cover
Contact Name
Maria Evvy Yanti
Contact Email
jurnalefata@gmail.com
Phone
+6281312414725
Journal Mail Official
jurnalefata@gmail.com
Editorial Address
Jl. Wijaya I No.29-31, RT.2/RW.4, Petogogan, Kec. Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12170
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Efata: Jurnal Teologi dan Pelayanan
ISSN : 24771333     EISSN : 27228215     DOI : https://doi.org/10.47543
Jurnal EFATA merupakan wadah publikasi online hasil penelitian para dosen di Sekolah Tinggi Teologi Iman Jakarta, pada bidang teologi dan pelayanan Kristiani. Jurnal EFATA diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Iman Jakarta, dengan Focus and Scope adalah: 1. Teologi Sistematika 2. Teologi Biblika 3. Teologi Pastoral 4. Misiologi 5. Pelayanan Kristiani
Articles 40 Documents
Problematika Interpretasi Hukum "Jangan Berzinah" dalam Keluaran 20:14: Sebuah Landasan Etis bagi Keluarga Kristen Maria Evvy Yanti; Glifia Talita Mandosir
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 8, No 2: Juni 2022
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v8i2.65

Abstract

 Exodus 20:1-17 as the moral and spiritual foundation of the Israelites has many interpretations in its understanding of relevance. Of the many interpretations, there is a tendency to associate it with the law for the violation of sexual behavior between human beings. This interpretation becomes problematic when dealing with the context of the placement of the word in the command sentence. There are dualistic ideas about the understanding of adultery in the Bible from a spiritual and physical perspective. Spiritually adultery is the same as praying for the Lord God or worshipping idols. But physically adultery is shown by sex performed by couples who have not been blessed in marriage. The variety of interpretations of these entities should be viewed in a dynamic position of thought. Therefore this paper shows the entity of adultery based on the analysis of the meaning of the word in the context of its creation taking into account the theological consequences for the present-day reader in the family community. By placing this ethical command in the framework of decalogues, the aspect of fidelity in the marital relationship of a family cannot be separated from fidelity to God.AbstrakKeluaran 20:1-17 sebagai landasan moral dan kerohanian bangsa Israel memiliki banyak penafsiran dalam pemahaman relevansinya. Dari sekian banyak penafsiran terdapat kecenderungan untuk mengaitkannya dengan hukum atas pelanggaran perilaku seksual antara manusia. Penafsiran ini menjadi problematis ketika berhadapan dengan konteks penempatan kata dalam kalimat perintah tersebut. Terdapat gagasan-gagasan dualistis mengenai pemahaman perzinahan di dalam Alkitab dari sisi rohani dan fisik. Secara rohani perzinahan sama dengan menduakan Tuhan Allah atau melakukan penyembahan kepada berhala. Namun secara fisik perzinahan diperlihatkan dengan hubungan seks yang dilakukan oleh pasangan yang belum diberkati dalam pernikahan. Beragam penafsiran entitas ini seharusnya dilihat dalam posisi pemikiran yang dinamis. Oleh karena itu tulisan ini memperlihatkan entitas dari perzinahan berdasarkan analisis makna kata dalam konteks terciptanya dengan mempertimbangkan konsekuensi teologi bagi pembaca masa kini dalam komunitas keluarga. Dengan menempatkan perintah etis ini dalam kerangka dekalog maka aspek kesetiaan dalam relasi pernikahan sebuah keluarga tidak dapat dipisahkan dengan kesetiaan kepada Tuhan.
Dialog Kehidupan Ayub Memproklamirkan Kemahakuasaan Allah dalam Bentuk Keadilan dan Kebenaran Firman Panjaitan; Novi Aling Purba
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 8, No 1: Desember 2021
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v8i1.49

