cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Buletin Teknologi Pasca Panen
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 18583504     EISSN : -     DOI : -
Buletin Penelitian Pascapanen Pertanian memuat tinjauan (review) hasil-hasil penelitian dikaitkan dengan teori, aplikasi dan kebijakan dengan tujuan memberikan informasi teknologi dan kebijakan pascapanen pertanian kepada pengguna. Buletin ini diterbitkan secara berkala dua kali dalam setahun oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Arjuna Subject : -
Articles 46 Documents
PENGEMBANGAN BIODEGRADABLE FOAM BERBAHAN BAKU PATI Evi Savitri Iriani; Nur Richana; Titi C Sunarti
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 7, No 1 (2011): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ketergantungan terhadap kemasan styrofoam dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat mengkhawatirkan mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya, baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Saat ini belum banyak penelitian yang dilakukan untuk mengurangi ketergantungan tersebut dengan menggantikannya dengan bahan baku yang lebih ramah lingkungan serta tidak berbahaya terhadap kesehatan. Bahan berpati adalah salah satu sumber bahan baku yang dapat dimanfaatkan sebagai substitusi styrofoam, namun demikian, saat ini pemanfaatan pati lebih banyak diarahkan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba mengulas beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menghasilkan biodegradable foam berbahan baku pati. Pati merupakan polimer alami yang memiliki kemampuan untuk mengembang bila dipanaskan. Kemampuan ini dapat dimanfaatkan dalam pembuatan biodegradable foam. Namun demikian sifat alami pati yang hidrofilik serta mudah terdegradasi harus menjadi perhatian dalam pemanfaatannya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan tersebut antara lain dengan modifikasi maupun dengan mencampurkan pati dengan berbagai bahan tambahan lain. Pada proses pembuatan biodegradable foam sendiri juga ada berbagai teknik tergantung bentuk foam yang diinginkan. Untuk saat ini tampaknya teknik ekstrusi dan thermopressing merupakan teknologi yang paling feasible.
Karakteristik Beras Mutiara dari Ubi Jalar (Ipomea batatas) Heti Herawati; Sri Widowati
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 5, No 1 (2009): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengembangan diversifikasi sumber pangan selain beras yang berpotensi sebagai makanan pokok memungkinkan ketahanan pangan dapat diwujudkan. Namun demikian, masih banyak sumber pangan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Komoditas pertanian yang masih dapat dikembangkan dan dimanfaatkan lebih luas antara lain ubi jalar. Tujuan umum penelitian adalah mengembangkan produk pangan baru berbasis ubi jalar yakni beras mutiara sebagai alternatif pangan pendamping nasi. Lingkup penelitian yaitu menentukan formula yang tepat dalam pembuatan beras mutiara serta menganalisis sifat fisik, kimia, dan organoleptiknya. Beras mutiara terbuat dari tepung ubi jalar dan pati ubi jalar dengan rasio 60:40; 70:30; 80:20 dan 90:10. Pemilihan formula terbaik yaitu rasio tepung:pati dalam bahan baku dilakukan berdasarkan hasil uji organoleptik, sifat fisiko kimia dan rendemen. Formula beras mutiara terpilih (tepung:pati = 80:20) mempunyai kandungan protein:2,26%, lemak 0,81%, karbohidrat 90,25%, serat pangan larut 4,79%, serat pangan tak larut 7,14%, amilosa 31,69% dan daya cerna pati 54,85%.
