146/mh.v33i1.1945

Abstract

Abstract Personal shopper and consignment gain its popularity in Indonesia in the past few years. Although the goods are entrusted, there are no deposit elements regulated in Civil Code in the relationship between parties. This article analyses the legal construction of Shopping entrusted goods service and entrusted goods selling based on the Civil Code. This article uses a normative approach in finding the legal structure while being supported by secondary legal materials. This article found that legal relationships in personal shoppers can be in sale and purchase or buying agency. While consignment is a new contract that is not specifically regulated in Civil Code. Intisari Jasa titip beli dan titip jual merupakan hasil dari perkembangan dalam perdagangan barang. Walaupun kedua perjanjian tersebut mengandung kata titip, pada hubungan hukum para pihak tidak ditemukan unsur penitipan yang diatur di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji konstruksi hukum perjanjian pada usaha jasa titip beli dan jasa titip jual berdasarkan KUH Perdata. Pendekatan yang digunakan adalah normatif yuridis dengan menentukan konstruksi hukum berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan adalah jasa titip beli dapat dipandang sebagai jual beli biasa atau kuasa untuk membeli. Sedangkan titip jual (konsinyasi) nyata merupakan perjanjian jenis baru.
EKSISTENSI SEMA NOMOR 1 TAHUN 2018 DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN MASYARAKAT TERKAIT PERMOHONAN PRAPERADILAN BAGI TERSANGKA YANG MELARIKAN DIRI ATAU SEDANG DALAM STATUS DAFTAR PENCARIAN ORANG Abdul Gafur Rettob
Mimbar Hukum Vol 33 No 1 (2021): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.965 KB) | DOI: 10.22146/mh.v33i1.1946

Abstract

Abstract In court practice, applications related to pre-trial are always requested by suspects who have fled or on a wanted list, filed through suspect's family or suspect's attorney, in the event that there are no provisions regulating this matter, therefore if that suspect is still submitting pre-trial applications, this can lead to legal injustice in society related to legal certainty of suspects in pre-trial applications. Therefore, Supreme Court issued SEMA Number 1 of 2018 concerning the prohibition of pre-trial applications for escaped or ‘wanted’ suspects. The research method used to answer these problems is normative legal research, the research approach is legal politics and comparative law, the type of research is analytical descriptive. The source of legal materials used is primary legal materials and secondary legal materials, data collection techniques through literature study and interviews, then analyzed through descriptions using qualitative methods. Based on the results of the research, SEMA Number 1 of 2018 does not conflict with the legal protection of the human rights of suspects who are running away or are on a wanted list. SEMA No.1 of 2018 also aims to achieve legal justice in society, related to legal certainty for the rights of suspects in pre-trial applications. Intisari Pada praktek hukum dalam peradilan permohonan terkait praperadilan, selalu dimohonkan oleh tersangka yang melarikan diri atau yang sedang dalam status daftar pencarian orang, dimohonkan melalui keluarga tersangka atau kuasa hukum tersangka, pada hal belum ada ketentuan yang mengatur terkait hal tersebut, sehingga apabila tersangka tersebut tetap mengajukan permohonan praperadilan, maka hal tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan hukum dalam masyarakat terkait kepastian hukum tersangka dalam permohonan praperadilan. Oleh kerana itu Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA Nomor 1 Tahun 2018 tentang larangan permohonan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri, atau sedang dalam status daftar pencarian orang. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut bersifat penelitian hukum normatif, pendekatan dalam penelitian ini adalah politik hukum dan perbandingan hukum, tipe penelitian bersifat diskriptif analitis. Sumber bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara, selanjutnya dianalisis melalui cara diskripsi dengan menggunakan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa SEMA Nomor 1 Tahun 2018 tersebut, tidak bertantangan dengan perlindungan hukum terhadap hak asasi tersangka yang sedang melarikan diri atau dalam status daftar pencarian orang. SEMA Nomor 1 Tahun 2018 tersebut, juga bertujuan untuk mewujudkan keadilan hukum dalam masyarakat, terkait kepastian hukum bagi hak tersangka dalam permohonan praperadilan.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI MANDAR BERORIENTASI LINGKUNGAN HIDUP Putera Astomo
Mimbar Hukum Vol 33 No 1 (2021): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1230.847 KB) | DOI: 10.22146/mh.v33i1.1947