Abstract

God's justice and righteousness are central themes in living life. A life filled with God's justice and righteousness will bring happiness and prosperity. Therefore, God's justice and truth need to be dialogued so that a life filled with prosperity will be realized in real terms. However, it must be admitted that God's justice and truth are not easy to understand, therefore efforts are needed to continue to seek and find God so that humans can feel and realize God's justice and truth in life. The difficulty of understanding God's justice and righteousness is evident in the events of Job's suffering. Many opi-nions, based on an understanding of the theology of retribution, want to show that Job's suffering occurred because of Job's sinfulness. But actually, the incident of Job is a real example of God trying to dialogue His justice and truth with humans. By using a qualitative method that is realized in the form of a literature approach, this article would like to reveal that the incident of Job's suffering is God's way to invite people to be more submissive and enter into the continuous search for God. God's justice and truth need to be dialogued continuously so that humans understand God more correctly.  AbstrakKeadilan dan kebenaran Allah merupakan salah satu tema sentral dalam menjalani kehidupan. Kehidupan yang dipenuhi keadilan dan kebenaran Allah akan mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Oleh sebab itu keadilan dan kebenaran Allah perlu untuk didialogkan agar kehidupan yang dipenuhi dengan kesejahteraan akan terwujud secara nyata. Namun harus diakui bahwa keadilan dan kebenaran Allah tidaklah mudah untuk dipahami, karena itu dibutuhkan upaya untuk terus mencari dan menemukan Allah agar manusia dapat merasakan sekaligus mewujudnyatakan keadilan dan kebenaran Allah itu di dalam kehidupan. Sulitnya memahami keadilan dan kebenaran Allah tampak dalam peristiwa penderitaan Ayub. Banyak pendapat, dengan didasarkan pada pemahaman teologi retribusi, hendak menunjukkan bahwa penderitaan Ayub terjadi karena keberdosaan Ayub. Namun sebenarnya peristiwa Ayub merupakan contoh nyata dari Allah yang berupaya mendialogkan keadilan dan kebenaran-Nya kepada manusia. Dengan menggunakan metode kualitatif yang diwujudkan dalam bentuk pendekatan literatur, artikel ini hendak mengungkap bahwa peristiwa penderitaan Ayub merupakan cara Allah untuk mengajak manusia semakin tunduk dan masuk dalam upaya pencarian Allah dengan terus menerus. Keadilan dan kebenaran Allah perlu untuk didialogkan terus menerus, agar manusia semakin memahami Allah dengan benar.  
Pemahaman Murka dan Kasih Allah dalam Memanfaatkan "Peluang Emas" Pengabaran Injil Pribadi di Masa Pandemi Covid-19 Edwin Gandaputra
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 7, No 1 (2020): Desember 2020
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v7i1.35

Abstract

The problem of the Covid-19 pandemic is experienced by the church in carrying our religious activities, especially personal evangelism. Restrictions on religious activities hinder personal evangelism. The Covid-19 kills thousands of people around people in the church. The fear of death is part of the understanding of God’s wrath in the Old and the New Testaments. God's wrath is shadowed by God's love. God's work of salvation becomes God's work of love. The results of descriptive interpretive research on understanding God's wrath and love are a golden opportunity to overcome personal gospel preaching during the Covid-19 period. The church plans and develops the potential of the church congregation in multiplying the "golden" opportunities of evangelism. Church leaders can use data that is integrated with the service systematics to support evangelism. All elements of the church can reach more souls. Evangelists communicate the understanding of God's wrath and God's love is communicated through online media networks be ‘golden’ opportunity in personal evangelism. AbstrakMasalah pandemi Covid-19 dialami oleh gereja dalam menjalankan kegiatan keagamaan khususnya pengabaran Injil pribadi. Pembatasan kegiatan keagamaan menghambatkan pengabaran Injil pribadi. Virus covid-19 membunuh ribuan orang terjadi di sekitar gereja. Ketakutan kematian menjadi bagian dari pemahaman murka Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Murka Allah dibayangi kasih Allah. Karya keselamatan Allah menjadi karya kasih Allah. Hasil penelitian deskriptif interpretatif tentang pemahaman murka dan kasih Allah menjadi peluang emas untuk mengatasi pengabaran Injil pribadi di masa covid-19. Gereja merencanakan dan mengembangkan potensi jemaat  gereja dalam mengali peluang ‘emas’ pengabaran Injil. Pemimpin gereja dapat menggunakan data yang diintergrasi dengan sistematika pelayanan mendukung pengabaran Injil. Seluruh elemen gereja dapat menjangkau lebih banyak jiwa-jiwa. Pengabar Injil mengkomunikasikan pemahaman murka Allah dan kasih Allah dikomunikasikan melalui jejaring media online menjadi peluang ‘emas’ dalam pengabaran Injil pribadi.
Ekopedagogi sebagai Fungsi Praksis Imago Dei dalam Menjaga dan Merawat Lingkungan Agustin Soewitomo Putri
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 9, No 1: Desember 2022
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v9i1.82

