cover
Contact Name
-
Contact Email
mkn.fhui@ui.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
mkn.fhui@ui.ac.id
Editorial Address
Magister Kenotariatan FHUI Depok
Location
Kota depok,
Jawa barat
INDONESIA
Indonesian Notary
Published by Universitas Indonesia
ISSN : -     EISSN : 26847310     DOI : -
Core Subject : Social,
Indonesian Notary adalah jurnal yang diterbitkan oleh Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam rangka mewadahi karya ilmiah dalam bidang kenotariatan yang berkembang sangat pesat. Diharapkan temuan-temuan baru sebagai hasil kajian ilmiah dapat turut mendukung kemajuan keilmuan dan meningkatkan kebaharuan wawasan bagi profesi Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah ataupun dimanfaatkan oleh khalayak umum. Notary sebagai jurnal ilmiah berskala nasional menerapkan standar mutu publikasi jurnal ilmiah sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan Pendidikan Tinggi (Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi). Untuk menjaga kualitas artikel yang akan diterbitkan Notary, telah ditetapkan sejumlah guru besar ilmu hukum dan para pakar ilmu hukum sebagai dewan redaksi. Selain itu, setiap artikel yang akan diterbitkan dipastikan melalui tahap review sesuai dengan standar yang berlaku pada suatu jurnal ilmiah. Adapun reviewer dipilih dari pakar-pakar ilmu hukum sesuai dengan bidang keilmuan. Sebagai jurnal yang bersifat nasional, Notary menerima kontribusi tulisan secara nasional dengan topik yang berkaitan dengan bidang kenotariatan yang meliputi pertanahan, perjanjian, perkawinan, waris, surat berharga, pasar modal, perusahaan, perbankan, transaksi elektronik, perpajakan, lelang, dan topik lainnya dalam lingkup kajian kenotariatan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 13 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary" : 13 Documents clear
Tanggung Jawab Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya Terhadap Kesalahan Ketik Dalam Pembuatan Akta Otentik (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor 114/Pdt.P/2018/PN.CLP) Faradilla Asyatama
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.129 KB)

Abstract

Seorang notaris dalam melaksanakan tugas dan kewenangan pada masa jabatannya berlangsung harus berdasarkan pada ketentuan yang berlaku, bahkan tanggung jawab dari tugas dan kewenangan tetap melekat walaupun masa jabatan Notaris telah berakhir hingga Notaris meninggal dunia. Usia pensiun Notaris adalah 65 tahun dan dapat diperpanjang 2 tahun. Notaris yang sudah pensiun secara otomatis tidak diperkenankan lagi untuk menjalankan tugas dan kewenangan dalam membuat akta autentik. Kewajiban seorang Notaris yang telah berakhir masa jabatannya ialah memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah mengenai berakhirnya masa jabatan sekaligus mengusulkan Notaris lain sebagai pemegang Protokol Notaris, akan tetapi tanggung jawab atas protokol Notaris tersebut tetap berada pada Notaris yang telah pensiun tersebut, termasuk apabila terdapat kesalahan dalam akta yang pernah dibuatnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa akibat hukum dan pertanggungjawaban atas kesalahan ketik pada akta otentik yang dilakukan oleh Notaris yang sudah pensiun. Untuk menjawab pokok permasalahan dalam penelitian ini, maka Penulis memakai metode yuridis-normatif dan bersumber pada data sekunder yaitu studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian Penulis bahwasannya akibat hukum dari kesalahan ketik pada akta otentik adalah aktanya terdegradasi menjadi akta dibawah tangan, batal demi hukum, atau dapat dibatalkan. Pertanggungjawaban Notaris yang telah berakhir masa jabatannya terhadap kesalahan ketik pada akta otentik yang dibuatnya diawali dengan mengajukan permohonan izin kepada Pengadilan Negeri untuk memberikan izin pada pemegang Protokol Notaris memperbaiki akta. Apabila sudah diperbaiki, maka akta tersebut dapat diperbaiki dengan membuat Akta Berita Acara Pembetulan dan salinannya wajib disampaikan kepada para pihak. Kata Kunci : Kesalahan Ketik, Tanggung Jawab, Notaris Pensiun
Pembatalan Akta Jual Beli Saham Dalam Pelaksanaan Akuisisi PT SLS (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3201 K/PDT/2019) Hertaty Sianturi; Tjhong Sendrawan; Rouli Anita Velentina
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.166 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai pembatalan akta jual beli saham dalam pelaksanaan akuisisi PT SLS. Dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) pokok permasalahan, yaitu: (i) mengenai keabsahan akta jual beli saham pada Putusan Nomor 3201 K/PDT/2019; (ii) mengenai bentuk kelalaian Notaris dalam pelaksanaan akuisisi PT SLS yang tidak sah; dan (iii) mengenai pertanggungjawaban Notaris terhadap akta jual beli saham dalam pelaksanaan akuisisi PT SLS yang tidak sah. Untuk menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan alat pengumpulan data yaitu studi pustaka. Hasil penelitian ini adalah: (i) keabsahan akta jual beli saham dalam pelaksanaan akuisisi PT SLS adalah tidak sah karena pelaksanaan akuisisi PT SLS tidak memenuhi syarat sah dari pelaksanaan akuisisi; (ii) bentuk kelalaian Notaris dalam pelaksanaan akuisisi ini adalah melanggar Pasal 16 ayat (1)a Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu untuk bertindak saksama; dan (iii) pertanggungjawaban Notaris terhadap akta jual beli saham dalam pelaksanaan akuisisi yang tidak sah adalah tanggung jawab secara perdata dan administratif. Notaris harus memiliki form check list terkait tata cara pelaksanaan akuisisi untuk memudahkan Notaris memantau pelaksanaan akuisisi dan menghindari terjadinya kelalaian. Kata kunci: akuisisi perseroan terbatas, akta jual beli saham, kelalaian notaris
Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Terhadap Akta Jual Beli Yang Mengandung Kepalsuan Intelektual Dan Materiil (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1143/K/Pid/2019) Andri Setiawan
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.596 KB)

