cover
Contact Name
Muhammad Habibi Miftakhul Marwa
Contact Email
habibi.marwa@law.uad.ac.id
Phone
+6285729007440
Journal Mail Official
adlp@uad.ac.id
Editorial Address
Faculty of Law, Universitas Ahmad Dahlan 4th Campus Building, 7th Floor, South Ringroad St., Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55191, Indonesia
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Ahmad Dahlan Legal Perspective
ISSN : -     EISSN : 27923123     DOI : https://doi.org/10.12928/adlp.v1i1.3554
Core Subject : Social,
This journal aims to provide Indonesian academicians and researchers a venue for publishing their original research articles. The scope of the articles published in this journal deals with a broad range of topics in the fields of Criminal Law, Civil Law, International Law, Constitutional Law, Administrative Law, Islamic Law, Economic Law, Medical Law, Adat Law, Environmental Law, and another section related to contemporary issues in law or interconnection study with Legal Studies.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 26 Documents
Peranan Budaya Hukum dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perjudian Sabung Ayam dan Perjudian Kartu di Desa Adiwarno Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen Aldila Rizky Widya Wardani; Mufti Khakim
Ahmad Dahlan Legal Perspective Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.608 KB) | DOI: 10.12928/adlp.v1i1.3554

Abstract

Judi berbahaya bagi masyarakat, bangsa, dan negara, serta sangat kontradiktif dengan agama, etika dan moralitas. Berbagai bentuk perjudian telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari, banyak yang melakukannya baik secara terbuka maupun sembunyi-sembunyi. Masyarakat menilai bahwa perjudian adalah sesuatu yang biasa, tidak melanggar hukum, tidak dikeluarkan oleh masyarakat setempat, bahkan menganggap bahwa perjudian hanyalah pelanggaran kecil.Penelitian ini menggunakan penelitian normatif empiris. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan metode pengambilan data sekunder dilakukan dengan menggunakan dokumen terkait.Hasil penelitian ini menyatakan bahwa: (i) Masyarakat memandang bahwa perjudian dianggap sebagai perbuatan biasa dan menjadi mata pencaharian sehari-hari. Masyarakat memandang dan menghargai perjudian sebagai rekreasi dan menerima keberadaannya, yang mereka hargai hanya berdasarkan keuntungannya, tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya. (ii) Penanganan Judi Sabung Ayam dan Judi Kartu menggunakan Pendekatan Ekonomis, Hukum, Sosial, dan Keagamaan. Orang-orang mengadakan konferensi untuk memberikan himbauan / peringatan secara langsung maupun tidak langsung.
Dediametralisasi Living Law Dan Kepastian Hukum Dalam Pasal 2 RKUHP Ahmad Rif'an; Ilham Yuli Isdiyanto
Ahmad Dahlan Legal Perspective Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.315 KB) | DOI: 10.12928/adlp.v1i1.3555

Abstract

Living law dan kepastian hukum sering diposisikan sebagai sesuatu yang diametral atau berlawan, dimana living law dianggap tidak memberikan kepastian hukum karena sifatnya tidak tertulis. Namun, menjadi pertanyaan besar jika kemudian konsep living law diakomodir dalam hukum tertulis sebagaimana yang muncul dalam Pasal 2 RKUHP sehingga apakah konsep living law yang tidak tertulis namun diakomodir dalam sistem hukum tertulis dapat berkorelasi dengan prinsip kepastian hukum sebagaimana salah satu ciri hukum tertulis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan Pasal 2 RKHUP dalam menjamin eksistensi living law sekaligus pelaksanaan prinsip kepastian hukum. Untuk dapat mengetahui hal ini, penelitian normatif  ini menggunakan pendekatan historis-normatif-konseptual dengan teknik analisa deskriptif dan kualitatif, terakhir adalah membuat kesimpulan secara preskriptif. Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana analisa Pasal 2 RKHUP dalam perspektif living law dan kepastian hukum serta bagaimana korelasi kedua perspektif ini dalam implementasinya? Hasilnya, living law sebagai memiliki legitimasi historis dan budaya tidak bisa dinegasikan, sedangkan kepastian harus dimaknai bahwa hukum itu benar-benar ditegakkan, terlepas dari hukum yang tertulis atau tidak tertulis. Pasal 2 RKUHP adalah upaya untuk mengakomodir living law dalam bingkai kepastikan penegakan hukumnya, dan dalam hal ini tidak ada pertentangan berarti antara living law dan kepastian hukum. 
Kebijakan Sinkronisasi dan Harmonisasi Regulasi Melalui Pembentukan Kementerian Legislasi Pemerintah di Indonesia Indah Astrida Lestari Putri; Nurul Satria Abdi
Ahmad Dahlan Legal Perspective Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.903 KB) | DOI: 10.12928/adlp.v1i1.3573