Abstract

The world is in a state of environmental crisis, disaster, and various problems that touch the interests of many people's lives. In this case, the Bible reveals that likeness to God is a form of responsibility to deal with this problem. In God's likeness, there is a mandate and responsibility for caring for nature to the next generation. One of the implementations that can be carried out is through eco-pedagogy. The world, which is entering the era of society 5.0, is pulling humanity forward in a technological development that cannot be avoided, and preserving the environment is a generational educational task that affects the comfort of the "home" where we live. Using the library research method, this article describes eco-pedagogy as the implementation of the task of being like God, which can be part of the answer to today's ecological problems.  AbstrakDunia ada dalam kondisi krisis lingkungan, bencana dan berbagai problematika yang menyentuh kepada kepentingan hidup orang banyak. Dalam hal ini Alkitab menguak tentang keserupaan dengan Allah menjadi wujud tanggung jawab untuk menghadapi persoalan tersebut. Di dalam keserupaan dengan Allah, dijumpai sebuah mandat dan tanggung jawab pemeliharaan alam kepada keturunan berikutnya dan salah satu pelaksanaan yang dapat dilaksanakan adalah melalui ekopedagogi. Dunia yang memasuki  Era society  5.0 ini menarik maju manusia dalam sebuah perkembangan tehnologi yang tidak dapat dihindarkan, dan pelestarian terhadap lingkungan menjadi tugas pendidikan generasi yang mempengaruhi kenyamanan “rumah” di mana kita tinggal. Dengan metode penelitian kepustakaan, artikel ini memaparkan ekopedagogi sebagai pelaksanaan tugas keserupaan dengan Allah yang mampu menjadi sebagian jawaban terhadap permasalah ekologi masa kini.
Model Pembinaan yang Holistik di Asrama bagi Mahasiswa Teologi Bimo Setyo Utomo; Eddy Tjondro
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 8, No 2: Juni 2022
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/.v8i2.61

Abstract

Dormitories in a theological education institution not only function to be a shelter for students, but also a place for students to learn from each other's respective regional cultures, learn to socialize, learn to train sensitivity or care, learn to obey and submit to the coaches, and become personal who has the character of Christ. In the field, it is undeniable that there are many problems, such as problems due to diverse student backgrounds, student discipline, student social interactions with the outside world, student adaptation patterns in various dormitories, and many other things. The methodology used in this research is descriptive and qualitative. Support from the Bible and several biblical sources are also presented in a systematic description according to the framework of thinking. From the results of the study, it was found that there were six formulations of student development models in theological institutions in dormitories that were holistic and ideal, namely (1) a spiritual-centered coaching model, (2) a transformative coaching model, (3) an integrative and holistic coaching model, (4) structured discipline model, (5) projective and anticipatory coaching model, and (6) teamwork coaching model.  AbstrakAsrama dalam sebuah institusi pendidikan teologi tidak hanya berfungsi untuk menjadi tempat penampungan mahasiswa saja, tetapi juga merupakan wadah mahasiswa saling belajar budaya daerah masing-masing, belajar bersosialisasi, belajar untuk melatih kepekaan atau kepedulian, belajar untuk taat dan tunduk pada pembina, serta menjadi pribadi yang memiliki karakter Kristus. Di dalam lapangan tidak dipungkiri terdapat banyak masalah, seperti misalnya permasalahan karena latar belakang mahasiswa yang beragam, kedisiplinan mahasiswa, interaksi sosial mahasiswa dengan dunia luar, pola adaptasi mahasiswa di asrama yang beragam, dan masih banyak hal lainnya. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif diskriptif. Dukungan dari Alkitab dan beberapa sumber pustaka juga dipaparkan dalam sebuah uraian sistematis sesuai dengan kerangka berpikir. Dari hasil penelitian, didapatkan enam rumusan model pembinaan mahasiswa di institusi teologi berasrama yang holistik dan ideal, yaitu (1) model pembinaan yang berpusat pada hal rohani, (2) model pembinaan transformatif, (3) model pembinaan integratif dan holistik, (4) model disiplin terstruktur, (5) model pembinaan proyektif dan antisipatif, serta (6) model pembinaan teamwork.
Penguatan Iman yang Tawar melaui Narasi Kemesiasan Yesus dalam Lukas 24:13-49 Jefrie Walean
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 7, No 2: Juni 2021
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v7i2.44