Extend the shelf life of fresh fruits with waxing Dondy Anggono Setyabudi
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 9, No 1 (2013): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Efforts to extend the shelf life of fresh fruits and vegetables have been carried out using waxing as in apple, grape, orange, longan, mango, mangosteen, guava, tomatoes, peppers, carrots, and potatoes. Waxing based on the ethanolamine, oleic acid, and water. Concentration of wax emulsions are used depending on the commodity. Waxing treatment combined with the use of fungicides. Waxing combination and intended as an effective fungicide extend the shelf life of fresh fruits and vegetables. Waxing able to form a layer on the entire surface of fruits and vegetables and cover the pores evenly. Formed a layer of wax should not interfere with physiological activity. Waxing a special treatment with the aim of replacing the natural wax ingredients in fruits and vegetables are lost during washing and improve its appearance. In the pre-transport purposes waxing intended to reduce losses and damage to the lowest possible level. Success wax coating for fruits and vegetables depending on the thickness of the layer. Although the effort to extend the shelf life of fresh fruits can be done in various ways, but waxing easier and cheaper to do. Waxing able to extend the shelf life of fresh fruits longer than the shelf life and inhibit natural deterioration. The results showed that the concentration of wax emulsions used for mangoes 6% that have the shelf life of fresh up to 3 weeks. For 6% of the mangosteen fruit with fresh shelf life up to 3 weeks. 6% for oranges with fresh shelf life to 14 days, 12% were able to maintain durian is not broken, and longan 0.25% with fresh shelf life of 7 days. Abstrak Versi IndonesiaUsaha memperpanjang daya simpan segar buah-buahan dan sayuran menggunakan pelilinan telah banyak dilakukan seperti pada apel, anggur, jeruk, lengkeng, mangga, manggis, jambu biji, tomat, paprika, wortel, dan kentang. Pelilinan didasarkan pada terbentuknya emulsi lilin melalui pengemulsian. Pengemulsian dilakukan melalui pencampuran panas dari bahan lilin, tri-etanolamin, asam oleat, dan air. Konsentrasi emulsi lilin yang digunakan bergantung komoditas buah-buahan ataupun sayur-sayuran. Perlakuan pelilinan banyak dipadukan dengan penggunaan fungisida. Kombinasi pelilinan dan fungisida dimaksudkan sebagai efektivitas memperpanjang daya simpan segar buah-buahan dan sayuran. Pelilinan mampu membentuk lapisan pada seluruh permukaan buah-buahan dan sayuran dan menutupi pori-pori secara merata. Lapisan lilin yang tujuan menggantikan bahan lilin alami pada buah dan sayur yang hilang selama pencucian dan memperbaiki penampilan. Pada pra-pengangkutan tujuan pelilinan dimaksudkan mengurangi susut dan kerusakan sampai ke tingkat serendah-rendahnya. Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran bergantung pada ketebalan lapisan. Meskipun usaha memperpanjang daya simpan segar buah-buahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun pelilinan lebih mudah dan murah untuk dilakukan. Pelilinan mampu memperpanjang daya simpan segar buah-buahan lebih lama dari daya simpan alamiahnya dan menghambat penurunan mutu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi emulsi lilin yang digunakan untuk buah mangga 6% mempunyai daya simpan segar mencapai 3 minggu. Untuk buah manggis 6% dengan daya simpan segar mencapai 3 minggu. Untuk jeruk 6% dengan daya simpan segar mencapai 14 hari, durian 12% mampu mempertahan tidak pecah, dan lengkeng 0,25% dengan daya simpan segarnya 7 hari.
Keragaan Kehilangan Hasil Pascapanen Padi pada 3 (Tiga) Agroekosistem Sigit Nugraha; Ridwan Thahir; nFN Sudaryono
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 3, No 1 (2007): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perbaikan teknik budidaya padi telah dapat meningkatkan produksi secara signifikan, Disadari bahwa penanganan pascapanen secara tidak tepat dapat menimbulkan susut atau kehilangan baik mutu maupun fisik, penelitian keragaan kehilangan hasil pascapanen padi dilaksanakan pada ekosistem padi lahan irigasi, ekosistem padi lahan tadah hujan dan ekosistem padi lahan rawa/pasangsurut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan angka kehilangan hasil pada tahapan penanganan pascapanen padi (pemanenan, perontokan, pengangkutan, pengeringan, penyimpanan dan penggilingan). Penelitian menggunakan rancangan faktor tunggal (Standar deviasi ) dengan 10 ulangan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan hasil kumulatif penanganan pascapanen pada ekosistem lahan irigasi sebesar 13,35 %, pada lahan tadah hujan sebesar 10,39% dan kehilangan pada ekosistem lahan pasang surut sebesar 15,26 %. Kehilangan tersebut terjadi pada tahapan panen, pengumpulan padi, pengangkutan padi, penundaan perontokan, perontokan, penjemuran, penyimpanan gabah dan penggilingan
PRODUKSI DAN APLIKASI PATI NANOPARTIKEL Christina Winarti; Titi Candra Sunarti; Nur Richana
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 7, No 2 (2011): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pati merupakan biopolimer alami yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri. Teknologi nanopartikel akan memperbaiki karakteristik pati sehingga memiliki viskositas suspensi rendah pada konsentrasi yang relatif tinggi, dan mempunyai kekuatan pengikatan yang tinggi karena luas permukaan aktif yang besar. Pati nanopartikel bisa diaplikasikan sebagai penguat bahan pengemas, komposit biodegradable, matriks pembawa bahan aktif pangan atau obat, coating (pelapis) dan perekat biodegradable. Produksi pati nanopartikel bisa dilakukan karena struktur pati memungkinkan membentuk nanopartikel secara spontan (self assembly) dengan cara hidrolisis asam atau enzim menghasilkan pati nanokristal, sedangkan presipitasi pembentukan kompleks dari pati tergelatinisasi atau emulsifikasi menghasilkan pati nanopartikel. Produksi nanokristal dengan hidrolisis asam kuat pada suhu di bawah suhu gelatinisasi akan menghasilkan kristalit berukuran nano yang digunakan sebagai penguat atau pengisi polimer lain seperti karet, plastik atau pati termoplastis. Nanopartikel yang dihasilkan dari pati tergelatinisasi menghasilkan pati berukuran nano yang lebih amorf dan berfungsi sebagai matriks pembawa bahan aktif. Dalam tulisan ini dipaparkan mengenai preparasi/ produksi, aplikasi serta peluang dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pati nanopartikel.
