cover
Contact Name
Dewi Puspita Rahayu
Contact Email
dewi.rahayu@ub.ac.id
Phone
+6282335606641
Journal Mail Official
bjss@ub.ac.id
Editorial Address
Lantai 3 Gedung A FISIP UB Jalan Veteran, Kelurahan Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Brawijaya Journal of Social Science
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : 28097068     EISSN : 28097025     DOI : https://doi.org/10.21776/ub.bjss
Core Subject : Social,
Our journal covers the following areas of study in the current context: Community Development, Education, and Social Transformation Cultural and Postcolonial Studies Democracy, Citizenship, and Civil Society Economy, Organization, and Society Gender and Family Studies Inclusion, Social Justice, and Social Policy Industrial and Labor Relations Peace, Conflict, and Security Studies Rural and Urban Ecology, Disaster Studies, and Environmental Justice Rural and Urban Sociology Science, Technology, and Society Sociology of Crime Sociology of Religion Sociology of Sports
Articles 70 Documents
Kerentanan Sosial Ekonomi dan Resiliensi Keluarga Petani Miskin Selama Pandemi COVID-19: Kasus Dari Madura Hoiril Sabariman; Anik Susanti
Brawijaya Journal of Social Science Vol. 1 No. 1 (2021): COVID-19 and Resilience
Publisher : Sociology Department, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.bjss.2021.001.01.1

Abstract

In addition to health, the Covid-19 pandemic causing serious impact to people's socioeconomic vulnerabilities. Socio-economic vulnerabilities due to the Covid-19 pandemic forced people to adaptation, one of which was a poor peasant family in rural Madura. This article presents the results of research focusing on the socio-economic vulnerability of poor peasant family as well as various efforts in dealing with the Covid-19 pandemic. Descriptive qualitative approach and data collection method through participation observation, interviews, airy records, and documentation, this study revealed that the socioeconomic vulnerability of poor peasant family in Ponteh Village resulted from social restrictions so that the household income sector decreased. Though they have to adaptation to meet the cost of household consumption, health threats in the Covid-19 pandemic. Resilience carried out by poor peasant family in rural areas is, first, building group solidarity according to values and norms that are strong, for example, mutual help in the form of basic needs. Second, every poor peasant family makes use of very strong family ties. Parental assistance as a source of supporting living is now a basic source used to make ends meet during pandemics. Third, poor peasant family in rural areas minimize household spending and utilize social networks for business development. The contribution of this article is to provide views, efforts, accompanied by resilience in keeping the public from the threat of future pandemics.
Gerakan Sosial Digital “Warga Bantu Warga” Sebagai Respon Masyarakat Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Ayu Kartika
Brawijaya Journal of Social Science Vol. 1 No. 1 (2021): COVID-19 and Resilience
Publisher : Sociology Department, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.bjss.2021.001.01.2

Abstract

Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak yang signifikan dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Krisis ekonomi dan permasalahan sosial menjadi hal yang terelakkan dan menyentuh semua lapisan masyarakat, terutama masyarakat lapis bawah. Walaupun begitu, masyarakat Indonesia telah membuktikan resiliensi dan keberdayaan dalam menghadapi pandemi COVID-19. Adanya internet dan media sosial telah mendorong kemunculan gerakan sosial digital yang salah satunya adalah Warga BantuWarga. Melalui gerakan ini, masyarakat Indonesia saling bergotong royong, berkolaborasi, dan menunjukkan solidaritas dalam membantu sesama mengatasi kesusahan akibat pandemi. Gerakan tersebut seakan mengikat masyarakat secara kolektif dan mengarahkan tindakannya dalam aksi yang tidak hanya terjadi pada skala regional, tetapi hingga lingkup nasional di seluruh provinsi di Indonesia. Walaupun merupakan gerakan yang lahir dan berproses pada tataran digital, nyatanya gerakan ini telah menghasilkan kemanfaatan yang besar pada masyarakat, dan masih bertahan hingga saat ini di kala kasus COVID-19 telah menurun. Fenomena ini dikaji melalui pendekatan framing, sehingga dapat diketahui bagaimana pembingkaian peristiwa pada gerakan Warga Bantu Warga mampu menyeleraskan pemahaman dan memobilisasi para pengguna media sosial untuk turut bergabung dalam gerakan Warga Bantu Warga. 
Stigmatisasi dan Pembentukan Solidaritas Kolektif Dalam Perkembangan Covid-19 di Jawa Timur Suprapto Suprapto
Brawijaya Journal of Social Science Vol. 1 No. 1 (2021): COVID-19 and Resilience
Publisher : Sociology Department, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.bjss.2021.001.01.3