Abstract

Penerbitan regulasi di Indonesia masih belum sepenuhnya terencana. terdapat tiga problem utama yang membuat kebijakan reformasi regulasi penting dilakukan yaitu koordinasi antara lembaga pembentuk regulasi yang minim, substansi regulasi yang buruk dan menumpuknya peraturan yang levelnya di bawah undang-undang. Sehingga kebijakan sinkronisasi dan harmonisasi regulasi secara garis besar berupaya memperbaiki substansi pengaturan (materiil) dan kelembagaan pengaturannya. Pilihan hukum yang bisa diambil dalam melakukan penataan regulasi yaitu dengan membentuk lembaga legislasi nasional. Fokus penelitian akhirnya diarahkan pada dua permasalahaan yaitu, pertama problem sinkronisasi dan harmonisasi regulasi pada sektor kementerian. Kedua, urgensi pembentukan kementerian legislasi pemerintah. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal yang menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode pendekatan yang digunakan yakni pendekatan normatif. Hasil dari penelitian ini diantaranya. Pertama, problem sinkronisasi dan harmonisasi regulasi pada sektor kementerian di Indonesia terjadi karena: 1) tidak terkoneksinya sistem perencanaan pembangunan nasional dan perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan; 2) pengaturan perencanaan peraturan perundang-undangan yang beragam dan sektoral; 3) beragamnya lembaga yang terlibat dalam urusan hukum dan regulasi di bawha kendali Presiden. Kedua, urgensi pembentukan kementerian legislasi pemerintah adalah: 1) urgensi konstitusional kelembagaan; 2) urgensi sosiologis: 3) urgensi yuridis.  
Perlindungan Terhadap Jaminan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Bagi Pekerja SPBU Di Kota Yogyakarta Nanda Ayu Lestari; Fithriatus Shalihah
Ahmad Dahlan Legal Perspective Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.105 KB) | DOI: 10.12928/adlp.v1i1.3575

Abstract

Hukum perlindungan terhadap jaminan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak para pekerja dan untuk mengetahui besarnya tingkat kesadaran para pekerja dalam menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Perlindungan hukum terhadap jaminan  keselamatan dan kesehatan kerja wajib diberikan kepada seluruh pekerja sesuai yang diatur dalam Pasal 86 dan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penulis membahas mengenai pengaturan perlindungan terhadap jaminan K3 bagi pekerja SPBU di kota Yogyakarta. Penelitian ini mengangkat rumusan masalah : (i) Bagaimana bentuk perlindungan K3 pada pekerja di kota Yogyakarta. (ii) Bagaimana hambatan dalam perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja SPBU di kota Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris,  yang bersumber pada data primer dan data sekunder. Teknik penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perlindungan K3 bagi pekerja SPBU di kota Yogyakarta masih belum efektif. Dimana tingkat kesadaran hukum perusahaan dalam menerapkan K3 belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terbukti dengan adanya fakta masih banyak SPBU yang tidak menerapkan sistem manajeman keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) sebagaimana ditur dalam dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Kendala dalam mengimplementasi UUK3 selain belum adanya kesadaran hukum pengusaha, juga belum optimalnya pengawasan oleh pemerintah dalam hal ini pengawas ketenagakerjaan pada dinas ketenagakerjaan kota Yogyakarta, yang disebabkan oleh minimnya SDM yang ada. Kendala yang lain juga terletak pada minimnya pembinaan dari pemerintah terhadap penerapan K3 pada usaha SPBU di kota Yogyakarta karena terbatasnya anggaran negara. 
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Suporter Sepak Bola Yang Melakukan Penganiayaan Zaen Ghufron Munazal; Johny Krisnan; Basri Basri; Yulia Kurniaty
Ahmad Dahlan Legal Perspective Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.623 KB) | DOI: 10.12928/adlp.v1i1.3742