Aplikasi 1-MCP Dapat Memperpanjang Umur Segar Komoditas Hortikultura nFN Setyadjit; Ermi Sukasih; Asep Wawan Permana
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 8, No 1 (2012): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Saat ini 1-MCP adalah satu-satunya anti etilen yang bekerja dengan memblokir reseptor ligand dengan reseptor ligand dan berbentuk gas. Anti etilen ini saat ini telah terdaftar sebagai agen perlakuan pascapanen di seluruh dunia. Tetapi sebenarnya agen ini tidak bekerja pada seluruh komoditas hortikultura, tetapi tergantung sensitivitasnya terhadap etilen. Makalah ini merupakan review pada komoditas hortikultura yang sensitif pada etilen, simptom pengaruh buruk etilen, dan pengaruh 1-MCP. Penelitian aplikasi 1-MCP untuk mendapatkan dosis yang minimum, kombinasi dengan perlakuan pascapanen yang telah ada; pada berbagai komoditas asli, varietas baru serta kultivar Indonesia.
Potensi Lactobacillus Sp. Asal dari Dadih sebagai Starter pada Pembuatan Susu Fermentasi Khas Indonesia Roswita Sunarlim
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 5, No 1 (2009): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Susu kaya zat gizi karena mengandung protein, lemak, karbohidrat (laktosa), vitamin dan mineral. Umumnya susu yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah susu sapi, kerbau dan kambing. Susu sapi juga difermentasi menjadi yoghurt, yakult dan kefir. Proses pembuatannya menggunakan starter bakteri yang umumnya berupa Lactobacillus sp. Susu fermentasi khas Sumatera Barat adalah dadih berasal dari susu kerbau.Fermentasi spontan (tanpa starter bakteri) berlangsung selama 24 - 48 jam didalam ruas bambu pada suhu kamar. Bahan bakunya berasal dari susu kerbau yang produksinya sedikit. Untuk meningkatkan citra makanan tradisional menjadi skala lebih besar, diupayakan untuk menggantikannya dengan susu sapi yang diproduksi lebih besar dan dibuat starter bakteri dengan cara menginokulasi bakteri didalam dadih (Lactobacillus plantarum) sehingga dadih hasil fermentasi memiliki mutu dan cita rasa yang baik serta dapat diproduksi secara kontinue. Penggunaan bakteri L. plantarum sebanyak 3% pada susu fermentasi ternyata lebih disukai warna, aroma dan rasa kecuali kekentalannya dibandingkan dadih asli Sumatera Barat. Kombinasi L. plantarum dengan kultur yogurt diperoleh total asam tertetrasi (TAT) tidak berbeda dengan L. plantarum yang dikombinasikan dengan S.thermophilus. sedangkan nilai pHnya berbeda nyata. Kombinasi kultur yogurt dengan L. plantarum yang disimpan selama 1 minggu adalah paling disukai dengan nilai pH 3,09, TAT 1,29%, total padatan 17,74% dan nilai kekentalan 8,35 Pa.s. Kombinasi bakteri L. plantarum dengan L. acidophilus dan B. bifidum tidak memiliki perbedaan nyata akan tetapi ketiga bakteri adalah bakteri probiotik. L.casei juga ditemukan dalam dadih asal Sumatera Barat sehingga mempunyai potensi untuk dijadikan starter bakteri di masa mendatang.