Abstract

Stigma berkembang dari tempat-tempat yang rentan atas penyebaran COVID-19. Stigma berdampak pada keadaan sosial-psikologis yang menimbulkan keluhan massal. Stigma ini menimbulkan orang merasa panik dan akhirnya memunculkan sikap paranoid. Stigmatisasi baik secara secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan penyebaran COVID-19. Sesuai dengan kondisi perkembangan COVID-19, penelitian ini bertujuan menganalisis pola berkembangnya stigma dan pola antisipasinya melalui pembentukan solidaritas kolektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method. Data dianalisis dan didukung menggunakan SPSS 16 dan Nvivo 12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak efek dari stigma seperti risiko kesehatan, pengucilan, diskriminasi, ketidaknyamanan hidup, gangguan psikologis, berkurangnya modal sosial dan modal emosional, putusnya ikatan keluarga dan solidaritas sosial yang bekerja sebagai penghalang kesejahteraan masyarakat. Keterkaitan stigma dan solidaritas kolektif pada penelitian ini yakni untuk melawan miskonsepsi, misinformasi dan stigmatisasi. Dimana masyarakat secara langsung saling memberi dukungan, menjadi relawan, penciptaan lagu tentang COVID, pengajian-pengajian tentang hikmah pandemi, dan pemunculan humor-humor  yang dapat menguatkan masyarakat serta menurunkan tingkat stigmatisasi pada pasien COVID-19. Dalam pembentukan solidaritas kolektif yakni menggunakan narasi yang simpatik, cara komunikasi yang memberikan motivasi untuk sembuh, sikap saling menguatkan, gerakan donasi dan berbagi, penguatan kepekaan sosial, dan keterlibatan aktif dari sektor privat dan publik. Pada sektor privat dan publik lebih khusus untuk di rumah sakit dengan mengalokasikan anggaran negara dan untuk manajemen kesehatan.
Otonomi Kolektif dan Operasionalisasi Kesadaran Publik dalam Gerakan Solidaritas Pangan Jogja (SPJ) Didid Haryadi
Brawijaya Journal of Social Science Vol. 1 No. 1 (2021): COVID-19 and Resilience
Publisher : Sociology Department, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.bjss.2021.001.01.4

Abstract

Pandemi Covid-19 telah mengubah pola interaksi dan sosialisasi anggota masyarakat. Salah satunya adalah upaya membangun kesadaran dan solidaritas sosial untuk saling membantu khususnya dalam dimensi kebutuhan domestik, seperti pemenuhan pangan. Gerakan Solidaritas Pangan Jogja (SPJ) merupakan representasi tindakan kolektif yang tumbuh karena adanya kesadaran individu dan kelompok untuk mendistribusikan bantuan makanan kepada para pekerja informal dan kelompok marjinal di Yogyakarta. Tulisan ini menelaah dua hal utama; pertama, bagaimana SPJ mengelola pola jaringan sosialnya selama pandemi Covid-19. Kedua, mengapa gerakan SPJ bersifat otonom. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus, tulisan ini menemukan bahwa gerakan SPJ memaksimalkan modal sosial melalui jaringan dan dukungan sosial dari lembaga-lembaga non-pemerintah, kelompok aktivis, seniman, mahasiswa, serta Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulonprogo untuk mendistribusikan makanan kepada publik. Gerakan SPJ terbentuk secara organik, bersifat otonom dan rasional, yakni suatu manifestasi tindakan kolektif yang terorganisasi dengan sistematis. Melalui analisis Teori Mobilisasi Sumber Daya (TMSD), gerakan SPJ diperlukan untuk menciptakan dan menunjukkan ketidakpuasan kolektif khususnya pada masa pandemi Covid-19, yang tanpa hal tersebut ketidakpuasan hanya berada pada level individu saja. Kata kunci: Solidaritas Pangan Jogja, Gerakan Sosial, Modal Sosial, Tindakan Kolektif
Rusunawa dan Sandwich Generation: Resiliensi Masa Pandemi di Ruang Perkotaan Genta Mahardhika Rozalinna; Violetta Lovenika Nur Anwar
Brawijaya Journal of Social Science Vol. 1 No. 1 (2021): COVID-19 and Resilience
Publisher : Sociology Department, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.bjss.2021.001.01.5