Abstract

Tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh suporter sepakbola perlu mendapat perhatian khusus mengingat konsekuensi penganiayaan yang dilakukan oleh suporter sepakbola dapat membunuh nyawa seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penegakan hukum terhadap suporter sepak bola yang melakukan pelecehan dan cara mengatasinya. Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara empiris dan normatif dengan pendekatan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh suporter sepak bola dan pendekatan hukum (KUH Perdata Indonesia). Data diperoleh dengan melakukan wawancara dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap suporter sepak bola yang melakukan penganiayaan dilakukan dengan cara represif yaitu melakukan penyidikan dan penyidikan terhadap tersangka untuk kemudian dituangkan dalam Berita Acara Penyidikan untuk dilimpahkan ke Kejaksaan. Adapun langkah-langkah penanggulangan agar suporter sepak bola tidak melakukan tindak pidana melalui upaya preventif (pencegahan), antara lain sosialisasi secara terus menerus kepada komunitas suporter sepak bola agar ada ketertiban hukum, koordinasi dengan berbagai pihak sebelum pertandingan dimulai dan memberikan pengamanan selama pertandingan berlangsung.
Tinjauan Yuridis Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Tindak Lanjut Atas Putusan Pengujian Undang-Undang Oleh Mahkamah Konstitusi Indra Wicaksono; Rahmat Muhajir Nugroho
Ahmad Dahlan Legal Perspective Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.231 KB) | DOI: 10.12928/adlp.v1i1.4092

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah, pertama, untuk mengetahui dan mengkaji secara yuridis pelaksanaan putusan uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi yang tidak berbentuk Undang-Undang. Kedua, untuk mengetahui dan mengkaji pengaturan ke depan mengenai pembentukan Undang-Undang yang Berlaku sebagai implementasi dari putusan Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan jenis penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder dengan bahan hukum primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dan analisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil pembahasan dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi yang dilaksanakan dengan bentuk hukum selain undang-undang dengan menguji Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tidak sesuai jika bentuk hukum selain undang-undang yang mengimplementasikan atas putusan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi tersebut. Kedua, putusan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi harus dilaksanakan dengan undang-undang. Maka dari itu penulis memberikan rekomendasi pelaksanaan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi mengenai uji materiil tersebut, agar tidak terdapat berbagai bentuk hukum pelaksanaan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tersebut; regulasi yang tumpang tindih; dan ketidakpastian hukum.
Implikasi Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 terhadap Kedudukan KPK sebagai Lembaga Negara Independen Asrizal Asrizal; Sobirin Malian
Ahmad Dahlan Legal Perspective Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.3 KB) | DOI: 10.12928/adlp.v1i2.4195

Abstract

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 terhadap kedudukan KPK sebagai Lembaga Negara Independen dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif/doktrinal dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan analitis (analytical approach), pendekatan kasus (case approach). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) dan analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017 yang menempatkan KPK sebagai lembaga negara yang kedudukan dan keberadaannya berada pada cabang kekuasaan eksekutif telah menimbulkan problem kedudukan dan relasi kelembagaan KPK. Akibatnya hak angket yang diajukan oleh DPR terhadap KPK adalah merupakan pelaksanaan dari fungsi pengawasan legislatif terhadap cabang kekuasaan eksekutif (pemerintah). Selain itu putusan tersebut telah menjadi dasar atas revisi UU KPK yang menegaskan kedudukan KPK sebagai Lembaga negara dalam rumpun eksekutif. Putusan tersebut menegaskan pengadopsian teori pemisahan kekuasaan (separation of power) dalam struktur ketatanegaraan Indonesia dengan konsepsi dasar trias politica. Implikasi putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017 menimbulkan persoalan mengenai independensi KPK secara institusional dalam kelembagaan Indonesia. Menempatkan KPK sebagai lembaga eksekutif pada hakikatnya telah menghilangkan independensi kelembagaan KPK. Selain itu, putusan a quo berimplikasi pada kedudukan lembaga negara independen lainnya. Dengan penegasan dalam putusan a quo bahwa semua lembaga negara independen harus diklasifisi dalam model trias politica.
Perlindungan Hukum Pelaku Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak (Studi Putusan Nomor 23/Pid.Sus-Anak/2019-PN Jkt. Pst) Asmaul Khusnah; Levina Yustitianingtyas
Ahmad Dahlan Legal Perspective Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.583 KB) | DOI: 10.12928/adlp.v1i2.4273