Abstract

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam praktiknya menjalankan jabatan berbagai bentuk kepalsuan yang mungkin melekat pada suatu akta autentik yaitu kepalsuan intelektual dan kepalsuan materiil. Permasalahan tersebut biasanya terjadi karena kurangnya kehati-hatian dalam proses pembuatan akta. Penelitian ini menganalisis tanggung jawab PPAT dalam kasus di Putusan Mahkamah Agung Nomor 1143 K/Pid/2019 dan mengidentifikasi peran PPAT dalam mencegah terjadinya kembali kasus pemalsuan seperti di Putusan tersebut. Metode penelitian ini yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian dalam hal para penghadap tidak dapat memenuhi persyaratan baik formil maupun materiil dalam pembuatan akta, maka PPAT berhak menolak membuatkan akta. PPAT juga harus lebih mencermati khususnya mengenai subjek, objek dan tata cara pembuatan akta PPAT demi meminimalisir atau bahkan meniadakan kemungkinan terjadinya pelanggaran oleh PPAT, serta memberikan legal advice kepada penghadap berkaitan dengan akibat hukum apabila persyaratan pembuatan akta autentik tidak terpenuhi, memasukkan keterangan yang tidak sesuai dengan sebenarnya dan mengacuhkan ketentuan pembuatan akta menurut peraturan yang berlaku, sehingga menghasilkan akta yang sesuai aturan hukum yang berlaku atau serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. PPAT yang bersangkutan seharusnya seharusnya dikenai sanksi administratif diberhentikan sementara paling lama 1 (satu) tahun, dimintai pertanggungjawaban dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. Sepanjang tindakan PPAT bersangkutan terbukti secara sengaja dan direncanakan maka terhadap PPAT bersangkutan dapat dikenai sanksi pidana sesuai peraturan yang berlaku. Kata kunci: akta jual beli, tanggung jawab PPAT, kepalsuan intelektual dan materiil
Akta Jual Beli Berdasarkan Akta Kuasa Mutlak Sebagai Pengikat Perjanjian Hutang Piutang Ghina Ghina Putri; Ismala Dewi; Arsin Lukman
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.508 KB)