Abstract

ABSTRAKTulisan ini bertujuan menelaah resiliensi dari sandwich generation di masa pandemi tentang kebutuhan tempat tinggal (rusunawa) di ruang perkotaan Provinsi Jawa Timur. Rusunawa merupakan bagian dari Rencana Strategis (Renstra)    Direktorat Rumah Susun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2020-2024 yang menyediakan rumah baru sejumlah 107.967 unit melalui kegiatan pembangunan rumah susun, rumah khusus dan dana bantuan stimulan pembangunan baru rumah swadaya. Rusunawa dikhususkan salah satunya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan jumlah 18.380 unit. Metode pengambilan data menggunakan teknik wawancara mendalam kepada empat sandwich generation yang bertempat tinggal di kawasan Malang, Probolinggo, Surabaya, dan Sidoarjo serta sumber data sekunder berupa laporan studi empiris dan dokumen-dokumen pemerintahan yang terkait dengan rencana strategis pembangunan rusunawa, jumlah usia sandwich generation, serta jumlah status kepemilikan rumah sewa. Hasilnya adalah pengalaman-pengalaman para sandwich generation dalam memilih tempat tinggal serta interaksi-interaksi yang berjalin kelindan di antara para sandwich generation dalam mendefinisikan ketahanan kota (urban resilience). Perdebatan ini terjadi pada konteks pemahaman penyematan kata kota tangguh atau ketahanan kota dalam pemikiran para sandwich generation. Faktor ekonomi menjadi dominan pada diri para sandwich generation untuk memilih kebutuhan tempat tinggal ketimbang urusan kapasitas ekosistem, manusia, serta gangguan selama masa pandemi. Semuanya sama-sama memikirkan kapasitas ekonomi yang mereka miliki dengan cara lebih memilih kebutuhan tempat tinggal dengan status “rumah sewa” daripada rumah sendiri, tanpa memikirkan kapasitas-kapasitas lainnya di dalam unsur ketahanan perkotaan. Hal ini menjadi kontradiktif di tengah upaya pemerintah yang semakin gencar dalam penilaian indikator kota tangguh untuk mewujudkan ketahanan perkotaan.Kata kunci: kota tangguh, resiliensi perkotaan, rusunawa, sandwich generation     ABSTRACTThis study aims to analyze resilience from sandwich generation during pandemic era about the needs of living place (rusunawa) in city space East Java province. Rusunawa is a part of strategic plan from Flats directorate, ministry of public works and society housing in 2020-2024 which provides new houses for about 107-967 units through program flats building, special house and stimulant budget for constructing new self-subsistent house. Rusunawa is made especially for the people who has low income for around 18.380 unit. The method of taking data is using deep interview technic to the four sandwich generation which located in Malang, Probolinggo, Surabaya, and Sidoarjo also second data resources in form of empirical study report and government documents which related strategic plan rusunawa construction, the number of sandwich generation, also number of possession status of the rental house. The result is the experiences of sandwich generation for choosing a place to live also the interaction that happened among the sandwich generation in defining urban resilience. This debate happens in context of understanding and embedding the word of tough and defense city in the thought of the sandwich generation. The economy factor happened dominantly to the sandwich generation for choosing the needs of a place to live other than the capacity of economy capacity, human, also disturbance during pandemic. All together think about the economy capacity which they had in a way of more to choose a place to stay with ste status of 'rental house' than possesed their own house without considering another capacities in the elements of city defense. This thing become contradictory in the middle of effort of the government which getting intense to the evaluation of indicator of the tough city for manifesting city defense. Keywords: resilient city, sandwich generation, rusunawa, urban resilience
Mekanisme Survival Selama Pandemi Covid-19: Belajar Dari Pengalaman Perempuan Single Mother di Perdesaaan Madura Deviana Mayasari; Hoiril Sabariman
Brawijaya Journal of Social Science Vol. 1 No. 1 (2021): COVID-19 and Resilience
Publisher : Sociology Department, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.bjss.2021.001.01.6