Abstract

Penelitian ini bertujuan agar mengetahui perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan pertimbangan yang digunakan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam menangani kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak pada putusan perkara Nomor 23/Pid.Sus-Anak/2019/PN Jkt Pst. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undang (statue approach) dan pendekatan kasus (case approach). Penelitian ini menggunakan sumber hukum data primer dan sekunder. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum bagi anak yang berhadapan dengan hukum dapat berupa pemenuhan hak-hak anak dalam peradilan yang disebutkan pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara Nomor 23/Pid.Sus-Anak/2019/PN Jkt Pst berdasarkan fakta-fakta hukum terdakwa dalam pemeriksaan terhadap keterangan terdakwa serta alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan dan dihubungkan pada unsur-unsur yang didakwakan oleh Penuntut Umum.
Penegakan Hukum Pelaku Tindak Pidana Pelecehan Seksual terhadap Perempuan di Moda Transportasi Umum Konvensional Galih Bagas Soesilo; Muh Alfian; Amalia Fadhila Rachmawati
Ahmad Dahlan Legal Perspective Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.397 KB) | DOI: 10.12928/adlp.v1i2.4668

Abstract

Transportasi merupakan komponen utama dalam sistem  hidup dan kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) merilis hasil Survei Nasional Pelecehan Seksual di Ruang Publik, menunjukkan bahwa moda transportasi umum adalah lokasi kedua tertinggi terjadinya pelecehan seksual di ruang publik. Penelitian ini secara komrehensif bertujuan untuk mengetahui jenis atau bentuk Pelecehan seksual dimoda trasportasi umum khususnya yang berbasis Non-Online atau bersifat konvensional, dan untuk mengetahui bagaimana hukum, sebagai alat rekayasa sosial memerankan perannya guna memberikan perlindungan maksimal dengan dijeratnya pelaku tindak pidana tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, karena mengkaji dan menganalisis berbagai peraturan perundang - undangan di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder, dengan analisis data menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bentuk pelecehan yang sering terjadi di transportasi umum berupa mengambil gambar/ foto/ vidio secara diam-diam, siulan atau suara atau gerak tubuh yang mengekspresikan kejahatan kesusilaan seperti gestur vulgar, dipertontonkan masturbasi diperlihatkan hingga disentuh, diraba, dan digesek dengan kelamin. Pelecehan seksual merupakan jenis perbuatan cabul yang diatur pada Pasal 289 sampai dengan 296 KUHP dan Undang- undang ITE serta Undang-undang hak cipta apabila mengambil gambar/ foto/ vidio secara diam-diam. Adapun langkah-langkah penanggulangan yaitu untuk selalu waspada dengan segala bentuk pelecehan. Bagi sesama pengguna agar berperan aktif apabila melihat kejahatan tersebut. Sementara untuk penyedia jasa transportasi publik harus memiliki komitmen dan langkah nyata untuk memberikan kenyamanan dan perlindungan lebih terutama bagi perempuan supaya tidak menjadi korban pelecehan seksual dimoda trasportasi umum berbasis Non-Online atau bersifat konvensional.
Quo Vadis Kebijakan Affirmative Action dalam Sistem Demokrasi di Indonesia Amelia Oktaviani; Megawati Megawati
Ahmad Dahlan Legal Perspective Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (385.139 KB) | DOI: 10.12928/adlp.v1i2.4730

Abstract

Secara umum adanya penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan affirmative action di Indonesia dan apakah pelaksanaan tersebut mencerminkan nilai-nilai keadilan beserta kendala-kendala apa saja dalam pelaksanaan kebijakan affirmative action tersebut. Dari hasil penelitian yuridis normatif ini menemukan fakta bahwa  kebijakan affirmative action di Indonesia sendiri telah mulai diterapkan sejak pemilihan umum 2004 lalu. Akan tetapi dari sejak awal kebijakan tersebut diterapkan hingga saat ini belum pernah ada satu pun pemilihan umum yang berhasil mencapai angka 30 % keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Selain itu, pelaksanaan kebijakan affirmative action pun belum sepenuhnya dapat mencerminkan nilai-nilai keadilan. Di sisi lain, pelaksanaan kebijakan affirmative action juga terkendala oleh faktor sosio-kultural dan struktural seperti masih tertanam kuatnya budaya patriarki di masyarakat, adanya stereotipe terhadap perempuan, adanya beban ganda yang dipikul oleh perempuan, kurangnya modal politik, sosial dan ekonomi perempuan, adanya model politik yang masih sangat maskulin, belum optimalnya fungsi partai politik dan kurangnya political will untuk memperkuat regulasi dan implementasi kebijakan affirmative action dalam sistem demokrasi di Indonesia.

Page 1 of 3 | Total Record : 26