Formulasi Vernis Berbasis Resin Fenolik dari Destilat Cairan Kulit Biji Mete Tatang Hidayat; Illah Sailah; Ani Suryani; Titi C Sunarti; nFN Risfaheri
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 5, No 1 (2009): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Resin fenolik dari destilat cairan kulit biji mete (Cashew Nut Shell Liquid/CNSL) merupakan produk polimer yang dihasilkan dari hasil reaksi formaldehida dengan destilat CNSL. Resin ini banyak digunakan dalam produk pelapis permukaan seperti cat, vernis, dan enamel. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan resin fenolik dari destilat CNSL dengan minyak pengering yang tepat untuk formulasi vernis interior dan eksterior (pemakaian di dalam dan di luar ruangan). Perlakuan yang diuji yaitu perbandingan resin fenolik dengan minyak pengering (b/v) : 1:0; 1:0,5; 1:1; dan 1:1,5. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan minyak pengering (linseed oil) berpengaruh nyata terhadap sifat lapisan film vernis, yaitu kekerasan, daya lentur, daya kilap, dan ketahanan terhadap air, sedangkan terhadap karakteristik vernis (kadar bahan menguap dan bobot jenis) serta sifat lapisan film vernis lainnya tidak berpengaruh nyata. Formula vernis terbaik diperoleh pada perbandingan resin fenolik dengan minyak pengering 1:1. Formula tersebut menghasilkan kadar bahan menguap 59,9% dan bobot jenis 0,899 g/ml. Waktu kering sentuh dan kering keras lapisan film vernis masing-masing 1,8 jam dan 5,8 jam dengan daya kilap setelah pengujian cuaca 60,9%. Nilai-nilai tersebut memenuhi persyaratan mutu SNI untuk vernis tipe A (pemakaian interior dan eksterior). Selain itu, formula vernis tersebut menghasilkan lapisan film dengan kekerasan 3H, daya lentur Ø 3 mm, daya lekat 5B, dan lapisan film yang tahan terhadap air. Secara umum, karakteristik dan sifat lapisan film yang dihasilkan setara dengan vernis komersial K1 (vernis interior dan eksterior), dan lebih baik dari vernis komersial K2. Formula vernis terbaik sangat prospektif digunakan sebagai vernis kayu untuk pemakaian interior dan eksterior.
Indeks Glikemik Buah Dan Implikasinya Dalam Pengendalian Kadar Glukosa Darah nFN Hoerudin
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 8, No 2 (2012): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Buah merupakan salah satu sumber karbohidrat, baik dalam bentuk gula maupun serat. Dalam beberapa dekade terakhir terdapat perhatian yang besar pada pengklasifikasian pangan berkarbohidrat berdasarkan pengaruh sifat fungsionalnya terhadap kadar glukosa darah yang sering didefinisikan sebagai indeks glikemik (IG). Berdasarkan hasil penelitian pada 25 jenis buah selama tiga dekade terakhir diketahui bahwa buah memiliki nilai (tengah) IG yang sangat bervariasi yaitu dari IG 19 untuk jambu biji hingga IG 68 untuk nenas, yang berarti tergolong rendah hingga sedang, baik pada diabetesi maupun orang sehat. Dengan demikian, orang dengan gangguan toleransi glukosa, seperti diabetesi, tetap memiliki pilihan jenis buah yang cukup beragam untuk dikonsumsi sesuai kondisi kesehatannya. Namun demikian, ketersediaan data IG buah tropis, seperti buah lokal Indonesia, masih sangat terbatas dan memerlukan penelitian lebih intensif. Bervariasinya nilai IG buah dipengaruhi oleh sifat-sifat intrinsik yang meliputi komposisi gula, struktur dan serat pangan, konsentrasi solut dan asam organik, kandungan senyawa polifenol, dan tingkat kematangan buah. Makalah ini membahas peranan dan mekanisme sifat-sifat intrinsik buah tersebut dalam mengendalikan bioaksesibilitas dan bioavailabilitas gula dalam kaitannya dengan IG buah.
Cendawan Penghasil Okratoksin Pada Kopi dan Cara Pencegahannya Alvi Yani
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 3, No 1 (2007): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Biji kopi yang disimpan dalam gudang penyimpanan akan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas sebagai akibat dari interaksi antara faktor biotik dan abiotik dalam gudang penyimpanan. Faktor biotik utama yang mempengaruhi tingkat kerusakan biji kopi di tempat penyimpanan adalah serangga, sedangkan cendawan merupakan biotik kedua setelah serangga. Kerusakan yang disebabkan oleh serangan cendawan dapat mengakibatkan toksin pada biji kopi apabila didukung oleh lingkungan yang sesuai bagi cendawan untuk menghasilkan toksin tersebut. Adanya kontaminasi mikotoksin pada biji kopi atau produk kopi telah diketahui cukup lama, tetapi hal tersebut kurang diperhatikan, sampai adanya peraturan kandungan maksimum okratoksin-A di Italia. Untuk mengantisipasi ketentuan tersebut dan juga kemungkinan penerapan ketentuan yang sama oleh negara konsumen lainnya, maka perlu dilakukan suatu studi yang mendalam mengenai kondisi kontaminasi cendawan dan mikotoksin pada kopi. Beberapa spesies cendawan yang menyerang biji kopi mempunyai potensi menghasilkan mikotoksin. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa spesies cendawan Aspergillus. sp dan Penicillium. sp dapat menyebabkan biji kopi terkontaminasi okratoksin. Upaya pencegahan pertumbuhan cendawan pada buah /biji kopi yang efektif adalah dengan mencegah kontaminasi sumber cendawan pada buah/biji kopi, dan membuat faktor pertumbuhan tidak optimum yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip GAP dan GMP kopi. Selain itu penyangraian (di atas 2000C) juga dapat mereduksi kandungan okratoksin dalam biji kopi.