Abstract

The impact of the Covid-19 pandemic adds to the burden for single mothers. In addition to performing two functions at once, pandemics force them to survive in difficult situations. This article describes the challenges facing single-mother as well as survival mechanisms during pandemics. Phenomenological studies are used, through direct observation and in-depth interviews conducted on single mother in Ponteh Village. Data showed some of the challenges single-mother faced during the pandemic. First, the increase in double load. One of the additional tasks a single mother does is the increasing burden of taking care of households due to school from home. Second, the decrease in income for household needs resulted from the government's mobility restriction policy. Third, the stereotype of women (widows) in a society that is bonded with social pressures. Survival mechanisms carried out by single mother during the pandemic include; First, fostering optimism and taking care of each other. Second, use social relationships. Third, downsize through reduced consumption and food substitutes, and fourth, diversify and intensify jobs. The scientific contribution of this article is, adding to the understanding that single mother women are no longer considered women who are unable to take care of the family. In fact, during helplessness and difficult challenges, they were able to overcome them
Gerakan Filantropi Di Masa Pandemi: Studi Netnografi Hilal Merah Indonesia Sayap Juang Front Persaudaraan Islam (FPI) Alam Mahadika; Viqri Rahmad Satria
Brawijaya Journal of Social Science Vol. 1 No. 2 (2022): Social Problems and COVID-19 Pandemic
Publisher : Sociology Department, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.bjss.2022.001.02.2

Abstract

Peneltian ini akan memabahas analisis studi netnografi dalam gerakan filantropi organisasi kemasyarakatan Hilal Merah Indonesia dari sayap juang Front Persaudaraan Islam, yang program kegiatannya difokuskan pada pemberian bantuan tragedi kemanusiaan yang tengah melanda di Indonesia seperti bencana alam banjir, letusan gunung Merapi. Maka artikel ini bertujuan untuk mengangkat Kembali kegiatan – kegiatan filantropi FPI-HILMI dalam media sosial yang tersebar dan membentuk artikel tulisan yang ilmiah dengan ditambah teori Civil Society dan penjelasan Filantropi. Pengumplan dengan data sekunder didapatkan melalui penyebaran berita – berita kegaiatan kemanusiaan FPI-HILMI dan website resmi FPI-HILMI. Hasil penelitian FPI-HILMI ini yaitu program filantropi sosial – kemausiaan dalam media yang membantu penanganan becana banjir bandang, gunung berapi serta penanganan bencana covid – 19. Temuan baru antara hubungan penjelasan filantropi dan pergerakan FPI-HILMI, dikatakan sebagai pemberian sumber daya manusia yang sistematis, spontanitas, altruistic dan sukarelawan yang mendukung kebaikan sosial melalui organisasi untuk merubah tatanan sosial berorientasi pada bantuan langsung yang terjadi pada penderitaan manusia.
Potensi Lokal dan Gerakan Sosial Baru: Kasus Kesiapan Masyarakat Menghadapi Pandemi COVID-19 Gelombang II di Perdesaan Madura Hoiril Sabariman; Dessy Hidayati Fajrin; Qurnia Indah Permata Sari
Brawijaya Journal of Social Science Vol. 1 No. 2 (2022): Social Problems and COVID-19 Pandemic
Publisher : Sociology Department, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.bjss.2022.001.02.1

Abstract

Covid-19 pandemic has had a multidimensional impact, especially on the health and socio-economic of the community. However, the people of Ponteh Village are not too affected by the socio-economic impact. New social movements during the pandemic resulted in community readiness in the face of the second wave of the Covid-19 pandemic. Through qualitative approaches and case study methods, this article explains the various efforts made by citizens and new social movements during the Covid-19 pandemic. Data collection through participation observations, interviews, airy notes, and documentation studies. The results of this study show that the people of Madura have a social system in the form of family ties and social closeness to deal with difficult conditions. Community efforts in dealing with the pandemic, first, maximize local potential in the form of a collective economic orientation. Second, the people of Ponteh Village do the storage of agricultural commodities and control their sales of agricultural products. The study also showed three new social movements during the Covid-19 pandemic. First, the social movement of citizens who have social solidarity is expressed in the attitude of helping each other, please-help, cooperation, and caring for each other. Second, community leaders, namely kiai, have an important role in dealing with difficult conditions due to the impact of the pandemic, especially education about understanding health protocols. Third, the village government made several efforts beyond the assistance of the central government to deal with the impact of the Covid-19 pandemic. New social movements grew during the Covid-19 pandemic, resulting in a public readiness to deal with the second wave of pandemics.
Peran Ganda Ibu Rumah Tangga dalam Gerakan Anti Radikalisme Sri Wahyuni; Elly Malihah; Siti Nurbayani; Wilodati Wilodati
Brawijaya Journal of Social Science Vol. 1 No. 2 (2022): Social Problems and COVID-19 Pandemic
Publisher : Sociology Department, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.bjss.2022.001.02.6