Abstract

The structure of Luke 24 is part of an additional dialogue between Jesus and two of His disciples who were on their way to Emmaus. the content of the Jesus dialogue is a Christian theological framework that is strong enough to reaffirm the state of the Christian faith which is full of doubts. This research is qualitative research that uses a descriptive method to obtain a theoretical structure in compiling an essential description of Christian theology. It is concluded that the fact of Jesus' resurrection in the dialogue is evidence that Jesus' messiahship strengthens the bargaining position of the Christian faith in apologizing. AbstrakStruktur Lukas 24 merupakan bagian dialog tambahan antara Yesus dengan dua orang murid-Nya yang sedang dalam perjalanan ke Emaus. Isi dialog Yesus adalah kerangka teologis Kristen yang cukup kuat menguatkan kembali keadaan tawar iman Kristen. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif untuk mendapatan susunan teoretis dalam menyusun uraian teologi Kristen yang esensial. Disimpulkan bahwa, fakta ke-bangkitan Yesus dalam dialog tersebut menjadi bukti bahwa kemesiasan Yesus memperkuat keadaan tawar iman Kristen dalam berapologet. 
Analisis Tafsir Lintas Budaya Serat Suluk Samariyah atas Yohanes 4:4-42 Robby Igusti Chandra
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6, No 2: Juni 2020 (Print in September)
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v6i2.31

Abstract

Interpretation or analysis of John 4:5-42 is numerous. However, perhaps a few works are done to analyze the interpretation done in different cultures and faith contexts, especially in Java. One of them is Serat Suluk Pawestri Samariyah that was written in 1921 in central Java. This article explores this Christian Kejawen or local spirituality text to understand the nuances and concepts underlying the text to enrich future contextualization and cross-cultural hermeneutic process. The approach of the study is the narrative interpretation method for both the Serat Suluk Pawestri Samariyah and John 4:4-42 to uncover the similarities, differences, and local concepts. As the result, it is found that in both texts Christ is narrated as He who took initiative to approach the Samaritan woman and to offer God’s grace. However, after someone receives the grace of the Living Water or Salvation, on the one side, Serat Suluk Pawestri Samariyah gives a holistic and practical way to conduct his or her life. Yet, on the other side, the text gives the impression that it teaches a dualistic view.AbstrakKarya tafsiran dan telaah atas Yohanes 4:5-42 sangat kaya. Namun, bagaimana budaya yang dan kepercayaan yang berbeda menafsirkannya mungkin belum banyak digarap, khususnya untuk Indonesia. Salah satu karya adalah Serat Suluk Pawestri Samariyah yang ditulis di tahun 1921 di Jawa Tengah. Artikel ini menelusuri karya sastra Kejawen Kristiani ini untuk menangkap nuansa-nuansa serta konsep yang memperlengkapi proses kontekstualisasi dan hermeneutik lintas budaya. Pendekatan yang digunakan adalah tafsir narasi baik terhadap Serat Suluk Pawestri Samariyah dan Injil Yohanes 4:4-42 sehingga dapat digali kesamaan, perbedaan, dan konsep-konsep budaya lokal. Sebagai hasilnya, didapatkan bahwa, konsep Kristus sebagai sosok yang berprakarsa mendekati sang wanita Samaria dan menawarkan anugerah Tuhan sangat nyata dalam kedua teks, namun pemahaman teks lokal ini mengenai konsekuensi mengenai hidup sesudah menerima air hidup yaitu pengampuan dan keselamatan terkesan sangat dualistis walaupun, sangat utuh dalam pedoman menjalani hidup baru.
Memaknai Frasa “Menggenapkan Apa yang Kurang pada Penderitaan Kristus”: Studi Teks Kolose 1:24 Paulus Kunto Baskoro; Yemima Setiasih
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 9, No 2 (2022): Juni 2023
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v9i2.110