Abstract

Abstract Society’s participation in utilizing river water in watershed areas must be conducted to maintain and protect the surrounding environment preventing environmental pollution. However, such efforts are not implemented, resulting in river contamination and potentially cause harmful side effects if consumed. This research observes MANDAR Watershed, managed by Tangan Baru Village in Limboro sub-district and Kalumammang Village located in Alu sub-district within Polewali Mandar District, West Sulawesi Province. Both villages involve the community’s participation in managing the Mandar Watershed but must be supported by the community’s effort in maintaining and protecting the environment surrounding the watershed. Accordingly, it is necessary to know how to achieve environmental oriented participation. This research adopted the sociolegal method, which observes the relationship between the current national legal system regulating watersheds and the environment with the social behaviour of the villagers utilizing the MANDAR river water for their survival. Intisari Partisipasi masyarakat untuk memanfaatkan air sungai dalam wilayah DAS harus disertai dengan upaya menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya agar tidak terjadi pencemaran lingkungan hidup. Permasalahan yang selalu timbul adalah tindakan masyarakat memanfaatkan air sungai tidak disertai dengan upaya menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya sehingga menyebabkan air sungai tercemar akhirnya berdampak buruk terhadap kesehatan manusia jika dikonsumsi. DAS yang diteliti adalah DAS MANDAR yang dikelola Pemerintah Desa Tangan Baru (Kecamatan Limboro) dan Desa Kalumammang (Kecamatan Alu) di Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Kedua Pemerintah Desa tersebut melibatkan partisipasi masyarakat untuk mengelola DAS MANDAR, tetapi harus seimbang dengan sikap dan perilaku masyarakat yang mampu menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan hidup di sekitar DAS MANDAR sehingga permasalahan yang muncul adalah bagaimana perwujudan partisipasi masyarakat di Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai MANDAR yang berorientasi lingkungan hidup? Penelitian partisipasi masyarakat di Desa Tangan Baru dan Desa Kalumammang dalam pengelolaan DAS MANDAR menggunakan metode penelitian hukum sosio legal di mana melihat hubungan antara eksistensi Sistem Hukum Nasional (peraturan perundangundangan) mengatur pengelolaan DAS dan lingkungan hidup dengan perilaku sosial masyarakat desa memanfaatkan air sungai dalam wilayah DAS MANDAR untuk kelangsungan hidup.
STUDI KRITIS FEMINIST LEGAL THEORY MENURUT PERSPEKTIF ISLAMIC WORLDVIEW Aisyah Chairil; Henri Shalahuddin
Mimbar Hukum Vol 33 No 1 (2021): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.847 KB) | DOI: 10.22146/mh.v33i1.1948

Abstract

Abstract The Draft Act of the Elimination of Sexual Violence (RUU PKS) was made as an effort to achieve equality and justice before the law. RUU PKS was intended to be proposed as a solution towards problems related to women and sexuality. Philosophically, there are three models of perspectives used as approach of the RUU PKS: standpoint, empiricism, and postmodernism. These three perspectives are inherent parts of the Feminist Legal Theory (FLT), which is also part of global legal discourse. However, a philosophical examination reveals that the epistemology of FLT has fundamental problems in defining reality and truth. The theoretical foundations of FLT is weak, therefore the RUU PKS will fail to achieve its purported goal: justice before the law. This article analyzes this issue critically and provide a solution from an Islamic worldview. Intisari Munculnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) adalah salah satu upaya dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan hukum. RUU PKS sebagai tawaran hukum diharapkan mampu menyelesaikan problem dan isu-isu seksual perempuan. Secara filosofis, terdapat tiga model cara pandang yang digunakan dalam pendekatan hukum RUU PKS, yakni: Standpoint, Empirisme dan Postmodernisme. Tiga cara pandang ini mewujud dalam wacana hukum global yang disebut sebagai FLT. Namun jika dikaji secara filosofis, secara epistemologis FLT memiliki problem mendasar dalam memaknai realitas dan kebenaran. Hal itu dapat membuat bangunan teori FLT rapuh sehingga tujuan RUU PKS dalam mewujudkan keadilan hukum tidak sesuai dengan filosofi negara hukum Pancasila. Makalah ini akan lebih dalam mengkaji permasalahan tersebut secara kritis, dan juga menawarkan solusi yang tepat berdasarkan perspektif Islamic Worldview.
REFORMULASI STRUKTUR HUKUM YANG IDEAL BAGI LEMBAGA TINDAKAN PEMANANAN PERDAGANGAN (SAFEGUARDS) DI INDONESIA Mahfud Fahrazi
Mimbar Hukum Vol 33 No 1 (2021): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.118 KB) | DOI: 10.22146/mh.v33i1.1949