Abstract

Aksi terorisme yang terjadi tidak lagi hanya dilakukan oleh laki-laki, perempuan pun turut ambil bagian. Dengan dalih sebagai “makmum” yang harus mengikuti “imam”, para istri pelaku teroris ini kemudian “dipaksa” mengikuti jalan perjuangan yang dilakukan oleh suaminya. Tertutupnya jalan menuju ruang publik juga menjadi penentu yang membelenggu istri untuk terlibat dalam jalan yang telah ditentukan suaminya, menjadi radikal merupakan titik mutlak jihad fisabilillah. Untuk itu, peran perempuan juga diperlukan dalam mengantisipasi semakin maraknya radikalisme di kalangan perempuan sendiri. Kajian ini berupaya mengungkap bagaimana peran perempuan dan kelompok agama mampu bersinergi dalam pendidikan anti radikalisme dalam keluarga. Pendekatan kualitatif dengan desain fenomenologis merupakan metode penelitian yang paling tepat. Teknik Focus Group Discussion (FGD) dan observasi langsung salah satu kelompok agama terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta, Ustadzah di Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, dan Ustadzah di Pondok Pesantren Gontor Putri, membuktikan bahwa perempuan atau istri tidak hanya perlu diberikan ruang publik tetapi juga penting untuk menyatukan pemahaman dengan suaminya. Peran sosial perempuan dalam kelompok keagamaan juga mendukung peran domestik perempuan dalam pendidikan anti radikalisme keluarga. Melalui penanaman nilai-nilai anti radikalisme, terdapat pola yang kemudian menjadi upaya preventif untuk membendung gerakan yang dilakukan oleh perempuan sebagai ibu rumah tangga.
Konsumsi Produk Sustainable Beauty di Masa Pandemi: Menjaga Kesadaran Ekologis ataukah Menjaga Fenomena FOMO (Fear of Missing Out)? Genta Mahardhika Rozalinna; Anastasya Carollita Lukman
Brawijaya Journal of Social Science Vol. 1 No. 2 (2022): Social Problems and COVID-19 Pandemic
Publisher : Sociology Department, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.bjss.2022.001.02.4

Abstract

ABSTRACTThis study aims to analyze the shift in knowledge about the use of beauty products during the global Covid-19 pandemic from conventional products to sustainable beauty products. Conventional beauty products are products that are considered to have environmentally unfriendly packaging such as plastic, contain synthetic chemicals that have the potential to harm the skin and the environment, usually made from palm oil derivatives. Meanwhile, sustainable beauty products are products that are packaged as environmentally friendly (can be recycled) and do not contain synthetic chemicals that can harm the environment. The data collection method used in-depth interviews with five informants consisting of three women and two men with criteria as users of sustainable beauty products both before and during the pandemic, as well as the use of journals and information from related news channels. The result is a shift in knowledge about the use of conventional products to sustainable beauty products, which are more likely to be done by women from the Z generation group (age range 9-24 years). These women understand that the use of sustainable beauty products is very important to protect the environment which is part of maintaining ecological awareness. But on the other hand, all informants did not reject the phenomenon of fear of missing out (FOMO) through the Tiktok platform which was introduced by beauty bloggers regarding the introduction of sustainable beauty products. The FOMO phenomenon is a condition in which a person feels anxious, restless, and afraid of missing the moment experienced by others while he or she is not involved in it. Apart from the increase in skincare products during the pandemic, the FOMO phenomenon has become a marker for purchasing sustainable beauty products as part of self-awareness not only to increase prestige but also to take care of the environment.