Abstract

Kuasa mutlak dalam pemindahan hak atas tanah adalah dilarang, hal ini berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Penggunaan kuasa mutlak merupakan suatu penyelundupan hukum penguasaaan atas tanah. Salah satu kasus penggunaan kuasa mulak yaitu kuasa mutlak digunakan sebagai pengikat perjanjian hutang-piutang yang kemudian dijadikan dasar pembuatan akta jual beli, hal ini terjadi di Purwokerto. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pembuatan akta jual beli dengan dasar kuasa mutlak dan pertanggungjawaban PPAT terkait akta jual beli yang didasari kuasa mutlak perlindungan terhadap pihak yang kehilangan hak atas tanahnya akibat dari peralihan hak atas tanah dengan dasar kuasa mutlak. Untuk menjawab permasalahan tersebut metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini melalui studi dokumen atau studi kepustakaan yang didapat dari berbagai sumber pengaturan yang berlaku di Indonesia. Bagian akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa kuasa mutlak yang digunakan sebagai pengikat perjanjian hutang-piutang merupakan suatu penyelundupan hukum dan penyalahgunaan keadaan, hal ini karena pemindahan hak atas tanah dengan kuasa mutlak adalah dilarang dan kedudukan debitur lebih rendah daripada kreditur, dimana debitur akan menuruti permintaan kreditur menandatangani kuasa mutlak tersebut. PPAT yang membuat akta jual-beli dengan dasar kuasa mutlak tersebut dapat dimintakan pertanggung jawaban baik secara administrasi maupun perdata Kata kunci: kuasa jual, kuasa mutlak, akta jual-beli
Perbuatan Melawan Hukum Ahli Waris Dalam Pembagian Harta Waris Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 747 K/Pdt/2020 Cut Priska Putri Handika; Tri Hayati; Winanto Wiryomartani
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.505 KB)

Abstract

Pewarisan harta peninggalan pewaris (boedel waris) untuk para ahli warisnya yang berhak mewaris sudah seharusnya didahului dengan pembuatan surat keterangan waris oleh instansi atau notaris yang berwenang membuatnya, terkadang diperlukan untuk dibuat juga akta pernyataan waris oleh notaris. Hal ini disebabkan keterangan ahli waris yang berhak mewaris dan berapa masing-masing bagiannya akan dituangkan dalam surat keterangan waris dan akta pernyataan waris sehingga hak mutlak (legitieme portie) dari ahli waris golongan kesatu, lurus ke atas dan/atau ke bawah (legitimaris) akan mendapatkan pembuktian yang kuat dan dapat menuntut haknya apabila dilanggar. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian dengan pendekatan yuridis normatif dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, tipologi penelitian ini merupakan penelitian yang berisifat preskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis peristiwa hukum konkret sesuai dengan teori. Hasil analisa adalah ahli waris yang meninggal setelah pewaris dan meninggalkan keturunan dan pasangannya (ahli waris) maka keturunannya mewaris berdasarkan kedudukannya sendiri, dan balik nama atas tanah waris tanpa adanya pembagian hak bersama atau izin ahli waris lainnya (menguasai harta peninggalan) merupakan perbuatan melawan hukum.  Kata Kunci : ahli waris, pelanggaran terhadap hak waris, pembagian waris.
Penyelundupan Hukum Kepemilikan Tanah Pada Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Yang Memuat Klausul Hak Membeli Kembali (Studi Kasus Putusan Peninjauan Kembali Nomor 539 PK/Pdt/2020) Elvira .; Kornelius Simanjuntak; Mohamad Fajri Mekka Putra
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.388 KB)