Abstract

Abstract This research examines the Reformulation of the Ideal Legal Structure for Safeguards in Indonesia. The purpose of this study is to analyse the constraints on the effectiveness of Safeguards in Indonesia as well as reformulation of the ideal legal structure for Safeguards in Indonesia. This study uses a Normative type of research with a conceptual approach. The results of this study explain that the obstacles to the effectiveness of Safeguards in Indonesia are (1). The first drawback is that KPPI does not function as a tribunal institution, (2). Dependence with other institutions and (3). The existence of sectoral egoism. The reformulation of the ideal legal structure for Safeguards in Indonesia is to form an independent Indonesian trade remedy institute, which will function as a court or trade tribunal institution. In addition, it is also necessary to expand the authority of KPPI as a trade remedial agency which was initially limited to investigating serious losses or threats of serious loss and then added with the authority to make decisions on whether to determine import duties and coordinates which so far have been held by the Ministry of Trade and Finance. Intisari Penelitian ini mengkaji tentang Reformulasi Struktur Hukum yang ideal bagi Lembaga Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguards) di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kendala efektivitas lembaga Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguards) di Indonesia serta reformulasi struktur hukum yang ideal bagi lembaga Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguards) di Indonesia. Kajian ini menggunakan jenis penelitian Normatif dengan pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa kendala efektivitas lembaga Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguards) di Indonesia yaitu adanya (1). Kelemahan pertama adalah Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) tidak berfungsi sebagai lembaga tribunal. (2). Ketergantungan dengan lembaga yang lain serta (3). Adanya egoisme sektoral. Adapun reformulasi struktur hukum yang ideal bagi lembaga Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguards) di Indonesia, yaitu dengan membentuk lembaga remedi perdagangan Indonesia yang independen, yang akan berfungsi sebagai institusi pengadilan atau tribunal perdagangan. Selain itu juga diperlukan adanya perluasan kewenangan KPPI sebagai lembaga remedi perdagangan yang awalnya hanya sebatas penyelidikan terhadap kerugian serius atau ancaman kerugian serius kemudian ditambah dengan kewenangan melakukan putusan apakah dilakukan penetapan bea masuk dan kuota yang selama ini dipegang kewenangannya oleh kementerian perdagangan dan keuangan.
PERKEMBANGAN TEORI DAN PRAKTIK MENGENAI PARLEMEN DI INDONESIA Andy Omara; Joko Setiono; Muhammad Ibrahim; Faiz Rahman
Mimbar Hukum Vol 33 No 1 (2021): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.363 KB) | DOI: 10.22146/mh.v33i1.1950

Abstract

Abstract The idea of a parliament system continues to develop from time to time. There are many thoughts of constitutional law experts which later became the theoretical basis for the implementation of the parliament system in a country, including in Indonesia. Furthermore, the existence of representative institutions such as the MPR, DPR, and DPD based on the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, also become an academic discourse concerning what kind of parliament system used in Indonesian parliament. Therefore, it is necessary to examine the existing theories on the parliament system and how it implemented, especially in Indonesia. Based on the background above, this research aims to find out and understand the theories and experts thought on parliament, as well as to find out and understand the implementation of parliament system in Indonesia, viewed from the historical-judicial approach. Conceptually, the theories concerning parliament can be traced since the time of Ancient Greece. Moreover, several theories regarding parliament developed, such as accommodation of group interests in the parliament, and theory on division of parliament chambers. Regarding the implementation of parliament system in Indonesia, historically and judicially, it has its own dynamics, especially in the context of accommodation of group interests and the practice of parliament chambers’ division. For instance, in the early independence period and after the stipulation of 1959 Presidential Decree, the system reflected was unicameral, while during the 1949 Constitution of RIS period was bicameral system. Furthermore, after the amendment of the 1945 Constitution of Indonesia, there is also a discourse concerning the form of parliament division that applied, whether it was unicameral, bicameral, or tricameral. Intisari Ide mengenai Parlemen, cabang pemerintahan yang berkuasa membuat dan mengubah undang-undang, telah menjadi topik perdebatan bagi para sarjana sejak zaman dulu kala. Artikel ini bermaksud untuk menceritakan secara singkat tentang perkembangan konsep lembaga legislatif dan menjelaskan dinamikaperkembangan sistem parlemen di Indonesia dalam hukum konstitusi dari sudut pandang historis. Artikel ini menunjukkan bahwa Parlemen adalah institusi yang terus berkembang, dengan sistem bikameralisme yang tampaknya lebih cocok dengan sistem demokrasi perwakilan. Meskipun telah mempraktikkan sistem parlemen yang berbeda-beda dalam sejarahnya, sejak masa reformasi Indonesia lebih cenderung menganut sistem bikameralisme lunak.