Abstract

Paul's statement in Colossians 1:24 is interesting to analyze. The words "completing what is lacking in the afflictions of Christ" present believers with some difficulties. At first, these words reveal indirectly that there is a lack in the sufferings of Christ, that the effectiveness of our Lord's sufferings is limited, and that the purpose of redemption must be completed or accomplished through Paul's sufferings. The sufferings of Christ are perfect, sufficient to atone for the sins of mankind, and do not need to be completed. What needs to be completed or fulfilled is suffering to preach the Gospel about Christ, who died and was raised, so that many will know Him and the power of His Resurrection. This research will be studied by the descriptive qualitative method. First, this study aims to provide a theological answer to the meaning of “fulfilling what is lacking in the sufferings of Christ.” Second, it is given an essential meaning for every believer to live more and more earnestly in Christ because of the perfect atonement that Jesus made. Abstrak Pernyataan Paulus dalam Kolose 1:24 menjadi hal yang menarik untuk di analisis. Perkataan "melengkapkan apa yang kurang dalam penderitaan Kristus” menghadapkan orang percaya pada beberapa diskusi Nas. Sepintas nampaknya perkataan ini mengungkapkan secara tidak langsung bahwa ada kekurangan dalam penderitaan Kristus, bahwa keefektifan penderitaan Kristus itu terbatas dan tujuan penebusan harus dilengkapi atau diselesaikan melalui penderitaan Paulus. Penderitaan Kristus sudah sempurna, sudah cukup untuk menebus dosa manusia dan tidak perlu digenapkan lagi. Hal yang perlu digenapkan atau dipenuhkan adalah penderitaan demi mengabarkan Injil, tentang Kristus yang berinkarnasi menjadi manusia, mati menjadi korban tebusan dan telah dibangkitkan dari antara orang mati. sehingga banyak orang akan mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya. Penelitian ini akan dikaji secara metode kualitatif deskritif. Tujuan dari penelitian ini adalah Pertama, memberikan jawaban teologis terhadap makna “menggenapkan apa yang kurang pada penderitaan Kristus.” Kedua, memberikan makna penting bagi setiap orang percaya untuk hidup makin lebih sungguh-sungguh dalam Kristus, karena penebusan yang sempurna yang dilakukan Yesus.
Musik Sebagai Media Terapi Penyembuhan: Sebuah Penelusuran Historis dalam Alkitab Fredy Simanjuntak
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 8, No 2: Juni 2022
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v8i2.66

Abstract

Music has evolved in such a way, including within the church itself, but there is a part of music that is often overlooked in the church, namely the power of music in healing. In particular, the researcher takes the setting of the use of music in pentecostal-charismatic churches. This paper is a historical search in the Bible regarding the use of music in worship as a healing medium. The researcher as one of the music activists in the church gives an assessment that the sound produced by musical instruments in a series of praise and worship in worship affects the welfare of the congregation. The type of research used is descriptive research, using a qualitative approach. Researchers conclude that musical healing is real and far from speculation. Relying on the biblical basis of music as a therapeutic medium, the researchers revealed that music has the potential to have a therapeutic function in worship.  AbstrakMusik telah berkembang sedemikian rupa termasuk di dalam gereja sendiri, namun ada bagian dari musik yang sering terabaikan dalam gereja, yaitu kekuatan musik dalam kesembuhan. Secara khusus peneliti mengambil setting penggunaan musik pada gereja-gereja bercorak pentakosta-kharismatik. Tulisan ini merupakan sebuah penelusuran historis dalam Alkitab mengenai penggunaan musik dalam ibadah sebagai media penyembuhan. Peneliti sebagai salah seorang penggiat musik dalam gereja memberikan penilaian bahwa suara yang dihasilkan oleh alat musik dalam rangkaian pujian maupun penyembahan dalam ibadah mempengaruhi kesejahteraan jemaat. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti menyimpulkan bahwa penyembuhan musik adalah nyata dan jauh dari spekulasi. Mengandalkan dasar alkitabiah musik sebagai media terapi, peneliti mengungkapkan bahwa musik berpotensi terhadap fungsi terapi dalam ibadah.  
Penguasa, Keadilan, dan Umat: Menelisik Pesan Teologi Mikha 3:1-12 sebagai Kritik Sosial Maria Evvy Yanti; Mahlon Mahlon
Jurnal EFATA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 8, No 1: Desember 2021
Publisher : STT Iman Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47543/efata.v8i1.57

Abstract

 Pesan teologi Mikha 3:1-12 menimbulkan beragam penafsiran bersifat multiaplikasi. Sebagai bagian dari komposisi Mikha 1-3 maka teks Mikha 3:1-12 dikatakan sebagai materi autentik dari sang Nabi. Pandangan ini menjadi problematis ketika disandingkan dengan Mikha 3:5-8 yang menunjukkan sebagai tambahan dari redaktur. Pandangan tradisional telah bergeser ketika teologi Mikha tidak berdasarkan pada satu makna teologi saja karena berakar pada periode konteks pembacanya. Terdapat usaha penulis atau redaktur yang melaporkan keluhan-keluhan dari periode yang beragam dengan perkembangan teks secara berangsur sepanjang waktu membentuk teologi sejarah. Tulisan ini memperlihatkan pesan teologi teks Mikha 3:1-12 yang terfokus pada kritik sosial terhadap para pemimpin dalam kehidupan umat. Dengan menempatkan orasi nabi dalam sejarah kehidupan umat yang menyuarakan kehadiran Tuhan dengan keadilan-Nya. 

Page 4 of 4 | Total Record : 40