Abstract

Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) pada praktiknya banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya disebabkan oleh muatan Klausul Hak Membeli Kembali yang memberikan hak kepada Penjual untuk dapat membeli kembali objek tanah dan bangunan yang telah dijualnya kepada Pembeli. Sampai dengan saat ini tidak ada peraturan yang mengatur kebolehan atau larangan penggunaan hak tersebut, oleh karenanya banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah kasus pada Putusan Peninjauan Kembali Nomor 539 PK/Pdt/2020 di mana hakim justru menyatakan sah dan mengikat atas Akta PPJB yang memuat Klausul Hak Membeli Kembali. Berangkat dari hal tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai alasan dikategorikannya PPJB dengan Hak Membeli Kembali sebagai Penyelundupan Hukum serta analisis Putusan PK tersebut yang memperbolehkan penggunaan Hak Membeli Kembali dalam PPJB. Untuk menjawab permasalahan digunakan bentuk metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian preskriptif. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa PPJB dengan Hak Membeli Kembali merupakan bentuk penyelundupan hukum kepemilikan tanah karena memenuhi unsur-unsurnya yaitu adanya perbuatan hukum penundukan kepada lembaga PPJB dengan Hak Membeli Kembali dengan cara menghindari lembaga utang-piutang dengan jaminan kebendaan dan ada niat untuk mencapai tujuan tertentu untuk memperoleh keuntungan. Selanjutnya terkait analisis putusan didapatkan hasil bahwa putusan tersebut tidak tepat karena melanggar Asas Kebebasan Berkontrak, Asas Iktikad Baik, Asas Keadilan, dan Asas Kesesuaian dengan Hukum Adat. Oleh karenanya untuk mencegah permasalahan serupa terjadi kembali diharapkan adanya pengaturan mengenai PPJB secara khusus serta kejelasan atas penggunaan Hak Membeli Kembali pada transaksi tanah. Kata kunci:  Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Hak Membeli Kembali, Penyelundupan, Hukum Kepemilikan Tanah
Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta Perjanjian Yang Penghadapnya Tidak Memiliki Kewenangan Untuk Bertindak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 246/Pdt.G/2019/PN PBR) Annisa Saraswati; Henny Marlyna Marlyna; Fully Handayani
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (173.964 KB)

Abstract

Bertindak secara teliti dan saksama merupakan salah satu kewajiban Notaris. Ketidaktelitian seorang Notaris dapat berakibat fatal terhadap akta yang dibuatnya, yang kemudian dapat menimbulkan kerugian terhadap pihak lain. Salah satu bentuk kelalaian Notaris adalah tidak memperhatikan mengenai kewenangan yang dimiliki oleh penghadap dalam pembuatan akta. Kerugian yang ditimbulkan oleh kelalaian Notaris ini seharusnya dapat dimintakan pertanggungjawaban. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum dari akta yang penghadapnya tidak memiliki kewenangan untuk bertindak, serta tanggung jawab Notaris terhadap perjanjian yang dibuat berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 246/Pdt.G/2019/PN Pb. Pembahasan penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan analisis Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 246/Pdt.g/2019/PN Pbr. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian digunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa akibat hukum dari Akta Perjanjian yang penghadapnya tidak memiliki kewenangan untuk bertindak berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 246/Pdt.G/2019/PN Pbr adalah akta tersebut dianggap tidak pernah ada. Pertanggungjawaban Notaris terhadap perjanjian yang dibuat berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 246/Pdt.G/2019/PN Pbr adalah pertanggung jawaban secara perdata yaitu ganti kerugian dalam hal biaya perkara yang timbul.Kata kunci: Akta Perjanjian, Pertanggungjawaban, Notaris
Tanggung Jawab Keperdataan Dan Sanksi Hukum Terhadap Perbuatan Notaris Yang Membuat Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Dan Kuasa Menjual Tanpa Sepengetahuan Pemilik Tanah (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 963/Pdt.G/2016/PN.SBY) Azizah Amatullah Fitri; Teddy Anggoro; Isyana Wisnuwardhani Sadjarwo
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.575 KB)

Abstract

Penelitian ini berfokus pada tanggung jawab dan sanksi hukum terhadap Notaris dengan studi pada putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 963/Pdt.G/2016/PN.Sby. Dalam putusan tersebut, notaris dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum, karena akta yang dibuat di hadapan notaris memuat keterangan palsu. Dalam hal ini, notaris telah melanggar kewajiban hukumnya sebagai seorang pejabat umum. Untuk itu, permasalahan yang diangkat adalah mengenai tanggung jawab keperdataaan notaris, yang telah membuat dan menerbitkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Menjual tanpa sepengetahuan dari pemilik tanah dan sanksi hukum terhadap notaris. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, dengan bahan hukum yang diperoleh melalui studi dokumen, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis yang diperoleh adalah notaris bertanggung jawab bahwa perbuatan notaris dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum dan membatalkan akta yang telah dibuat dan diterbitkan notaris, disertai sanksi hukum untuk mengganti kerugian denda sejumlah uang, berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. Kemudian, sanksi hukum terhadap notaris, selain sanksi perdata, notaris memenuhi kriteria untuk dijatuhi sanksi administrasi peringatan tertulis yang diberikan oleh Majelis Pengawas Wilayah, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 61 Tahun 2016. Sanksi pidana, berupa sanksi penjara paling lama 4 (empat) tahun 8 (delapan) bulan, berdasarkan Pasal 266 ayat (1) jo. 56 ayat (1) jo. 57 ayat (1) KUH Pidana, akibat membantu menyediakan sarana untuk melakukan suatu tindak pidana, dengan membuat dan menerbitkan akta yang memuat keterangan palsu. Kata kunci: notaris, tanggung jawab, perbuatan melawan hukum
Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah Elektronik Suci Febrianti
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.658 KB)

Abstract

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2021 tentang sertipikat elektronik mengatur kembali sertipikat tanah yang semula seperti buku menjadi sebuah sertipikat elektronik yang bagaimana bentuk dan prosesnya akan ditentukan oleh Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang sertipikat tanah elektronik bertujuan untuk mewujudkan modernisasi pendaftaran pertanahan guna meningkatkan indikator kemudahan berusaha dan pelayanan publik kepada masyarakat, mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dengan menerapkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kendala yang akan dihadapi dengan adanya rencana pemberlakuan program sertipikat hak atas tanah elektronik dan perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat tanah elektronik. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian ini bahwa persiapan BPN Kota Bekasi dalam program sertipikat elektronik adalah Sedangkan perlindungan hukum terhadap sertipikat elektronik, bahwa sertipikat tanah elektronik menggunakan Hash Code, QR Code dan tanda tangan elektronik. Hal ini adalah nilai tambah yang akan memberikan banyak keuntungan bagi pemegang sertipikat tanah elektronik, yaitu meminimalisir pemalsuan sertipikat tanah, mencegah transaksi illegal pertanahan yang biasa dilakukan mafia tanah dan memudahkan transaksi atas bidang tanah.Kata Kunci: Pendaftaran Pertanahan, Sertipikat Tanah, Sertipikat Tanah Elektronik
Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Terhadap Penggelapan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 738/Pid.B/2018/PN Smg Viny Dwivi; Eva Achjani Zulfa
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.683 KB)

Abstract

738/Pid.B/2018/PN Smg pada perbuatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang tidak menuntaskan pengurusan pembayaran pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang telah dititipkan oleh klien. Hal ini berujung kepada tindak pidana penggelapan uang pajak yang dilakukan oleh PPAT sehingga klien mengalami kerugian. Adapun Permasalahan yang diangkat adalah mengenai kewenangan PPAT dalam penerimaan penitipan pembayaran pajak BPHTB dan tanggung jawab PPAT dalam penggelapan pajak BPHTB pada transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan. Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif, dengan tipologi penelitian preskriptif. Hasil analisa adalah bahwa titipan pembayaran BPHTB bukan merupakan kewenangan PPAT melainkan kewajiban dari wajib pajak. Adanya titipan pembayaran BPHTB yang diterima oleh PPAT, melahirkan tanggung jawab bagi PPAT baik secara pidana, perdata, administrasi maupun kode etik. Perbuatan penggelapan pajak BPHTB yang dilakukan PPAT melanggar hukum sehingga PPAT harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana karena melanggar Pasal 374 KUHP dan Pasal 2 Ayat (1) UU PTPK, dapat digugat untuk mengganti kerugian secara perdata karena memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata, sanksi administrasi berupa denda dalam Pasal 26 ayat (1) UU BPHTB, dan pelanggaran kode etik PPAT dengan sanksi pemberhentian pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan IPPAT sebagaimana dalam Pasal 6 Kode Etik PPAT.                        Kata Kunci: PPAT, Tindak Pidana Penggelapan, Pajak BPHTB

Page 1 of 2 | Total Record : 13